IPD - Pulmonologi PDF
IPD - Pulmonologi PDF
R e s t h i e R a c h m a n t a P u t r i
d r. M a r c e l a Y o l i n a
MASTER CLASS
IPD - Pulmonologi
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15
Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA/Line 082122727364 www.optImaprep.com
ASMA
ASMA
• inflamasi kronik pada saluran nafas yang
berhubungan dengan hiperreaktifitas saluran
respirasi & keterbatasan aliran udara akibat
adanya penyempitan bronchus yang bersifat
reversibel.
• Gejala klinis
– kondisi stabil (steady-state) keluhan batuk malam
hari dan sesak nafas saat olahraga
– saat serangan asma (asthma-attack exacerbation)
sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi. P
Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik,
gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.
GINA 2016
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017)
Karakteristik Kriteria
Riwayat gejala respirasi variatif • Umumnya terdapat > 1 gejala respirasi
Wheezing, napas pendek, dada • Gejala bervariasi dari segi waktu dan intensitas
terasa sesak dan batuk • Gejala lebih berat saat malam hari/bangun tidur
• Dicetuskan oleh aktivitas fisik, tertawa, alergen, udara
dingin
• Timbul/semakin parah dengan infeksi virus
Confirmed variable expratory airflow limitation:
Obstruksi saluran napas yang variatif • FEV1 < 80%, dan minimal pada satu kali pengukuran
dimana FEV1 <80%, didapatkan FEV1/FVC <75%
(dewasa) / <90% (anak)
• Semakin variatif, diagnosis asma semakin kuat.
Positive bronchodilator reversibility Dewasa: peningkatan FEV1>12% dan >200 mL baseline
test (lebih mungkin positif jika dalam 10-15 menit pemberian albuterol 200-400
sebelumnya terapi dihentikan: SABA mcg/ekuivalennya
stop ≥ 4 jam, LABA ≥ 15 jam) Anak: peningkatan FEV1 >12% nilai prediksi
Variabilitas eksesif dalam Dewasa: rerata variabilitas diurnal PEF > 10%
pengukuran peak expiratory flow 2x Anak: rerata variabilitas diurnal PEF > 13%
sehari selama 2 minggu
GINA 2017
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017) (cont)
Karakteristik Kriteria
Confirmed variable expratory airflow limitation:
Positive exercise challenge test • Dewasa: FEV1 turun >10% dan >200 mL baseline
• Anak: FEEV1 turun >12% prediksi atau PEF >15%
Positive bronchial challenge test Penurunan FEV1 ≥ 20% dengan pemberian dosis standar
(umumnya pada dewasa) metacholine atau histamin, atau FEV1 turun ≥ 15%
dengan hiperventilasi standar, uji salin hipertonik atau
manitol
Variabilitas eksesif antar kunjungan Dewasa: variasi FEV1 >12% dan >200 mL pada setiap
rawat jalan (less reliable) kunjungan, di luar kasus infeksi respirasi
Anak: variasi FEV1 >12% atau PEF >15% (dapat termasuk
kasus infeksi respirasi)
GINA 2017
Diagnosis Patient with
respiratory symptoms
NO
(GINA, YES
Perform spirometry/PEF
with reversibility test
Results support asthma diagnosis?
Repeat on another
NO
occasion or arrange
NO
YES other tests
Confirms asthma diagnosis?
FEV1
Asthma
(after BD)
Normal
Asthma
(before BD) Asthma
(after BD)
Asthma
(before BD)
1 2 3 4 5 Volume
Time (seconds)
Note: Each FEV1 represents the highest of
three reproducible measurements
MILD or MODERATE
Talks in phrases, prefers
sitting to lying, not agitated
Respiratory rate increased
Accessory muscles not LIFE-THREATENING
used
Drowsy, confused
Pulse rate 100–120 bpm or silent chest
O2 saturation (on air) 90– Clinical
95%
PEF >50% predicted or best Status in
Asthma
Exacerbation GINA 2017
Managing exacerbations in PRIMARY CARE
PRIMARY CARE Patient presents with acute or sub-acute asthma exacerbation
Is it asthma?
