Anda di halaman 1dari 3

10 Sentilan KPK Soal KUHAP yang Bikin SBY Panas

TEMPO.CO, Jakarta - Ribut-ribut revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sampai juga ke
radar Istana Kepresidenan. Lewat para pembantunya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menjamin tak ada niat sedikit pun, baik sebagai pribadi maupun pemimpin pemerintahan, untuk
mengebiri kewenangan lembaga penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi, lewat
revisi undang-undang warisan kolonial Belanda itu.

"Tidak benar ada upaya mendukung pelemahan KPK, begitu pula dengan lembaga lain," kata juru
bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 26 Februari
2014. Menurut Julian, pembahasan revisi KUHAP kini tengah dilangsungkan pemerintah bersama
Komisi Hukum DPR di Senayan. "Kami semua sepakat kepada KPK untuk pemberantasan korupsi."

Soal kritik KPK yang menuding revisi KUHAP melemahkan lembaganya, Menteri Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto menyarankan KPK mengajukan
keberatan jika ada sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dinilai melemahkan
kewenangan lembaga antirasuah itu. (Baca: Djoko Suyanto: Tak Usah Menuduh Menyembelih KPK)

"Kalau memang KPK ingin kewenangannya tidak dikebiri, berikan daftar isian masalah kepada
pemerintah dan DPR," kata Djoko, melalui sambungan telepon dengan Tempo, Senin, 24 Februari
2014. Menurut dia, daftar berisi pasal-pasal yang dipermasalahkan KPK ini bisa dibahas secara
terbuka di DPR. "Jangan teriak-teriak dan menuduh pihak yang lain itu seolah-olah tidak
antikorupsi." (Baca: Menko Djoko: KPK Jangan Hanya 'Ngadu' ke Media Massa)

Hal senada juga disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin. Menurut
Amir, tuduhan KPK bahwa revisi KUHAP disponsori kepentingan para koruptor sangat melukai
perasaan. "Seandainya itu benar, mereka punya data itu, tidak usah melalui proses hukum, saya
wajib meletakkan jabatan hari ini juga, tidak menunggu besok," kata Amir. "(Revisi) itu usulan
puluhan tahun tetapi baru di era saya itu bisa maju." (Baca: Menteri Amir: Revisi KUHAP Tak
Lemahkan KPK)

Berikut ini sejumlah komentar pimpnan KPK yang ditengarai membikin pemerintahan Presiden
Yudhoyono kebakaran jenggot:

1. DIANGGAP MELECEHKAN HAKIM

Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, berpendapat revisi KUHP bukan saja menghambat
pemberantasan korupsi, tapi juga menghina hakim. Sebab, jika beleid itu disahkan DPR, maka
hakim Mahkamah Agung tak bisa lagi menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang Pengadilan Tinggi.
"Ini penghinaan, pelecehan terhadap independensi hakim," ujarnya. (Kamis, 27 Februari 2014).
2. DISEBUT MENGGERGAJI KOMUNITAS HAKIM

Busyro berpendapat ketentuan itu bertentangan Prinsip Bangalore yang disusun Perserikatan
Bangsa-bangsa, yang menegaskan kemandirian para hakim. Bentuk independensi hakim itu antara
lain adanya kewenangan mengubah putusan tingkat di bawahnya jika ada pertimbangan hukum
yang keliru. "Ini menggergaji, meluluhlantakkan, penghinaan terhadap komunitas hakim." (Kamis,
27 Februari 2014).

3. SINDIR KINERJA TAK BERES

Busyro berpendapat naskah akademik beleid itu bersemangat melemahkan secara sistemis lembaga-
lembaga khusus negara seperti KPK, Badan Narkotika Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Padahal, kinerja pemerintah secara umum sering tak beres. "Saya hafal cara kerja
pemerintah. Tidak sistemis, saling kontradiktif antarkementerian dan lembaga." (Kamis, 27 Februari
2014).

