Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PKPKR

PATOFISIOLOGI PENYAKIT GINJAL (GAGAL GINJAL)

DISUSUN OLEH:

1. Risma Oktavia Ningsih 1615371034


2. Gristia Putri Az – Zahra 1615371035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO
TAHUN 2019
Gagal Ginjal
A. Pengertian
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk
menyaring dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan
menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan
kalium) dalam darah. Ginjal juga memproduksi bentuk aktif dari vitamin D
yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan sehingga
membuat tulang menjadi kuat. Selain itu ginjal memproduksi hormon
eritropoietin yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
merah, serta renin yang berfungsi mengatur volume darah dan tekanan darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat
menjalankan fungsinya secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama
darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami penyaringan melalui
pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa
metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai
serta cairan akan melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah,
protein dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap tertahan di dalam darah.
Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal yang disebut
kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses di dalam tubulus ginjal.
Di sini air dan zat-zat yang masih berguna yang terkandung dalam filtrat akan
diserap lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke
dalam filtrat. Hasil akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit
serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri .
Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa ,
terlebih pada kaum lanjut usia. Secara umum, gagal ginjal adalah penyakit
akhir dari serangkaian penyakit yang menyerang traktus urinarius.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut
(acute renal failure = ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure =
CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba
dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil
pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea
nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis,
penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan
fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal
disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju
penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR) yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 - 120
mL/min/1.73 m2.

Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi


Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi
1 Lebih dari 90
masih normal atau sedikit meningkat
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal
5 Kurang dari 15
Disease)

B. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita
secara akut antara lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik),
kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing.
Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.
Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal
kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah,
bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin:
Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine
darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.
C. Patofisiologi
1. Gagal Ginjal Akut Dibagi Dua Tingkatan
a) Fase Mula
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan
menurunnya aliran darah ginjal, terjadi hipoperfusi dan
mengakibatkan iskemi tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal
mungkin sama dengan agen neurohormonal yang meregulasi aliran
darah ginjal pada keadaan normal yaitu sistem saraf simpatis, sistem
renin - angiotensin , prostaglandin ginjal dan faktor faktor natriuretik
atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal maka akan
diikuti menurunnya filtrasi glomerulus.

b) Fase Maintenance
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel
tubulus dan akumulasi dari debris. Sekali fasenya berlanjut maka
fungsi ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran darah
kembali normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap
patogenesis gagal ginjal dan keadaan ini cukup untuk mengganggu
fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator aliran darah ginjal
tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi
merupakan penyebab umum oliguri perioperative. Menurunnya urin
mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin - angiotensin.
Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dan
menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal.

2. Gagal ginjal kronik


Pada gagal ginjal kronik, terjadi banyak nephron-nephron yang
rusak sehingga nephron yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal
secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah nephron dapat
mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah
penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya,
bagaimanapun juga akan menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium.
Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal
ginjal kronik hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan
selanjutnya terjadi retensi air dan natrium yang sering berhubungan
dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut bila salah satu bagian dari
ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan
sejumlah besar renin, yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan
seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi.

D. Diagnosa

1. Darah urea nitrogen (BUN) serta kadar kreatinin dalam darah merupakan
indikator kesehatan ginjal. Konten kreatinin darah digunakan untuk
menentukan laju filtrasi glomerulus (GFR), yang memberikan perkiraan
fungsi ginjal.
2. Kandungan protein dalam urin serta pengukuran volume urine membantu
untuk mengidentifikasi gagal ginjal.
3. USG abdomen disarankan untuk memeriksa pengurangan ukuran ginjal,
yang merupakan indikasi kegagalan ginjal kronis. Tes pencitraan lain
seperti CT scan atau MRI dianjurkan untuk mendeteksi keberadaan setiap
pertumbuhan abnormal atau penyumbatan.
4. Biopsi dilakukan untuk memeriksa keganasan, jika tes pencitraan
mengungkapkan pertumbuhan abnormal pada ginjal.

E. Komplikasi dari gagal ginjal


1. Asidosis metabolik. Asidosis metabolik menyebabkan pusing, mual dan
muntah, serta sesak.
2. Kerusakan ginjal permanen. Gagal ginjal akut yang berkomplikasi
menjadi gagal ginjal kronis membutuhkan cuci darah secara permanen
atau tranplantasi ginjal.
3. Hiperkalemia. Hiperkalemia atau tingginya kadar kalium dalam darah
bisa menyebabkan otot melemah, kelumpuhan, dan aritmia.
4. Edema paru. Edema paru terjadi ketika terjadi penumpukan cairan di
dalam paru-paru.
5. Perikarditis. Peradangan pada perikardium, yaitu selaput yang
membungkus jantung, akan menyebabkan keluhan nyeri dada.
6. Kematian. Kematian lebih berisiko terhadap pasien yang sudah
memiliki penyakit ginjalsebelumnya.

F. Cara mencegah gagal ginjal


1. Dengan banyak minum air putih. Jangan khawatir kalau sering buang air
kecil, karena itu justru cara tubuh untuk membuang zat sisa dan racun,
sebelum zat-zat tersebut mengendap dan menjadi batu ginjal. Sumbatan
karena batu ginjal bisa menimbulkan nyeri yang menyiksa, selain juga
mengakibatkan gangguan lainnya pada ginjal.
2. Batasi makanan tertentu
Beberapa bahan kimia yang ada dalam makanan bisa menjadi pemicu
timbulnya batu ginjal, misalnya bahan makanan yang mengandung
oksalat, seperti cokelat, seledri, gandum, kacang-kacangan, olahan
kedelai. Protein hewani, seperti daging ayam dan sapi, juga bisa
menyebabkan pembentukan batu ginjal. Oleh karena itu, disarankan
untuk membatasi makanan yang mengandung zat-zat tersebut untuk
mencegah batu ginjal terbentuk. Ingat, Anda perlu membatasi, bukan
berarti harus menghindari. Karena banyak dari makanan tersebut yang
kaya akan nutrisi dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
3. Batasi konsumsi dan penggunaan garam
Cara mencegah penyakit ginjal selanjutnya adalah dengan membatasi
garam. Mengonsumsi terlalu banyak garam bisa meningkatkan tekanan
darah yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pada organ-
organ tubuh, termasuk ginjal.
4. Berhenti merokok
Salah satu dari sekian banyak kerusakan yang dapat disebabkan oleh
rokok adalah kerusakan pada organ ginjal.
5. Mengendalikan gula darah dan tekanan darah
Diabetes dan tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan dua musuh
terbesar bagi ginjal kita. Tekanan darah dan kadar gula darah yang tinggi
dapat merusak pembuluh darah kecil yang ada di ginjal dan juga di
bagian tubuh lain. Jadi, jika Anda punya penyakit diabetes dan/atau
hipertensi, jaga selalu kadar gula darah dan tekanan darah Anda agar
jangan sampai mengganggu kerja ginjal. Caranya dengan menerapkan
gaya hidup yang sehat, melalui olahraga dan makanan, serta
mengonsumsi obat secara rutin sesuai anjuran dokter.
6. Rutin memeriksakan diri ke dokter
Apabila menderita penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, atau memiliki
riwayat penyakit ginjal dalam keluarga, maka risiko Anda terserang
penyakit ginjal menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, disarankan untuk
rutin memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit guna memantau
kondisi dan fungsi ginjal Anda. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan
adalah pengukuran tekanan darah, pegecekan gula darah, serta
pemeriksaan darah dan urine untuk untuk menilai keadaan ginjal. Dengan
pemeriksaan kesehatan yang rutin, masalah pada ginjal bisa ditemukan
lebih awal dan diobati lebih cepat.

G. Penatalaksanaan
1. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan
perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat
dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis
besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat)
diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain
mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat
oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan
keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
3. Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri
pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan
diuretik loop, selain obat anti hipertensi.

4. Kontrol ketidaksemibangan elektrolit


Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk
mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi
hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang
berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan
obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam
yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis.
Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15
mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam
dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan
yang cepat dapat berbahaya.

5. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal


Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-
3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat
tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi
atas indikasi.

6. Deteksi dini dan terapi infeksi


Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi
lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya
toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid,
analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang
meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin,
kortikosteroid dan sitostatik.

8. Deteksi dan terapi komplikasi


Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis,
neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan,
sehingga diperlukan dialysis.

9. Persiapan dialysis dan program transplantasi


Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi
dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas
meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi
komplikasi.Komplikasi

H. Gagal Ginjal pada Ibu Hamil


Gangguan fungsi ginjal selama masa kehamilan juga dapat memberi
dampak negatif yang cukup besar bagi janin dalam kandungan. Setidaknya,
ada tiga komplikasi yang mungkin membahayakan janin akibat gangguan
fungsi ginjal selama kehamilan. Dalam beberapa kasus, gangguan fungsi
ginjal pada ibu hamil dapat memunculkan risiko abortus atau keguguran pada
janin. Kondisi ini dapat membuat bayi lebih berisiko untuk meninggal di
dalam kandungan.
Gangguan fungsi ginjal selama kehamilan juga dapat menyebabkan
pertumbuhan bayi di dalam kandungan menjadi kurang sehat atau kurang
optimal. Jika ini terjadi, bayi rentan dilahirkan dengan berat badan di bawah
normal. Berat badan lahir rendah biasanya akan membuat jumlah nefron pada
ginjal bayi berkurang. Nefron merupakan bagian ginjal yang berfungsi
sebagai penyaring darah. Dalam kondisi normal, satu ginjal memiliki sekitar
satu juta nefron. Lahir dengan berat badan di bawah normal dan jumlah
nefron yang lebih sedikit juga dapat memberi dampak jangka panjang bagi ke
sehatan bayi dan akan memiliki risiko untuk mengalami gangguan ginjal
ketika dewasa.
Sebagai upaya pencegahan, kondisi anak yang lahir dalam kondisi seperti
ini perlu dikontrol dengan bantuan dokter anak. Kontrol dan pemeriksaan
rutin juga perlu dilanjutkan ketika anak beranjak dewasa. "Karena nanti kena-
nya setelah dewasa," jelas Aida. Oleh karena itu, perempuan dengan penyakit
ginjal yang berencana hamil perlu melakukan perencanaan secara matang.
Pengawasan selama masa kehamilan juga perlu dilakukan secara ketat.
Upaya-upaya ini dapat membantu ibu hamil untuk menurunkan risiko
komplikasi selama kehamilan akibat gangguan fungsi ginjal.

Daftar Pustaka
Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Penerbit Salemba Medika: Jakarta

https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/18/03/09/p5aksg328-
gangguan-ginjal-saat-hamil-berdampak-3-hal-ke-janin

https://www.fimela.com/parenting/read/3778869/ibu-hamil-dengan-gagal-ginjal-
berisiko-hipertensi-amp-melahirkan-prematur

Anda mungkin juga menyukai