Anda di halaman 1dari 22

Tugas Review Modul

PENGANTAR PEMBANGUNAN SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri


Mata Kuliah: Pengantar Pembangunan Sosial
Dosen Pengampu: Dr. Indah Listyaningrum, M.Si

Disusun oleh: Monica Ediesca


Nim: E1021191056
Kelas/Semester: B2/Gazal

PROGRAM STUDI PEMBANGUNAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU


POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK TAHUN AJARAN
2019/2020
BAB 1
IDENTITAS MODUL

Judul Modul : Pengantar Pembangunan Sosial


Tahun Terbit : 2017
Penerbit : Universitas TanjungPura
Tentang Modul :

Pembangunan Sosial merupakan proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu kebutuhan untuk melengkapi dengan
dinamika proses pembangunan ekonomi. Pembangunan yang Berpusat pada Manusia yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memfokuskan pada pemberdayaan dan
pembangunan manusia itu sendiri. Untuk Pemberdayaan Masyarakat sebagai suatu Program dan
Proses dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan guna mencapai suatu tujuan, yang
biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan Partipasi Masyarakat bagian yang tidak
terlepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat seperti kontribusi sukarela dari masyarakat dalam
suatu proyek pembangunan tanpa mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan, menjadi
lebih peka dalam rangka menerima dan merespons sebagai proyek pembangunan, keterlibatan
masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat dan keterlibatan masyarakat
dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan diri mereka sendiri.
BAB II

ISI MODUL

A. Kesejahteraan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Pembangunan yang Berpusat pada


Manusia
1. Kesejahteraan Sosial
a. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Keadaan (Kondisi)
Rumusan mengenai kesejahteraan sosial, dapat diartikan sebagai suatu keadaan di
mana terciptanya tata kehidupan yang baik dalam masyarakat yaitu bukan sekedar
kemakmuran pada kehidupan materiil saja, tetapi juga dalam kehidupan spiritual
masyarakat. Kesejahteraan sosial sendiri merupakan suatu kondisi kehidupan manusia
yang tercipta ketika berbagai permasalahan dapat dikelola dengan baik, yaitu ketika
kebutuhan manusia dapat dipenuhi dan kesempatan sosial yang dapat dimaksimalkan,
caranya adalah dengan tidak menempatkan satu aspek lebih penting dari aspek lainnya.
Dengan kata lain, yang menjadi tujuan utamanya adalah mencoba mendapatkan titik
keseimbangan antara aspek jasmaniah dan aspek rohaniah, maupun aspek materiil dan
aspek spiritual.

b. Kesejahteraan Sosial dalam Kaitan dengan Pembangunan Sosial


1. Dalam arti sempit:
Makna kesejahteraan diartikan dalam pengertian yang bersifat sektoral.
Pendefinisian kesejahteraan sosial berdasarkan sektor pembangunan ini dalam
arti sempit itulah yang terkait dengan disiplin pekerjaan sosial (socisl work)
yang menjadi cikal bakal perkembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Di
beberapa Negara seperti Korea Selatan, bidang ini ditangani oleh Ministry of
Health and Welfare (Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan), sedangkan di
Indonesia sendiri ditangani oleh Departemen Sosial, yaitu kementrian yang
mempunyai tugas menyelenggarakan dan membidangi urusan dalam negeri di
dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara di bidang sosial. Oleh karena itu, ranah dari kesejahteraan
sosial tidaklah mencakup masalah kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
2. Dalam arti luas:
Dalam konteks Indonesia, kata kesejahteraan sosial sering dikaitkan dengan
bidang yang ditangani oleh Menko Kesejahteraan Rakyat serta Menko Ekuin
(Ekonomi, Keuangan, Industri dan Perdagangan), yang di dalamnya terdapat
Departemen Sosial, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan,
Departemen Agama, Departemen Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dan
berbagai kementrian terkait lainnya dengan upaya yang dikembangkan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama pada bidang ekonomi dengan
upaya peningkatan usaha ekonomi mikro dan kecil, tanpa melupakan aspek
pemerataan distribusi pendapatan (income distribution) dalam rangka
menanggulangi kemiskinan.

c. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Kegiatan

Menurut Friedlander (1980), kesejahteraan sosial merupakan sistem yang


terorganisasi dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang
dirancang guna membantu Individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar
hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan. Meskipun tidak secara eksplisit
menyatakan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan, tetapi menggambarkan
bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan (kegiatan) yang dirancang
guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dan secara eksplisit, Friedlander juga
menyatakan bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi
dalam arti luas pengertian Friedlander pun melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

d. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Ilmu

Imu Kesejahteraan Sosial adalah suatu ilmu yang mencoba menyinergikan berbagai
ilmu yang sudah berkembang guna meningkatkan taraf hidup (kesejahteraan)
masyarakat. Kesejahteraan sosial sendiri merupakan ilmu yang bersifat terapan karena
itu kajiannya sangan terkait dengan suatu intervensi sosial (perubahan sosial terencana)
yang dilakukan oleh pelaku (change agents) terhadap berbagai sasaran perubahan
(target of change) yang terdiri dari individu, keluarga, dan kelompok kecil (level
mikro), komunitas dan organisasi (level mezzo) dan masyarakat yang lebih luas, baik
tingkat kabupaten/kota, provinsi, negara maupun tingkat global (level makro). Terkait
dengan investasi sosial yang dikembangkan, Ilmu Kesejahteraan Sosial dituntut untuk
mengembangkan metodologi (termasuk dalamnya aspek strategi dan teknik) guna
meningkatkan kualitas kehidupan dari sasaran perubahan mereka tergantung dilevel
apa mereka beraksi. Di samping itu, sebagai ilmu yang terkait dengan profesi yang
memberikan bantuan (helping professions) terhadap berbagai sasaran perubahan
(seperti klien beneficiaries, kelompok sasaran ataupun komunitas sasaran). Ilmu
Kesejahteraan seperti disiplin pekerjaan sosial sendiri mencoba menyinergikan
pembangunan sosial dengan pembangunan ekonomi.

2. Pembangunan Sosial (Sosial Development)


Dalam pembangunan sosial, ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh
Midgley (1995:25) yang mendefinisikan pembangunan sosial sebagai suatu proses
perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
sebagai suatu kebutuhan, di mana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi
dengan dinamika proses pembangunan ekonomi. Sebagai penjelasan dari definisi ini,
Midgley (1995:13; 26-28) mengajukan sekurang-kurangnya delapan aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Proses pembangunan sosial tidak terlepas dari pembangunan ekonomi. Hal ini
membuat pendekatan pembangunan sosial berbeda dengan pendekatan
institusional dan residual dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial karena dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan sosial, pendekatan ini secara langsung
menitikberatkan pada intervensi sosial terhadap pembangunan itu sendiri.
2. Pembangunan sosial mempunyai fokus interdispliner yang diambil dari berbagai
jenis ilmu sosial.
3. Dalam konsep pembangunan sosial tergambar adanya suatu proses yang dinamis.
Dinamika dalam perubahan sosial ini menggambarkan adanya interaksi antara
pelaku perubahan dan sasaran perubahan serta menggambarkan adanya interaksi
internal dalam masyarakat. Proses dinamis ini memiliki tiga tahap, yaitu:
1) Tahap pertama (pre-existing) merupakan kondisi awal masyarakat yang
kurang menyenangkan untuk ingin diubah,
2) Tahap kedua merupakan proses perubahan itu sendiri,
3) Tahap ketiga (the end state) yaitu ketika proses perubahan sosial sudah
diakhiri.
4. Proses pembangunan yang terdapat dalam pendekatan pembangunan sosial pada
dasarnya bersifat progresif (progressive in nature) yaitu perubahan yang dirancang
dalam pendekatan pembangunan sosial ini secara bertahap, tapi terencana dengan
pasti akan menunjukkan perubahan kea rah yang lebih baik.
5. Proses pembangunan sosial adalah interventionist, yaitu perbaikan kehidupan
masyarakat hanya dapat terjadi jika pelaku perubahan melakukan berbagai upaya
perubahan sosial yang terencana (intervensi sosial).
6. Tujuan pembangunan sosial diusahakan untuk dicapai, melalui berbagai strategi
baik secara langsung maupun tidak langsung akan menghubungkan intervensi
sosial dengan upaya-upaya pembangunan ekonomi meskipun keduanya didasari
oleh keyakinan dan ideology yang berbeda.
7. Pembangunan sosial lebih memusatkan pada populasi sebagai suatu kesatuan yang
bersifat inklusif dan universalistik. Pendekatan ini tidak hanya memfokuskan
kepada orang yang “membutuhkan (needy individuals)”, akan tetapi lebih
memfokuskan pada mereka (komunitas) yang “ditelantarkan” oleh pembangunan
ekonomi yang terjadi selama ini.
8. Tujuan pembangunan sosial adalah pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat (promotion of social welfare). Sebagai suatu kondisi (keadaan),
kesejahteraan sosial dapat dilihat dari tiga unsur utamanya, yaitu:
1) Tingkatan (derajat) sampai di mana permasalahan sosial yang ada di
masyarakat dapat dikelola,
2) Sampai seberapa banyak kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi,
3) Sampai seberapa besar kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat
diperluas pada berbagai lapisan masyarakat (1995:14).
Dari penjelasan di atas, kesimpulan dari pembangunan sosial adalah pendekatan
pembangunan secara tidak eksplisit berusaha mengintegrasikan proses pembangunan
ekonomi dan sosial yang melengkapi satu sama lain.

