Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOKALEMIA

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Hipoglikemia merupakan suatu kegagalan dalam mencapai batas normal
kadar glukosa darah (Kedia, 2011).

Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah <60


mg/dl. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, hipoglikemia merupakan kadar
glukosa darah dibawah normal yaitu <60 mg/dl (McNaughton, 2011)

Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana


kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-
obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis
antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi
kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang
sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009)

Satu dari banyak elektrolit dalam tubuh Anda. Hal ini ditemukan di dalam
sel. Tingkat normal kalium sangat penting untuk pemeliharaan jantung, dan
fungsi sistem saraf.

Hipokalemia adalah ketidakseimbangan elektrolit dan diindikasikan oleh


tingkat rendah kalium dalam darah. Nilai dewasa normal untuk kalium 3,5-5,3
mEq / L.

1.2 Etiologi
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1.2.1 Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
1.2.2 Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-
kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.
1.2.3 Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik
karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal
(RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang
menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
1.2.4 Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau
berkeringat.
1.2.5 Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron
meningkat) - aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar
potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti
aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan
kalium.
1.2.6 Miskin diet asupan kalium (Price & Wilson, 2006)
1.2.7 Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah
berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid
berlebihan obat-obat diuretik). (Ilmu Faal, Segi Praktis, hal 209)

1.3 Tanda dan Gejala


1.3.1 CNS dan neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek tendon
dalam menghilang.
1.3.2 Pernapasan; otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
1.3.3 Saluran cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual
mmuntah.
1.3.4 Kardiovaskuler; hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
1.3.5 Ginjal; poliuria,nokturia.
(Price & Wilson, 2006, hal 344)

1.4 Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari
simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya
(kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium
serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar
di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar
dari zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan
di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun
hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh
dalam fungsi neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen
ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat
dimembran sel.
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial
membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan
otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan
potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar
kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga
sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium
secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah
besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat
dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi
kegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF.
Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular
yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah
proses metabolik.

Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF


dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa
faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan
ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.

Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100
mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel
dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi
melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan
diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium
kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui
ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah
hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi
oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi
aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal
dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya
menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan
di reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat
menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal
sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang
terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus
distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah
cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan
meningkatkan sekresi kalium.

Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi


kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan
kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari
ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan
metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan
dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan
kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang
perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik
menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting
dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik. (Price & Wilson, edisi
6, hal 341)

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
1.5.2 Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
1.5.3 Glukosa serum : agak tinggi.
1.5.4 Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
1.5.5 Osmolalitas urine : menurun.
1.5.6 GDA : pH dan bikarbonat meningkat (Alkalosit metabolik).
(Doenges 2002, hal 1049)

1.6 Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang
berubah selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu
hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak akut.
Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan gangguan
neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat
karena efek hipoglikemia berkaitan dengan sistem saraf pusat yang
biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara yang abnormal (Jevon,
2010).

Menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa


menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat
menyebabkan koma sampai kematian.
Adapun komplikasi lain dari penyakit hipokalemia ini adalah sebagai
berikut :
1.6.1 Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang kurang hati-
hati dapat menimbulkan otot menjadi lemah, kalau tidak diatasi
dapat menimbulkan kelumpuhan.
1.6.2 Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam
pengobatan kekuarangan kalium tidak berhati-hati yang
memungkinkan terlalu banyaknya kalium masuk kedalam
pembuluh darah.(Ilmu Gizi, 1991, hal 99)

Selain itu juga adapun hal-hal yang dapat timbul pada hipokalemia yaitu :
1.6.1 Aritmia (ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan
hipokalemia terutama bila mendapat obat digitalis.
1.6.3 Ileus paralitik.
1.6.4 Kelemahan otot sampai kuadriplegia.
1.6.5 Hipotensi ortostatik.
1.6.6 Vakuolisasi sel epitel tubulus proksimal dan kadang-kadang tubulus
distal.
1.6.7 Fibrosis interstisial, atropi atau dilatasi tubulus.
1.6.8 pH urine kurang akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang.
1.6.9 Hipokalemia yang kronik bila ekskresi kurang dari 20 mEq/L.
(Ilmu penyakit Dalam, 2001, hal.308)

1.7 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan penyakit hipokalemia yang paling baik adalah
pencegahan. Berikut adalah contoh-contoh penatalaksanaannya :
1.7.1 Pemberian kalium sebanyak 40-80 mEq/L.
1.7.2 Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata
50-100 mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk
kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan
kentang).
1.7.3 Pemberian kalium dapat melalui oral maupun bolus intravena dalam
botol infus.
1.7.4 Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/L)
dapat diberikan melalui jalur sentral bahkan pada hipokalemia yang
sangat berat, dianjurkan bahwa pemberian kalium tidak lebih dari
20-40 mEq/jam ( diencerkan secukupnya) : pada situasi semacam
ini pasien harus dipantua melalui elektrokardigram (EKG) dan
diobservasi dengan ketat terhadap tanda-tanda lain seperti
perubahan pada kekuatan otot.
(Brunner & Suddarth, 2002, hal 260).

1.8 Pathway
II. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan umum, latergi.
2.1.2 Sirkulasi
Tanda :
2.1.2.1 Hipotensi
2.1.2.2 Nadi lemah atau menurun, tidak teratur.
2.1.2.3 Bunyi jantung jauh.
2.1.2.4 Perubahan karakteristik EKG.
2.1.2.5 Disritmis, PVC, takikardia / fibrasi ventrikel.
2.1.3 Eliminasi
Tanda :
2.1.3.1 Nokturia, poliuria bila faktor pemberat pada hipokalemia
meliputi GJK atau DM.
2.1.3.2 Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ilues
paralitik.
Distensi abdomen.
2.1.3.3 Makanan / cairan
2.1.3.4 Gejala : Anoreksia, mual, muntah.

2.1.4 Neurosensori
Gejala : parestesia
Tanda :
2.1.4.1 Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk,
peka rangsangan, koma, hiporefleksia, tetani, paralisis.
2.1.4.2 Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ileus
paralitik.
Distensi abdomen
2.1.5 Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri / kram otot
2.1.6 Pernapasan
Tanda :
Hipoventilasi / menurun dalam pernapasan karena kelemahan atau
paralisis otot diafragma.
(Marilyn E. Doenges 2002 hal 1048)
Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya untuk memantau
timbulnya hipokalemia pad pasien-pasien yang beresiko. Adanya keletihan,
anoreksia, kelemahan otot, penurunan mortilitas usus, parestesia, atau
disritmia harus mendorong perawat untuk memeriksa konsentrasi kalium
serum. Jika tersedia, elektrokardiogram dapat memberikan informasi yang
bernmanfaat. Pasien-pasien yang menerima digitalis yang berisiko mengalami
defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda terjadinya
toksisitas digitalis karena hipokalemia meningkatkan aksi digitalis. Pada
kenyataannya, dokter biasanya memilih untuk mempertahankan kadar kalium
serum lebih besar dari 3,5 mEq/L (SI : 3,5 mmol/L) pada pasien-pasien yang
menerima digitalis. (Brunner & Suddarth, 2002, hal.261)

2.2 Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


Diagnosa 1 : Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.Kadar kalium kembali dalam batas normal
2.2.1 Definisi :
Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

2.2.2 Batasan karakteristik


2.2.2.1 Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
2.2.2.2 Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
(Recomended Daily Allowance)
2.2.2.3 Membran mukosa dan konjungtiva pucat
2.2.2.4 Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
2.2.2.5 Luka, inflamasi pada rongga mulut
2.2.2.6 Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
2.2.2.7 Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
2.2.2.8 Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
2.2.2.9 Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
2.2.2.10 Kehilangan BB dengan makanan cukup
2.2.2.11 Keengganan untuk makan
2.2.5.12 Kram pada abdomen
2.2.5.13 Kurangnya informasi, misinformasi
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

Diagnosa 2 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya


informasi.
2.2.4 Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan
topic spesifik

2.2.5 Batasan karakteristik


2.2.5.1 Memverbalisasikan adanya masalah
2.2.5.2 Ketidakakuratan mengikuti instruksi
2.2.5.3 Perilaku tidak sesuai.

2.2.6 Faktor yang berhubungan


2.2.6.1 Keterbatasan kognitif
2.2.6.2 Interpretasi terhadap informasi yang salah
2.2.6.3 Kurangnya keinginan untuk mencari informasi
2.2.6.4 Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah. Kadar kalium kembali dalam batas normal
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
Perubahan nutrisi teratasi
2.3.1.2 Kriteria hasil :
a. Kadar kalium kembali dalam batas normal adalah 3,5-5,0
mEq / L (mEq / L
b. Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program
pengobatan
c. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek
samping obat
2.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC
2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional
a. Monitor pemberian kadar kalium tiap 2-4 jam untuk
menghindari hiperkalemia terutama pada pemberian secara
intravena. Beri kalium sebanyak 40-80 mEq/L.
b. Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-
rata 50-100 mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium
termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-
kacangan, dan kentang).
c. Pemberian kalium dapat melalui oral maupun bolus intravena
dalam botol infus.

Diagnosa 2 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
a. Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan
pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah,
b. Melaksanakan therapi untuk menurunkan episode berulang
c. mencegah komplikasi
d. melakukan perubahan pola perilaku yang perlu.

2.3.1.2 Kriteria hasil :


a. Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program
pengobatan
b. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek
samping obat

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional
a. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa
obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang
dilakukan bila dosis terlupakan
b. Kaji ulang kebutuhan kalium
c. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk
dibawa pulang
d. Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
e. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, yang memerlukan
intervensi medis
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Hipokalemic periodic paralisys. Available from http : //www.genetics.com

Anonim. Periodic paralisys. Available from http : //www.NINDS.com

Guyton & hall. Kalium dalam cairan ekstraselular. EGC. 1997.

Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon: an


Underutilized Therapeutic Approach. Dove Press Journal

Mesiano taufik. Periodik paralisis. Available from http : //www.ommy & nenny.com

Nanda NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.

Ricardo Gabriel, dkk. Hipokalemic periodic paralisys. Available from

Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 1996. Rudolph's Pediatrics.hypoglycemia


in infant and children. Edisi ke-20. California : Prentice Hall International Inc.

Susanto, Rudy. 2007. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Semarang : Bagian IKA
FK Universitas Diponegoro. RS.Kariadi.. PKB Palembang.

USAID Indonesia. 2000. Hipoglikemia Pada Neonatus. Asuhan Neonatus Esensial.


Edisi Pertama. Jakarta : DepKes.
Banjarmasin, Januari 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai