Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


AKTIVITAS DAN MOBILISASI DI RUANG TERATAI RSUD
Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO

Oleh:
Nunung Ratna Sari, S. Kep.
NIM 192311101149

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:

Nama : Nunung Ratna Sari


NIM : 192311101149
Judul : Laporan Pendahuluan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Aktivitas dan Mobilisasi di Ruang Teratai Rsud Dr. H. Koesnadi
Bondowoso

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Bondowoso, September 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Ahmad Rifai, S.Kep., M.S Endang Purnawati, S.Kep.,Ns.


NIP 198502072015041001 NIP 19780621 200604 2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii

A. Definisi Mobilisasi ..................................................................................................... 1


B. Epidemiologi ........................................................................................................... 2
C. Etiologi ....................................................................................................................... 3
D. Tanda dan Gejala ....................................................................................................... 4
E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal ......................................................... 4
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway ........................................................................... 23
G. Penatalaksanaan Medis ............................................................................................ 25
H. Penatalaksanaan Keperawatan ................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 40

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase KDP yang disusun oleh:

Nama : Nunung Ratna Sari


NIM : 192311101149

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :
Bondowoso, September 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Akademik,

Ns. Erti I. D., S.Kep., M.Kep., Sp.J Ns. Ahmad Rifai, S.Kep., M.S
NIP 1981028 200604 2 001 NIP 198502072015041001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Wantiyah, M.Kep.


NIP 19810712 200604 2 001
1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri,
berjalan, dan bekerja. Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, sistem
pernafasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metabolisme
tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari
keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal.Aktivitas fisik yang kurang
memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal
seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan
fungsi organ internal lainnya (Alimul, 2006). Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Mubarak et al 2015
dalam Pradana 2016).
Latihan mobilisasi atau rehabilitasi juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi
neurologis melalui terapi fisik dan teknik-teknik lain. Mobilisasi dan rehabilitasi
dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran pemecahan
kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah
medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya(Junaidi, 2006
dalam Pradana 2016).Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya
menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik
yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem
musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Potter & Perry, 2006).
Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
1

peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik


volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
2

a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk


bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
3. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan

B. Epidemiologi
Pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak.
Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan
latihan, kehilangan massa otot akan terus terjadi (Asmadi, 2008). Kelemahan otot
juga terjadi karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi
angguran, dimana atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat
diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari.
Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan
instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Selain itu pasien
3

yang tirah baring tanpa melakukan mobilisasi akan mengakibatkan munculnya


dekubitus ( Setyawan 2008 dalam Yetiyana 2013).

C. Etiologi
Penyebab yang dapat mempengaruhi mobilisasi antara lain (Kozier, 1995
dalam Khairani, 2013):
1. Usia dan status perkembangan
Perbedaan tingkat mobilisasi salah satunya disebabkan oleh perbedaan usia.
Orang dewasa akan mempunyai tingkat mobilitas yang berbeda dengan anak-
anak. Anak yang sering sakit juga akan mempunyai mobilitas berbeda dengan
anak yang sehat.
2. Gaya hidup
Masing-masing individu mempunyai gaya hidup sendiri yang berbeda-beda.
Hal ini juga dapat bergantung pada tingkat pendidikannya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan individu maka perilakunya akan dapat meningkatkan
kesehatannya. Apabila pengetahuan tinggi tentunya akan diikuti pengetahuan
tentang mobilitas dan akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang
sehat.
3. Proses dari suatu penyakit
Individu yang dihadapkan dengan penyakit tertentu akan berpengaruh
terhadap mobilitasnya. Contohnya seseorang yang menderita patah tulang
akan kesulitan dalam melakukan mobilisasi secara bebas.
4. Kebudayaan
Suatu budaya dapat mempengaruhi seseorang meliputi pola dan sikap dalam
beraktivitas, misalnya seorang anak desa akan biasa dengan jalan kaki
berbeda dengan anak kota yang menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga
dapat disimpulkan mobilitasnya sangat berbeda.
5. Tingkat energi
Individu dalam melakukan mobilitas akan membutuhkan sebuah energi.
Individu yang sedang sakit akan mempunyai tingkat mobilitas yang lebih
sedikit dibandingkan dengan individu yang sehat.
4

D. Tanda dan Gejala


Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas mengalami beberapa
tanda dan gejala antara lain (Herdman dan Kamitsuru, 2015):
a. Hambatan mobilitas fisik
2) Keterbatasan rentang gerak
3) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar
4) Instabilitas postur
5) Gangguan sikap berjalan
6) Gerakan lambat
b. Defisit perawatan diri: mandi
1) ketidakmampuan membasuh tubuh
2) ketidakmampuan mengakses kamar mandi
3) ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) ketidakmampuan mengatur air mandi
5) ketidakmampuan menjangkau sumber air
c. Defisit perawatan diri: eliminasi
1) Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplit
2) Ketidakmampuan mencapai toilet
3) Ketidakmampuan naik ke toilet

E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

 ANATOMI RANGKA: RANGKA AKSIAL

Rangka aksial terdiri dari tulang-tulang dan bagian kartilago yang melindungi
dan menyangga organ-organ kepala, leher, dan dada. Bagian rangka aksial
5

meliputi tengkorak, tulang hyoid, osikel auditori, kolumna vertebra, sternum dan
tulang iga.

a) Tengkorak
Tersusun dari 22 tulang: 8 tulang cranial dan 14 tulang fasial
1. Kranium : membungkus dan melindungi otak.
a. Tulang frontal : membentuk dahi, langit-langit rongga nasal, dan
langit-langit orbita (kantong mata).
(1) Tulang frontal : pada tahap kehidupan embrio terbentuk menjadi
dua belahan yang pada masa kanak-kanak awal berfusi dengan
penuh.
(2) Tuberositas frontal : adalah dua tonjolan yang berbeda ukuran dan
biasanya lebih besar pada tengkorak muda.
(3) Arkus supersiliar : adalah dua lengkungan yang mencuat dan
menyatu secara medial oleh suatu elevasi halus yang disebut
glabela.
(4) Tepi supraorbital : yang terletak dibawah lengkungan supersiliar
dan membentuk tepi orbita bagian atas. Foramen supraorbital
(atau takik pada beberapa tengkorak) merupakan jalan masuk
arteri dan saraf.
b. Tulang parietal : membentuk sisi dan langit-langit cranium.
(1) Sutura sagital, yang menyatukan tulang parietal kiri dan kanan,
adalah sendi mati yang distukan fibrokartilago.
(2) Sutura koronal, menyambung tulang parietal ke tulang frontal
(3) Sutura lambdoidal, menyambung tulang parietal ke tulang
oksipital
c. Tulang oksipital: membentuk bagian dasar dan bagian belakang
cranium.
(1) Foramen magnum, adalah pintu oval besar yang dikelilingi tulang
oksipital. Foramen ini menghubungkan rongga kranial dengan
rongga spinal.
(2) Protuberans oksipital eksternal, adalah suatu proyeksi yang
mencuat diatas foramen magnum.
6

(3) Kondilus oksipital, adalah dua prosesus oval pada tulang oksipital
yang berartikulasi dengan vertebra serviks pertama, Atlas.
d. Tulang temporal, membentuk dasar dan bagian sisi dari kranium.
Setiap tulang temporal ireguler terdiri dari empat bagian :
(1) Bagian skuamosa, bagian terbesar, merupakan lempeng pipih dan
tipis yang membentuk pelipis. Prosesus zigomatikus menonjol
dari bagian skuamosa pada setiap tulang temporal. Tonjolan
tersebut bertemu dengan bagian temporal dari setiap tulang
zigomatikus untuk membentuk arkus zigomatikus.
(2) Bagian petrous, terletak didalam dasar tengkorak dan tidak dapat
dilihat dari samping. Bagian ini berisi struktur telinga tengah dan
telinga dalam.
(3) Bagian mastoid, terletak dibelakang dan dibawah liang telinga
Prosesus mastoid adalah tonjolan membulat yang mudah teraba
dibelakang telinga.
(a) Pada orang dewasa prosesus mastoideus mengandung ruang
ruang udara, yang disebut sel-sel udara mastoid (sinus), dan
dipisahkan dari otak oleh sekat tulang yang tipis.
(b) Inflamasi pada sel udara mastoid (mastoiditis) dapat terjadi
akibat infeksi telinga tengah yang tidak diobati.
(4) Bagian timpani, terletak disi inferior bagian squamosa dan sisi
anterior dibagian mastoid. Timpani berisi saluran telinga (meatus
auditori eksternal) dan memiliki prosesus stiloid yang ramping
untuk melekat pada ligament stiloid.
e. Tulang etmoid, adalah struktur penyangga penting dari rongga nasal
dan berperan dalam pembentukan orbita mata.
Tulang ini terdiri dari 4 bagian :
(1) Lempeng plate kribriform membentuk sebagian langit-langit
rongga nasal dan terperforasikan untuk jalur saraf olfaktori.
Bagian Krista galli (disebut dmeikian karena kemiripannya
dengan jengger ayam jantan) adalah prosesus triangular yang
7