ASSESS the PATIENT Risk factors for asthma-related death?
Severity of exacerbation?
START TREATMENT
TRANSFER TO ACUTE
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer,
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
WORSENING While waiting: give inhaled SABA
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max.
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)
IMPROVING
FOLLOW UP
Reliever: reduce to as-needed
Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending
on background to exacerbation
Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation,
including inhaler technique and adherence
Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?
NO
YES
Further TRIAGE BY CLINICAL STATUS Consult ICU, start SABA and O2,
according to worst feature and prepare patient for intubation
Diagnosis
Symptom control & risk factors
(including lung function)
Inhaler technique & adherence
Patient preference
Symptoms
Exacerbations
Side-effects Asthma medications
Patient satisfaction Non-pharmacological strategies
Lung function Treat modifiable risk factors
STEP 5
STEP 4
GINA 2017, Box 3-5 (2/8) (upper part) © Global Initiative for Asthma
Stepwise management – additional components
UPDATED
2017
GINA 2017, Box 3-5 (3/8) (lower part) © Global Initiative for Asthma
Step 1 – as-needed reliever inhaler
Preferred option: regular low dose ICS with as-needed inhaled SABA
Low dose ICS reduces symptoms and reduces risk of exacerbations
and asthma-related hospitalization and death
Other options
Leukotriene receptor antagonists (LTRA) with as-needed SABA
• Less effective than low dose ICS
• May be used for some patients with both asthma and allergic rhinitis, or if
patient will not use ICS
Combination low dose ICS/long-acting beta2-agonist (LABA)
with as-needed SABA
• Reduces symptoms and increases lung function compared with ICS
• More expensive, and does not further reduce exacerbations
Intermittent ICS with as-needed SABA for purely seasonal allergic
asthma with no interval symptoms
• Start ICS immediately symptoms commence, and continue for
4 weeks after pollen season ends
Tingkat 3 Berhenti untuk bernapas setelah berjalan 100 meter atau setelah
beberapa menit di permukaan yang datar.
Tingkat 4 Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah atau sesak saat berpakaian
atau berganti pakaian.
NEW GOLD 2017 ABCD Assessment Tool
Tatalaksana PPOK Stabil
• Hentikan merokok • Tatalaksana tambahan lain
• Bronkodilator – mukolitik (mukokinetik, mukoregulator):
ambroxol, karbosistein, gliserol iodida
– (SABA atau SAMA atau SABA + SAMA;
kombinasi dikatakan superior) – Antioksidan: N-asetil-sistein
– LABA atau LAMA; LAMA Lebih baik dibanding – Imunoregulator (imunostimulator,
LABA; atau kombinasi keduanya (lebih imunomodulator): tidak rutin
meningkatkan FEV1 dan meredakan gejala) – Antitusif: tidak rutin, tidak memiliki bukti
– Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak konklusif
tersedia atau tak terjangkau. Penggunaan – Vaksinasi: influenza, pneumokok
dapat diberikan secara rutin atau bila – Rehabilitasi medik
diperlukan – Terapi oksigen jangka panjang hanya untuk
– Long acting lebih dipilih daripada short acting, pasien hipoksemia kronik saat istirahat yang
kecuali pada pasien dengan gejala sesak yang berat
jarang – Pada pasien dengan hiperkapnia kronik berat
• Steroid inhalasi ( penggunaanya lihat dan riwayat hospitalisasi karena gagal napas
rekomendasi di slide selanjutnya) akut, ventilasi non-invasif bisa mengurangi
mortalitas dan mencegah rehospitalisasi
• PDE4 inhibitor
– Terapi bronkoskopi intervensi atau operasi
pada pasien tertentu dengan emfisema lanjut
yang refrakter
© 2017 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
Key Points
Pharmacologic Therapy
• Tuberkulosis postprimer
– Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
– Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
– Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.
• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
• Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
Tuberkulosis
Terduga TB
Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)
Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR
Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan
Sebelumnya: (TB 2014)
• Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
• Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan selama
1 bulan atau lebih
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
– Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena
benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
– Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah pasien yang
pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
– Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
• Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji
Kepekaan Obat
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru
Sebagai catatan, rifampisin adalah inducer enzim CYP P450 di hepar. Enzim ini
digunakan hepat untuk memetabolisme zat dan obat menjadi bentuk yang tidak aktif.
Oleh karena itu obat-obatan yang dimetabolisme dengan CYP P450, seperti estrogen,
beta bloker, levotiroksin, sulfonilurea, warfarin; akan mengalami penurunan efektivitas
obat, akibat metabolisme obat-obatan tersebut yang meningkat oleh hepar.
drug induced hepatitis (Panduan lama)
• Bila gejala klinis (+) (ikterik, mual muntah) stop OAT
• Bila gejala klinis (+) disertai enzim hati ↑ >3x stop OAT
• Bila gejala klinis (-) disertai hasil laboratorium berikut:
– Bilirubin >2 stop OAT
– Enzim hati ↑ >5x stop OAT
– Enzim hati ↑ >3x teruskan pengobatan dengan
pengawasan
• Kontrasepsi
– Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal
menurunkan efektivitas kontrasepsi
– Sebaiknya pasien dengan TB menggunakan KB non
hormonal,atau kontrasepsi dengan estrogen dosis tinggi (50
mcg)
PNEUMONIA
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500
• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
Pneumonia
• Cough, particularly cough productive of sputum, is the
most consistent presenting symptom of bacterial
pneumonia and may suggest a particular pathogen, as
follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal
species: May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputum
PNEUMONIA PADA PASIEN
RAWAT INAP
Pneumonia
pada pasien
rawat inap
CAP yang
Terjadi dalam terjadi karena
Onsetnya
48 jam kontak dengan Terjadi setelah
setelah 48-72
pertama petugas 48 jam pasca
jam masuk
masuk rumah kesehatan. intubasi
rumah sakit
sakit Mis: pasien HD
rutin
Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388–416, 2005 D
OI: 10.1164/rccm.200405-644ST
Pneumonia
• Community acquired pneumonia:
– Pneumonia yang didapat di masyarakat
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
CURB-65
CURB-65 ini merupakan model skor yang direkomendasikan oleh
British Thoracic Society (BTS) berdasar pada lima gambaran
klinik utama yang sangat praktis, mudah diingat dan dinilai.
Faktor Komorbid Pneumonia
Faktor modifikasi pada terapi pneumonia:
• Pneumokokus resisten terhadap penisilin
– Umur lebih dari 65 tahun
– Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
– Pecandu alkohol
– Penyakit gangguan kekebalan
– Penyakit penyerta yang multipel
• Bakteri enterik Gram negatif
– Penghuni rumah jompo
– Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
– Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
– Riwayat pengobatan antibiotik
• Pseudomonas aeruginosa
– Bronkiektasis
– Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
– Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
– Gizi kurang
Diagnosis Banding Pneumonia
BRONKIEKTASIS
Bronchiectasis
• Bronchiectasis:
– Major causes: obstruction & infection
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2010.
BRONKIEKTASIS
• Gejala dan Tanda:
– Dilatasi patologis bronkus
– Obliterasi percabangan berikutnya
– Retensi sekret
– Peradangan kronik pada jaringan setempat
• Klasifikasi:
– Kongenital (immotile cilia syndrome, defisiensi enzi
afa-antitripsin, sindrom kartagener.
– Akuisita (infeksi saluran nafas bawah berulang)
Bronkiektasis
Three types of bronchial dilatation can be seen in patients with bronchiectasis, and their
appearance on CT can be classified into a cylindrical, b varicose, and c saccular shapes
Paediatric multi-detector row chest CT: What you really need to know - Scientific Figure on ResearchGate. Available from: https://www.researchgate.net/Three-
types-of-bronchial-dilatation-can-be-seen-in-patients-with-bronchiectasis-and_fig15_225307387 [accessed 16 May, 2018]
Tatalaksana Bronkiektasis
• Pengobatan bronkiektasis terinfeksi diarahkan pada
kontrol infeksi aktif dan perbaikan dalam pembersihan
sekresi dan kebersihan bronkus sehingga dapat
mengurangi organisme infektif dalam saluran udara dan
meminimalkan risiko infeksi berulang.