Pembangunan sosial sendiri membagi pembangunan menjadi empat tingkat (level),


keempat level pembangunan sosial itu adalah:

1. Pembangunan di level individu dan keluarga (level mikro), biasanya mengarah


kepada fungsi rehabilitatif dan remedial di mana fokus penanganannya pada
individu ataupun keluarga yang bermasalah. Penanganan ini dapat dilakukan
masyarakat dari organisasi non-pemerintah bahkan bisa dari masyarakat yang
bersama-sama membentuk organisasi sosial.
2. Pembangunan di level organisasi dan komunitas (level mezzo), mengarah kepada
program yang bersifat kreatif, proaktif dan preventif yang biasanya dilakukan
melalui intervensi komunitas. Pengembangan di level organisasional bia mengarah
pada peran entrepreneur, yaitu peran pelaku perubahan dalam menyediakan
beberapa bentuk layanan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
3. Pembangunan di tingkat provinsi, regional, antar daerah ataupun nasional (level
makro), merupakan pembangunan pada level normatif di mana agen perubahan
melibatkan diri pada upaya perencanaan dan pembuatan kebijakan sosial.
Pembuatan ini haruslah memperhatikan unsur yang ada sehingga tidak
memunculkan kebijakan-kebijakan kaku yang menempatkan masyarakat sebagai
objek dari pembangunan itu sendiri.
4. Pembangunan di tingkat internasional (level global), pada dasarnya
menitikberatkan pada peran agen perubahan (change agent) dalam agenda
pengembangan partisipasi masyarakat dan pemerintah yang baik dan bersih (good
and clean govermance), baik pelaku perubahan pada organisasi pemerintah dan
organisasi non-pemerintah, keduanya berusaha aktif terlibat dalam berbagai
pertemuan dan studi perbandingan antar negara.

Terkait dengan pemikiran bahwa pendekatan pembangunan sosial muncul sebagai


koreksi terhadap kecenderungan pembangunan yang berfokus pada sektor ekonomi
dan fisik saja, serta terjadinya berbagai kasus yang menunjukkan “kegagalan”
pendekatan ekonomi dan fisik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu
tidak berarti bahwa proses pembangunan sosial akan meninggalkan proses ekonomi
dan pembangunan fisik. Justru upaya pembangunan sosial baik secara langsung
maupun tidak langsung harus tetap memperhatikan dan melibatkan aspek
pembangunan fisik dan ekonomi.

Kadangkala produk sosial itu masih berada dalam bentuk gagasan dan praktik saja,
seperti gerakan disiplin nasional. Dalam kaitannya dengan hal ini, akan semakin dapat
disadari ahwa konteks pembangunan sosial bukanlah suatu bentuk perubahan yang
cepat dan langsung jadi, tetapi tidak jarang masih merupakan bentuk perubahan antar
generasi.

3. Pembangunan yang Berpusat pada Manusia (People Centered Development)


Tujuan dari pembangunan sosial menurut pandangan dari UN-ESCAP pada
dasarnya adalah development of the well-being of the people (pembangunan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia). Berdasarkan tujuan tersebut, penekanan pada
pembangunan sosial pada dasarnya adalah pendekatan pembangunan yang berpusat
pada manusia (people centered development) sehingga terlihat kesamaan pola gerak
dari pembangunan sosial dan pembangunan yang berpusat pada manusia, yaitu upaya
meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memfokuskan pemberdayaan dan
pembangunan manusia itu sendiri.
Pada dasarnya, pembangunan sosial sendiri memiliki nilai-nilai dasar yang
dianggap universal dalam masyarakat (value based people centered development)
adalah:
1. Partisipasi (participation),
2. Kesinambungan (sustainability),
3. Integrase sosial (social integration), dan
4. Hak-hak dan kemerdekaan asasi manusia (human rights and fandemantal
freedoms).
B. Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi Masyarakat
Menurut Payne (1997:266), pada intiya suatu pemberdayaan (empowerment)
ditunjuk guna membantu klien me peroleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk
mengurangi habatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan
melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia
miliki, antara lain transfer daya dari lingkungannya. Anggapan lainpun juga mengatakan
bahwa pada intinya, pembberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun
komunitas beruaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Meskipun demikian, target dan tujuan pemberdayaan itu sendiri dapat berbeda sesuai
dengan pembangunan yang digarap. Tujuan pemberdayaan di bidang ekonomii belum
tentu sama dengan tujuan pemberdayaan di bidang pendidikan ataupun di bidang sosial.
Makna pemberdayaan itu sendiri bukan hanya satu interpretasi tetapi bisa lebih (multiple
interprstacion), di mana interpretasi yang satu dengan yang lainnya belum tentu sama.
1. Pemberdayaan Masyarakat sebagai suatu Program dan Proses
Upaya masyarakat juga dapat dilihat dari sisi keberadaannya sebagai suatu program
dilihat dari tahapan-tahapan guna mencapai suatu tujuan yang biasanya sudah
ditentukan jangka waktunya. Ada pula sebagai suatu proses, yaitu proses yang
berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process). Hogan (2000:20)
menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu siklus
yang terdiri dari lima tahapan, yaitu:
1) Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan (recall depowering/empowering experience),
2) Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan penidakberdayaan
(discuss for depowerment/emperworment),
3) Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (indentify one problem or
project),
4) Mengidentifikasi basis daya yang bermakna untuk melakukan perubahan
(identify usefull power bases), dan
5) Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya (develop
and implement action plans).

Dalam konteks kesejahteraan sosial, upaya pemberdayaam juga terkait dengan


upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dari suatu tingkatan ke tingkatan yang lebih
baik, trntunya dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan suatu komunitas
berkurang berdaya (depowerment). Keberadaan pandangan yang melihat
pemberdayaan sebagai suatu program dan sebagai proses memberikan sumbanan
tersendiri terhadap pemahaman tentang pemberdayaan, terutama yang berkaitan
dengan diskurs komunitas. Dalam kaitannya dengan dengan diskurs komunitas, perab
yang harus dijalankan oleh pelaku perubahan adalah sebagai pemercepat perubahan
atau fasilitator. Sebagai fasilitator, keberadaan agen perubahan tidak mutlak harus hadir
terus-menerus pada suatu kelompok sasaran. Fasilitator lebih berfungsi untuk membuat
agar kelompok sasran menjadi lebih pandai sehingga nantinya akan dapat
mengembangkan kelompok mereka sendiri bila sudah tiba masanya program selesai.

