Anda di halaman 1dari 10

KONSEP DAN PRINSIP BANTUAN HIDUP DASAR

Bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan pertolongan yang diberikan pada korban yang
mengalami kejadian henti nafas dan henti jantung yang disebabkan oleh berbagai hal baik itu
penyakit ataupun trauma. Bantuan hidup dasar bertujuan untuk memastikan organ-organ
penting dalam tubuh kita tetap berfungsi dan tidak mengalami kerusakan yang lebih lanjut.
Untuk tetap berfungsi maka aliran darah harus tetap berjalan, oksigen yang dibutuhkan juga
tetap tersedia, mengembalikan sirkulasi spontan dan meminimalisir kerusakan neurologis.
Dalam melakukan bantuan hidup dasar kita harus mengetahui prinsip dari bantuan hidup
dasar sendiri. Prinsip dari bantuan hidup dasar adalah mengenali keadaan yang mengancam
jiwa pada pasien. Konsep dari bantuan hidup dasar yaitu:

1. Safety
Pemberi pertolongan harus memastikan keamanan bagi penolong maupun korban
dengan 3A (aman diri, aman pasien dan aman lingkungan). Pastikan ketika
melakukan bantuan hidup dasar pasien diletakan pada bidang datar dan keras.

2. Responsiveness
Tingkat kesadaran pasien harus diperiksa sebelum melakukan bantuan hidup dasar,
cek kesadaran pasien dengan cara menepuk-nepuk pasien di area bahu. Atau apabila
di rumah sakit kita juga dapat menilai kesadaran pasien dengan GCS. Respon dapat
berupa gerakan lemah ataupun suara rintihan.

3. Shout for help


Ketika kita mendapati pasien atau korban tidak emmberikan respon maka kita dapat
meminta bantuan dengan cara berteriak. Pada kejadian di rumah sakit biasanya
perawat akan berteriak code blue atau arrest. Ketika mendengar suara minta bantuan
maka 1 penelong akan menghubung 118 atau menghubungi tim code blue apabila di
rumah sakit.

4. Circulation
Setelah tiga tahapan di atas dilakukan, cek nadi karotis korban yang berada di area
leher. Pemeriksaan nadi ini tidak lebih dari 10 detik. Apabila tidak teraba nadi atau
nadinya sangat lemah langsung lakukan resusitasi jantung paru namun apabila nadi
teraba maka berikan ventilasi. Kompresi yang diberikan pada pasien atau korban
menurut AHA 2015 berkisar antara 100-120 kali per menit dengan kedalaman
kompresi sedalam 2 inch (5 cm) dan pernafasan 10-12 kali per menit atau 30:2 satu
siklus. RJP dilakukan selama 5 siklus atau 2 menit. Perlu diperhatikan ketika kita
melakukan RJP pastikan tidak terjadi keterlambatan dalam melakukan komresi dan
pastikan tidak ada interupsi selama melakukan kompresi. Pastikan ketika melakukan
RJP recoil sempurna tetap terjadi.

5. Airway
Setelah melakukan kompresi 30 kali maka tahapan selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan airway atau jalan nafas. Pemeriksaan jalan nafas bertujuan untuk
mengetahui kebersihan jalan nafas dengan cara head tilt chin lift atau jaw thrust. Pada
pasien yang dicurigai mengalami gangguan pada area servical direkomendasikan
melakukan jaw trust dan pemasangan neck collar ketika pertama kali di temukan.
Pembersihan jalan nafas dapat dilakukan dengan cara cross finger dan finger swept
atau bisa menggunakan tounge spatel yang dililit dengan kasa apabila berada di area
pelayangan kesehatan.

6. Breathing
Tahapan breathing ini bertujuan untuk memastikan korban atau pasien tidak bernafas
dan memberikan bantuan nafas. Ketika kita memastikan korban atau pasien tidak
bernafas kita dapat melakukan dengan cara look- listen and feel yang tidak boleh
lebih dari 10 detik.
PENGKAJIAN PADA PASIEN GAWAT DARURAT

Pengkajian bantuan hidup dasar terbagi menjadi primary survey dan secondary survey.
Pengkajian yang disebutkan sebelumnya disebut sebagai initial assessment. Pemeriksaan
primer atau primary survey mengedepankan pemikiran yang memprioritaskan tindakan yang
akan dilakukan sesuai dengan keadaan pasien yang mengancam jiwa terlebih dahulu.
Tindakan yang dilakukan secara simultan. Tindakan yang dilakukan sampai keadaan pasien
menjadi stabil. Primary survey terdiri dari ABCDEF (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure dan Foley cathether).

1. Airway
Airway Atau jalan nafas. Membersihkan jalan nafas maksimum dilakukan 6-8 menit
bila terjadi obstruksi total. Golden periode dilakukanmaksimal 3 menit. Pada airway
kita melihat adanya sumbatan jalan nafas yang dapat terjadi akibat benda padat, benda
cairan dan pembengkakan area jalan nafas. Ketika melakukan pemeriksaan airway
selalu perhatikan C – Spine control dengan cara fiksasi kepala secara manual dengan
cara pemasangan cervikal collar. Curigai adanya fraktur servikal apabila adanya
trauma kapitis, multipel trauma, luka tumpul diatas klavikula dan biomekanik trauma.
Teknik yang dapat dilakukan adalah head lift, chin lift dan jaw thrust. Untuk fiksasi
jalan nafas dapat menggunakan oropharyngeal, nasopharyngeal, dan ETT.
2. Breathing
Pernafasan yang baik, diberikan setiap 6 detik sekali atau 10 kali dalam satu menit.
Pastikan pasien tidak mengalami dispnea. Pemeriksaan fisik dapat terlihat dari look-
listen and feel. Saturasi dari pasien baik apabila SPO2 > 95% pada pasien non COPD.
Apabila pernafasan tidak baik berikan bantuan pernafasan pada pasien. Gangguan
pada breathing dapat terjadi pada pasien tension pneumothorax, Tanponade Jantung,
Open Pneumothorax, flail Chest
3. Circulation
Circulation dilihat pada aliran darah pasien atau korban, lakukan pemeriksaan arteri
karotis. Apabila arteri karotis tidak teraba lakukan kompresi dada. cek nadi karotis
korban yang berada di area leher. Pemeriksaan nadi ini tidak lebih dari 10 detik.
Apabila tidak teraba nadi atau nadinya sangat lemah langsung lakukan resusitasi
jantung paru namun apabila nadi teraba maka berikan ventilasi. Kompresi yang
diberikan pada pasien atau korban menurut AHA 2015 berkisar antara 100-120 kali
per menit dengan kedalaman kompresi sedalam 2 inch (5 cm) dan pernafasan 10-12
kali per menit atau 30:2 satu siklus. RJP dilakukan selama 5 siklus atau 2 menit. Perlu
diperhatikan ketika kita melakukan RJP pastikan tidak terjadi keterlambatan dalam
melakukan komresi dan pastikan tidak ada interupsi selama melakukan kompresi.
Pastikan ketika melakukan RJP recoil sempurna tetap terjadi. Penyebab terjadinya
gangguan circulation adalah adanya syok.
4. Disability
Disalbility melihat tingkat kesadaran dari pasien. Lakukan pemeriksaan GCS hati-hati
apabila terjadi penurunan GCS yang Cepat dimana GCS turun 2 angka atau lebih.
Adanya tanda lateralisasi.
5. Exposure
Exposure melihat keseluruhan tubuh pasien. Lakukan pemeriksaan di tubuh pasien
apabila perlu buka baju pasien. Apabila di lakukan pra RS di tunda terlebih dahulu
karena kita harus menghargai privasi pasien. Tutu bagian terbuka apabila takut terjadi
hipotermia.
6. Foley Catheter dan NGT
Lakukan pemasangan foley catheter dan NGT apabila tidak terjadi gangguan atau
darah di area uretra, tidak adanya hematom pada scrotum dan tidak adanya gangguan
prostat. Pada NGT tidak boleh dilakukan apabila terjadi fraktur basis cranii.

Secondary Survey dilakukan pada pasien atau korban dengan cara dilakukan pemeriksaan
yang lebih teliti dari kepala sampai kaki. Hati-hati pada pasien dengan cedera cervical
lakukan log roll.
PROSEDUR BANTUAN HIDUP DASAR

A. BANTUAN HIDUP DASAR


B. BANTUAN HIDUP DASAR PADA ANAK
C. BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA
D. Penghentian BHD
Bantuan hidup dasar akan diberikan pada semua pasien yang mengalami keadaan
henti nafas dan henti jantung, akan tetapi dalam keadaan tertentu BHD akan
dihentikan apabila kriteria berikut ini terjadi, yaitu:
1. Penolong kelelahan
2. Pasien tidak meujukan perbaikan setelah diberikan pertolongan selama 30 menit
3. Kondisi pasien mulai stabil
4. Keluarga meminta BHD dihentikan
Daftar Pustaka

Craig-Brangan, K. J., & Day, M. P. (2016). Update: 2015 AHA BLS and ACLS
guidelines. Nursing2019 Critical Care, 11(2), 24-29.
https://www.youtube.com/watch?v=O_49wMpdews
https://www.youtube.com/watch?v=EQkek9GOWnc
https://www.youtube.com/watch?v=25ZbNoeOF3E
https://www.youtube.com/watch?v=s6ZYgps4AWk
https://www.youtube.com/watch?v=xGIaINEvXiA

Anda mungkin juga menyukai