• Antibiotik harus diberikan pada eksaserbasi, jenis yang
dipakai sebaiknya yang mampu mengatasi patogen
penyebab harus diberikan pada eksaserbasi akut,
biasanya untuk 14 hari.
Tatalaksana Bronkiektasis
• Untuk terapi oral:
– tanpa data kultur bisa memakai fluoroquinolon.
– Untuk pasien yang kultur sputumnya tidak menunjukkan H. influenzae atau Pseudomonas
penghasil beta-laktamase: amoxicillin, 500 mg tiga kali sehari, atau macrolide.
– Jika hasil kultur adalah H. influenzae penghasil beta-laktamase: amoksisilin-klavulanat,
generasi kedua atau ketiga sefalosporin, azitromisin atau klaritromisin, doksisiklin, atau
fluoroquinolone.
– Jika positif P. Aeruginosa, sebaiknya disesuaikan dengan pola resistensi. Jika tidak ada
resistensi yang diketahui terhadap kuinolon, bisa memakai ciprofloxacin, 500 hingga 750 mg
dua kali sehari.
• Jika terdapat indikasi rawat (peningkatan frekuensi pernafasan ≥25x/menit,
hipotensi, suhu ≥38˚C, hipoksemia (saturasi oksigen pulsa <92%), atau gagal
antibiotik oral), pemberian antibiotik sebaiknya disesuaikan dengan kultur darah
atau terapi empiris sesuai data resistensi lokal
Tatalaksana Bronkiektasis
• Kebersihan bronkial juga merupakan tatalaksana yang penting untuk mencegah
eksaserbasi.
• Berbagai pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan pembersihan sekresi
pada bronkiektasis termasuk pemberian hidrasi dan mukolitik, aerosolisasi
bronkodilator dan agen hiperosmolar (misalnya, saline hipertonik dan manitol),
dan fisioterapi dada.
• Untuk pasien yang mengalami eksaserbasi rekuren (minimal 2-3 kali dalam
setahun) disarankan untuk mengkonsumsi antibiotik jangka panjang seperti
makrolid, atau antibiotik inhalasi (misal tobramycin aerosolized) sesuai dengan
kultur sputum.
• Pemberian antibiotik makrolid dosis rendah jangka panjang tampaknya memiliki
efek yang tidak sepenuhnya karena antimikroba.
• Berbagai mekanisme alternatif telah diusulkan untuk menjelaskan manfaat
makrolid di bronkiektasis, termasuk pengurangan biofilm di sekitar organisme
gram negatif virulen seperti P. aeruginosa, perlambatan influks neutrofilik,
stabilisasi membran inti dan seluler, dan promosi pengosongan lambung yang
dapat mengurangi potensi refluks asam lambung.
Tatalaksana Bronkiektasis
• Glukokortikoid sistemik dapat dipakai untuk eksaserbasi
akut bronkiektasis yang disertai dengan mengi sugestif
terjadi bersamaan dengan asma atau aspergillosis
bronkopulmonal alergika.
• Glukokortikoid inhalasi tidak boleh digunakan secara
rutin pada pasien dengan bronkiektasis kecuali mereka
diindikasikan untuk mengontrol asma atau COPD yang
terjadi bersamaan dengan bronkiektasis.
• Tatalaksana surgikal yang dapat dilakukan adalah reseksi
bagian paru yang mengalami bronkiektasis atau
transplantasi paru sesuai dengan indikasi.
KESEIMBANGAN ASAM BASA
Keseimbangan Asam-Basa
121
122
H-H EQUATION
(K)*
(K)*
(K)*
(K)*
PCO2 PH
PH PCO2
HCO3- HCO3-
HCO3- HCO3-
PH PCO2
PCO2 PH
PCO2 PCO2
HCO3-
HCO3-
PH
PH
PH
HCO3- PH
PCO2 HCO3- PCO2