Katarak Komplikata
Katarak Komplikata
ANATOMI LENSA
1
zinnii. Kapsulnya merupakan membran basalis yang melindungi substansi lensa
lainnya seperti epitel, korteks dan nucleus.4-7
Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran basal transparan, elastis dan terdiri dari
tipe IV kolagen. Sel epitel tepat berada dibawahnya. Kapsul ini ikut berperan pada
saat akomodasi. Pada kapsul lensa inilah serabut-serabut zonula melekat.
Membran ini paling tebal di bagian anterior pre ekuator sedangkan paling
tipis di bagian sentral kapsul posterior, kira-kira 2 – 4 mikron. Secara keseluruhan
kapsul anterior lebih tebal daripada kapsul posterior. 4-7
Zonula
Lensa disangga oleh serabut-serabut zonula yang berasal dari lamina
basalis non pigmented epithelium pars plana dan pars plikata korpus siliaris.
Zonula melekat pada kapsul lensa di region ekuator yang kearah anterior
menjorok 1,5 mm dan kearah posterior 1,25 mm. 4-7
Epitel
Tepat di belakang anterior kapsul lensa dan merupakan selapis epitel.
Disinilah terjadinya aktifitas metabolisme dan transport aktif yang membawa
keluar seluruh hasil aktifitas sel normal termasuk DNA, RNA, protein dan sintesa
lipid. Disini pula terbentuk ATP yang dibutuhkan oleh lensa terutama digunakan
untuk transport nutrient karena lensa merupakan organ avascular. 4-7
Epitel mempunyai kemampuan untuk mitosis dan aktivitas mitosis paling
tinggi terjadi di sekitar cincin anterior lensa (pre ekuator) yang disebut
germinative zone. Sel-sel yang baru terbentuk, kelak akan bermigrasi kearah
posterior melintasi ekuator sambil berdiferensiasi menjadi bentuk serabut.
Perubahan morfologi paling dramatis berupa meningkatnya ukuran sel diikuti
dengan penambahan massa sel protein didalam membran setiap serabut sel. Pada
saat yang sama organel-organel sel pun menghilang yaitu nukleus, mitokondria
dan ribosom. 4-7
2
Hilangnya organel-organel sel inilah yang mengakibatkan tidak terjadinya
absorpsi maupun sebaran cahaya dibagian posterior lensa sehingga cahaya dapat
diteruskan langsung. 4-7
Secara histologi keadaan epitel subkapsular merupakan indikator paling
sensitif dari respons sel intralentikuler terhadaap rangsang inflamasi, glaukoma
akut atau radiasi. Perubahan-perubahan pada epitel bisa berupa proliferasi sel-sel
berdiferensiasi di daerah ekuator dalam bentuk hiperplasia, metaplasia, migrasi
sel-sel ke posterior serta terjadinya nekrosis fokal atau difus. 4-7
3
METABOLISME LENSA YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KATARAK KOMPLIKATA
4
Inorganik utama dalam lensa adalah kalium. Selama perkembangan katarak
potasium menghilang dari lensa, sedangkan sodium dan kalsium meningkat. 9,10
Adanya kombinasi antara transport aktif dan permeabilitas membran lensa
melahirkan teori pump leak. Sodium serta potasium mempunyai peranan regulasi
cairan dan sintesa protein di dalam lensa, secara aktif ditransport ke dalam bagian
anterior lensa melalui epitel serta bertukar dengan natrium melalui epitel. Proses
ini dibantu oleh aktifitas Na+-K+-ATPase. Sebaliknya natrium mengalir melalui
bagian belakang lensa karena adanya gradien konsentrasi. Kalium terkonsentrasi
di bagian anterior lensa sedangkan natrium terkonsentrasi di bagian posterior
lensa. Natrium dipompa melewati bagian permukaan anterior lensa ke dalam
humor akuos, dan kalium berpindah dari akuos ke dalam lensa. Mekanisme
transport aktif ini terganggu bila permeabilitas kapsul serta sturktur epitel yang
melekat padanya terganggu. Pada permukaan posterior lensa, yang berhadapan
dengan vitreous, sebagian besar perpindahan cairan terjadi secara difusi pasif. 1,9,10
Konsentrasi kalsium intraseluler di dalam lensa sekitar 30 mM sedangkan
konsentrasi di ekstraseluler mendekati 2 mM. Kalsium berfungsi menstabilkan
permeabilitas kapsul dan membran sel lensa. Mempertahankan kadar kalsium
intraseluler tetap rendah adalah penting karena enzim proteolitik akan aktif oleh
kalsium intraseluler.1, 9,10
5
Mekanisme Pembentukan Katarak pada Uveitis
Mekanisme terjadinya katarak pada uveitis dipengaruhi oleh banyak faktor
termasuk adanya mediator inflamasi, dengan berbagai akibatnya seperti terjadinya
peningkatan permeabilitas sel lensa, diikuti perubahan non fisiologi pada akuos
atau vitreous, menurunnya anti oksidan lensa dan sinekia.11
Secara umum inflamasi segmen anterior dapat menyebabkan katarak
anterior maupun posterior. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang juga memacu
timbulnya katarak terutama posterior subcapsular cataract (PSC).8,11
Sinekia posterior yang umumnya terjadi pada uveitis anterior berhubungan
dengan katarak subcapsular anterior (fibrous), kekeruhan yang terjadi karena
penebalan kapsul anterior lensa di tempat sinekia. 8,9,11
Pada inflamasi terjadi reaksi berupa lepasnya radikal bebas. Respons sel
epitel terhadap lepasnya radikal bebas pada proses inflamasi intraokuler dimulai
dari lepasnya sel fagositik (netrofil dan makrofag). Sel-sel ini menghasilkan
superoxide, hidrogen peroxide dan hipochlorit. Primernya produk-produk ini
merupakan salah satu dari mekanisme anti bacterial killing tetapi dalam jumlah
banyak ternyata berpotensi merusak jeringan lokal, termasuk epitel lensa,
sehingga terjadi kekeruhan di epitel dan subkapsuler. 8,9,11
Kerusakan epitel lensa mengakibatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas sehingga keseimbangan kation didalam dan diluar lensa terganggu
dengan akibat kandungan air di dalam lensa bertambah dan kadar protein total
menurun. Semua hal tersebut diatas mengganggu transparansi lensa. 8,9,11
Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan nekrosis epitel disertai reaksi
proliferasi dan metaplasia sel epitel di anterior dari bentuk kuboid menjadi bentuk
sel gepeng (spindle cell). Cellular debris ditemukan di pusat-pusat kekeruhan.
Metaplasia ini dapat menyusup masuk ke daerah nekrotik kemudian membentuk
multilayered hyperseluler plaque, yang nantinya terisi oleh jeringan kolagen yang
kemudian berkonvensi menjadi jaringan fibrous. 8,9,11
Antioxidan yang terdapat pada lensa seperti vitamin C, vitamin E, yang
berfungsi melindungi lensa dari proses oksidasi, jumlahnya ikut berkurang karena
banyak terpakai dalam reaksi lepasnya radikal bebas tersebut sehingga kerusakan
jaringanpun bertambah hebat. 8,9,11
6
Sel-sel epitel di germinative zone akan bermigrasi ke posterior subkapsular
dan bentuknya menjadi lebih besar yang disebut wedl / bladder cell . Pada
keadaan seperti ini kekeruhan yang terjadi adalah di daerah subkapsular posterior.
8,9,11
7
Mekanisme Pembentukan Katarak Pada Myopia Tinggi dan Hereditary
Vitreo Retinal Disorder
Pada myopia tinggi, lebih dari minus 6 dioptri sering terjadi komplikasi
katarak sub kapsular posterior. Mekanisme terjadinya disebabkan oleh penyakit di
bagian posterior sel-sel lensa seperti inflamasi vitritis, myopia degenerasi,
degenerasi di retina termasuk rinitis pigmentosa yang mengakibatkan migrasi dan
degenerasi sel-sel ekuator ke posterior pole. 9
Proses migrasi ini tidak cukup dengan satu stimulus. Pada
cataractogenesis yang berperan adalah proses degenerasi, seperti pada retinitis
pigmentosa katarak terjadi karena faktor degenerasi retina.9
PENATALAKSANAAN
8
Terapi medikamentosa seperti miotikum dapat menambah penurunan visus
dan dapat mempercepat proses kekeruhan lensa. Operasi katarak tanpa disertai
dengan operasi anti glaukoma dilakukan pada penderita glaukoma yang masih
dapat dikendalikan dengan obat-obatan, tekanan intraokuler terkontrol dengan
obat-obatan dan pada penderita glaucomatous optic nerve tidak berat.1,12,13
Katarak ekstraksi yang diikuti dengan pemasangan IOL menghasilkan
perbaikan visus, asalkan kontrol terhadap glaukomanya baik. Pada beberapa
kasus, hanya dengan operasi katarak dapat menyebabkan status glaukoma stabil.