4. JANGAN AJAK RAKYAT NEKAT

Langkah pemerintah dan DPR meneruskan pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana dinilai sebagai langkah nekat. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro
Muqoddas menganggap pemerintah dan DPR sedang mengajari rakyat untuk bersifat nekat. "Kalau
ngurus negara dengan semangat nekat, saya enggak tahu ini negara apa," ujarnya. (Kamis, 27
Februari 2014).

5. ADA AGENDA POLITIK

Busyro menuding Presiden Yudhoyono menunggangi RUU KUHAP untuk kepentingan politiknya.
"Kita tahu, kepala pemerintahan ini juga ketua umum partai, sehingga dia pasti punya kepentingan
politik dengan RUU ini," ujarnya. Busyro menuturkan, Julian memang sudah menyatakan
Yudhoyono tak berniat melemahkan KPK. "Tapi soal niat atau tidak, yang tahu cuma SBY dan Allah
SWT sendiri," ucapnya. Faktanya, kata Busyro, kini naskah RUU KUHAP dipenuhi pasal-pasal yang
bakal menghambat penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi. (Kamis, 27 Februari
2014).

6. MINTA SBY JANGAN GENGSI

Jika Yudhoyono ingin membuktikan tak ada kepentingan politik di balik kengototan pemerintah
meneruskan pembahasan RUU KUHAP, kata Busyro, caranya tak sulit. "Jangan gengsi-gengsian,
tarik saja, Anda akan kami back-up sepenuhnya," tutur Busyro. Jika Presiden tak menarik RUU
KUHAP, Yudhoyono dan Partai Demokrat justru bakal mendapat stigma negatif. "Ini tahun
terakhirnya menjabat presiden. Kami harap supaya happy ending, khusnul khotimah (berakhir
dengan mulia) secara politik." (Kamis, 27 Februari 2014).
7. MERAGUKAN KEJUJURAN SBY

KPK meragukan kejujuran pemerintah dan DPR dalam membahas revisi KUHAP. Setidaknya, meski
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menjamin keleluasaan KPK untuk
menyadap, nyatanya naskah RUU KUHAP pada Pasal 83 malah menunjukkan kewenangan
penyadapan itu dipersulit. "Dengan pasal 83 itu, pemerintah terang-benderang mempersulit
penyadapan," ujar Busyro. (Selasa, 25 Februari 2014).

8. SPONSOR PARA KORUPTOR

Komisi Pemberantasan Korupsi mengkhawatirkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana disusupi kepentingan sponsor yang datand dari kalangan koruptor. Sebab,
banyak pasal dalam naskah beleid itu yang bisa melemahkan pemberantasan korupsi. "Masalahnya,
kalau revisi KUHAP ini gol, padahal ada masukan dari sponsor koruptor, apa akibatnya?" ujar Wakil
Ketua KPK Zulkarnain. (Rabu, 26 Februari 2014).

9. SINDIRAN HAKIM PEMERIKSA

KPK mempertanyakan konsep hakim pemeriksa pendahuluan yang ada dalam naskah revisi Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sebab, posisi hakim tersebut mempersulit penegakan
hukum, termasuk pemberantasan korupsi. "Hakim jenis ini makhluk apa?" ujar Busyro. "Bangsa
Indonesia kaya nilai-nilai luhur. Aneh, hukum sepenting ini menjiplak Belanda, terkesan tidak
mampu memfilter dan asal asing."

10. BOHONGI PUBLIK LEWAT PENYADAPAN

KPK menilai pemerintah membohongi publik dengan mengklaim naskah revisi KUHAP tetap
memungkinkan KPK leluasa menyadap. Padahal, naskah RUU KUHAP pasal 83 menunjukkan
kewenangan penyadapan KPK bakal dipersulit. "Ini (hakim pemeriksa) pasti ribet sekali, dan
kemungkinan bocornya besar," ujar Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. "Saya mungkin salah
memahami, tapi sangat khawatir sekali klaim itu dapat dituduh oleh masyarakat pencari keadilan
sebagai menyesatkan dan membohongi publik." (Selasa, 25 Februari 2014).

Anda mungkin juga menyukai