Anda di halaman 1dari 134

d r.

R e s t h i e R a c h m a n t a P u t r i
d r. M a r c e l a Y o l i n a

MASTER CLASS
IPD - Pulmonologi

Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15
Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA/Line 082122727364 www.optImaprep.com
ASMA
ASMA
• inflamasi kronik pada saluran nafas yang
berhubungan dengan hiperreaktifitas saluran
respirasi & keterbatasan aliran udara akibat
adanya penyempitan bronchus yang bersifat
reversibel.
• Gejala klinis
– kondisi stabil (steady-state)  keluhan batuk malam
hari dan sesak nafas saat olahraga
– saat serangan asma (asthma-attack exacerbation) 
sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi. P
Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik,
gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

• Riwayat penyakit / gejala :


– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan
berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Pemeriksaan Gold Standar  spirometri dengan kombinasi


bronkodilator
GINA 2017
Diagnosis of asthma – symptoms
• Increased probability that symptoms are due to asthma if:
– More than one type of symptom (wheeze, shortness of breath, cough, chest
tightness)
– Symptoms often worse at night or in the early morning
– Symptoms vary over time and in intensity
– Symptoms are triggered by viral infections, exercise, allergen exposure,
changes in weather, laughter, irritants such as car exhaust fumes, smoke, or
strong smells
• Decreased probability that symptoms are due to asthma if:
– Isolated cough with no other respiratory symptoms
– Chronic production of sputum
– Shortness of breath associated with dizziness, light-headedness or peripheral
tingling
– Chest pain
– Exercise-induced dyspnea with noisy inspiration (stridor)

GINA 2016
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017)
Karakteristik Kriteria
Riwayat gejala respirasi variatif • Umumnya terdapat > 1 gejala respirasi
Wheezing, napas pendek, dada • Gejala bervariasi dari segi waktu dan intensitas
terasa sesak dan batuk • Gejala lebih berat saat malam hari/bangun tidur
• Dicetuskan oleh aktivitas fisik, tertawa, alergen, udara
dingin
• Timbul/semakin parah dengan infeksi virus
Confirmed variable expratory airflow limitation:
Obstruksi saluran napas yang variatif • FEV1 < 80%, dan minimal pada satu kali pengukuran
dimana FEV1 <80%, didapatkan FEV1/FVC <75%
(dewasa) / <90% (anak)
• Semakin variatif, diagnosis asma semakin kuat.
Positive bronchodilator reversibility Dewasa: peningkatan FEV1>12% dan >200 mL baseline
test (lebih mungkin positif jika dalam 10-15 menit pemberian albuterol 200-400
sebelumnya terapi dihentikan: SABA mcg/ekuivalennya
stop ≥ 4 jam, LABA ≥ 15 jam) Anak: peningkatan FEV1 >12% nilai prediksi
Variabilitas eksesif dalam Dewasa: rerata variabilitas diurnal PEF > 10%
pengukuran peak expiratory flow 2x Anak: rerata variabilitas diurnal PEF > 13%
sehari selama 2 minggu
GINA 2017
Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017) (cont)

Karakteristik Kriteria
Confirmed variable expratory airflow limitation:
Positive exercise challenge test • Dewasa: FEV1 turun >10% dan >200 mL baseline
• Anak: FEEV1 turun >12% prediksi atau PEF >15%
Positive bronchial challenge test Penurunan FEV1 ≥ 20% dengan pemberian dosis standar
(umumnya pada dewasa) metacholine atau histamin, atau FEV1 turun ≥ 15%
dengan hiperventilasi standar, uji salin hipertonik atau
manitol
Variabilitas eksesif antar kunjungan Dewasa: variasi FEV1 >12% dan >200 mL pada setiap
rawat jalan (less reliable) kunjungan, di luar kasus infeksi respirasi
Anak: variasi FEV1 >12% atau PEF >15% (dapat termasuk
kasus infeksi respirasi)

GINA 2017
Diagnosis Patient with
respiratory symptoms

Asma Are the symptoms typical of asthma?

NO

(GINA, YES

2017) Detailed history/examination


for asthma
History/examination supports
asthma diagnosis?
Further history and tests for
NO alternative diagnoses
Clinical urgency, and
YES Alternative diagnosis confirmed?
other diagnoses unlikely

Perform spirometry/PEF
with reversibility test
Results support asthma diagnosis?

Repeat on another
NO
occasion or arrange
NO
YES other tests
Confirms asthma diagnosis?

Empiric treatment with YES NO YES


ICS and prn SABA
Review response
Consider trial of treatment for
Diagnostic testing most likely diagnosis, or refer
within 1-3 months for further investigations

Treat for ASTHMA Treat for alternative diagnosis

GINA 2017, Box 1-1 (4/4) © Global Initiative for Asthma


Typical spirometric tracings
Volume Flow
Normal

FEV1
Asthma
(after BD)
Normal
Asthma
(before BD) Asthma
(after BD)

Asthma
(before BD)

1 2 3 4 5 Volume
Time (seconds)
Note: Each FEV1 represents the highest of
three reproducible measurements

GINA 2017 © Global Initiative for Asthma


Klasifikasi Asma
Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru
Gejala<1x/minggu, tanpa VEP>80% nilai prediksi
Intermitten gejala diluar serangan, <2x sebulan APE> 80% nilai terbaik
serangan singkat Variabilitas APE<20%,
Gejala>1x/minggu tetapi
VEP1>80% nilai prediksi,
Persisten <1x/hari, serangan dapat
>2x sebulan APE>80% nilai terbaik,
Ringan mengganggu aktivitas dan
variabilitas APE 20-30%
tidur

Gejala setiap hari, serangan VEP1 60-80% nilai


Persisten mengganggu aktivitas dan prediksi, APE 60-80% nilai
>1x seminggu
sedang tidur, membutuhkan terbaik,
bronkodilator setiap hari variabilitas APE > 30%

VEP 1 < 60% nilai prediksi,


Gejala terus menerus, sering
Persisten berat Sering APE < 60% nilai terbaik,
kambuh, aktivitas fisik terbatas
variabilitas APE > 30%
TATALAKSANA SERANGAN ASMA
AKUT
Klasifikasi Serangan Asma (PDPI 2004)
Gejala dan tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Dapat tidur Duduk
Posisi Duduk
terlentang membungkuk
Kalimat, mungkin Beberapa kata, Kata demi kata, Mengamuk, gelisah,
Cara berbicara
gelisah gelisah gelisah kesadaran menurun
Frekuensi nafas <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit
Nadi <100x/menit 100-120x/menit >120x/menit Bradikardi
Pulsus paradoksus Tidak ada -/+ 10-20 mmHg +>25 mmHg
Kelelahan otot,
Otot bantu nafas
Tidak ada Ada Ada torakoabdominal
dan retraksi
paradoksal
Inspirasi dan
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Silent chest
ekspirasi
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 60-80 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg < 45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%
SEVERE
Talks in words, sits hunched
forwards, agitated
Respiratory rate >30/min
Accessory muscles in use
Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) <90%
PEF ≤50% predicted or best