2. Peran Pelaku Perubahan (Change Agent) dalam Upaya Pemberdayaan


Masyarakat
Peran pelaku perubahan dalam pemberdayaan masyarakat juga dapat dilihat yang
berkaitan dengan peran pelaku perubahan dalam diskursus komunitas yang memainkan
sebagai community ataupun enabler (Ife 2997:53), yang dapat dilihat sekurang-
kurangnya ada empat peran dan keterampilan utama yang nantinya akan lebih spesifik
mengarah pada teknik dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki seorang
community worker sebagai pemberdaya masyarakat. Ada empat peran dan
keterampilan, yaitu:
1) Peran dan Keterampilan Fasilitatif (facilitative roles and skills),
2) Peran dan Keterampilan Edukadional (educational roles and skills),
3) Peran dan Keterampilan Perwakilan (representational roles and skills), dan
4) Peran dan Keterampilan Teknik (technical roles and skills).
a. Peran-Peran dan Keterampilan Fasilitatif (facilitative roles and skills)
1. Animasi Sosial
Menurut Ife (2002:231), keterampilan melakukan animasi sosial
menggambarkan pelaku perubahan aaupun pemberdaya masyarakat untuk
membangkitkan energi, inspirasi, antusiasmen masyarakat, termasuk di
dalamnya mengaktifkan, menstimulasi, dan mengembangkan motivasi warga
untuk bertindak. Tujuannya adalah agar peran pelaku ataupun pemberdaya
masyarakat di sini bukanlah sebagai seseorang yang akan melaksanakan
seluruh kegiatan untuk dirinya sendiri, tetapi lebih kearah kemampuan (enable)
warga untuk mau terlibat dan aktif dalam proses perubahan di komunitas
tersebut.
2. Mediasi dan Negosiasi
Seorang pemberdaya masyarakat harus dapat menjalankan fungsi mediasi
ataupun mediator guna menghubungkan kelompok-kelompok yang sedang
berkonflik agar tercapai sinergi dalam komunitas tersebut. Peran sebagai
mediator ini tentu juga terkait dengan peran sebagai negosiator karena di tengan
kelompok yang berkonflik, tidak jarang seorang pelaku perubahan harus
mampu menengahi dan mencari titik temu yang dapat dikerjakan bersama oleh
kelompok-kelompok yang sedang berkonflik tersebut tanpa menimbulkan
perpecahan yang lebih mendalam.
3. Pember Dukungan
Dukungan tidak selalu bersifat ekstrinsik ataupun materiil, tetapi dapat juga
bersifat instrinsik seperti pujian, penghargaan dalam bentuk kata-kata, ataupun
sikap dan perilaku yang menunjukkan dukungan dari pelaku perubahan
terhadap apa yang dilakukan warga.
4. Membentuk Konsensus
Membentuk konsensus adalah kelanjutan dari peran mediasi yang melibatkan
penekanan terhadap tujuan umum bersama, mengidentifikasi landasan dasar
yang sama dari berbagai pihak dalam masyarakat, dan membantu untuk
bergerak ke arah pencapaian konsensus, yaitu memperbaiki kondisi masyarakat
dengan mempertimbangkan keragama dalam masyarakat tersebut sehingga
tercapai rasa menghargai keragaman budaya dan pandangan yang ada, dalam
upaya mencari jalan terbaik untuk memperbaiki kondisi hidup masyarakat.
5. Fasilitasi Kelompok
Kelompok-kelompok yang ada di masyarakat pada dasarnya merupakan suatu
model sosial karena adanya unsur norma (norms) dan nilai (values) dalam
kelompok tersebut serta adanya unsur resiprositas (reciprocity) dan
kepercayaan (trush) yang merupakan suatu ciri modal sosial (social capital).
Upaya mengembangkan kelompok selalu terkait dengan peran-peran pelaku
perubahan sebagai pemberdayaan masyarakat, misalnya apakah harus task
oriented ataukah process oriented. Hal yang pertama, memfokuskan pada
bantuan kelompok untuk mencapai hasil yang diinginkan, sedangkan hal kedua
lebih mengarah pada bagaimana menciptakan kelopok tersebut, bagaimana agar
warga mau berpartisipasi dalam kelompok tersebut, dan bagaimana perasaan
mereka setelah bergabung dengan kelompok tersebut.
6. Pemanfaatan Sumber daya dan Keterampilan
Pelaku perubahan sebagai pemberdaya masyarakat harus dapat
mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai keterampilan dan sumber daya
yang ada dalam komunitas maupun kelompok guna mengoptimalisasikan
keterampilan ataupun potensi daerah pemasaran di mana produk tersebut dapat
diterima.
7. Mengorganisasi
Keterampilan mengorganisasi melibatkan kemampuan pelaku perubahan untuk
berpikir tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan, hal mana yang tidak
perlu dilakukan sendiri, dan memastikan bahwa semua itu mungkin
diwujudkan. Di sini pula, yang tentu berbeda kadarnya antara keadaan di negara
industri dengan negara yang sedang berkembang.
b. Peran dan Keterampilan Edukadional (educational roles and skills)
1. Membangkitkan Kesadaran Masyarakat
Upaya membangkitkan masyarakat (consciousness raising) berawal dari upaya
menghubungkan antara individu dan struktur yang lebih makro seperti struktur
sosial dan politik. Hal ini bertujuan untuk membantu individu melihat
permasalahan, impian, aspirasi, penderitaan ataupun kekecewaan mereka dari
perspektif sosial politik yang lebih luas (Ife 2002:242-243), hal ini dilakukan
untuk memisahkan permasalahan yang bersifat personal dengan struktur sosial
dan politik yang sering terjadi seperti ketidakberdayaan (disempowerment) dan
ketidakberuntungan struktural. Ada komponen lain dalam pemberdayaan
masyarakat, yaitu:
1) Membantu masyarakat untuk dapat melihat berbagai alternatif yang ada
dengan cara melihat dunia dari sisi yang lain, membuat masyarakat
sadar untuk beralih dari kondisi terpuruk.
2) Proses penyadaran masyarakat tentang struktur dan strategi perubahan
sosial di mana warga dapat berpartisipasi dan bertindak secara efektif.
2. Menyampaikan Informasi
Pelaku perubahan memberikan informasi yang berguna antara lain dengan
menggambarkan kesuksesan suatu program yang telah dilaksanakan di daerah
lain dengan situasi dan konsdisi yang mempunyai kemiripan dengan komunitas
sasaran. Menyampaikan informasi sendiri juga harus disampaikan cerara
relavan.
3. Mengonfrontasikan
Teknik konfrontasi digunakan bila pelaku perubahan telah mempertimbangkan
bahwa kalau kondisi yang sekarang terjadi tetap dibiarkan, keadaan akan
semakin memburuk. Meskipun demikian, teknik mengomfrontasikan haruslah
dipertimbangkan dengan saksama sebelum digunakan karena kadangkala
teknik ini bisa merugikan relasi antara pelaku dan perubbahan komuniitas
sasarannya.
4. Pelatihan
Pelatihan merupakan peran edukasional ysng paling spesifik karena secara
mendasar memfokuskan pada upaya mengajarkan komunitas sasaran
bagaimana cara melakukan sesuatu hal yang akan berguna bagi mereka secara
khusus dan lenih luas lagi adalah bagi komunitasnya. Dalam beberapa kasus,
pelaku perubahan belum tentu bertindak sebagai instruktur dalam suatu
pelatihan warga, tetapi pelaku peubahan lebih banyak bertindak sebagai
penghubung guna mencarikan tenaga yang berkompeten dalam melakukan
pelatihan tersebut (Ife 2002:245). Oleh karena itu, masyarakat harus dilibatkan
dalam proses penentuan pelatihan apa yang mereka inginkan.
Ada beberapa keterampilan dasar yang dikemukakan oleh Mayo (2994:74),
untuk dikuasai oleh pelaku perubahan sosial sebagai community worker.
Keterampilan-keterampilan tersebuta adalah:
1) Keterampilan menjalin relasi (engagement skill),
2) Keterampilan dalam melakukan penilaian (assessment) termasuk
penlaian kebutuhan,
3) Keterampilan melakukan riset atau investigasi,
4) Keterampilan melakukan dinamika kelompok,
5) Keterampilan bernegosiasi,
6) Keterampilan berkomunikasi,
7) Keterampilan dalam melakukan konsultasi,
8) Keterampilan manajemen, termasuk manajemen waktu dan dana,
9) Keterampilan mencari sumber dana, termasuk pula permohonan
bantuan,
10) Keterampilan dalam penulisan dan pencatatan kasus dan laporan, dan
11) Keterampilan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi.

