Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

MIOMA UTERI

Oleh:

Ni Nyoman Agustianingsih 1902611079


Ida Ayu Dewi Dhyani 1902611086

Pembimbing
dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGASEM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya, maka laporan kasus dengan topik “Mioma Uteri” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Obstetri dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD Karangasem.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. I Made Wenata Jembawan, Sp.OG, selaku Ketua Bagian/KSM Obstetri
dan Ginekologi RSUD Karangasem.
2. dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp.OG selaku pembimbing dan
penguji laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang ikut turut membantu dalam penyelesaian laporan kasus
“Mioma Uteri” ini baik teman-teman sejawat, residen, dokter muda, bidan
dan perawat RSUD Karangasem.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Amlapura, 31 Agustus 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ..................................................................................................... i


Kata Pengantar. ...................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ....................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 2
2.3 Etiopatofisiologi ......................................................................................... 3
2.4 Faktor Risiko .............................................................................................. 3
2.5 Karakteristik. .............................................................................................. 4
2.6. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 7
2.7 Diagnosis .................................................................................................... 9
2.8 Diagnosis Banding .................................................................................... 12
2.9 Komplikasi ................................................................................................ 13
2.10 Penatalaksanaan ...................................................................................... 17
2.11 Prognosis ................................................................................................. 18

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas. .................................................................................................... 19
3.2 Anamnesis ................................................................................................. 19
3.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 21
3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 21
3.5 Diagnosis Kerja ......................................................................................... 23
3.6 Penatalaksanaan Kasus.............................................................................. 23
3.7 Perjalanan Penyakit ................................................................................... 23

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 27
4.1 Penegakan diagnosis mioma uteri ............................................................. 27
4.2 Faktor predisposisi mioma uteri ................................................................ 28
4.3 Penatalaksanaan mioma uteri .................................................................... 29

BAB V SIMPULAN ............................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos
uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya.1 Diperkirakan insiden mioma uteri
sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma ditemukan 2,39% -
11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Prevalensi meningkat
apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.1

Penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti. Untuk saat ini, ada 2
teori yang dipercaya dapat menjelaskan penyebab mioma uteri, yaitu teori
stimulasi dan teori cellnest. Namun ada beberapa faktor resiko yang dikaitkan
dengan mioma uteri diantarnya umur, riwayat menarche, riwayat keluarga,
obesitas dan gaya hidup dari pasien tersebut.2

Mioma uteri dapat menimbulkan berbagai gejala seperti pendarahan uterus


yang abnormal, nyeri, retensi urin, konstipasi dan juga gangguan reproduksi.2
Untuk mendukung diagnosis dari mioma uteri, selain gejala diatas dapat juga
ditunjang dengan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang seperti USG.3

Untuk penatalaksanaan dari mioma uteri dapat berupa pengobatan


konservatif dengan pemberian hormone yang memungkinan untuk mengecilkan
ukuran dari mioma.2,4 Serta dapat menggunakan tindakan operatif seperti
miomektomi dan histerktomi jika pengobatan konservatif tidak mengatasi
pendarahan, curiga adanya keganasan pada uterus, mioma pada pasien menopause
serta gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius. Keadaan pada
pasien mioma uteri ini dapar menurunkan kualitas hidup dari pasien. Maka dari
itu, penting untuk mengetahui lebih dalam mengenai mioma sehingga penegakan
diagnosis dan terapi dapat dilakukan lebih dini.5,6,7

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.10 Definisi
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau
leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan
jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul,
dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika
otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur
utamanya adalah otot polos rahim.7

2.2 Epidemiologi
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di
Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua penderita ginekologi
yang dirawat. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk
perkembangan mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau
hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat
apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.1

2.3 Etiologi dan patofisiologi


Penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti. Untuk saat ini, ada 2
teori yang dipercaya dapat menjelaskan penyebab mioma uteri, yaitu teori
stimulasi dan teori cellnest.
Teori stimulasi menjelaskan bahwa mioma uteri sangat dipengaruhi oleh
hormon. Mioma uteri dimulai ketika sel-sel tumbuh terlalu cepat dalam dinding
otot rahim. Setelah mioma uteri berkembang, hormon estrogen dan progesteron
muncul untuk mempengaruhi pertumbuhannya. Tubuh wanita menghasilkan
tingkat hormon estrogen dan progesteron tertinggi selama masa suburnya. Setelah
menopause, sekresi hormon tersebut akan menurun, sehingga mioma uteri
biasanya menyusut atau menghilang.8

2
Sedangkan teori cellnest menitikberatkan pada hubungan sel-sel imatur
pada miometrium dengan hormon estrogen dan progesteron. Selsel imatur
memiliki reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
sel-sel sekitarnya. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor tersebut dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Hormon progesteron meningkatkan
aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor
pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari
tumor. 8
2.4 Faktor resiko
1. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-55 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan.7 Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah. Kemudian meningkat pada usia
reproduksi dan kembali turun saat usia menopause.9
2. Riwayat menarche
Hasil penelitian yang dilakukan Edwards et al (2013) menunjukkan bahwa
usia menarche 11 tahun memiliki resiko mioma uteri paling tinggi dengan
Relative Risk (RR) sebesar 1,40. Sedangkan menarche di usia 13 tahun atau
lebih memiliki resiko mioma uteri lebih rendah dibanding usia menarche 12-
13 tahun.10
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama menderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.11
4. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen
tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan
prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.12

3
5. Gaya hidup
Dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan hubungan antara
makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan
bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi
meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden
mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau
phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri.13