MILD or MODERATE
Talks in phrases, prefers
sitting to lying, not agitated
Respiratory rate increased
Accessory muscles not LIFE-THREATENING
used
Drowsy, confused
Pulse rate 100–120 bpm or silent chest
O2 saturation (on air) 90– Clinical
95%
PEF >50% predicted or best Status in
Asthma
Exacerbation GINA 2017
Managing exacerbations in PRIMARY CARE
PRIMARY CARE Patient presents with acute or sub-acute asthma exacerbation

Is it asthma?
ASSESS the PATIENT Risk factors for asthma-related death?
Severity of exacerbation?

MILD or MODERATE SEVERE


Talks in words, sits hunched LIFE-THREATENING
Talks in phrases, prefers
sitting to lying, not agitated forwards, agitated Drowsy, confused
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min or silent chest
Accessory muscles not used Accessory muscles in use
Pulse rate 100–120 bpm Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) 90–95% O2 saturation (on air) <90%
PEF >50% predicted or best PEF ≤50% predicted or best URGENT

START TREATMENT
TRANSFER TO ACUTE
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer,
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
WORSENING While waiting: give inhaled SABA
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max.
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)

GINA 2017, Box 4-3 (4/7) © Global Initiative for Asthma


START TREATMENT
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, TRANSFER TO ACUTE
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. WORSENING
While waiting: give inhaled SABA
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)

CONTINUE TREATMENT with SABA as needed


WORSENING
ASSESS RESPONSE AT 1 HOUR (or earlier)

IMPROVING

ASSESS FOR DISCHARGE ARRANGE at DISCHARGE


Symptoms improved, not needing SABA Reliever: continue as needed
PEF improving, and >60-80% of personal Controller: start, or step up. Check inhaler technique,
best or predicted adherence
Oxygen saturation >94% room air Prednisolone: continue, usually for 5–7 days
(3-5 days for children)
Resources at home adequate
Follow up: within 2–7 days

FOLLOW UP
Reliever: reduce to as-needed
Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending
on background to exacerbation
Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation,
including inhaler technique and adherence
Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?

GINA 2017, Box 4-3 (7/7) © Global Initiative for Asthma


Managing exacerbations in acute care settings

INITIAL ASSESSMENT Are any of the following present?


A: airway B: breathing C: circulation Drowsiness, Confusion, Silent chest

NO
YES

Further TRIAGE BY CLINICAL STATUS Consult ICU, start SABA and O2,
according to worst feature and prepare patient for intubation

MILD or MODERATE SEVERE


Talks in phrases Talks in words
Prefers sitting to lying Sits hunched forwards
Not agitated Agitated
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min
Accessory muscles not used Accessory muscles being used
Pulse rate 100–120 bpm Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) 90–95% O2 saturation (on air) < 90%
PEF >50% predicted or best PEF ≤50% predicted or best

GINA 2017, Box 4-4 (2/4) © Global Initiative for Asthma


MILD or MODERATE SEVERE
Talks in phrases Talks in words
Prefers sitting to lying Sits hunched forwards
Not agitated Agitated
Respiratory rate increased Respiratory rate >30/min
Accessory muscles not used Accessory muscles being used
Pulse rate 100–120 bpm Pulse rate >120 bpm
O2 saturation (on air) 90–95% O2 saturation (on air) < 90%
PEF >50% predicted or best PEF ≤50% predicted or best

Short-acting beta2-agonists Short-acting beta2-agonists


Consider ipratropium bromide Ipratropium bromide
Controlled O2 to maintain Controlled O2 to maintain
saturation 93–95% (children 94-98%) saturation 93–95% (children 94-98%)
Oral corticosteroids Oral or IV corticosteroids
Consider IV magnesium
Consider high dose ICS

GINA 2016, Box 4-4 (3/4)


Short-acting beta2-agonists Short-acting beta2-agonists
Consider ipratropium bromide Ipratropium bromide
Controlled O2 to maintain Controlled O2 to maintain
saturation 93–95% (children 94-98%) saturation 93–95% (children 94-98%)
Oral corticosteroids Oral or IV corticosteroids
Consider IV magnesium
Consider high dose ICS

If continuing deterioration, treat as


severe and re-assess for ICU

ASSESS CLINICAL PROGRESS FREQUENTLY


MEASURE LUNG FUNCTION
in all patients one hour after initial treatment

FEV1 or PEF <60% of predicted or


FEV1 or PEF 60-80% of predicted or
personal best,or lack of clinical response
personal best and symptoms improved
SEVERE
MODERATE
Continue treatment as above
Consider for discharge planning
and reassess frequently

GINA 2017, Box 4-4 (4/4) © Global Initiative for Asthma


TATALAKSANA MAINTENANCE
ASMA
GINA assessment of symptom control

Symptom control Level of asthma symptom control


Well- Partly Uncontrolled
In the past 4 weeks, has the patient had: controlled controlled

• Daytime asthma symptoms more


than twice a week?

• Any night waking due to asthma?


None of 1-2 of 3-4 of
• Reliever needed for symptoms* more than twice a these these these
week?
*Excludes reliever taken before exercise, because many
people take this routinely

• Any activity limitation due to asthma?

