Anda di halaman 1dari 3

RESUME POIN-POIN KRUSIAL DRAFT RUU PERUBAHAN UU KPK

No ISU AKIBAT PASAL


1. PEGAWAI KPK TIDAK LAGI INDEPENDEN  Draft mengatur bahwa seluruh Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur  Pasal 1
DAN STATUS PEGAWAI TETAP AKAN Sipil Negara yang terdiri dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian angka 7
BERUBAH Kerja (P3K) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).  Pasal 24
 Merujuk pada UU ASN dan draft UU Perubahan KPK, Pegawai Tetap KPK ayat 2 dan
non PNS akan masuk dalam kategori dari Pegawai Pemerintah dengan 3
Perjanjian Kerja (PPPK). Sedangkan Pegawai Negeri Yang Diperkerjakan
(PNYD) akan berstatus ASN yang Pegawai Negeri Sipil. Hal tersebut akan
menghilangkan indepedensi Pegawai KPK dalam penanganan perkara
karena soal kenaikan pangkat dan pengawasan sampai mutasi akan
berkoordinasi dan dalam beberapa hal dialakukan oleh Kementerian
terkait. Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip indepedensi KPK yang
dibangun pasca reformasi.
 Lebih lanjut, PPPK tidak mempunyai hak promosi dan jaminan yang sama
sebagaimana Pegawai Negeri Sipil.
 Wadah Pegawai akan digantikan oleh KOPRI karena seluruh ASN harus
tergabung dalam Wadah tunggal KOPRI sehingga tidak akan ada lembaga
yang mewakili kepentingan Pegawai KPK.
2. KPK PERLU MEMINTA IZIN KEPADA DEWAN  Pimpinan dan Anggota Dewan Pengawas dipilih dan dibentuk oleh  Pasal 12 B
PENGAWAS DALAM MELAKUKAN Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) atas usulan Presiden.  Pasal 12 C
PENYADAPAN MAUPUN, PENYITAAN  Proses penyadapan yang selama ini dilakukan KPK didasarkan pada  Pasal 37 B
PENGGELEDAHAN standar lawful interception sesuai standar Eropa serta  Pasal 37 E
dipertanggungjawabkan melalui audit oleh pihak ketiga akan tergantikan
dengan adanya permohonan izin kepada Dewan Pengawas. Dewan
Pengawas yang dibentuk oleh DPR dari usulan Presiden berpotensi
memiliki conflict of interest dalam melakukan kontrol sehingga bepotensi
bocor. Padahal penyadapan mempunyai fungsi penting dalam melakukan
operasi tangkap tangan serta fungsi penegakan hukum lainnya.
 Proses penggeledahan yang selama ini dapat dilakukan melalui
mekanisme izin pengadilan tergantikan oleh Dewan Pengawas.
 Proses peyitaan yang telah diberikan kewenangan secara istimewa
dengan tidak izin pengadilan dalam UU KPK diubah menjadi harus melalui
izin Dewan Pengawas.
 Artinya Penyelidik dan Penyidik melakukan fungsinya sangat
bergantung dari Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR RI dan Presiden
RI. Terlebih pada saat awal terdapat ketentuan 3 dari 5 dewan pengawas
harus atas usulan DPR RI.
3. PENYELIDIK HANYA BOLEH DARI  Draft mengatur bahwa untuk penyelidik HANYA BOLEH dari Kepolisian.  Pasal 43
KEPOLISIAN Padahal, Penyelidik mempunyai fungsi penting dalam melakukan  Pasal 43A
penyelidikan dalam rangka menemukan kasus sebelum penetapan
seseorang menjadi tersangka.
 Selama ini penyelidikan KPK terjadi secara independen karena penyelidik
KPK merupakan Pegawai-pegawai yang direkrut secara independen
sebagai Pegawai tetap dari berbagai keahlian. Selain membuat penyelidik
tidak mempunyai kapasitas beragam dengan kerumitan kasus yang ada
dengan hanya merekrut dari Kepolisian, tidak akan adanya penyelidik
independen.
4. TIDAK ADA PENYIDIK INDEPENDEN  Draft mensyaratkan penyidik harus berasal HANYA DARI PPNS,  Pasal 45
Kepolisian dan Kejaksaan sehingga tidak mungkin dari Penyidik non  Pasal 45 A
ketiga institusi tersebut. Artinya dihapuskan keberadaan penyidik
independen. Padahal penyidik independen ada selaras dengan tujuan
hadirnya KPK untuk membenahi serta mendorong institusi lain agar lebih
optimal sehingga dibutuhkan penyidik yang tidak memiliki konflik
kepentingan.

5. PENUNTUTAN KPK TIDAK LAGI  Draft mengatur bahwa proses penuntutan harus berkoordinasi terlebih Pasal 12A
INDEPENDEN KARENA HARUS dahulu dengan Kejaksaan Agung sehingga KPK tidak independen lagi
BERKOORDINASI DENGAN KEJAKSAAN dalam menjalankan fungsinya.
AGUNG
6. HILANGNYA KRITERIA PENANGANAN  Draft membatasi kewenangan KPK dalam menanganai kasus yang Pasal 11
KASUS YANG MERESAHKAN PUBLIK meresahkan publik dengan hanya membatasi kerugian negara sebatas
Rp. 1 Milyar. Padahal dalam penanganan kasus kerugian negara hanya
terbatas pada Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor. Artinya untuk penangana
suap akan sulit ditangani KPK.
7. KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI  KPK menetapkan suatu kasus penyidikan melalui proses yang sangat hati- Pasal 40
BERWENANG MENGHENTIKAN hati karena tidak adanya penghentian penyidikan dan penuntutan.
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN Melalui ketentuan tersebut akan menurunkan strandar KPK dalam
penanganan kasus.
 Penghentian penyidikan dan penuntutan yang belum selesai selama 1
(satu) tahun akan membuat potensi intervensi kasus menjadi rawan.
Terlebih pada kasus yang besar serta menyangkut internasional proses
penanganan akan sangat sulit menyelesaikan selama satu tahun. Selain
itu, berpotensi juga dilakukan penghambatan kasus secara administrasi
sehingga lebih dari 1 (satu) tahun.

Anda mungkin juga menyukai