2.5 Karakteristik
Mioma biasanya memiliki ciri tersendiri, bersifat multipel, dan berlobulasi
sferis ataupun ireguler. Tumor ini memiliki pseudokapsul yang menutupinya dan
secara jelas dibatasi dengan miometrium sekitarnya. Mioma ini dapat dienukleasi
secara mudah dari jaringan miometrium sekelilingnya. Pada pemeriksan
makroskopik dengan potongan transversal, tumor ini tampak buff-colored, bulat,
halus, dan biasanya padat. Secara umum, tumor ini berwarna lebih terang
dibandingkan miometrium.2,14
Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya pada uterus, mioma dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, yakni : 2
1. Mioma intramural/interstisial : bentuk yang paling umum/sering terjadi
yaitu sekitar 50%. Mioma ini terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium, berbentuk nodul berkapsul yang terisolasi dalam berbagai
ukuran. Tumor ini dapat menimbulkan distorsi dari ruang uterus atau
permukaan luar uterus. Jika tumor ini muncul dalam jumlah tunggal dapat
menyebabkan pembesaran uterus yang simetris.
2. Mioma submukosum : Mioma jenis ini berada di bawah endometrium dan
tumbuh menonjol ke dalam rongga uterus, serta mengadakan perlekatan
dengan uterus melalui pedicle/tangkai dan dapat tumbuh menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myoma geburt). Tumor ini
sering dihubungkan dengan abnormalitas dari susunan endometrium dan
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan iregular.

4
3. Mioma subserosum : Mioma jenis ini tumbuh keluar dinding uterus
sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma
subserosum ini dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut
wandering/parasitic myoma.

Gambar 2.1. Klasifikasi mioma berdasarkan lokasinya pada uterus

Patologi Mioma
Patologi mioma dapat dijelaskan berdasarkan gambaran makroskopik dan
mikroskopik dari mioma tersebut, yaitu:2
1. Gambaran Makroskopik: Mioma merupakan tumor padat dengan
pseudokapsul, memiliki batas yang jelas dengan miometrium sekitarnya.
Pseudokapsul sendiri bukan kapsul yang sesungguhnya, melainkan
dihasilkan dari kompresi fibrus dan jaringan otot pada permukaan tumor.
Karena vaskularisasinya berlokasi di perifer, bagian sentral dari tumor ini
mudah mengalami perubahan degeneratif. Pada permukaan potongan,
tumor ini halus, padat, dan biasanya berwarna putih kemerahan tergantung
dari vaskularisasinya.

5
2. Gambaran Mikroskopik : Mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringan
ikat fibrus yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl-like pattern),
dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak
karena pertumbuhan mioma. Terdapat sedikit struktur vaskular dan mitosis
yang jarang.

Perubahan degeneratif
Berbagai variasi perubahan degeneratif dapat muncul pada mioma yang
akhirnya dapat menyebabkan perubahan pada gambaran mikroskopis dan
makroskopis dari tumor. Sebagian besar perubahan ini tidak tampak secara
signifikan dengan sedikit efek pada gambaran maupun gejala klinisnya.
Perubahan degeneratif ini muncul karena terjadi perubahan pada sirkulasi
(baik arteri maupun vena), atrofi post menopause, infeksi, atau bisa juga
merupakan akibat dari transformasi maligna/keganasan. Adapun perubahan
degeneratif tersebut antara lain 2,3,5
1. Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil
2. Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita
berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripada tumor, seolah-
olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, di mana
sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan
dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Dengan adanya pengendapan garam kapur pada mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.

6
5. Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi
pada kehamilan dan nifas. Diperkirakan hal ini terjadi karena suatu
nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat
dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan
oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

2.6 Manifestasi klinis


Gejala dari mioma bervariasi tergantung dari ukuran, jumlah, dan lokasinya.
Kebanyakan wanita dengan mioma bersifat asimtomatis; gejala muncul dalam
10 – 40% wanita yang menderita penyakit ini. Adapun gejala yang mungkin
timbul antara lain :2
1. Perdarahan uterus abnormal (AUB)
AUB merupakan gejala yang paling sering dihubungkan dengan mioma
uteri, muncul hingga > 30% wanita yang menderita penyakit ini. Tipe
perdarahan yang muncul adalah menoragia, perdarahan berlebih saat
periode menstruasi (> 80 ml). Peningkatan aliran biasanya muncul secara
gradual, tapi perdarahan dapat menyebabkan anemia. Mekanisme pasti
terjadinya peningkatan perdarahan tidak jelas. Faktor-faktor yang mungkin
antara lain nekrosis permukaan endometrium yang ada diatas mioma
submukosa, gangguan kontraksi otot uterus bila terdapat mioma intramural
yang luas, peningkatan luas area permukaan kavitas endometrium, dan
perubahan mikrovaskulatur endometrium.
2. Nyeri
Mioma yang tidak berkomplikasi biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Nyeri akut dihubungkan dengan fibroid, biasanya disebabkan oleh torsi
mioma yang bertangkai (peduncle) atau infark yang progresif menjadi
degenerasi carneous dalam mioma. Nyeri biasanya seperti nyeri kram, bila

7
mioma submukosum dalam kavitas endometrium bertindak sebagai benda
asing. Beberapa pasien dengan mioma intramural mengeluhkan dismenore
yang muncul lagi setelah beberapa tahun periode menstruasi bebas nyeri.
3. Tekanan
Begitu mioma membesar, akan memberi sensasi seperti rasa berat pada
pelvik atau gejala tekanan pada organ-organ penting disekitarnya.
a. Sering kencing, adalah gejala yang sering muncul bila mioma yang
tumbuh menyebabkan penekanan pada kandung kemih
b. Retensi urin, jarang terjadi, biasanya terjadi bila pertumbuhan mioma
menyebabkan uterus retroversi terfiksasi yang mendorong serviks ke
anterior dibawah simfisis pubis di area sudut uretrovesikuler posterior.
c. Efek tekanan mioma asimtomatis biasanya disebabkan oleh ekstensi
laterla atau mioma intraligamen, yang menyebabkan obstruksi ureter
unilateral dan hidronefrosis.
d. Konstipasi dan bowel dysfunction dapat disebabkan oleh mioma
posterior yang besar.
e. Kompres vaskulatur pelvis oleh uterus yang membesar dengan hebat
dapat menyebabkan varicositis atau edema ekstremitas bawah.
4. Gangguan reproduksi
Infertilitas akibat adanya mioma tidak biasa terjadi. Infertilitas dapat
terjadi bila mioma mempengaruhi transportasi tuba normal atau implantasi
ovum yang terfertilisasi.
a. Mioma intramural besar yang berlokasi di kornu dapat menutup pars
interstisialis tuba.
b. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosum dapat
mengganggu implantasi, endometrium mioma tidak dapat mengalami
fase-fase seperti endometrium normal, sehingga menjadi permukaan
yang tidak baik untuk implantasi.
c. Terdapat peningkatan insiden abortus dan kelahiran prematur pada
pasien dengan mioma submukosum atau intramural.
5. Kelainan berhubungan dengan kehamilan

8
Mioma uteri pada 0,3% - 7,2% kehamilan biasanya muncul sebelum
konsepsi dan dapat meningkat ukurannya selama gestasi.
a. Insiden abortus spontan lebih tinggi pada wanita dengan mioma, tetapi
mioma merupakan penyebab abortus yang tidak biasa.
b. Kelahiran prematur dapat meningkat pada wanita dengan mioma
c. Dalam trimester ketiga, mioma dapat menjadi faktor penyebab
malpresentasi, obstruksi mekanik, atau distosia uteri. Mioma-mioma
yang besar pada segmen bawah uterus dapat menghalangi penurunan
bagian presentasi janin. Mioma intramural dapat mempengaruhi
kontraksi uterus dan persalinan normal.
d. Perdarahan Post Partum (HPP) lebih sering terjadi pada pasien dengan
mioma uteri.

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien akan datang dengan keluhan utama desakan pada perut bagian
bawah, gangguan menstruasi berupa menoragia – menometroragia disertai
gumpalan darah, perdarahan yang berkepanjangan, dan dismenoragia
kemudian akan dikeluhkan gejala sekunder seperti, sering mengalami abortus,
persalinan prematuritas, infertilitas, dan keluhan akibat anemia.15
2. Pemeriksaan fisik
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan 95% dari hasil pemeriksaan fisik.
Ukuran uterus diukur sesuai dengan ukuran gestasi dan ditentukan dengan
pemeriksaan abdomen dan pelvik.6
a. Pemeriksaan Abdominal
Mioma uteri dipalpasi sebagai tumor yang ireguler, noduler, menonjol
ke dinding anterior abdomen, dan biasanya padat serta kencang saat
dipalpasi; apabila ada edema akan terasa lembek, begitu juga bila ada
sarkoma, kehamilan, atau perubahan degeneratif.
b. Pemeriksaan Pelvik
Temuan yang paling sering adalah pembesaran uterus; ukuran uterus
biasanya asimetris dan ireguler. Uterus biasanya bergerak bebas

9
kecuali bila ada residu Pelvic Inflammatory Disease (PID). Pada
mioma submukosum, pembesaran uterus biasanya simetris. Beberapa
mioma subserosum, sangat berbeda dari korpus uteri dan dapat
bergerak bebas, biasanya sering menunjukkan adanya tumor
adneksa/ekstra pelvis. Diagnosa mioma cervical atau mioma
submukosum pedunculated dapat dibuat pada tumor yang ekstensi ke
kanalis cervicalis; biasanya suatu mioma submukosum dapat dilihat
pada cervical os atau introitus.

3. Evaluasi dan studi diagnostik.


Studi diagnostik tambahan lain didasarkan pada presentasi individual dan
pemeriksaan fisik. Pada pasien asimtomatis dengan pemeriksaan fisik yang
sesuai dengan mioma, tidak perlu dilakukan studi diagnosis tambahan lain.2,16
1. Temuan Laboratorium
Pada pasien mioma uteri dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
pemeriksaan hemoglobin/hematokrit karena pada pasien dengan mioma
uteri dapat terjadi perdarahan vaginal yang berlebihan sehingga untuk
mengetahui tingkat kehilangan darah dan penggantian yang adekuat
diperlukan tes laboratorium berupa darah lengkap. Kemudian
pemeriksaan profil koagulasi dan waktu perdarahan dilakukan bila ada
riwayat diathesis perdarahan.
2. USG
Pemeriksaan pencitraan yang biasanya digunakan dalam mendeteksi
mioma uteri adalah ultrasonografi baik secara transabdominal maupun
transvaginal. Gambaran trans-abdominal memberikan lapangan
pandang yang lebih luas dan pemeriksaan ini juga tidak invasif, tetapi
alat ini tidak dapat memberikan gambaran mioma yang ukurannya
kurang dari 1 cm. Pemeriksaan secara transvaginal memberikan
gambaran yang memiliki resolusi tinggi, informasi lokasi mioma yang
tepat dan deteksi untuk mioma bahkan dengan ukuran 4 – 5 mm.15 Pada
pemeriksaan dengan USG, mioma tampak seperti lesi solid, berbatas
tegas, bentuk bulat, terletak didalam atau melekat pada miometrium.17

10
Gambaran menggunakan USG bisa menunjukkan gambaran hipoekoik
ataupun hiperekoik tergantung rasio otot polos dengan jaringan ikat dan
apakah ada degenerasi atau tidak. Kalsifikasi dan degenerasi kistik
memberikan gambaran yang sangat berbeda. Kalsifikasi akan
menunjukkan gambaran hiperekoik dan pada umumnya akan menyebar
di sekitar masa atau melingkari massa. Degenerasi kistik atau mixoid
akan memenuhi tumor dengan multipel, dinding yang halus, bulat, dan
ukuran yang berbeda dengan gambaran hipoekoik-anekoik.Jika pasien
mengeluhkan dismenorea, perdarahan yang abnormal pada saat
menstruasi, dan infertilitas maka akan dilakukan pemeriksaan
endometrium, mengetahui apakah terjadi mioma uteri submukosa, polip
endometrium, kelainan kongenital, atau perlengketan (sinekia). Mioma
submukosa akan memperlihatkan gambaran yang ireguler dan tebal
pada saat TVS, pemeriksaan lebih canggih bisa dilakukan seperti Saline
Infusion Sonography (SIS) atau histeroskopi. Pada wanita yang infertil
bisa dilakukan tes Hystero-salphingography (HSG) selain mengetahui
rongga endometrium juga bisa mengethaui patensi tuba.7
3. Biopsi endometrium
Dilakukan pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal yang
diperkirakan anovulasi atau berisiko tinggi untuk hiperplasia
endometrium.
4. Kuretase PA
Pemeriksaan Patologi & Anatomi lapisan endometrium dapat diperoleh
melalui metode dilatasi dan kuretase (D&C). D&C merupakan metode
operatif sebagai standar baku emas untuk evaluasi endometrium. D&C
tergolong prosedur yang cukup aman, namun tetap memiliki berbagai
risiko dan komplikasi seperti reaksi anafilaksis, kerusakan serviks oleh
karena dilatasi atau peralatan yang melewati serviks saat kuretase,
perforasi akibat ruptur uteri, perdarahan, infeksi uterus, maupun bekas
luka pada dinding uterus jika pengikisan dinding endometrium terlalu
kuat. D&C dapat sekaligus digunakan sebagai terapi perdarahan

11
abnormal untuk mengurangi ketebalan dinding endometrium sebagai
sumber perdarahan.18
5. MRI
Indikasi pemakaian MRI apabila dicurigai mioma uteri namun belum
pasti darimana asal anatomi organ (uteri, adnexa dan intestinal) dan
histologi massanya. MRI diindikasikan sebagai pemeriksaan preoperatif
untuk embolisasi uterine fibroid dan prosedur thermo-ablasi. 19

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk mioma uteri antara lain:14,20
a. Kehamilan
Pada fibroid dengan degenerasi kistik, uterus membesar dan lunak
sehingga memiliki penampakan klinis yang sama dengan kehamilan.
Berdasarkan penampakan payudara, serviks yang lunak, tes kehamilan,
dan USG menyingkirkan keraguan.
b. Hematometra
Disebabkan oleh stenosis servikal dengan gejala uterus membesar,
amenore sekunder. USG dan tes kehamilan dapat menyingkirkan
hematometra.
c. Adenomiosis
Gejala klinis hampir sama dengan mioma uteri. Uterus dengan ukuran 12
minggu atau pembesaran ireguler uterus mengarah pada diagnosis fibroma.
Adenomiosis cenderung lebih lunak. USG dapat menegakkan diagnosis.
d. Uterus bikornus
Untuk menegakkan diagnosa dipakai histerogram, histeroskopi, dan USG.
e. Endometriosis
Gejala klinis hampir sama, tapi uterus dalam ukuran normal dan melekat
dengan massa pelvis.
f. Kehamilan ektopik
Ektopik yang kronik dengan pelvic hematocele dapat memberikan kesan
fibroid, dengan anamnesa yang baik dan USG dapat menyingkirkan
keraguan.

12
g. Penyakit Radang Panggul Kronik
Riwayat dan gejala klinis mungkin sama, tapi massa radang lebih lunak
dan uterus terfiksir dengan ukuran normal.
h. Tumor jinak ovarium
Subserus atau pedunculated mioma mirip dengan tumor ovarium. USG
dapat menunjukkan asal tumor tapi asal tumor yang sebenarnya diketahui
dari laparotomi.
i. Tumor ganas ovarium
Fibroid dapat didiagnosa sebagai tumor ganas ovarium. Laparotomi perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosa.
j. Karsinoma Endometrium
Dapat timbul bersamaan dengan mioma pada perempuan lanjut usia. Perlu
dilakukan kuretase untuk menyingkirkan keganasan.
k. Miomatous polip
Penonjolan ke dalam ostium uteri dapat menyerupai produk konsepsi dan
kanker serviks. Riwayat penyakit dan biopsi dapat menegakkan diagnosa.

2.9 Penatalaksanaan
Tatalaksana ideal mioma uteri mencakup 4 hal, yaitu : meredakan tanda
dan gejala, mengurangi ukuran mioma secara berkelanjutan, menjaga fertilitas,
dan menghindari komplikasi. Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan
bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan
gangguan atau asimptomatik. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan
pengamatan setiap 3-6 bulan. Ketika menopause, sebagian mioma dapat terhenti
pertumbuhannya atau mengecil. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang
signifikan pada mioma, sedapat mungkin terdeteksi dengan cepat, agar dilakukan
tindakan segera.2,4,20
a) Pengobatan Konservatif
Hormon seks berperan penting dalam pertumbuhan mioma. Penggunaan
hormon sebagai terapi memungkinkan dalam mengecilkan mioma dan
meredakan gejala dari pasien. Beberapa terapi hormon dapat digunakan untuk

13
meredakan perdarahan menstruasi berat dan nyeri menstruasi sementara.
Terapi tersebut dapat juga mengecilkan mioma, tetapi tidak dapat
menghilangkan sepenuhnya. Terapi hormon biasanya digunakan dalam
jangka waktu singkat karena risiko efek samping dan terapi ini memiliki efek
selama obat ini digunakan, bila dihentikan akan kambuh kembali seketika.
Beberapa pilihan terapi hormon yaitu: GnRH agonis, progestin (dalam bentuk
pil atau AKDR), pil kombinasi estrogen-progesteron.2,4,5,7
GnRH agonis bekerja memicu siklus menstruasi pada hipotalamus.
Normalnya, GnRH ini diproduksi dari hipotalamus menuju kelenjar pituitari
memicu sekresi hormon FSH dan LH dimana kedua hormon tersebut
menstimulasi ovarium untuk menghasilkan estrogen dan progesteron. Obat ini
bekerja pada tempat yang sama seperti GnRH, tetapi menghasilkan efek yang
berlawanan dengan hormon alami GnRH. Kadar estrogen dan progesteron
akan menurun, menstruasi berhenti, sehingga pertumbuhan mioma berhenti
dan ukurannya berkurang, dan anemia sering membaik sementara waktu.
Dengan kata lain, obat ini menimbulkan efek menopause sementara.4,5,7
GnRH agonis biasa digunakan sebagai obat untuk mengecilkan ukuran
mioma sebelum prosedur operasi. Obat ini dapat menghentikan atau
mengecilkan ukuran mioma, mengurangi perdarahan menstruasi dan nyeri,
memperbaiki anemia. Obat ini tidak bisa digunakan dalam jangka panjang
(kurang dari 6 bulan) karena efek samping yang dihasilkan seperti efek
menopause. Obat ini meningkatkan risiko osteoporosis bila digunakan lebih
dari setahun. Selain itu, produksi estrogen yang menurun sehingga wanita
yang menggunakan obat ini tidak dapat hamil. Beberapa efek samping lain
yang dapat ditimbulkan seperti sensasi panas (hot flashes), berkeringat, dan
infeksi vagina. Bila penggunaan obat ini dihentikan, kadar hormon dapat
kembali normal sehingga dapat hamil kembali.2,4
Kontrasepsi hormonal dalam bentuk oral (progestin atau kombinasi
estrogen-progesteron) atau AKDR hormonal (levonorgestrel), keduanya
secara signifikan dapat mengurangi AUB dalam 12 bulan. Berdasarkan hasil
studi eksperimen didapatkan levonorgestrel (Mirena) secara signifikan
mengurangi AUB lebih besar dibandingkan kontrasepsi oral dalam 12 bulan

14
(reduksi rerata 91% vs 13% per siklus; p < 0,001). Tidak seperti GnRH
agonis, kontrasepsi hormonal lainnya tidak dapat mengecilkan ukuran mioma,
hanya sebagai obat meredakan gejala yang ditimbulkan oleh mioma. AKDR
hormonal dapat menimbulkan efek samping berupa nyeri abdominal, jerawat,
bertambahnya berat badan, dan payudara tegang. Kontrasepsi oral dapat
menimbulkan efek samping berupa pusing, mual, retensi cairan, dan payudara
tegang. Kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko trombosis, khususnya
pada wanita tua yang merokok.2,4,7
Beberapa pilihan obat lain yang digunakan dalam kasus mioma adalah
Asam traneksamat dan NSAID. Asam traneksamat merupakan agen
antifibrinolitik nonhormonal yang secara signifikan dapat menurunkan jumlah
AUB. Obat ini dapat digunakan sebagai pilihan bila pasien masih
menginginkan memiliki keturunan. NSAID merupakan obat antiinflamasi dan
antiprostaglandin yang bisa digunakan dalam mengatasi nyeri akibat mioma
dan menurunkan jumlah perdarahan. Efek penurunan jumlah perdarahan dari
NSAID kurang efektif bila dibandingkan efek dari levonorgestrel atau asam
traneksamat dalam tiga bulan. Sama seperti kontrasepsi oral, NSAID dan
asam traneksamat tidak dapat mengurangi ukuran mioma uteri, hanya
mengontrol jumlah perdarahan akibat mioma uteri serta meredakan nyeri.2,4,7

b) Pengobatan Operatif
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM), indikasi tindakan
operatif pada mioma uteri yaitu : (1) Perdarahan uterus yang tidak respon
terhadap terapi konservatif, (2) curiga adanya keganasan pada uterus, (3)
mioma saat menopause, (4) infertilitas karena oklusi tuba atau gangguan pada
cavum uteri, (5) nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu, (6) gangguan
berkemih maupun obstruksi traktus urinarius, (7) anemia akibat perdarahan.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan yaitu miomektomi dan histerektomi.5
Miomektomi adalah pengambilan mioma tanpa pengangkatan uterus.
Tindakan ini menjadi pilihan bila pasien masih ingin memiliki keturunan atau
mempertahankan rahim. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma

15
submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50%.5
Perlu disadari bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per
abdominam atau pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus
harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.
Adanya prolaps uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya
dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya.5
Salah satu pilihan lain terapi pada mioma uteri yaitu embolisasi arteri
uterina. Tindakan ini menjadi pilihan bila pasien tidak mau rahimnya
diangkat atau menghindari operasi karena komorbid kesehatan atau pilihan
pribadi. Tindakan ini merupakan tindakan radiologi intervensi dimana agen
oklusi diinjeksikan pada satu atau dua arteri uterina sehingga menimbulkan
emboli arteri uterina, menurunkan suplai darah pada rahim dan mioma.
Kontraindikasi tindakan ini yaitu hamil, infeksi rahim atau adneksal aktif,
alergi terhadap kontras intravena, dan insufisiensi ginjal. Adapun algoritma
manajemen mioma uteri dapat dilihat pada Gambar 2.2.5

16
Gambar 2.2. Algoritma Manajemen Mioma Uteri5

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada pasien mioma uteri antara lain:3,20
a. Torsi.
Subserosum pedunculated myoma dapat mengalami rotasi pada
perlekatannya dengan uterus, sehingga vena mengalami oklusi dan tumor
dipenuhi oleh darah. Nyeri abdomen yang berat sering dijumpai dan
memerlukan tindakan operatif secepatnya. Sangat jarang terjadi, tumor
mendapatkan suplai darah dari perlekatannya dengan organ di dekatnya
dan akhirnya melekat pada organ tersebut, yang disebut wandering fibroid
atau parasitic fibroid.
b. Perdarahan kapsular.
Jika vena besar pada permukaan tumor pecah, perdarahan intraperitonial
yang profuse dapat menyebabkan syok hemoragik akut.
c. Infeksi.
Infeksi dapat terjadi jika massa tumor keluar dari kavum uteri dan kontak
dengan vagina yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum atau
sepsis, sehingga harus segera dioperasi.

17
d. Karsinoma Endometrium
Ca endometrium dihubungkan dengan fibromioma pada wanita dengan
umur diatas 40 tahun yang didapatkan pada 3% kasus.
e. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,65%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran mioma saat
menopause.

2.11 Prognosis
Histerektomi dengan pengangkatan seluruh mioma bersifat kuratif. Seteleh
miomektomi, uterus dan cavitasnya dapat kembali ke bentuk yang normal. Satu
hal yang penting diperhatikan adalah adanya resiko rekuren setelah miomektomi.
Penelitian menunjukkan adanya insiden sekitar 2-3% pertahun dari symptomatic
myoma setelah miomektomi.4

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : NLW
Usia : 57 tahun
Tanggal lahir : 05-08-1962
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Manggis
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Petani
No RM :068393
Tanggal MRS : 26 Agustus 2019
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri
dirasakan berat hingga pasien tidak bisa tidur.
Pasien juga mengeluh ada rasa penuh pada perut bagian bawah. Pasien juga
mengeluh tidak bisa kencing.
Pasien juga mengeluh badannya sangat lemas dan ada penurunan berat badan
10 kg.

19
Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali (menarche) pada usia ± 13 tahun.
Pasien mengatakan siklus menstruasi tidak teratur, terkadang terlambat
sebulan atau 2 bulan, lamanya menstruasi ± 7 hari, dengan volume ± 80-100
cc. Pasien biasanya mengganti pembalut sebanyak lima kali dalam sehari
saat menstruasi. Pasien mengeluh sering nyeri perut dan lemas saat
menstruasi.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali dengan suami sekarang pada tahun 1980 dan
menikah pada saat pasien berusia 17 tahun. Usia pernikahan pasien selama
39 tahun.

Riwayat Pemakaian Kontrasepsi


Pasien mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi berupa IUD
selama 10 tahun.

Riwayat Obstetri

Berat Jenis Lahir


Hamil Umur Cara Abortus
Badan Kelamin Hidup
ke Kehamilan Persalinan
Lahir L P Ya Tidak / Mati
Aterm lupa Persalinan
1 √ - - √ Hidup
(1980) spontan
(Normal)
(dukun)
Aterm lupa Hidup
2 √ - Persalinan - √
(1984) (Normal)
spontan
(dukun)
Aterm lupa Hidup
3 - √ Persalinan - √
(1989) (Normal)
spontan
(dukun)

Riwayat Penyakit terdahulu


Pasien menyangkal adanya riwayat gangguan pada kandungan. Riwayat
penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung,
penyakit paru dan penyakit ginjal disangkal oleh pasien. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi obat dan alergi makanan.

20
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit sistemik pada keluarga baik penyakit jantung, kencing
manis, asma, maupun hipertensi disangkal pasien. Pasien mengatakan bahwa
anggota keluarga perempuan yang lain tidak memiliki keluhan yang sama
berupa pendarahan pervaginam dalam jangka waktu yang lama.

Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang petani yang sebelum sakit melaksanakan kegiatan
sehari-hari di sawah dan mengurus keluarga di rumah. Pasien mengaku tidak
merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, dan tidak
mengkonsumsi obat-obat terlarang selama ini.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present

Keadaan Umum : Baik


Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu Aksila : 36,0C
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 155 cm

Status General

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-


THT : Dalam Batas Normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Mamae: bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran (-),
kebersihan cukup

21
Abdomen : sesuai status ginekologi
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--

Status Ginekologi
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-) ,
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal ,
- Palpasi : Tinggi fundus uteri setinggi ½ pusat simfisis
teraba massa berukuran 10 cm x 10 cm dengan konsistensi padat kenyal,
permukaan massa teratur, mobile (dapat digerakkan dengan bebas), nyeri
tekan (+).

Pemeriksaan Dalam
- Inspekulo Vulva/Vagina
Porsio : pembukaan (-), fluksus (+), Flour(-), portio rapuh (-)
- Vaginal toucher (VT)
Flx (+), fl (-), pembukaan (-) slinger pain (-), CUAF b/k> N~14-16 mgg
massa (-). nyeri (-/-), CD Bulging (-)
3.3.1 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1. Darah Lengkap 27-08-2019 (13.38)

Parameter Hasil Rujukan Satuan


WBC 9,86 4.87-10.8 103/µL
HGB 10,6 11.7-15.5 g/dL
HCT 33,6 35.0-53.7 %
MCV 67,4 80-100 Fl
MCH 26,8 26,3-31.2 Pg
MCHC 31,7 31.,0-35,0 %
PLT 416 150-450 103/µL
BT 2’00” 1-5 Menit
CT 11’00” 5-15 Menit

22
USG
Vesika urinaria terisi cukup, CUAF 10.70 cm x 0.43 cm x 9.20 cm, tampak
massa, berbatas tegas, neovaskularisasi (-), densitas gema hiperekoik, Kedua
adneksa dalam batas normal

3.4 Diagnosis Kerja


Ca endometrium st. I B

3.5 Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Asam Mefenamat 3x500mg PO
Asam Traneksamat 3x500mg PO
Sulfas Ferosus tab 1x1 g PO
Transfusi PRC s/d Hb 10 g/dl
Planning D/C PA

3.6 Monitoring
a. Perbaikan kondisi umum pasien
b. Tanda vital pasien

3.7 Edukasi
a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya
tersebut.
b. Pasien diedukasikan tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah
kewanitannya.

23
3.8 Perjalanan Penyakit
Tanggal S O A P
27/08/19 Perdarahan St.Present Mioma uteri Perbaikan KU
(06.00) pervaginam Kes : CM + anemia - IVFD NaCl 0.9%
lama T : 100/70 ringan ~ 20 tpm
minggu mmHg - Transfusi PRC s/d
N : 80 x/menit Hb >- 10 g/dl dgn
R : 20 x/menit premedikasi :
T : 35,7oC dipenhidramine 1
St. General amp dan
Mata: Anemis dexamethasone 1
(+/+) amp
Thoraks: cor - SF 2x 300 mg PO
pulmo dbn - Cek DL post
Ekstremitas: transfusi 2 kolf
akral hangat
(++/++)
St. Ginekologi
Abdomen:
BU(+) N ,TFU
½ pusat
simfisis
Vagina:
Perdarahan (+)

27/08/19 Keluhan (-) St.Present Mioma uteri Tx :


(19.30) Kes : CM pro D&C + - Persiapan pre-
T : 110/80 PA operasi
mmHg - KIE
N : 80 x/menit - IVFD RL 20 tpm
R : 20x/menit - Cukur rambut

24
T : 36,6oC pubis
St. General - Puasa 8 jam
Mata: Anemis sebelum operasi
(-/-) - Cefoperazone 1
Thoraks: cor gr IV
pulmo dbn
Ekstremitas:
akral hangat
(++/++)
St. Ginekologi
Abdomen:
BU(+) N, TFU
½ pusat
simfisis
, distensi (-)
Vagina:
Perdarahan (-)
28/08/ Telah dilakukan Kuretase Bertingkat
2019 i. Endoservix PA
(10.45) ii. Endometrium PA
Nyeri (-) St.Present Post kuretase Tx :
Perdarahan Kes : CM bertingkat + - Infus RL  28
tpm
(-) T : 110/80 PA
mmHg - IV Tranexamic
acid 500 g
N : 80 x/menit
- Asam tranexamat
R : 20x/menit
3 x 500 mg PO
T : 36,5oC
- Asam Mefenamat
St. General 3 x 500 mg PO
Mata: Anemis - SF 2 x 300 mg
(-/-)
- BPL, kontrol tgl
Thoraks: cor 9/9/19
pulmo dbn

25
Ekstremitas:
akral hangat
(++/++)
St. Ginekologi
Abdomen:
BU(+) N, TFU
½ pusat
simfisis
Vagina:
Perdarahan (-)

LAPORAN OPERASI:
- Posisikan pasien dalam posisi litotomi
- Aseptik antiseptik lapangan operasi dengan povidone iodine, persempit
dengan doek steril
- Kosongkan kandung kemih dengan kateter
- Pasang hak bawah, identifikasi porsio, jepit dengan tenekulum
- Dilakukan sondase didapatkan 6 cm
- Dilakukan kuretase pada daerah endoservik  periksa PA  botol I
- Dilakukan kuretase pada daerah endometrium  periksa PA  botol II
- Evaluasi perdarahan ~ Negatif
- Kuretase bertingkat selesai.

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini pasien wanita inisial NKK berusia 46 tahun datang
ke Poli Kandungan RSUD Karangasem pada tanggal 26 Agustus 2019 sebagai
rujukan RS BaliMed Karangasem oleh dr. I Gede Parwata Yasa, SpOG dengan
diagnosis Mioma Uteri.
Sebelumnya, pasien mengeluhkan keluar darah pervaginam sejak tanggal
17 Agustus 2019. Pasien mengatakan perdarahan yang keluar seperti darah
menstruasi dan terdapat gumpalan-gumpalan darah. Sejak perdarahan pasien
memakai pembalut dan berganti sebanyak 4-5 kali per hari, saat diganti pembalut
penuh dengan darah. Pasien juga mengeluh nyeri perut bagian bawah yang
dialami secara bersamaan dengan keluhan perdarahan pervaginam, nyeri perut
bagian bawah dirasakan cukup mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mengeluh adanya demam, keputihan, maupun penurunan berat badan. BAK dan
BAB tidak ada gangguan. Adapun outline pembahasan yang akan dibahaskan
dalam kasus ini adalah penegakkan diagnosis, faktor predisposisi pasien serta
penatalaksanaan.

4.1. Diagnosis

Penegakan diagnosis mioma uteri dapat dilakukan dengan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ultrasound. Walaupun seringkali
asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi seperti
metroragria, nyeri, menoragia hingga infertilitas. Gejala klinik hanya terjadi pada
35-50% penderita mioma. Pendarahan menjadi manifestasi klinik utama pada
mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita.5 Sedangkan pembesaran uterus
dikaitkan dengan kehamilan atau mioma. Pembesaran uterus jarang berasal dari
adenomiosis, hematometra, massa di adnexa atau keganasan.21 Pembesaran uterus
juga dapat menimbulkan penekanan kronik, meningkatkan frekuensi buang air
kecil maupun retensi urin dan juga konstipasi. Karena penekanan tersebut, pasien
juga mungkin mengalami dismenorhea, dispareunia dan nyeri pelvik tidak spesifik
lainnya.

27
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan bahwa pasien
mengeluhkan adanya keluhan berupa keluar darah pervaginam sejak 10 hari
sebelum masuk RS. Darah yang keluar dari vagina berwarna merah dan
bergumpal. Perdarahan ini disertai nyeri perut bagian bawah. Keluhan lemah,
letih, lesu, lunglai disangkal pasien

Pada pemeriksaan fisik ditemukan uterus setinggi ½ pusat simfisis , nyeri


tekan (+) di bagian simfisis serta pada pemeriksaan dalam ditemukan adanya
perdarahan. Hal ini sesuai dengan temuan pada saat anamnesis dan juga sesuai
dengan teori.

Pada pemeriksaan penunjang pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah


lengkap dan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan penunjang pada kasus ini
dilakukan pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan USG, serta biopsi
endometrium. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hemoglobin pasien
10,6 gr/dL sehingga pasien ini didiagnosis dengan anemia ringan. Anemia yang
diderita oleh pasien dikarenakan oleh HMB (heavy Menstrual Bleeding) yang
dikeluhkan pasien. Hal ini sering muncul pada pasien yang menderita mioma
uteri. Sedangkan gambaran USG Vesika urinaria terisi cukup, CUAF 10.70 cm x
0.43 cm x 9.20 cm, tampak massa, berbatas tegas, neovaskularisasi (-), densitas
gema hiperekoik, Kedua adneksa dalam batas normal.

4.2. Faktor Predisposisi Mioma


Mekanisme penyebab terjadinya mioma belum diketahui secara pasti.
Mioma merupakan tumor yang sensitive terhadap hormone estrogen dan
progestron. Mioma mampu menciptakan lingkungan yang hiperestrogenik untuk
mempertahankan pertumbuhannya. Aromatase pada jaringan fibroid
memungkinkan produksi estradiol endogen dan ekspesi reseptor estrogen dan
progestron.
Pada pasien ini memiliki faktor resiko yakni umur 46 tahun, usia menarche
pada usia 12 tahun, serta rutin mengkonsumsi daging merah dan juga daging babi.
Namun pada pasien ini tidak temukan faktor resiko seperti riwayat dalam keluarga
yakni ibu pasien yang tidak memiliki penyakit mioma uteri dan juga obesitas.

28
4.3. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Penatalaksanaan mioma uteri secara garis besar dibedakan dengan
terapi medikamentosa dan tindakan pembedahan. Sekitar 3%-7% mioma
asimptomatis akan mengalami regresi dalam waktu 6 bulan hingga 3 tahun
sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Penatalaksanaan mioma uteri
dibedakan berdasarkan apakah pasien belum atau sudah menopause, masih
ingin memiliki anak lagi, ingin mempertahankan rahimnya atau tidak. Pasien
premenopause yang masih fertil atau ingin mempertahankan uterusnya dapat
diberikan terapi medis atau miomektomi. Sedangkan pada pasien yang telah
menopause maupun sudah tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan
histerektomi dengan atau tanpa bilateral salphingoophorectomy atau
miomektomi. Pada pasien diberikan terapi medikamentosa terlebih dahulu
untuk membantu menghentikan perdarahan yang dialami. Pasien diberikan
Asam Traneksamat sebagai agen antifibrinolitik untuk menghentikan
perdarahan pada dinding endometrium. Pasien juga diberikan Asam Mefenamat
yang merupakan obat golongan NSAID yang digunakan untuk meredakan nyeri
yang dikeluhkan oleh pasien, serta membantu mengurangi pendarahan melalui
mekanisme antiinflamasi. Selain itu, pada pasien ditemukan Anemia ringan,
dengan kadar hemoglobin 10,6 gr/dL. Sehingga pada pasien diberikan terapi
berupa Sulfas Ferosus dan transfusi PRC 2 kolf untuk meningkatkan Hb hingga
mencapai kadar normal yaitu, ≥12 gr/dL dengan pre-medikasi Dexamethasone
dan Dipenhidramin. Pada pasien ini dilakukan Dilatasi & kuretase untuk
menyingkirkan diferensial diagnosis yang lain terlebih dahulu. Selanjutnya,
dapat disarankan pada pasien untuk dilakukan histerektomi mengingat pasien
telah memasuki usia berisiko tinggi untuk hamil, serta pasien telah memiliki 2
orang anak. Serta untuk mengurangi risiko perdarahan berulang di kemudian
hari.

29
BAB V
SIMPULAN

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
fibrus. Tumor ini merupakan tumor jinak dan massa pada uterus yang paling
sering ditemui pada pelvis wanita, insiden tertinggi dari mioma ini dijumpai pada
wanita usia reproduksi antara 30-45 tahun. Gejala dari mioma bervariasi
tergantung dari ukuran, jumlah, dan lokasinya. Kebanyakan wanita dengan mioma
bersifat asimtomatis. Berdasarkan lokasinya pada uterus mioma dapat dibedakan
menjadi mioma intramural atau mioma submukosum dan mioma subserosum.
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Terapi mioma uteri dibagi menjadi medikamentosa dan
operatif.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Salim I A, dan Finurina, I. Karakteristik Mioma Uteri Di Rsud Prof. Dr.


Margono Soekarjo Banyumas. Medisains, 13 (2) : 9-19.
2. Nathan L. Current Obstetric and Gynecological Diagnosis and Treatment.
McGraw-Hill Publishing; 2003.
3. AAGL. AAGL Practice Report : Practice Guidelines for the Diagnosis and
Management of Submucous Leiomyomas. J Minim Invasive Gynecol.
2012;19(2):152–71.
4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. Williams.
5. Cruz MSDD La, Buchanan EM. Uterine Fibroids: Diagnosis and Treatment.
Am Fam Physician. 2017;95(2):100–7.
6. Hadibroto RB. Mioma uteri. Maj Kedokt Nusant. 2005;38(3):255–60.
7. Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p:275.
8. Manuaba (2007). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC, p.440.
9. Ganong, W.F. (2010). Review of Medical Physiology,Ganong’s. 23rd edition.
New York: The McGraw-Hill Companies.Inc, p:527.
10. Edwards, D.R.V., Baird, D.D. & Hartmann, K.E. (2013). Association of age at
menarche with increasing number of fibroids in a cohort of women who
underwent standardized ultrasound assessment. American Journal of
Epidemiology, 178(3): 426–433.
11. Okolo, S. (2008). Incidence, aetiology and epidemiology of uterine fibroids.
Best Practice and Research: Clinical Obstetrics and Gynaecology, 22(4):571–
588.
12. Marquard, KL (2008). Gynecologic Myomectomi. Tersedia di
http://www.emedicine.medscape.com/article/267677-overview.- [diakses pada
28 Agustus 2019].
13. Parker, W.H. (2007). Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine
myomas. Fertility and Sterility, 87(4), pp.725–736.
14. Padubidri V. Howkins And Bourne Shaw S Textbook Of Gynaecology.
Elsevier India; 2008.
15. Ompusunggu ML. Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap Di RS.
Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2008.
16. Andrade-Oliveira V, Amano MT, Correa-Costa M, Castoldi A, Felizardo, de
Almeida DC, et al. Gut Bacteria Products Prevent AKI Induced by Ischemia-
Reperfusion. J Am Soc Nephrol 2015;26(8):1877–88.
17. Testa AC, Legge A Di, Bonatti M, Manfredi R, Scambia G. Best Practice &
Research Clinical Obstetrics and Gynaecology Imaging techniques for

31
evaluation of uterine myomas. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol.
2016;34:37–53.
18. Davar R, Firouzabadi RD, Ara KC. Dilatation and Curettage Effect on the
Endometrial Thickness. Iranian Red Crescent Medical Journal. 2013;
15(4):350-355.
19. Hoffman B, Schorge JO. No Title. 3rd ed. New York: Mc Grwa Hill; 2016.
230-250 p.
20. Chow GE, Yancey MK. Labor and Delivery: Normal and abnormal In: Ling
FW, Duff P (eds) obstetrics and Gynecology principles for practice 1st edition.
New York McGraw-Hill; 2001.

32

Anda mungkin juga menyukai