GINA 2017, Box 2-2A © Global Initiative for Asthma


Initial controller treatment for adults, adolescents
and children 6–11 years
 Start controller treatment early
 For best outcomes, initiate controller treatment as early as possible
after making the diagnosis of asthma
 Indications for regular low-dose ICS - any of:
 Asthma symptoms more than twice a month
 Waking due to asthma more than once a month
 Any asthma symptoms plus any risk factors for exacerbations
 Consider starting at a higher step if:
 Troublesome asthma symptoms on most days
 Waking from asthma once or more a week, especially if any risk
factors for exacerbations
 If initial asthma presentation is with an exacerbation:
 Give a short course of oral steroids and start regular controller
treatment (e.g. high dose ICS or medium dose ICS/LABA, then step
down)

GINA 2017, Box 3-4 (1/2) © Global Initiative for Asthma


Faktor Risiko Eksaserbasi Asma

 riwayat intubasi atau dirawat di ICU karena asma


 Gejala asma tidak terkontrol,
 >1 kali eksaserbasi berat dalam 1 tahun terakhir
 FEV1<80%
 Teknik penggunaan inhaler yang salah dan/atau kepatuhan
yang rendah
 Merokok
 Kehamilan, obesitas, eosinofila darah
 Peningkatan FeNO pada penderita asma dewasa

© Global Initiative for Asthma


Stepwise management - pharmacotherapy
UPDATED
2017

Diagnosis
Symptom control & risk factors
(including lung function)
Inhaler technique & adherence
Patient preference

Symptoms
Exacerbations
Side-effects Asthma medications
Patient satisfaction Non-pharmacological strategies
Lung function Treat modifiable risk factors

STEP 5

STEP 4

STEP 3 Refer for *Not for children <12 years


PREFERRED STEP 1 STEP 2 add-on **For children 6-11 years, the
CONTROLLER treatment preferred Step 3 treatment is
CHOICE e.g.
Med/high tiotropium,* medium dose ICS
ICS/LABA anti-IgE,
#For patients prescribed
Low dose anti-IL5*
Low dose ICS BDP/formoterol or BUD/
ICS/LABA**
formoterol maintenance and
reliever therapy
Other Consider low Leukotriene receptor antagonists (LTRA) Med/high dose ICS Add tiotropium* Add low
controller dose ICS Low dose theophylline* Low dose ICS+LTRA High dose ICS dose OCS  Tiotropium by mist inhaler is
+ LTRA
options (or + theoph*)
(or + theoph*)
an add-on treatment for
patients ≥12 years with a
As-needed short-acting beta2-agonist (SABA) As-needed SABA or history of exacerbations
RELIEVER
low dose ICS/formoterol#

GINA 2017, Box 3-5 (2/8) (upper part) © Global Initiative for Asthma
Stepwise management – additional components
UPDATED
2017

• Provide guided self-management education


REMEMBER
• Treat modifiable risk factors and comorbidities
TO...
• Advise about non-pharmacological therapies and strategies
• Consider stepping up if … uncontrolled symptoms, exacerbations or risks,
but check diagnosis, inhaler technique and adherence first
• Consider adding SLIT in adult HDM-sensitive patients with allergic rhinitis who
have exacerbations despite ICS treatment, provided FEV 1 is 70% predicted
• Consider stepping down if … symptoms controlled for 3 months
+ low risk for exacerbations. Ceasing ICS is not advised.

SLIT: sublingual immunotherapy


HDM: house dust mite

GINA 2017, Box 3-5 (3/8) (lower part) © Global Initiative for Asthma
Step 1 – as-needed reliever inhaler

 Preferred option: as-needed inhaled short-acting beta2-agonist


(SABA)
 SABAs are highly effective for relief of asthma symptoms
 However …. there is insufficient evidence about the safety of
treating asthma with SABA alone
 This option should be reserved for patients with infrequent
symptoms (less than twice a month) of short duration, and with no
risk factors for exacerbations
 Other options
 Consider adding regular low dose inhaled corticosteroid (ICS) for
patients at risk of exacerbations

GINA 2017 © Global Initiative for Asthma


Step 2 – Low dose controller + as-needed SABA

 Preferred option: regular low dose ICS with as-needed inhaled SABA
 Low dose ICS reduces symptoms and reduces risk of exacerbations
and asthma-related hospitalization and death
 Other options
 Leukotriene receptor antagonists (LTRA) with as-needed SABA
• Less effective than low dose ICS
• May be used for some patients with both asthma and allergic rhinitis, or if
patient will not use ICS
 Combination low dose ICS/long-acting beta2-agonist (LABA)
with as-needed SABA
• Reduces symptoms and increases lung function compared with ICS
• More expensive, and does not further reduce exacerbations
 Intermittent ICS with as-needed SABA for purely seasonal allergic
asthma with no interval symptoms
• Start ICS immediately symptoms commence, and continue for
4 weeks after pollen season ends

GINA 2017 © Global Initiative for Asthma


Step 3 – one or two controllers + as-needed
inhaled reliever
 Before considering step-up
 Check inhaler technique and adherence, confirm diagnosis
 Adults/adolescents: preferred options are either combination low dose
ICS/LABA maintenance with as-needed SABA, OR combination low dose
ICS/formoterol maintenance and reliever regimen*
 Adding LABA reduces symptoms and exacerbations and increases FEV 1, while
allowing lower dose of ICS
 In at-risk patients, maintenance and reliever regimen significantly reduces
exacerbations with similar level of symptom control and lower ICS doses
compared with other regimens
 Children 6-11 years: preferred option is medium dose ICS with
as-needed SABA
 Other options
 Adults/adolescents: Increase ICS dose or add LTRA or theophylline (less
effective than ICS/LABA) UPDATED
2017
 Adults: consider adding SLIT (see Non-pharmacological interventions)
 Children 6-11 years – add LABA (similar effect as increasing ICS)
*Approved only for low dose beclometasone/formoterol and low dose budesonide/formoterol
GINA 2017 © Global Initiative for Asthma
Step 4 – two or more controllers + as-needed
inhaled reliever
 Before considering step-up
 Check inhaler technique and adherence
 Adults or adolescents: preferred option is combination low dose
ICS/formoterol as maintenance and reliever regimen*, OR
combination medium dose ICS/LABA with as-needed SABA
 Children 6–11 years: preferred option is to refer for expert advice
 Other options (adults or adolescents)
 Tiotropium by mist inhaler may be used as add-on therapy for UPDATED
patients aged ≥12 years with a history of exacerbations 2017

 Adults: consider adding SLIT (see Non-pharmacological therapy)


 Trial of high dose combination ICS/LABA, but little extra benefit and
increased risk of side-effects
 Increase dosing frequency (for budesonide-containing inhalers)
 Add-on LTRA or low dose theophylline
*Approved only for low dose beclometasone/formoterol and low dose budesonide/formoterol
GINA 2017 © Global Initiative for Asthma
Step 5 – higher level care and/or add-on
treatment
 Preferred option is referral for specialist investigation and consideration
of add-on treatment
 If symptoms uncontrolled or exacerbations persist despite Step 4
treatment, check inhaler technique and adherence before referring
 Add-on tiotropium for patients ≥12 years with history of exacerbations
 Add-on anti-IgE (omalizumab) for patients with severe allergic asthma
 Add-on anti-IL5 (mepolizumab (SC) or reslizumab (IV)) for severe
eosinophilic asthma (≥12 yrs) UPDATED
2017
 Other add-on treatment options at Step 5 include:
 Sputum-guided treatment: this is available in specialized centers;
reduces exacerbations and/or corticosteroid dose
 Add-on low dose oral corticosteroids (≤7.5mg/day prednisone
equivalent): this may benefit some patients, but has significant systemic
side-effects. Assess and monitor for osteoporosis
 See ERS/ATS Severe Asthma Guidelines (Chung et al, ERJ 2014) for
more detail