Ada pula teknik intervensi komunitas yang mengedepankan pemberdayaan


masyarakat sebagai strategi dalam melakukan perubahan, tugas tersebut antara
lain:

1) Menjalin kontrak dengan individu, kelompok, atauoun organisasi,


2) Mengembangkan profil kominitas, menilai (assess) kebutuhan dan
sumber daya masyarakat,
3) Mengembangkan analisis strategi, merencanakan sasaran, tujuan
jangka pendek, dan tujuan jangka panjang,
4) Memfasilitasi kemapanan kelompok-kelompok sasaran,
5) Berkerja secara produktif dalam mengatasi konflik, baik konflik
antarkelompok maupun antarorganisasi,
6) Melakukan kolaborasi dan negosiasi dengan berbagai lembaga dan
profesi,
7) Menghubungkan isu yang ada secara efektif dengan pembuatan
keputusan dan implementasinya, termasuk menjalin relasi dengan
politisi tingkat lokal,
8) Berkomunikasi baik dalam lisan, maupun tulisan dengan berbagai
individu, kelompok dan organisasi,
9) Bekerja sesame individu dalam komunitas, termasuk melakukan
konsultasi bila diperlukan,
10) Mengelola sumber daya yang ada, termasuk waktu dan dana,
11) Mendukung kelompok dan organisasi guna mencapai sumber daya
yang dibutuhkan misalnya dalam hal dana dilakukan dengan membuat
proposal permohonan dana,
12) Memonitor dan mengevaluasi perkembangan program atau kegiatan,
terutama pemanfaatan sumber daya yang adasecara efektif dan efisien,
13) Menarik diri dari kelompok yang sudah berkembang, dan/atau
memfasilitasi proses perposhan efektif, dan
14) Mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi strategi yang serupa.

c. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat sering kali dianggap sebagai bagian yang tidak terlepas
dari upaya pemberdayaan masyarakat. Konsep partisipasi sendiri telah menjadi
bagian dari debat yang berkempanjangan antara lain terkait landasan teoritis dan
dengan kemungkinan untuk diterapkannya (practical applicability) yang terkait
dengan berbagai lembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah. Partisipasi
masyarakat pada dasarnya adalah adanya keikutsertaan ataupun keterlibatan
masyarakat, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan juga ketrelibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Keikutsertaan
masyarakat dalam berbagai tahap perubahan ini akan membuat masyarakat menjadi
lebih berdaya dan dapat semakin memiliki ketahanan dalam menghadapi
perubahan.
C. Intervensi Komunitas
1. Luas Lingkup Intervensi Komunitas
Ada tiga tingkatan dalam menggambarkan cakupan komunitas yang berada di mana
intervensi komunitas dapat diterapkan:
1) Grass rooti ataupun neighbourhood,
2) Local agency dan inter-agency work, serta
3) Regional dan national community planning work.
Menurut Kennth Wilkinson (1991) dalam Green dan Haines (2002:4), dimana
mereka melihat komunitas sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur dasar, yaitu:
1) Adanya batasan wilayah atau tempat (territory or place),
2) Merupakan suatu organisasi sosial atau institusi sosial yang menyediakan
kesempatan untuk parawarganya agar dapat melakukan interaksi antarwarga
secara reguler, dan
3) Interaksi sosial yang dilakukan terjadi karena adanya minat ataupun
kepentingan yang sama (common interest).

selain itu, komunitas dapat pula mengacu kepada Komunitas Fungsional, yaitu
komunitas yang disatukan oleh bidang pekerjaan mereka dan bukan sekadar pada
lokalitasnya.

2. Beberapa Model Intervensi Komunitas


Beberapa (model) pendekatan intervensi adalah:
1) Pengembangan masyarakat lokal,
2) Perencanaan dan kebijakan sosial
3) Aksi sosial.

Dari ketiga model intervensi di atas, proses pemberdayaan terhadap masyarakat


dilakukan melaluipendekatan yang bersifat konsensus. Rotman (1987 dan 1995)
menggunakan dua belas variable untuk membedakan ketiga model intervensi dalam
intervensi sosial di level komunitas, yaitu sebagai:

1) Kategori tujuan tindakan terhadap masyarakat,


2) Asumsi mengenai struktural komunitas dan kondisi permasalahannya,
3) Strategi dasar dalam melakukan perubahan,
4) Karateristik taktik dan teknik perubahan,
5) Peran praktisi yang menonjol,
6) Media perubahan,
7) Orientasi terhadap struktur kekuasaan,
8) Batasan definisi penerima layanan (beneficiaries),
9) Asumsi mengenai kepentingan dan kelompok-kelompok di dalam suatu
komunitas,
10) Konsepsi mengenai penerima layanan (beneficiaries),
11) Konsep mengenai peran penerima layanan (beneficiaries), dan
12) Pemanfaatan pemberdayaan.