menonjol kedalam rongga cranial diatas lempeng kribriformis dan


berfungsi sebagai tempat perlekatan pelapis otak.
(2) Lempeng perpendicular menonjol kearah bawah disudut kanan
lempeng kribriform dan membentuk bagan septum nasal yang
memisahkan dua rongga nasal.
(3) Massa lateral, mengandung sel-sel udara atau sinus etmoid tempat
mensekresi mucus,
(4) Konka nasal superior dan tengah, atau turbinatum, menonjol
secara medial dan berfungisi untuk memperluas area permukaan
rongga nasal. (konka nasal inferior merupakan tulang tersendiri).
f. Tulang sfenoid , membentuk seperti kelelawar dengan sayap
terbentang. Tulang ini membentuk dasar anterior cranium dan
berartikulasi kearah lateral dengan tulang temporal dan ke arah
anterior dengan tulang etmoid dan tulang frontal.
(1) Badan sfenoid memiliki suatu lekukan, sela tursika atau “pelana
turki” yang menjadi tempat kelenjar hipofisis.
(2) Sayap besar dan sayap kecil menonjol ke arah inferior dari badan
tulang.
(3) Prosesus pterigoid menonjol kearah inferior dari badan tulang dan
membentuk dinding rongga nasal.
g. Osikel auditori tersusun dari maleus, inkus, dan stapes (tapal kuda).
h. Tulang Wormian adalah tulang kecil yang jumlahnya bervariasi dari
terletak dalam sutura.
2. Tulang-tulang wajah tidak bersentuhan dengan otak. Tulang tersebut
disatukan sutura yang tidak dapat bergerak, kecuali pada mandibula atau
rahang bawah.
a. Tulang-tulang nasal membentuk penyangga hidung dan berartikulasi
dengan septum nasal.
b. Tulang-tulang palatum membentuk bagian, posterior langit-langit
mulut (langit-langit keras), bagian tulang orbital, dan bagian rongga
nasal.
8

c. Tulang-tulang zigomatik (malar) membentuk tonjolan pada tulang


pipi. Setiap prosesus temporal berartikulasi dengan prosesus
zigomatikus pada tulang temporal.
d. Tulang-tulang maksilar membentuk rahang atas.
(1) Prosesus alveolar mengandung soket gigi bagian atas
(2) Prosesus zigomatikus memanjang ke luar untuk bersatu dengan
tepi infraorbital pada orbita. Foramen infraorbital memperforasi
maksila disetiap sisi untuk mentransmisi saraf dan pembuluh
darah ke wajah.
(3) Prosesus palatines membentuk bagian anterior pada langit-langit
keras.
(4) Sinus maksilar, yang kosong sampai ke rongga nasal, merupakan
bagian dari empat sinus paranasal.
e. Tulang lakrimal berukuran kecil dan tipis, serta terletak diantara
tulang etmoid dan maksila pada orbita. Tulang lakrimal berisi suatu
celah untuk lintasan duktus lakrimal, yang mengalirkan airmata ke
rongga nasal.
f. Tulang fomer membentuk bagian tengah dari langit-langit keras di
antara palatum dan maksila, serta turut membentuk septum nasal.
g. Konka nasal inferior (turbinatum). Lihat konka superior dan tengah
pada bagian IIA Ic (4)
h. Mandibula adalah tulang rahang bagian bawah
(1) Bagian alveolar berisi soket gigi bawah
(2) Ramus mandibular yang terletak dikedua sisi rahang yang
memiliki dua prosesus.
(a) Prosesus kandiloid berfungsi untuk artikulasi dengan tulang
temporal pada fosa mandibular.
(b) Prosesus koronoid berfungsi sebagai tempat perlekatan otot
temporal
3. Tulang hyoid adalah tulang berbentuk tapal kuda yang unik karena tidak
berartikulasi dengan tulang lain. Tulang hyoid ini ditopang oleh ligament
dan otot dari prosesus stiloideus temporal.
9

4. Sinus paranasal (frontal, etmoidal, sfenoidal, dan maksilar) terdiri dari


ruang-ruang udara dalam tulang tengkorak yang berhubungan dengan
rongga nasal. Sinus tersebut berfungsi sebagai berikut :
a. Untuk memperingan tulang-tulang kepala
b. Untuk memberikan resonansi pada suara dan membantu dalam proses
berbicara.
c. Untuk memproduksi mucus yang mengalir ke rongga nasal dan
membantu menghangatkan serta melembabkan udara yang masuk.
b) Vertebra
1. Kolumna vertebra menyangga berat tubuh dan melindungi medulla
spinalis. Kolumna ini terdiri dari vertebra-vertebra yang dipisahkan
diskus fibrokartilago intervertebral.
a. Ada tujuh tulang vertebra serviks, 12 tulang vertebra thoraks, 5
vertebra lumbal, dan 5 tulang vertebra sakrum yang menyatu menjadi
sacrum dan tiga sampai lima tulang koksigeal yang menyatu menjadi
tulang koksiks.
b. Ke-31 pasang saraf spinal keluar melalui foramina (foramen)
intervertebralis diantara vertebra yang letaknya bersebelahan.
2. Struktur khas vertebra
a. Badan atau sentrum menyangga sebagian besar berat tubuh.
b. Lengkung saraf (vertebra), yang terbentuk dari 2 pedikel dan lamina,
membungkus rongga saraf dan menjadi lintasan medulla spinalis
c. Sebuah prosesus spinosa menonjol dari lamina kea rah posterior dan
inferior untuk tempat perlekatan otot.
d. Prosesus transversa menjorok kearah lateral.
e. Prosesus pengartikulasi inferior dan prosesus pengartikulasi superior
menyangga faset untuk berartikulasi dengan vertebra atas dan vertebra
bawah.
3. Variasi regional pada karakteristik vertebra
a. Semua vertebra serviks memiliki foramina transversal untuk lintasan
arteri vertebra. Vertebra serviks pertama dan kedua dimodifikasi
untuk menyangga dan menggerakkan kepala.
10

(1) Atlas adalah vertebra serviks pertama dan tidak memiliki badan.
(2) Aksis adalah vertebra serviks kedua. Vertebra ini memiliki
prosesus odontoid yang menonjol keatas dan bersandar pada
tulang atlas.
(3) Vertebra serviks ketujuh memiliki prosesus spinosa yang panjang,
sehingga dapat teraba dan terlihat pada pangkal leher. Oleh karena
itu, vertebra ini sering disebut sebagai vertebra prominens.
b. Vertebra toraks memiliki prosesus spinosa panjang, yang mengarah
kebawah dan memiliki faset artikular pada prosesus transversus, yang
digunakan untuk artikulasi tulang iga.
c. Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan terkuat. Prosesus
spinosanya pendek dan tebal, serta menonjol hamper searah garis
horizontal.
d. Sacrum adalah tulang riangular. Bagian dasar tulang ini berartikulasi
dengan vertebra lumbal kelima.
(1) Diarah lateral, banyak terdapat foramen (lubang pada sacrum
untuk lintasan arteri dan saraf.
(2) Tepi anterior bagian atas sacrum adalah promontorium sacrum
suatu tanda obstetric yang dipakai sebagai petunjuk untuk
menentukan ukuran pelvis.
e. Koksiks (tulang ekor) menyatu dan berartkulasi dengan ujung sacrum,
yang kemudian membentuk sendi dengan sedikit pergerakan.
Pergerakan ini penting selama melahirkan untuk membentuk jalur
keluar kepala janin.
4. Lengkung pada kolumna vertebra
a. Lengkung primer, yaitu konka/cembung (berbentuk-C) terbentuk pada
area toraks dan pelvis selama pertumbuhan janin.
b. Lengkung sekunder, yaitu konveks/cekung terbentuk pada spina
serviks setelah kelahiran saat bayi mulai mengangkat kepalanya, dan
pada spina lumbal saat bayi mulai berdiri dan berjalan.
c. Lengkung abnormal
11

(1) Skoliosis yang dpaat muncul selama masa pertumbuhan yang


cepat (masa remaja) , yaitu lengkungan lateral spna dengan rotasi
pada vertebra.
(2) Kifosis yang merupakan kasus congenital (bawaan lahir) atau
akibat penyakit , merupakan lengkung posterior yang berlebihan
pada bidang toraks; biasanya disebut punggung bungkuk.
(3) Lordosis (swayback) adalah lengkung anterior yang berlebihan
pada area lumbal.
c) Tulang sternum dan iga
1. Sternum (tulang dada) terbentuk dalam tiga bagian : manubrium atas,
badan (gladiolus) , dan prosesus sifoid.
a. artikulasi manubrium dengan klavikula (tulang kolar) adalah pada
insisura (takik) jugular suprasternal), yang merupakan salah satu tanda
khas tulang yang mudah dipalpasi. Dua takik kostal berarti kulasi
dengan kartilagi kostal dari tulang iga 1 dan 2 ke arah lateral.
b. Badan tulang membentuk bagian utama sternum. Takik kostal lateral
berartikulasi langsung dengan kartilago kostal tulang iga ke-8 sampai
ke-10.
c. Bagian inferior prosesus sifoid adalah jaringan kartilagoi.
2. Tulang iga. Ke -12 pasang tulang iga berartikulasi kearah posterior
dengan faset tulang iga pada prosesus transversa di vertebra toraks.
a. Tujuh pasang tulang yang pertama (1 sampai 7) adalah iga sejati dan
berartikulasi dengan sternum disisi anterior.
b. Tiga pasang kemudian (8 sampai 10) adalah iga semu. Tulang-tulang
ini berartikulasi secara tidak langsung dengan sternum melalui
penyatuan kartilago tulang tersebut dengan iga diatasnya dan
kemudian menyatu dalam suatu persendian kartilago dengan kartilago
kostal ke-7.
c. Tulang iga ke-11 dan ke 12 adalah iga melayang yang tidak memilki
perlekatan disisi anteriornya.
d. Walaupun sebagian tulang iga memilki karakteristik tersendiri, semua
tulang memiliki beberapa ciri umum yang sama.
12