1,12,13
9
Terapi sesuai dengan terapi edema pada umumnya, tetapi efek terapi sulit
dievaluasi mengingat CME sebagian besar dapat sembuh spontan. Terapi
umumnya menggunakan topikal, periokuler, dan sistemik kortikosteroid untuk
menghambat sintesa prostaglandin ditambah carbonic anhidrase inhibitor.
Kortikosteroid mungkin bermanfaat, tetapi dapat menyebabkan kekambuhan.
Pemakaian steroid lebih efektif bila disertai dengan tanda-tanda inflamasi
intraokuler. Beberapa penelitian pemakaian topikal dan sistemik indomethacin
ternyata efektif menurunkan insiden CME. 1,14
Salah satu penyakit vitreo retinal disorder yaitu retinitis pigmentosa.
Operasi katarak pada penderita ini ternyata dapat memperbaiki visus, dan tidak
menyebabkan bertambah buruknya lapang pandang. 1,14
10
hal ini tidak berhasil IOL segera dilepas dilanjutkan pemberian kortikosteroid
untuk menyelamatkan visus. 1,13,14
Penggunaan kortikosteroid pasca operasi bervariasi. Tetes non steroid anti
inflamasi juga sama efektifnya dengan steroid dan dapat digunakan pada penderita
yang disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler. Lama pemberian
tergantung respon penderita dan keadaan sebelum operasi. Subkonjungtiva
antibiotika injeksi yang biasanya dilakukan setelah operasi katarak sebelum mata
dibebat juga efektif, tetapi mempunyai komplikasi memperlama dan memperhebat
khemosis konjungtiva. 1,13,14
11
RINGKASAN
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Slamovits TL, MD. Intraocular Inflamation and Uveitis. Basic and Clinical
Science Course Section 9, Bronx, New York : American Academy of
Ophthalmology, 1997-1998 : p. 7-10, 15-7, 43-8, 72-6, 135-37.
2. Clark IJ. Development and Maintenance of Lens Transparancy. In : Jakobiec
A, Principles and Practice of Ophthalmology. Basic Science. Philadelphia :
WB Saunders Co, 1994 ; 7 : p. 115-21.
3. Konyama K. WHO on Prevention of Blindness. In : Transaction of The Asia –
Pasific Academy of Ophthalmology, vol XI. Singapore : PG Publishing Pte
Ltd, 1998 : 158.
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 5 th ed.
Philadelphia : Butterworth Heinemann ; 2003 : p. 163-70.
5. American Academy of ophthalmology Staff. Fundamental and Principles of
Ophthalmology. Section 2. Basic Clinical Science Course. San Francisco ;
2005-2006 : p. 323-31.
6. American Academy of ophthalmology Staff. Lens and Cataract. Section 11.
Basic Clinical Science Course. San Francisco ; 2005-2006 : p. 5-9.
7. Fisher RF. Pathology of The Crystallline Lens. In : Miller SS. Clinical
Ophthalmology. Bristol : IOP Publishing Limited, 1987 ; 10 : p. 277 – 80.
8. Slamovits TL, MD. Lens and Catarracts. Basic and Clinical Science Course
Section 11, San Francisco : American Academy of Ophthalmology, 1995-1996
: p. 18-20, 54.
9. Steeten BW. Pathology of The Lens. In : Albert DM, Jakobiec A, Principles
and Practice of Ophthalmology. Basic Science. Philadelphia : WB Saunders
Co, 1994 ; 183 : p. 2180 – 2217.
10. Egan KM, Seddon JM. Age-related Macular Degeneration : Epidemiology. In :
Albert DM, Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology. Basic
Science. Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 120 : p. 1260-1.
11. Slamovits TL, MD. Intraocular Inflamation and Uveitis. Basic and Clinical
Science Course Section 9, Bronx, New York : American Academy of
Ophthalmology, 1995-1996 : p.152.
13
12. Cambell D.G. Primary Angle-Closure Glau coma. In : Albert DM, Jakobiec
A. Principles and Practice of Ophthalmology , vol 3. Basic Science.
Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 120 : p. 1372-3.
13. Hutchinson B.T. Management of Glaucoma and Cataract. In : Albert DM,
Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology , vol 3. Basic Science.
Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 144 : p. 1641-4.
14. Slamovits TL, MD. Retina and Vitreous. Basic and Clinical Science Course
Section 12, Bronx, New York : American Academy of Ophthalmology, 1995-
1996 : 86 : p.133, 175.
14
SARI PUSTAKA Kepada Yth
KATARAK KOMPLIKATA
Oleh
Dr. Ni Made Suryanadi
( Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis IP Mata Tahap II )
Pembimbing
Dr. Wayan Gede Jayanegara, SpM
15
2007
16