3. Peran dan keterampilan yang Dibutuhkan Pelaku Perubahan dalam Intervensi


Komunitas
1. Pemercepat Perubahan (enabler)
Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat agar dapat
mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalah mereka, dan
mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka
hadapi secara lebih efektif. Peran ini adalah peran klasik dari seorang community
worker yang dapat difilosofikan juga sebagai help people to help themselves. Ada
empat fungsi utamanya, yaitu:
a. Membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi mereka,
b. Membangkitkan dan mengembangkan organisasi dalam masyarakat,
c. Mengembangkan relasi interpersonal yang baik, dan
d. Memfasilitasi perencanaan yang efektif.

2. Perantara (broken)
Dalam intervensi komunitas terkait erat dengan upaya menghubungkan
individu ataupun layanan masyarakat (community service), tetapi tidak tahu di
mana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang
menyediakan layanan masyarakat. Peran sebagai perantara yang merupakan
mediasi, dalam konteks ini juga diikuti dengan perlunya melibatkan klien dalam
kegiatan penghubungan ini.

3. Pendidik (eduator)
Peran ini memerlukan kemampuan menyampaikan informasi dengan baik dan
jelas serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi sasaran perubahan. Di
samping itu, ia juga harus mempunyai pengetahuan yang cukup memadai mengenai
topik yang akan dibicarakan.

4. Tenaga Ahli (expert)


Peran ini diharapkan dapat memberikan masukan, saran dan dukungan
informasi dalam berbagai area. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran
yang ia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan klien, tetapi lebih merupakan
gagasan sebagai bahan pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam proses
pengambilan keputusan.

5. Perencanaan Sosial (social planner)


Peran ini mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam
komunitas, menganalisisnya, dan menyajikan alternative tindakan rasional untuk
menangani masalah tersebut.

6. Advokat (advokat)
Peran advokat pada satu sisi berpijak pada tradisi pembaruan sosial dan sisi
lainnya berpijak pada tradisi pelayanan sosial. Peran ini merupakan peran yang
aktif dan tearah dan menjalankan tugasnya salah satunya adalah menyampaikan
tuntutan pada pemerintah dan lain sebagainya.
7. Aktivis (activist)
Aktivist melakukan perannya sebagai partisipan, hal ini mereka lakukan
karena klien mereka sebagai korban dari struktur yang berkuasa ataupun sistem
yang berjalan saat itu.
BAB III
KESIMPULAN

Pembangunan Sosial merupakan proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu kebutuhan untuk melengkapi dengan
dinamika proses pembangunan ekonomi. Pembangunan yang Berpusat pada Manusia yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memfokuskan pada pemberdayaan dan
pembangunan manusia itu sendiri. Untuk Pemberdayaan Masyarakat sebagai suatu Program dan
Proses dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan guna mencapai suatu tujuan, yang
biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan Partipasi Masyarakat bagian yang tidak
terlepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat seperti kontribusi sukarela dari masyarakat dalam
suatu proyek pembangunan tanpa mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan, menjadi
lebih peka dalam rangka menerima dan merespons sebagai proyek pembangunan, keterlibatan
masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat dan keterlibatan masyarakat
dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan diri mereka sendiri.

A. Kelebihan Modul
Modul Pengantar Pembangunan Sosial ini memberikan pemahaman kepada
pembaca mengenai dasar-dasar Ilmu Pembangunan Sosial. Konsep-konsep dasar mengenai
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial ini dikaji secara rinci dan jelas, materi tidak
terlalu berat dan mudah dipahami dengan adanya contoh studi kasus yang secara tidak
langsung sering kita jumpai di sekitar kita. Modul ini sudah dirangkum menjadi satu-
kesatuan diantara banyaknya teori-teori Pembangunan sosial, baik dari sudut para ahli
maupun secara umum. Dengan adanya modul ini, diharapkan dapat membuat pembaca
untuk memahami dan menganalisis tentang pengembangan masyarakat, partisipasi
masyarakat, dan mengenal peran pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.
B. Kekurangan Modul
Modul ini sedikit monoton apabila tidak disertai gambar penunjang, dan juga
beberapa kalimat ada yang salah dalam pengetikan, adapula kalimat-kalimat yang terkesan
seperti pemborosan kata-kata.

Anda mungkin juga menyukai