DEFINISI
a. Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya
diduga karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama
b. Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling
c. Appendisitis adalah merupakan peradangan pada appendik periformil, yaitu saluran kecil yang
mempunyai diameter sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi appendik pada daerah
illiaka kanan, dibawah katup illiocaecal, tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc
burney.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
1. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
2. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari
kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya :
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti
oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith
dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan
40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan
kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks
yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara
yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat.
D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis antara lain :
a. Nyeri perut.
Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Nyeri
perut yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam
nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun pada beberapa
keadaan tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai
posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah,
punggung, atau di bawah pusar. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien
e. Demam
juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 1 oC (37,8oC
– 38,8oC). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8oC. Maka kemungkinan besar sudah
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum),
Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal.
Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan
sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan
akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui
setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak
khas.
E. PATOFISIOLOGI
folikel limfoid, fecolith, benda asing, striktur akibat peradagan sebelumnya atau tumor.
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas dinding appendiks
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapendesis
bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, udem bertambah, dan bakteri menembus dinding. Karena
obstruksi vena dapat terbentuk thrombus yang menyebabkan timbulnya iskemi yang bercampur
kuman yang mengakibatkan timbulnya pus. Peradangan ini dapat meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
diikuti dengan gangren. Stadium ini diserbut appendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah appendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan
F. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan
b. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga
akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis.
Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa
nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
f. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak
apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri,
maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan
Dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap → Ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Test protein reaktif (CRP). → Ditemukan jumlah serum yang meningkat.
b. Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi → Ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 –
97 %)
CT-scan → Ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
keakuratannya 93 – 98 %.
9. PENATALAKSANAAN
a. Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah
segera dilakukan apendiktomi.
Apendiktomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :
1. Cara terbuka
2. Cara laparoskopi.
b. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka
tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi
terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob
dan anaerob.
Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat
dilakukan.
Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan
melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi.
Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis
serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah
dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan
tindakan bedah.
a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin
dalam hal ini klien adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.
b. Keluhan utama
Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri dirasakan pada luka
bekas operasi dengan skala (0-10) dan nyeri timbul memberat ketika bergerak.
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi sehingga
meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi appendiks dan
Klien yang di lakukan anasthesi tidak boleh makan dan minum sebelum flatus.
3. Pola eliminasi
Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih menggunakan dower chateter
karena masih dalam pengaruh anastesi, dan pasien akan dilatih untuk berkemih.
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah. Namun, setelah 6
jam pasien diharapkan pasien sudah mampu untuk bergerak miring kanan dan miring kiri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa pre-tindakan
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat infeksi
gastrointestinal.
1) Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat operasi
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan
3) Defisit pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan dengan kurangnya paparan
3. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa pre-tindakan
1. Dx 1 :
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat infeksi
gastrointestinal.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan
Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan orang tua.
INTERVENSI :
R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi.
R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian pasien tidak terfokus pada nyeri
R/ : Untuk segera mengambil tindakan rujukan apabila nyeri yang dialami pasien sudah tidak
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat
INTERVENSI :
1. Observasi TTV.
4. Ukur TTV.
3. Dx 3 :
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan pasien
dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit normal, mukosa bibir tidak
kering)
Pasien tidak merasa haus.
Pasien tampak segar.
INTERVENSI :
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi pasien.
R/ : Untuk melihat apakah pasien mengalami tanda-tanda dehidrasi agar dapat mengetahui
4. Dx 4 :
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam diharapkan cemas pasien berkurang,
Pasien kooperatif dengan tindakan keperawatan dan tindakan medis yang akan dilakukan..
INTERVENSI :
1. Kaji keadaan emosi pasien.
R/ : Dengan mengetahui keadaan pasien saat itu, jadi kita dapat menentukan tindakan dan waktu
R/ : Sebelum melakukan tindakan keperawatan, kita harus melaksanakan pendekatan agar tindakan
R/ : Agar emosi pasien dapat tersalurkan sehingga pasien merasa lebih tenang.
Diagnosa post-tindakan
1. Dx 1 :
Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat operasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam, diharapkan nyeri yang dialami
Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan orang tua.
INTERVENSI :
1. Observasi skala nyeri pasien.
R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi.
2. Beri lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan berpengaruh terhadap keadaan nyeri pasien.
3. Lakukan tehnik distraksi.
R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian pasien tidak terfokus pada nyeri
sehingga pasien dapat memanajemen nyeri.
4. Beri analgetik
R/ : Untuk mengurangi nyeri pasien.
2. Dx 2 :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan luka pasien tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, lubor, tumor, perubahan fungsi)
INTERVENSI :
1. Kaji tanda-tanda infeksi pada pasien.
R/ : Untuk melihat apakah ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, lubor, tumor, dan perubahan
fungsi), pus, jaringan nekrotik.
2. Lakukan perawatan luka.
R/ : Ganti balutan agar luka post-op tetap kering.
3. Jaga luka agar tetap steril.
R/ : Untuk menghindari perkembangan bakteri pada luka.
4. Informasikan kepada keluagra pasien untuk tidak membuka balutan luka, menjaga luka agar tetap
kering.
R/ : Luka yang lembab menyebabkan infeksi karena bakteri dapat berkembang.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan tingkat pengetahuan orang
INTERVENSI :
2. Lakukan BHSP.
R/ memberikan kesempatan kepada orang tua pasien untuk mengungkap kesulitan yang dihadapi.
2. Luka pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, lubor, tumor, perubahan
fungsi)
3. Tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang perawatan luka dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall- Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Mansjoer A,. dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius