Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
Rahmat dan Hidayahnya. Shalawat dan salam tak lupa pula kita kirimkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita jalan kebenaran lewat
ajaran yang telah dibawaknya. Kami selaku yang ditugaskan untuk menyusun
makalah ini sangat bersyukur kepada Allah SWT. Karena berkat bimbingannya
makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan keilmuan bagi siapapun yang membacanya, utamanya para
Mahasiswa yang sedang bergelut pada bidang Ilmu Hukum. Demikianlah makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah “TINDAK PIDANA KORUPSI”
saya selaku penyusun makalah ini memohon saran dan kritik yang membangun
kepada para pembaca, utamanya Dosen terkait dengan materi makalah ini untuk
penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

Makassar, 26 Maret 2019


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Negara yang korupsi bukanlah
merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian?
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut
bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral
dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Bicara korupsi, mungkin yang ada di benak kita adalah
kerakusan para pejabat Negara yang tak pernah memikirkan rakyatnya. Ya!! Korupsi memang
permasalahan yang rumit sekali. Tidak hanya di negara kita (Indonesia), bahkan hampir
diseluruh negara manapun sulit untuk memberantas korupsi ini. Padahal, sanksi terberat seperti
di Jepang, Cina dan Korea yang ending nya pada eksekusi matipun tetap tidak menyurutkan para
pelaku koruptor ini untuk terus bergulat di Profesinya. Lebih-Lebih Indonesia, Dari hasil Survei
Transparansi Internasional saja, tercatat bahwa sejak tahun 1995 sampai tahun 2002, Indonesia
menduduki 10 besar Negara terkorup di dunia.

Sedangkan pada tahun 2003 lalu Indonesia sepertinya berhasil memposisikan dirinya
sebagai urutan kesebelas dari 133 negara yang terlibat didalam tindak pidana korupsi ini.
Sungguh sesuatu predikat buruk yang didapat oleh INDONESIA. Apalagi setelah pelaksanaan
otonomi daerah di daerah-daerah terlaksana, tingkat pelaku korupsi pun meningkat. Dari yang
biasanya pusat sebagai pelaku peran utama, kini pejabat – pejabat kecil didaerah pun ternyata
ingin bersaing dalam pelaksanaan korupsi ini.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di
samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana khusus, seperti
adanya penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur maka tindak
pidana korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal
mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara.
Dengan diantisipasi sedini dan seminimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda
perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga lambat
laun akan membawa daampak adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
pada umumnya. Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih
dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak
negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh
berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial
ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat
laun perbuatan ini seakan menjadi budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita
menuju masyarakat adil dan makmur.

Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya,
padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai
kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara,
moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk
ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus
bebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh
terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sangat merugikan negara
dan menghambat pembangunan bangsa. Jika ini terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang
lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan
perundang-undangan oleh warga negara. Perasaaan tersebut memang telah terlihat semakin lama
semakin menipis dan dapat dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang ingin melakukan aksi
main hakim sendiri kepada pelaku tindak pidana di dalam kehidupan masyarakat dengan
mengatasnamakan keadilan yang tidak dapat dicapai dari hukum, peraturan perundang-
undangan, dan juga para penegak hukum di Indonesia.

Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar.
Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan
negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan alih studi banding,
THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan
pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu
merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap
kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada
jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadi yang paling rendah
maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain
untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup
luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi?


2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya Korupsi ?
3. Bagaimana Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi?
4. Korupsi dan UUPTPK
5. Analisis Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
6. Bagaimanakah Pertanggung jawaban Pidana pada perkara Tindak Pidana Korupsi ?
7. Apa saja Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi?
8. Bagaimana Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi


2. Untuk Mengetahui penyebab terjadinya korupsi
3. Untuk mengetahui apa dampak yang di akibatkan oleh tindak pidana korupsi
4. Mengetahui korupsi dan UUPTPK
5. Untuk mengetahui Contoh kasus tindak pidana korupsi di Indonesia
6. Untuk mengetahui bagaimana Pertanggung jawaban Pidana pada perkara Tindak Pidana
Korupsi
7. Untuk mengetahui apa saja Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
8. Untuk mengetahui Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata Latin “Corruptio” atau “Corruptus” yang kemudian muncul
dalam bahasa Inggris dan Prancis “Corruption”, dalam bahasa Belanda “Korruptie” dan
selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “Korupsi” (Dr. Andi Hamzah, S.H., 1985:
143). Korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1977:
149), sedangkan A.I.N Kramer ST. menerjemahkannya sebagai busuk, rusak, atau dapat disuapi
(A.I.N. Kramer ST. 1997: 62). Oleh karena itu, tindak pidana korupsi berarti suatu delik akibat
perbuatan buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.

Korupsi dikenal pembuktian terbalik terbatas yaitu orang yang diteriksa harta bendanya
oleh pengadilan tinggi wajib memberikan keterangan secukupnya yaitu mengenai harta benda
sendiri dan harta benda orang lain yang dipandang erat hubungannnya menurut ketentuan
pengadilan tinggi. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan
semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan
dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan di bawah
kekuasaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.

1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya)
untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
2. Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya;
dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan
Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967
yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membawakan hasil yang nyata.

Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi
Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib),
namun dengan kemajuan iptek, modus operasi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga
Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supermasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 &
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas
dari KKN.

2.2 Penyebab Terjadinya Korupsi

Korupsi sebagaimana suatu gejala yang umum didunia yang sulit diberantas. Belajar dari
sejarah dapat kita ketahui bahwa Negara tindak pidana beserta ancaman-ancaman dari Undang-
Undang yang telah dibuat terdahulu tidak dapat diberantas kejahatan korupsi.

Untuk memberantas kejahatan harus dicari-cari sebab-sebabnya dan menghapuskannya.


Dengan demikian kejahatan seperti korupsi pun tidak akan terbatas atau berkurang kecuali kita
dapat menemukan sebabnya, kemudian sebab itu harus dihapuskan dan dikurangi.

Di Indonesia ini ada Undang-Undang yang mengatur tentang pelanggaran tindakan korupsi,
yaitu Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pidana Korupsi, yang
memberikan sanksi terhadap pelanggaran korupsi.

Tentang sebab orang melakukan korupsi di Indonesia dapat dibagi atas :

1. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai Negeri


2. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia.
3. Manajemen yang kurang baik.
4. Kurangnya modernisasi.
5. Hukum itu sendiri
6. Aparat penegak hukm
7. Sara dan prasarana
8. Kesadaran masyarakat

1. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri

Mengenai kurangnya pendapatan atau gaji pegawai negeri di Indonesia telah dikupas oleh
B. Sudarsono yang menyatakan antara lain : “ Pada umumnya orang menghubungkan tumbuh
suburnya dengan sebab-sebab yang paling gampang dihubungkan, misalnya kurangnya gaji
pejabat-pejabat, buruknya mental pejabat, administrasi dan manajemen yang kacau.

Namun B Sudarsono, sebab yang dikemukakan tidak mutlak, banyak factor yang bekerja
dan saling mempengaruhi satu sama lain, sampai mencapai keadaan yang kita hadapi. Yang
dapat dikemukakan hanyalah factor-faktor yang berperan. Buruknya ekonomi belum tentu
dengan sendirinya menghasilkan wabah korupsi dikalangan pejabat-pejabat kalau tidak ada
faktor-faktor lain yang bekerja. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri juga factor yang
menentukan. Orang-orang yang berkecukupan juga banyak yang melakukan korupsi. Korupsi
juga meluas kebagian-bagian yang sangat sederhana, dikelurahan, dikantor-kantor pengusaha
kecil, diperusahaan ketera api dan lain sebagainya.

Namun demkian, kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang factor yang
menonjol dalam arti yang meratadan meluasnya korupsi di Indonesia. Kurangnya gaji pegawai
negeri ini dibandingkan dengan kebutuhan, semakin gawat manakala diperhatikan kebutuhan
yang semakin meningkat kemajuan teknologi. Sebelum Tahun 1980-an kebutuhan Televisi di
Indonesia menjadi barang yang luxs dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang tertentu.

Apabila kemajuan teknologi tidak sepesat bertambahnya gaji mereka, misalnya


perkembangan teknologi di bidang elektronik yang pada umumnya didambakan seperti
perubahan Televisi dari hitam putih ke warna, disussul pula dengan muculnya Video Cassete dan
sebagainya, mungkin pola hidup manusia akan biasa-biasa saja dari hari kehari. Justru, hal inilah
yang membuat mereka gelap mata, kalau seandainya tiap bulan mereka akan memenuhi
kebutuhan yang lain, anak-anak yang sekolah, bayar sewa rumah, bayar listrik dan lain-lain.

1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia

Ada beberapa penulis yang menyebutkan bahwa kebudayaan Indonesia merupakan salah
satu penyebab timbulnya korupsi, diantaranya :

B Soedarsono menyatakan antara lain : ‘ Dalam hubungan meluasnya korupsi di


Indonesia maka apabila milliu itu ditinjau lebih lanjut atau lebih jauh, maka yang perlu ditinjau
bukan milliu atau orang perorang, meliputi dirasakan dan dipengaruhi orang Indonesia.

Mengapa korupsi itu secara diam-diam ditolerir tetapi oleh masyarakat itu sendiri. Kalau
masyarakat seperti mahasiswa melakukan demontrasi anti korupsi maka korupsi sungguh-
sungguh tidak akan pernah terjadi dan terkenal. Pendapat ini mirip dengan pendapat Syed Husein
Alatas yang menyatakan rakyat akan tidak melakukan korupsi, seharusnya harua memberantas
korupsi yang dilakukan oleh minoritas.

Apa yang menurut ukuran baru adalah penyelahgunaan kebwibawaan, kekuasaan dan
wewenang pada waktu itu terjadi stelsel, korupsi menjadi system.

Jadi dapat kita lihat bahwa penyelewengan itu sudah ada semenjak dahulu kala walaupun
bentuknya berbeda-beda dan cenderung kurang terorganisir. Cara-cara korupsi yang kurang
terorganisir inilah yang kemudian membaut orang yang memiliki kesempatan untuk melakukan
korupsi dengan cara yang cepat dan lebih teroraginis lagi tentunya.
2. Manajemen yang kurang baik

Kurangnya control dalam manajemen, tidak efektif dan efisien menajemen dapat
menimbulkan dan memberi makanan yang empuk bagi korupsi. Dapat kita lihat semakin
banyaknya anggran untuk dilakukan pembangunan makin besar kemungkinan orang untuk
melakukan korupsi.

Dalam satu pembangunan, apalagi proyek yang besar, perlu adanya pengontrolan dan
pengawasan untuk menghindarkan kecelakaan-kecelakaan tidak sedikit kita lihat bangunan-
bangunan yang telah selesai kemungkinan dipakai dalam beberapa bulan saja kondisinya sudah
tidak karuan lagi dan tidak sesuai dengan jangka waktu pemakaiannya yang semestinya.

Hal ini bisa saja terjadi karena pemborong tidak merasa diawasi sehingga mereka bekerja
seenaknya dan tidak melaksanakan konsep yang semestinya untuk pembangunan. Dan juga
kesalahan itu bukan terjadinya dibawag oleh para mandor. Namun yang penting bagi semuanya
adalah manajemen yang baik dan efisien.

3. Modernisasi

Korupsi yang ada di Negara yang satu dengan di Negara yang lain cenderung berbeda-beda,
juga selang waktunya yang berbeda-beda, seperti yang dituliskan oleh Hungtington bahwa
korupsi terdapat dalam masyarakat tetapi korupsi dimasyarakatkan yang satu dengan yang lain,
dan dalam masyarakat yang sedang tumbuh korupsi lebih umum dalam satu periode yang satu
dengan yang lainnya. Bukti-bukti menungjukkan bahwa luas perkembangan korupsi berkaitan
dengan modernisasi dengan modernisasi social dan ekonomi yang cepat.

Modernisasi dapat mengembangkan kosupsi di Negara manapun, terutama diNegara yang


sedang berkembang. Hal ini dapat disebabkan oleh :

a. Modernisasi dapat menimbulkan nilai dasar dalam masyarakat. Hal ini dapat kita
timbulkan dalam kehidupan nyata. Dahulu sebelum masyarakat dalam malakukan
aktivitas kehidupan cenderung sangat sederhana, tetapi setelah perkembangan zaman
membuat masyaraka “ mau tidak mau ‘ yang notabenenya adalah orang-orang birokrat
yang kurang mampu untuk melakukan perbuatan korupsi tersebut

Hal ini jelas, bahwa permasalahan tuntutan ekonomi di kemajuan zaman yang makin
pesat ini membuat banyak pihak yang mudah mendapatkan kesempatan melakukan
kejahatan ini untuk melakukannya.

b. Dengan adanya modernisasi berarti membuka sumber-sumber baru kekayaan dan


kekuasaan baru. Di bukanya sumber kekayaan alam juga ikut mengembangkan korupsi
karena hubungannya sangat erat, dengan dibukanya salah satu sumber alam tersebut dan
kurang manajemennya akan membuka peluang untuk melakukan korupsi.
c. Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang diakibatkan dalam
bidang system politik.

2.3 Dampak Dari Korupsi

A. Bidang Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,


korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan, korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan
institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat
diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

B. Bidang Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan


pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan
resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa
korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru
muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan- aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga,
korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat
mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan
syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-
tekanan terhadap anggaran pemerintah.

C. Bidang Kesejahteraan Negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-
politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

2.4 Korupsi dan UUPTPK

Dibandingkan dengan ancaman PKI, korupsi di Indonesia juga lebih berbahaya dan
menyentuh langsung ke sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hal sesuai dengan hasil poling
pendapat umum yang menunjukkan 36,8 % responden berpendapat perlunya pembersihan
pemerintah 83,8 % korupsi dan penyalahgunaan wewenang, merupakan ancaman terbesar.

Undang- Undang yang mengatur mengenai tindak Pemberantasan tindak Pidana korupsi pada
saat ini adalah: UUPTPK No: 31 tahun 1999 dan UUPTPK NO: 20 tahun 2001.

Tapi perlu kita ketahuio juga bahwa dalam melakukan pemberantasan korupsi tentunya
pendekatan sosilogis perlu diterapkan dengan baik sehingga korupsi benar-benar tuntas danm
selesai sebagaimana mestinya. Namun cara pendekatan seperti itu bukan berartio kita
mengabaikan proses normative ( sesuai dengan hokum yang berlaku ).

Ada beberapa pendekatan normative yang sempit yang artinya ditujukan kepada hukum
dengan beberapa jalur :

 Jalur hukum perdata. Dengan gugatan perdata kepada para korupsi berupa ganti rugi
kepada Negara atas perbuatannya.
 Jalur Hukum Administrasi. Yang mengatur cara rekanan dan masalah komisi dan
sebagainya.
 Jalur Hukum Pidana. Jalur ini pun luas ruang lingkupnya karena kita ketahui bahwa
korupsi itu tidak saja mencakup uang dan material saja tetapi juga menckaup politik
ekonomi, serta sastra dan seni.

Yang dimaksud dengan delik Korupsi adalah :

a) Perbuatan seseorang yang sengaja menggunakan uang Negara (uang rakyat, red) dimana
tujuannya hanya untuk memperkaya diri sendiri.
b) Perbuatan yang dimaksudkan diatas yang mana dilakukan oleh orang yang mempunyai
otoritas dalam sebuah kelembagaan Negara untuk melakukan korupsi.
2.5 Analisis Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

1. Kasus Angelina Sondakh

Dalam makalah ini saya mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang
dialami oleh Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau yang lebih dikenal dengan Angelina
Sondakh. Motivasi Angelina Sondakh melakukan korupsi yaitu kesempatan ada, yaitu adanya
proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Kemendikbud yang melibatkan dirinya atau
status kekuasaannya dalam pengambilan keputusan dan menjalankan proyek tersebut. Selain itu
kondisi keluarga yang sedang bersedih atas kepergian suaminya dan dia menjadi orang tua
tunggal ketiga anaknya, tentu ini menyangkut ekonomi keluarga. Lingkungan kerja juga
mempengaruhi Angelina dalam melakukan korupsi ini.

Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 12 Tahun penjara terhadap Angelina Patricia


Pinkan Sondakh dalam kasus korupsi di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta
Kementrian Pemuda dan Olahraga. Ketua Majelis Kasasi Artidjo Alkostar mengatakan terdakwa
dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding hanya dikenakan pasal 11 UU Tipikor,
sedangkan Majelis Kasasi menerapkan pasal 12 A UU Tipikor. Terdakwa ini aktif
meminta fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek dan disepakati
5 persen. Dan harusnya sudah diberikan ke terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran
dan 50 persen setelah Dipa turun. Dalam putusan kasasi ini majelis juga mewajibkan Angelina
Sondakh mengembalikan uang suap Rp.12,58 miliar ditambah 2,350 juta dolar AS yang sudah
diterimanya, jika tidak dibayar maka harus diganti dengan kurungan selama 5 tahun.

Dalam pertimbangannya, Artidjo mengungkapkan bahwa terdakwa aktif memprakarsai


pertemuan untuk memperkenalkan Mindo kepada sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi
Kemendiknas Haris Iskandar dalam rangka mempermudah upaya penggiringan anggaran di
Kemdiknas. Terdakwa ikut mengajukan program usulan kegiatan di sejumlah Perguruan Tinggi,
itu sifatnya aktif. Dia beberapa kali memanggil Haris Iskandar dan Dadang Sugiarto dari
Kemdiknas ke kantor DPR dan terdakwa minta memprioritaskan pemberian alokasi anggaran
terhadap PT, jelas Artidjo. Angelina Sondakh sebelumnya hanya divonis 4,5 tahun penjara oleh
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menguatkan vonis dari Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

Mantan politikus Partai Demokrat telah dinyatakan secara sah terbukti melakukan tindak
pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji terkait dengan jabatannya
dengan terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
junto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas putusannya /ini, KPK mengajukan kasasi karena tidak sesuai
dengan tuntutannya yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara ditambah denda
Rp.500juta subsider enam bulan kurungan.

Saya akan menganalisa kasus korupsi Angelina Sondakh. Kasus korupsi yang melibatkan
Angelina Sondakh ini termasuk pengertian korupsi menurut Wertheim, “yang menggunakan
pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya, seorang pejabat dikatakan melakukan tindak pidana
korupsi, adalah apabila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan memengaruhinya agar
mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang
pengertian ini juga mencakup perbuata menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa yang lain.”

Kasus korupsi ini termasuk jenis korupsi menurut Piers Beirne dan James Messerschmidt,
yaitu “Political Kickbacks adalah kegiatan korupsi yang berkaitan dengan sistem kontrak
pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan pengusaha yang
memberikan kesempatan atau peluang untuk mendapatkan banyak uang bagi kedua belah pihak.”
Karena didalam kasus disebutkan bahwa “Direktur PT Duta Graha Indah(DGI), Mhuhammad El
Idrus dan seorang penghubung bernama Mindo Rosalinda Manulang (Rosa). Menyerahkan uang
suap dalam bentuk 3 lembar cek senilai Rp.3,2 miliar kepada Wafid muharam, Sekretaris
Kementrian Pemuda dan Olahraga (Seskemenpora), yang juga langsung ikut ditangkap di
kantornya. Suap tersebut merupakan uang balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender
proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Kasus ini menyeret nama
Muhammad Nazarudin, karena Rosa sebagai bawahan Nazar di PT Anak Negeri, bahkan Rosa
pernah menjabat Direktur Pemasaran perusahaan yang dibentuk oleh mantan Bendahara Partai
Demokrat itu. Nazarudin dan Rosa juga kemudian menyeret nama Angie sebagai salah satu
tersangka, lantaran disebut menerima uang darinya terkait proyek pembangunan wisma Atlet
SEA Games di Palembang. PT Anak Negeri mengeluarkan Rp.10 miliar melalui Angie.
Sebanyak Rp.5 miliar untuk Angie, Rp.5 miliar sisanya tidak diketahui, namun diduga digunakan
sebagai pelicin ke Badan Anggaran DPR agar anggaran segera turun.” Dan untuk tipe
korupsinya, menurut saya kasus ini mengarah kepada tipe korupsi menurut Vito Tanzi, “Korupsi
otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena
memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan
publik yang seharusnya dirahasiakan.” Menurut saya, Angie adalah orang dalam, karena pada
saat itu ia menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR. Ia pasti berperan dalam kasus
korupsi ini, karena ia menerima uang atas balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender
proyek Wisma Atlet SEA Games dan sebagian uang tersebut diduga digunakan sebagai pelicin
ke Badan Anggaran DPR agar anggaran tersebut segera turun.

2. Kasus Andi Mallarangeng

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun


penjara, dan denda Rp 200 juta serta subsidar 2 bulan kurungan kepada mantan Menteri Pemuda
dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng dalam kasus tindak pidana korupsi proyek Pusat
Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.

Menurut hakim ketua Haswandi terdakwa Andi Mallarangeng terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-samaDalam putusan tersebut,
hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai
Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang.Dimana sebagai Menpora, Andi adalah
pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan negara di
Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran.

Atas perbuatan tersebut Andi telah menguntungkan pihak lain,Proyek P3SON telah
merugikan keuangan negara Rp 464,391 miliar.Andi melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No
20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Selain itu, Majelis Hakim menilai, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi
Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora.Sehingga Choel ikut terlibat dalam pengurusan proyek
Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).

Dalam putusan juga disebutkan, bahwa Andi telah memberikan kemudahan akses kepada
Choel Mallarangeng di kantor Kemenpora.Kemudahan akses tersebut seperti adanya Keleluasaan
bagi Choel untuk menggunakan ruang kerja Andi di lantai 10 gedung Kemenpora untuk
melakukan pertemuan dengan pejabat Kemenpora dan calon pemenang.Majelis hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga menyebutkan membengkaknya anggaran proyek
pembangunan Hambalang, disebabkan oleh keinginan Andi Mallarangeng untuk mengubah
konsep bangunan Majelis hakim mengatakan Andi Mallarangeng telah memerintahkan
Sesmenpora Wafid Muharam untuk melakukan pemaparan proyek dengan desain master plan
baru.

Kemudian dilakukan pertemuan membahas perombakan design baru seperti konsep


bangunan, luas tanah dan gedung, yang berlangsung di lantai 10 Gedung Kemenpora. Dalam
pertemuan tersebut dihadiri oleh Wafid, Deddy Kusdinar, Rio Wilarso, Lisa Lukitawati Isa,
Muhammad Arifin, Asep Wibowo dan Anggraeni Dewi Kusumastuti.Akibatnya, anggaran
proyek Hambalang yang semula Rp 125 miliar terus bertambah. Hingga tahun 2010, anggaran
tersebut meningkat mencapai Rp 275 miliar. Namun, pada akhirnya anggaran tersebut
membengkak drastis menjadi total Rp 2,5 triliun, sehingga negara mendapat kerugian keuangan
negara senilai Rp 464,391 miliar.

Analisa Kasus Korupsi Andi Mallaranggeng

Memurut pandangan para ahli, ciri – ciri, jenis dan faktor penyebab terkait kasus korupsi tesebut
adalah sebagai berikut :

 Menurut pandangan David H Baley kasus yang melibatkan mantan menpora ini adalah
kasus penyuapan yang mana penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi
penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak
selalu berupa uang. Batasan yang luas dengan titik berat pada penyalahgunaan wewenang
memungkinkan dimasukkannya penyuapan, pemerasan, penggelapan, pemanfaatan
sumber dan fasilitas yang bukan milik sendiri untuk mencapai tujuan – tujuan pribadi dan
nepotisme ke dalam korupsi. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
 Sebab hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya
sebagai Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang.Dimana sebagai Menpora, Andi
adalah pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan
negara di Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan
pelaksanaan anggaran.
 Andi Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng
untuk berhubungan dengan pejabat Kemenpora.Sehingga Choel ikut terlibat dalam
pengurusan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON).

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka ciri – ciri korupsi yang
terkait dengan kasus korupsi tersebut adalah sebagai berikut :

 Menurut Syed Hussein Alatas mengungkapkan bahwa ciri – ciri yang terkait dengan
kasus ini berbentuk Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang yang
diberikan amanah seperti seorang pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya untuk
kepentingan pribadi, golongan, atau kelompoknya.

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka jenis korupsi ini tergolong
kepada jenis :

 Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan
(Benveniste).

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka tipe korupsi yang tergolong
adalah sebagai berikut :

 Menurut Syed Hussein Alatas adalah Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu
menunjukkan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak
penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan ini oleh kedua – duanya. Hal ini terbukti :

Dengan terjadinya hubungan timbal balik menguntungkan pihak lain dan dia sendiri dengan
merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,391 miliar.

o Menurut Vito Tanzi adalah Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang
pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam
(insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
dirahasiakan. Hal ini terbukti:
Dalam hal ini Andi sebagai pejabat memegang kekuasaan otoritas pengelolaan keuangan
negara serta sebagai pengguna anggaran sehingga sebagai pejabat yang terkait dalam hal ini
Andi memiliki pengetahuan tentang bagaimana anggaran yang digunakan sehingga
menguntungkan pihak lain dan dirinya sendiri dengan merugikan keuangan negara sebesar Rp
464,391 miliar, seperti yang telah diuraikan pada pokok pembahasan masalah pada 2.2.

Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka faktor penyebab yang
terkait dengan kasus ini adalah sebagai berikut :

· GONE Theory yang dikemukakan oleh Jack Boulogne dibagi menjadi 4 yaitu:

1) Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial
ada di dalam diri setiap orang.
2) Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan.
3) Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor – faktor yang dibutuhkan oleh individu –
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4) Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi
oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

2.6 Pertanggung jawaban Pidana pada perkara Tindak Pidana Korupsi

Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu:

1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

2. Pegawai Negeri adalah meliputi :

a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-


undang tentang Kepegawaian;
b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah; atau
e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau
fasilitas dari negara atau masyarakat.

3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

- Penjatuhan Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi


Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor
20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak
pidana korupsi adalah sebagai berikut.

o Pidana Mati

Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

o Pidana Penjara

Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perekonomian Negara (Pasal 3)

Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi
atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam
perkara korupsi. (Pasal 21)

Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal
28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
o Pidana Tambahan

Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk
perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang
yang menggantikan barang-barang tersebut.

Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya
dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang
pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman
maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo
undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya
pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

· Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-
(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut:

Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan
oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak
dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang
lain.
Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding
pengadilan.

Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat
tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor


20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah

a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
b. Perbuatan melawan hukum;
c. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
d. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan
dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

2.7 Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.

KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :

o Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.


o Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
o Membangun kepercayaan masyarakat
o Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
o Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

2.8 Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-
sia, antara lain sebagai berikut :

a. Upaya pencegahan (preventif).


b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

 Strategi Preventif
a. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat
upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan
upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan
mampu mencegah adanya korupsi. Menanamkan semangat nasional yang positif
dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan
formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung
jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa
tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jabatan di bawahnya.

 Strategi Deduktif

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat.
Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem- sistem tersebut
akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu
perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-
rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh
penindakan yang dilakukan oleh KPK :

a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik
Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan
Negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan Negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

 Strategi Represif

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di
segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.


Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak
memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif
maupun secara represif antara lain :

1) Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan
netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai
pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup
layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila
semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak
tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana
perlu dijatuhi hukuman mati.
2) Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu
adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari
partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan
sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai
politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3) Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (KPK, Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki
komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status
sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi
sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu
dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian
menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi
tersebut.
4) Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi
muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral
korup.
5) Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang
sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan
korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan
siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah untuk
memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat undang-
undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan mengalami perubahan yaitu
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perbuatan korupsi tidak mungkin dihapus dari muka bumi ini hanya dengan
mengeluarkan sebuah peraturan, bahkan dengan ancaman pidana yang cukup berat, yaitu pidana
mati pun. Usaha pembentuk undang-undang melalui pembuatan paraturan tersebut terbatas,
apabila tidak dibarengi dengan pemberantasan korupsi ini dengan tindakan-tindakan lain, seperti
bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Gejala yang dialami oleh Indonesia tersebut
juga muncul di negara-negara berkembang yang lain di dunia.
Dampak yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi di segala bidang membuat Indonesia
semakin terpuruk karena banyak sekali terjadi kasus korupsi di Indonesia yang merugikan baik
pemerintah maupun masyarakat. Tindak pidana korupsi ini yang membuat Indonesia semakin
miskin.
Cara atau upaya memberantas tindak pidana korupsi yang paling utama adalah gerakan
“moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi
kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan
tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan
menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti
korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langkah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih

3.2 Saran

Berdasarkan realita yang ada begitu banyak kasus Korupsi yang ada di Indonesi bahkan
menurut beberapa orang kasus Korupsi sudah menjadi Budaya bangsa Indonesia untuk itu saya
himbau kepada teman-teman untuk lebih mempelajari hal-hal yang terkait dengan Korupsi
seperti makalah kami ini yang masih sangat jauh dari kesempurnaan. Marilah kita saling
merangkul bersama untuk memberantas Korupsi yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://kampus0111.blogspot.com/2016/06/makalah-tindak-pidana-korupsi.html
2. http://yofikapratiwi.blogspot.com/2013/04/makalah-tindak-pidana-korupsi_24.html
3. https://rabiatuladawiyahhsb.wordpress.com/2015/06/19/makalah-tindak-pidana-
korupsi-tipikor/

Anda mungkin juga menyukai