GINA 2017 © Global Initiative for Asthma


Low, medium and high dose inhaled corticosteroids
Adults and adolescents (≥12 years)
Inhaled corticosteroid Total daily dose (mcg)
Low Medium High

Beclometasone dipropionate (CFC) 200–500 >500–1000 >1000


Beclometasone dipropionate (HFA) 100–200 >200–400 >400
Budesonide (DPI) 200–400 >400–800 >800
Ciclesonide (HFA) 80–160 >160–320 >320
Fluticasone furoate (DPI) 100 n.a. 200
Fluticasone propionate (DPI or HFA) 100–250 >250–500 >500
Mometasone furoate 110–220 >220–440 >440
Triamcinolone acetonide 400–1000 >1000–2000 >2000
 This is not a table of equivalence, but of estimated clinical comparability
 Most of the clinical benefit from ICS is seen at low doses
 High doses are arbitrary, but for most ICS are those that, with prolonged use,
are associated with increased risk of systemic side-effects

GINA 2017, Box 3-6 (1/2) © Global Initiative for Asthma


Low, medium and high dose inhaled corticosteroids
Children 6–11 years
Inhaled corticosteroid Total daily dose (mcg)
Low Medium High
Beclometasone dipropionate (CFC) 100–200 >200–400 >400
Beclometasone dipropionate (HFA) 50–100 >100–200 >200
Budesonide (DPI) 100–200 >200–400 >400
Budesonide (nebules) 250–500 >500–1000 >1000
Ciclesonide (HFA) 80 >80–160 >160
Fluticasone furoate (DPI) n.a. n.a. n.a.
Fluticasone propionate (DPI) 100–200 >200–400 >400
Fluticasone propionate (HFA) 100–200 >200–500 >500
Mometasone furoate 110 ≥220–<440 ≥440
Triamcinolone acetonide 400–800 >800–1200 >1200
 This is not a table of equivalence, but of estimated clinical comparability
 Most of the clinical benefit from ICS is seen at low doses
 High doses are arbitrary, but for most ICS are those that, with prolonged use, are associated with
increased risk of systemic side-effects

GINA 2017, Box 3-6 (2/2) © Global Initiative for Asthma


PPOK
PPOK
• Definisi PPOK
– Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun/berbahaya
– Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan


antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) & obstruksi
parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu.

• Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:


– Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas distal)
– Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3 bulan
berturut-turut, dalam 2 tahun)
PPOK
Anamnesis Pengukuran gejala sesak napas dapat
• Sesak yang bersifat progresif dengan atau tanpa dilakukan dengan beberapa
bunyi mengi kuesioner, yaitu:
• Riwayat merokok atau bekas perokok dengan • COPD Assessment Test (CAT TM )
atau tanpa gejala pernapasan • Chronic Respiratory Questionnaire
• Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di (CCQ® )
tempat kerja • St George’s Respiratory
• Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Questionnaire (SGRQ)
• Terdapat faktor predisposisi pada masa • Chronic Respiratory Questionnaire
bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), (CRQ)
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap • Modified Medical Research Council
rokok dan polusi udara (mMRC) questionnaire
• Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
• Penyakit komorbid seperti jantung,
osteoporosis, keganasan
• Keterbatasan aktivitsd
• Riwayat pengobatan akibat penyakit paru

PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016


Pemeriksaan Fisik PPOK
• Pink puffer • Inspeksi
– Gambaran yang khas pada – Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
emfisema, penderita kurus, kulit mencucu)
kemerahan dan pernapasan pursed – Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
– lips breathing sebanding)
• Blue bloater – Penggunaan otot bantu napas
– Gambaran khas pada bronkitis – Hipertropi otot bantu napas
kronik, penderita gemuk sianosis, – Pelebaran sela iga
terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis – Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
sentral dan perifer vena jugularis di leher dan edema tungkai
• Pursed - lips breathing • Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
– Adalah sikap seseorang yang • Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung
bernapas dengan mulut mencucu mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
dan ekspirasi yang memanjang. • Auskultasi
Sikap ini terjadi sebagai – suara napas vesikuler normal, atau melemah
mekanisme tubuh untuk – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
mengeluarkan retensi CO2 yang biasa atau pada ekspirasi paksa
terjadi sebagai mekanisme tubuh – ekspirasi memanjang
untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas – bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan
kronik. terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016
Pemeriksaan Penunjang PPOK
• Uji spirometri  merupakan gold standar
– FEV1 / FVC < 70 % (GOLD); <75% (pneumobile Indonesia)
– Uji bronkodilator harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari
infeksi pernapasan:
– FEV1 pasca bronkodilator < 80 % prediksi dan FEV1/FVC < 75% menandakan ada
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
– Obstruksi saluran napas dinyatakan reversibel bila setelah pemberian
bronkodilator didapatkan FEV1 meningkat > 12% dan 200 ml dari nilai awal
– Apabila spirometri tidak ada atau tidak memungkinkan, APE (arus puncak
ekspirasi/ PEF Peak Expiratory Flow) dapat dipakai sebagai alternatif untuk
menunjang diagnosis dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore tidak
lebih dari 20%
• Laboratorium darah: HB, Ht, trombosit, Leukosit, dan AGD
• Radiologi foto thoraks: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain.
Radiologi PPOK
A. Pada emfisema terlihat:
Hiperinflasi, Hiperlusen,
Ruang retrosternal melebar, A
Diafragma mendatar, Jantung
menggantung (jantung
pendulum/teardrop/eye
drop).
B. Pada bronkitis kronik:
Normal, Corakan
bronkovaskular bertambah
pada 21% kasus.
B
Penyakit Paru

Spirometri penyakit obstruktif


paru:
• Forced expiratory volume/FEV1 ↓
• Vital capacity ↓
• Hiperinflasi mengakibatkan:
– Residual volume ↑ Normal COPD
– Functional residual capacity ↑

1. Color Atlas of Patophysiology. 1st ed. Thieme: 2000.


2. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. Lange: 2003.
3. Murray & Nadel’s Textbook of respiratory medicine. 4th ed. Elsevier: 2005.
4. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
Penilaian PPOK Stabil
• Penegakkan diagnosis PPOK dengan spirometri
• Penilaian derajat keterbatasan aliran udara dengan
spirometri
– GOLD 1: Ringan: FEV1 >80% prediksi
– GOLD 2: Sedang: 50% < FEV1 < 80% prediksi
– GOLD 3: Berat: 30% < FEV1 < 50% prediksi
– GOLD 4: Sangat Berat: FEV1 <30% prediksi
• Penilaian gejala dengan menggunakan kuesioner
COPD Assesment Test (CAT) serta The modified
British Medical Research Council (mMRC) untuk
menilai sesak nafas dan Penilaian risiko eksaserbasi
mMRC (Modified Medical Research Council)
Dyspnea Scale
Tingkat 0 Tidak terganggu oleh sesak napas kecuali pada keadaan olah-raga yang
berat

Tingkat 1 Terganggu dengan sesak napas ketika terburu-buru berjalan di


tanah yang datar atau mendaki tanjakan.

Tingkat 2 Berjalan lebih lambat pada permukaan yang datar dibandingkan


orang lain yang seusia karena sesak napas atau harus berhenti untuk
bernapas ketika berjalan pada kecepatan sendiri di permukaan yang datar.

Tingkat 3 Berhenti untuk bernapas setelah berjalan 100 meter atau setelah
beberapa menit di permukaan yang datar.

Tingkat 4 Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah atau sesak saat berpakaian
atau berganti pakaian.
NEW GOLD 2017 ABCD Assessment Tool
Tatalaksana PPOK Stabil
• Hentikan merokok • Tatalaksana tambahan lain
• Bronkodilator – mukolitik (mukokinetik, mukoregulator):
ambroxol, karbosistein, gliserol iodida
– (SABA atau SAMA atau SABA + SAMA;
kombinasi dikatakan superior) – Antioksidan: N-asetil-sistein
– LABA atau LAMA; LAMA Lebih baik dibanding – Imunoregulator (imunostimulator,
LABA; atau kombinasi keduanya (lebih imunomodulator): tidak rutin
meningkatkan FEV1 dan meredakan gejala) – Antitusif: tidak rutin, tidak memiliki bukti
– Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak konklusif
tersedia atau tak terjangkau. Penggunaan – Vaksinasi: influenza, pneumokok
dapat diberikan secara rutin atau bila – Rehabilitasi medik
diperlukan – Terapi oksigen jangka panjang hanya untuk
– Long acting lebih dipilih daripada short acting, pasien hipoksemia kronik saat istirahat yang
kecuali pada pasien dengan gejala sesak yang berat
jarang – Pada pasien dengan hiperkapnia kronik berat
• Steroid inhalasi ( penggunaanya lihat dan riwayat hospitalisasi karena gagal napas
rekomendasi di slide selanjutnya) akut, ventilasi non-invasif bisa mengurangi
mortalitas dan mencegah rehospitalisasi
• PDE4 inhibitor
– Terapi bronkoskopi intervensi atau operasi
pada pasien tertentu dengan emfisema lanjut
yang refrakter
© 2017 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
Key Points
Pharmacologic Therapy

© 2017 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Pharmacologic Therapy

© 2017 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


Non-Pharmacologic Treatment - Summary
PPOK Eksaserbasi
• Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai dengan
perburukan gejala respirasi dan variasi gejala normal haran dan membutuhkan
perubahan terapi.
• Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi, polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi
• Gejala dan tanda eksaserbasi PPOK antara lain:
1. Bertambahnya sesak
2. Meningkatnya jumlah sputum
3. Terjadi perubahan karakteristik dan konsistensi sputum
• Menurut Anthonisen 1987, derajat eksaserbasi PPOK dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Tipe I (Berat), memiliki 3 gejala eksaserbasi
2. Tipe II (Sedang), memiliki 2 gejala eksaserbasi
3. Tipe III (Ringan), memiliki 1 gejala eksaserbasi ditambah ISPA lebih dari 5
hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi/
frekuensi nafas >20% nilai dasar atau frekuensi nadi >20% nilai dasar.

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


PPOK Eksaserbasi
• Tujuan tatalaksana akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinya gagal napas.
• Hal yang harus diperhatikan: derajat sesak,
frekuensi nafas, pernafasan paradoksal,
kesadaran, TTV, analisis gas darah, pneumonia

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


PPOK Eksaserbasi
• Berdasarkan derajat eksaserbasi tersebut, maka prinsip
penatalaksanaan menjadi:
1. Eksaserbasi ringan  meningkatkan pemakaian
bronkodilator (dapat dilakukan di rumah / di klinik)
2. Eksaserbasi sedang  menambahkan antibiotik /
steroid sistemik atau keduanya (dapat dilakukan di
puskesmas atau klinik atau praktik dokter)
3. Eksaserbasi berat  tatalaksana di RS
Tatalaksana Eksaserbasi Ringan di Rumah

• Menambahkan dosis bronkodilator atau


dengan mengubah bentuk BD dari oral/
inhaler menjadi dalam bentuk nebulizer
• Menggunakan oksigen bila aktivitas dan
selama tidur
• Menambahkan mukolitik
• Menambahkan ekspektoran
Tatalaksana PPOK Eksaserbasi di RS
• Terapi oksigen
pertahankan saturasi 88-92%
Sungkup venturi lebih akurat dan dapat mengontrol
pemberian oksigen dibanding kanula hidung
• Bronkodilator  short acting beta-2 agonist
(SABA) dengan atau tanpa antikolinergik
• Kortikosteroid  oral prednisone 40 mg/hari
selama 5 hari atau metilprednisolon 32 mg/hari
dosis tunggal atau terbagi. Jika IV diberikan
metilprednisolon 3 x30 mg sampai bisa disulih ke
oral.

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


Tatalaksana PPOK Eksaserbasi di RS
 Antioksidan  N-asetilsistein 1200 mg/hari IV selama
5 hari atau erdostein 2 x300 mg/hari selama 7 hari
 Mukolitik
 Imunomodulator  Echinacea purpurea 500 mg dan
vitamin C 50 mg serta mikronutrien (selenium 15 ug
dan zink 10 mg) selama 2 minggu terutama yang
disebabkan ISPA.
 Nutrisi
 Pemberian antibiotik adekuat
 Ventilasi mekanik atas indikasi

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


Tatalaksana PPOK Eksaserbasi di RS
• Antibiotik diberikan pada
Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala
cardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya
jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum)
Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala
cardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya
purulensi sputum
Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan
ventilasi mekanis (invasive atau non-invasive)

PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan. PDPI. 2016


TUBERKULOSIS
Tuberkulosis
• Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
mycrobacterium tubercolosis dengan gejala
yang sangat bervariasi
• Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat
tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl
Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan
Asam (BTA).
• Media kultur TB yang dipakai adalah Loenstein
Jensen
Tuberkulosis
Tuberkulosis
• Tuberkulosis primer
– M. tb  saluran napas  sarang/afek primer di bagian paru mana
pun  saluran getah bening  kgb hilus (limfadenitis regional).
– Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
– Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.

• Tuberkulosis postprimer
– Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
– Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
– Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.

• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
• Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
Tuberkulosis

Gejala respiratori: batuk ≥2 minggu, batuk darah,


Gejala Klinis sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


PF apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


Roentgen lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


Penegakan Diagnosis TB Dewasa
• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus
ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis.
• Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah
pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB
dan biakan.
• Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan
diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan
pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskop
Penegakan Diagnosis TB Dewasa
• Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan
mengakses TCM, penegakan diagnosis TB tetap
menggunakan mikroskop.
• Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop
sebanyak 2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Contoh
uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau
Sewaktu-Pagi.
• BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji
dahak menunjukkan hasil pemeriksaan BTA positif.
• Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada
pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera
ditegakkan sebagai pasien dengan BTA (+)
Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat
dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA Pemeriksaan TCM TB

MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Pos, Rif MTB Neg
(- -) (+ +) Sensitive Indeterminate Resistance
(+ -)
Tidak bisa
dirujuk
Ulangi Foto Toraks
TB RR
TB Terkonfirmasi pemeriksaan (Mengikuti alur
Bakteriologis TCM yang sama
Foto Terapi
dengan alur
Toraks Antibiotika
pada hasil
Non OAT
Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan
Pengobatan
mikrokopis BTA
pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan
TB Lini 1 negatif (- -) )
OAT Lini 1 dan Lini 2
Gambaran Tidak Mendukung TB;
Mendukung
TB
Bukan TB; Cari
kemungkinan penyebab
penyakit lain
Ada
Perbaikan
Tidak Ada
Perbaikan TB RR; TB Pre TB XDR
Algoritma TB
Klinis Klinis, ada
TB MDR

Nasional 2016
XDR
faktor risiko
TB TB, dan atas
Terkonfirmasi Bukan TB; Cari pertimbangan
Klinis Lanjutkan Pengobatan
kemungkinan dokter Pengobatan TB RO
TB RO
penyebab dengan Paduan Baru
penyakit lain
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB
TB
Terkonfirmasi yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis
Klinis
maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan
gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai
Pengobatan indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)
TB Lini 1
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan
Sebelumnya: (TB 2014)
• Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
• Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan selama
1 bulan atau lebih
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
– Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena
benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
– Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah pasien yang
pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
– Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
• Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji
Kepekaan Obat
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 
– Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
– Pasien TB paru terdiagnosis klinis
– Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) 


– Pasien kambuh
– Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


Efek Samping OAT
Efek Samping OAT
Minor Kemungkinan Penyebab Tata Laksana
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin OAT diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Aspirin/allopurinol
Kesemutan s.d. rasa INH Vit B6 1 x 100 mg/hari
terbakar di kaki
Urine kemerahan Rifampisin Beri penjelasan

Sebagai catatan, rifampisin adalah inducer enzim CYP P450 di hepar. Enzim ini
digunakan hepat untuk memetabolisme zat dan obat menjadi bentuk yang tidak aktif.
Oleh karena itu obat-obatan yang dimetabolisme dengan CYP P450, seperti estrogen,
beta bloker, levotiroksin, sulfonilurea, warfarin; akan mengalami penurunan efektivitas
obat, akibat metabolisme obat-obatan tersebut yang meningkat oleh hepar.
drug induced hepatitis (Panduan lama)
• Bila gejala klinis (+) (ikterik, mual muntah)  stop OAT
• Bila gejala klinis (+) disertai enzim hati ↑ >3x  stop OAT
• Bila gejala klinis (-) disertai hasil laboratorium berikut:
– Bilirubin >2  stop OAT
– Enzim hati ↑ >5x  stop OAT
– Enzim hati ↑ >3x  teruskan pengobatan dengan
pengawasan

Bila klinik dan laboratorium normal kembali


setelah penghentian OAT, maka tambahkan H
(INH) dengan desensitisasi sampai dengan dosis
penuh lalu tambahkan rifampisin, desensitisasi
sampai dengan dosis penuh sehingga menjadi
RHES. Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
Drug Induced Hepatits ec. OAT
(Pedoman Tb 2014)
• Apabila diperkirakan bahwa gangguan fungsi hati
disebabkan oleh karena OAT, pemberian semua OAT yang
bersifat hepatotoksik harus dihentikan.
• Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan Etambutol
sambil menunggu fungsi hati membaik.
• Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil
pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan (mual,
sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan
kembali.
• TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan
merugikan pasien, dapat diberikan paduan pengobatan non
hepatatotoksik terdiri dari S, E dan salah satu OAT dari
golongan fluorokuinolon.
Drug Induced Hepatits ec. OAT
(Pedoman Tb 2014)
• Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk
menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta
pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba sebelum memulai kembali
pengobatan.
• Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat,
paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu
golongan kuinolon dapat diberikan (atau dilanjutkan) sampai 18-24 bulan.
• Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula
dapat dimulai kembali satu persatu.
• Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan fungsi hati kembali muncul
atau hasil pemeriksaan fungsi hati kembali tidak normal, OAT yang
ditambahkan terakhir harus dihentikan.
• Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah
3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan. Pada pasien yang pernah
mengalami ikterus akan tetapi dapat menerima kembali pengobatan
dengan H dan R, sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan
Pirazinamid.
Drug Induced Hepatits ec. OAT
(Pedoman Tb 2014)
• Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan fungsi
hati.
– Apabila R sebagai penyebab, dianjurkan pemberian: 2HES/10HE.
– Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan : 6-9 RZE.
– Apabila Z dihentikan sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap awal, total
lama pengobatan dengan H dan R dapat diberikan sampai 9 bulan.
• Apabila H maupun R tidak dapat diberikan, paduan pengobatan OAT non
hepatotoksik terdiri dari : S, E dan salah satu dari golongan kuinolon harus
dilanjutkan sampai 18-24 bulan.
• Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
awal dengan H,R,Z,E (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat
diatasi, berikan kembali pengobatan yang sama namun Z digantikan dengan S
untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan pemberian H dan R
selama 6 bulan tahap lanjutan.
• Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
lanjutan (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi,
mulailah kembali pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.
TB pada Kehamilan
• Pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda
dengan pengobatan TB pada umumnya
• WHO
– Hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
Streptomisin (permanent ototoxic dan dapat
menembus barier placenta)  gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada
janin
• Perlunya KIE pada ibu hamil agar melaksanakan
pengobatan dengan baik agar persalinan berjalan
lancar dan bayi terhindar dari kemungkinan
tertular TB
TB pada Menyusui dan KB
• Menyusui
– Pengobtan TB pada menyusui serupa dengan TB pada
umumnya
– Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui
– Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan
– Pencegahan dengan INH diberikan pada bayi sesuai berat
badannya

• Kontrasepsi
– Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal 
menurunkan efektivitas kontrasepsi
– Sebaiknya pasien dengan TB menggunakan KB non
hormonal,atau kontrasepsi dengan estrogen dosis tinggi (50
mcg)
PNEUMONIA
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
Pneumonia
• Cough, particularly cough productive of sputum, is the
most consistent presenting symptom of bacterial
pneumonia and may suggest a particular pathogen, as
follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal
species: May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputum
PNEUMONIA PADA PASIEN
RAWAT INAP
Pneumonia
pada pasien
rawat inap

Community Healthcare Hospital Ventilator


acquired associated acquired acquired
pneumonia pneumonia pneumonia pneumonia

CAP yang
Terjadi dalam terjadi karena
Onsetnya
48 jam kontak dengan Terjadi setelah
setelah 48-72
pertama petugas 48 jam pasca
jam masuk
masuk rumah kesehatan. intubasi
rumah sakit
sakit Mis: pasien HD
rutin
Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388–416, 2005 D
OI: 10.1164/rccm.200405-644ST
Pneumonia
• Community acquired pneumonia:
– Pneumonia yang didapat di masyarakat

• Hospital acquired pneumonia (HAP)


– Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan
disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.

• Ventilator associated pneumonia (VAP)


– Pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal.

• Healthcare associated pneumonia (HCAP), meliputi pasien:


– Pernah dirawat di RS selama 2 hari/lebih dalam waktu 90 hari sebelum awitan
pneumonia,
– Tinggal di panti atau fasilitas rawat jangka panjang ,
– Mendapat antibiotik IV, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari
dari sebelum awitan pneumonia,
– Pasien hemodialisis.
Pneumonia Atipikal VS Tipikal
Tanda/Gejala Atipik Tipik
Onset Gradual Akut
Suhu Tidak terlalu tinggi Tinggi (menggigil)
Batuk Non-produktif Produktif
Dahak Mukoid Purulen
Gejala Lain Nyeri kepala, mialgia, nyeri Jarang terjadi
tenggorokan, suara parau,
otalgia dapat terjadi
Gejala Luar Paru Sering Lebih jarang
Pewarnaan Gram Flora normal / spesifik Kokus gram (+) atau (-)
Radiologis Patchy / normal Konsolidasi lobar
Laboratorium Leukosit dapat normal Tinggi
bahkan kadang turun
Gangguan Fungsi Hati Sering Jarang
Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
• Rawat jalan
– Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• β laktam atau β laktam + anti β laktamase
• Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
– Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
• Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
• β laktam + anti β laktamase
• β laktam ditambah makrolid

• Rawat inap non-ICU


– Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
– β laktam ditambah makrolid

• ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: β laktam ditambah


makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Pneumonia Severity Index (PSI)/ PORT
Pneumonia score

• Indikasi rawat inap


pneumonia komuniti (PDPI):
– Skor PSI 70
– Skor PSI < 70 , tapi dijumpai
salah satu kriteria ini:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 <250 mmHg
• Foto toraks infiltrat
multilobus
• TD sistolik < 90 mmHg
• TD diastolik < 60 mmHg
– Pneumonia pada pengguna
NAPZA

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
CURB-65
CURB-65 ini merupakan model skor yang direkomendasikan oleh
British Thoracic Society (BTS) berdasar pada lima gambaran
klinik utama yang sangat praktis, mudah diingat dan dinilai.
Faktor Komorbid Pneumonia
Faktor modifikasi pada terapi pneumonia:
• Pneumokokus resisten terhadap penisilin
– Umur lebih dari 65 tahun
– Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
– Pecandu alkohol
– Penyakit gangguan kekebalan
– Penyakit penyerta yang multipel
• Bakteri enterik Gram negatif
– Penghuni rumah jompo
– Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
– Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
– Riwayat pengobatan antibiotik
• Pseudomonas aeruginosa
– Bronkiektasis
– Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
– Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
– Gizi kurang
Diagnosis Banding Pneumonia
BRONKIEKTASIS
Bronchiectasis
• Bronchiectasis:
– Major causes: obstruction & infection

– Bronchial obstruction  impaired clearing mechanisms  pooling of


secretions distal to the obstruction & airway inflammation

– Bronchiectasis causes severe, persistent cough; expectoration of foul-


smelling, sometimes bloody sputum; dyspnea and orthopnea in severe
cases; and occasional life-threatening hemoptysis.

– Paroxysms of cough are particularly frequent when the patient rises in


the morning, when changes in position lead to drainage of collections
of pus and secretions into the bronchi.

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2010.
BRONKIEKTASIS
• Gejala dan Tanda:
– Dilatasi patologis bronkus
– Obliterasi percabangan berikutnya
– Retensi sekret
– Peradangan kronik pada jaringan setempat

• Klasifikasi:
– Kongenital (immotile cilia syndrome, defisiensi enzi
afa-antitripsin, sindrom kartagener.
– Akuisita (infeksi saluran nafas bawah berulang)
Bronkiektasis

Sputum 3 lapis pada


bronkiektasis
• Busa
• Saliva/cairan jenih
• Pus/ endapan
Tipe bronkiektasis (Lynne Reid)
Pemeriksaan Penunjang
• Diagnosis bronkiektasis didasarkan pada riwayat klinis produksi dahak
kental harian dan temuan computed tomography (CT) scan.
• Rontgen toraks biasanya merupakan pemeriksaan pencitraan awal, tetapi
temuannya sering tidak spesifik, dan gambarnya dapat terlihat normal.
– Penebalan dinding saluran pernafasan, sekresi yang banyak juga dapat
menyebabkan gambaran opaq pada tubular.
– Pada bronkiektasis sakular akan memeperlihatkan ruangan cystic dengan
atau tanpa air fluid level (honeycomb appearance)
• Computed tomography resolusi tinggi (HRCT) menjadi modalitas gold
standard
– Pemindaian HRCT bersifat non-invasif dan memiliki sensitivitas 96% dan
spesifisitas 93%.
• Sebelum munculnya HRCT, bronkografi adalah modalitas klasik yang
digunakan untuk pencitraan bronkiektasis.
– Bronkografi dilakukan dengan memberikan bahan kontras yodium melalui
kateter atau bronkoskop,
– Jarang dilakukan sekarang ini.
A posterior-anterior chest radiograph with
walls of airways dilated and thickened (arrow)
in the right upper lobe as seen in allergic
bronchopulmonary aspergillosis. In the left
upper lobe are airways filled with mucus and
cellular debris.
Lateral chest radiograph
demonstrating ring
shadows of cystic
bronchiectasis (arrow).
Bronchogram

Cylindrical Varicose SaccularHoneycomb


CT Scan

Three types of bronchial dilatation can be seen in patients with bronchiectasis, and their
appearance on CT can be classified into a cylindrical, b varicose, and c saccular shapes

Paediatric multi-detector row chest CT: What you really need to know - Scientific Figure on ResearchGate. Available from: https://www.researchgate.net/Three-
types-of-bronchial-dilatation-can-be-seen-in-patients-with-bronchiectasis-and_fig15_225307387 [accessed 16 May, 2018]
Tatalaksana Bronkiektasis
• Pengobatan bronkiektasis terinfeksi diarahkan pada
kontrol infeksi aktif dan perbaikan dalam pembersihan
sekresi dan kebersihan bronkus sehingga dapat
mengurangi organisme infektif dalam saluran udara dan
meminimalkan risiko infeksi berulang.
• Antibiotik harus diberikan pada eksaserbasi, jenis yang
dipakai sebaiknya yang mampu mengatasi patogen
penyebab harus diberikan pada eksaserbasi akut,
biasanya untuk 14 hari.
Tatalaksana Bronkiektasis
• Untuk terapi oral:
– tanpa data kultur bisa memakai fluoroquinolon.
– Untuk pasien yang kultur sputumnya tidak menunjukkan H. influenzae atau Pseudomonas
penghasil beta-laktamase: amoxicillin, 500 mg tiga kali sehari, atau macrolide.
– Jika hasil kultur adalah H. influenzae penghasil beta-laktamase: amoksisilin-klavulanat,
generasi kedua atau ketiga sefalosporin, azitromisin atau klaritromisin, doksisiklin, atau
fluoroquinolone.
– Jika positif P. Aeruginosa, sebaiknya disesuaikan dengan pola resistensi. Jika tidak ada
resistensi yang diketahui terhadap kuinolon, bisa memakai ciprofloxacin, 500 hingga 750 mg
dua kali sehari.
• Jika terdapat indikasi rawat (peningkatan frekuensi pernafasan ≥25x/menit,
hipotensi, suhu ≥38˚C, hipoksemia (saturasi oksigen pulsa <92%), atau gagal
antibiotik oral), pemberian antibiotik sebaiknya disesuaikan dengan kultur darah
atau terapi empiris sesuai data resistensi lokal
Tatalaksana Bronkiektasis
• Kebersihan bronkial juga merupakan tatalaksana yang penting untuk mencegah
eksaserbasi.
• Berbagai pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan pembersihan sekresi
pada bronkiektasis termasuk pemberian hidrasi dan mukolitik, aerosolisasi
bronkodilator dan agen hiperosmolar (misalnya, saline hipertonik dan manitol),
dan fisioterapi dada.
• Untuk pasien yang mengalami eksaserbasi rekuren (minimal 2-3 kali dalam
setahun) disarankan untuk mengkonsumsi antibiotik jangka panjang seperti
makrolid, atau antibiotik inhalasi (misal tobramycin aerosolized) sesuai dengan
kultur sputum.
• Pemberian antibiotik makrolid dosis rendah jangka panjang tampaknya memiliki
efek yang tidak sepenuhnya karena antimikroba.
• Berbagai mekanisme alternatif telah diusulkan untuk menjelaskan manfaat
makrolid di bronkiektasis, termasuk pengurangan biofilm di sekitar organisme
gram negatif virulen seperti P. aeruginosa, perlambatan influks neutrofilik,
stabilisasi membran inti dan seluler, dan promosi pengosongan lambung yang
dapat mengurangi potensi refluks asam lambung.
Tatalaksana Bronkiektasis
• Glukokortikoid sistemik dapat dipakai untuk eksaserbasi
akut bronkiektasis yang disertai dengan mengi sugestif
terjadi bersamaan dengan asma atau aspergillosis
bronkopulmonal alergika.
• Glukokortikoid inhalasi tidak boleh digunakan secara
rutin pada pasien dengan bronkiektasis kecuali mereka
diindikasikan untuk mengontrol asma atau COPD yang
terjadi bersamaan dengan bronkiektasis.
• Tatalaksana surgikal yang dapat dilakukan adalah reseksi
bagian paru yang mengalami bronkiektasis atau
transplantasi paru sesuai dengan indikasi.
KESEIMBANGAN ASAM BASA
Keseimbangan Asam-Basa
121
122
H-H EQUATION

[HCO3-] [Base] [metabolik]


pH ∞ ∞ ∞
d CO2 Acid [respiratorik]
Respiratory
Acidosis
Respiratory
Alkalosis
Metabolic
Acidosis
Metabolic
Alkalosis
Kelainan Asam-Basa Tubuh dengan Reaksi
Kompensasinya

(K)*

(K)*

(K)*

(K)*

*(K) adalah reaksi kompensasi yang terjadi akibat gangguan


keseimbangan pH
Normal value

HCO3- PCO2 PH PCO2


HCO3- PH

NORMAL Metabolic Acidosis


Normal value

PCO2 PH
PH PCO2
HCO3- HCO3-

Metabolic Acidosis Compensated Metabolic Acidosis


Normal value

HCO3- HCO3-
PH PCO2
PCO2 PH

Metabolic alkalosis Compensated Met alkalosis


Normal value

PCO2 PCO2
HCO3-
HCO3-
PH
PH

Respiratory Acidosis Compensated Respiratory Acidosis


Normal value

PH
HCO3- PH
PCO2 HCO3- PCO2

Acute Respiratory Alkalosis Chronic Respiratory Alkalosis


http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap26/table_26_03_l
abeled.jpg

Anda mungkin juga menyukai