(1) Bagian kepala dan tuberkel berartikulasi dengan faset dan


prosesus transversus dari vertebra
(2) Bagian leher memiliki permukaan kasar yang berfungsi untuk
perlekatan ligamen
(3) Bagian batang atau badan dari tulang iga memilki permukaan
eksternal berbentuk konveks untuk perlekatan otot dan suatu
lintasan kostal untuk mengakomodasi saraf dan pembuluh darah
pada permukaan internal.
(4) Tulang iga mengandung sumsum tulang merah, demikian pula
dengan sternum.
 ANATOMI RANGKA: RANGKA APENDIKULAR.

Rangka apendikular terdiri dari girdel pektoral (bahu), girdel pelvis, dan
tulang lengan serta tungkai.

 Setiap girdel pektoral memiliki dua tulang – klavikula dan skapula-dan


berfungsi untuk melekatkan tulang lengan ke rangka aksial.
1. Skapula (tulang belikat) adalah tulang pipih triangular dengan tiga
tepi: tepi vertebra (medial) yang panjang terletak pararel dengan
kolumna vertebra; tepi superior yang pendek melandai ke arah ujung
bahu; dan tepi lateral (merupakan tepi ketiga pelengkap segitiga)
mengarah ke lengan.
a. Bagian spina pada skapula adalah hubungan tulang yang berawal
dari tepi vertebra dan melebar saat mendekati ujung bahu.
b. Spina berakhir pada prosesus akromion, yang berartikulasi
dengan klavikula; bagian ini menggantung persendian bahu.
c. Prosesus korokoid adalah tonjolan berbentuk kait pada tepi
superior yang berfungsi sebagai tempat perlekatan sebagian otot
dinding dada dan lengan.
d. Rongga glenoid (fosa glenoid) adalah suatu ceruk dangkal yang
ditemukan pada persendian tepi superior dan lateral. Bagian ini
mempertahankan letak kepala humerus (tulang lengan).
13

2. Klavikula (tulang kolar) adalah tulang berbentuk S, yang secara lateral,


berartikulasi dengan prosesus akromion pada skapula dan secara
mendial dengan manubrium pada takik klavikular untuk membentuk
sendi sternoklavikular.
a. Dua pertiga bagian medial dari tulang klavikula berbentuk
konveks, atau melengkung ke depan.
b. Sepertiga bagian lateral tulang klavikula berbentuk konkaf, atau
melengkung ke belakang.
c. Klavikula berfungsi sebagai tempat perlekatan sebagian otot leher,
toraks, punggung dan lengan.
 Lengan atas tersusun dari tulang lengan, tulang lengan bawah, dan tulang
tangan.
1. Humerus adalah tulang tunggal pada lengan. Humerus terdiri dari
bagian kepala membulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga
glenoid, bagian leher anatomis, dan bagian batang yang memanjang ke
arah distal.
a. Dua elevasi, turberkel besar dan turberkel kecil, terletak di ujung
atas batang tulang dan memberikan tempat untuk perlekatan otot.
b. Batang tulang di bawah tuberkel menyempit menuju suatu bidang
yang disebut leher surgikal karena kecenderungan humerus untuk
mengalami fraktur di area ini.
c. Bagian tengah batang tulang ke bawah adalah tuberositas deltoid
kasar yang berfungsi untuk tempat perlekatan otot deltoid.
d. Bagian ujung bawah dari tulang humerus melebar dan masuk ke
dalam tonjolan epikondilus medial dan lateral tempat asal otot-otot
lengan atas dan tangan. Saraf ulnar memanjang di belakang
epikondilus medial dan responsif terhadap tiupan atau tekanan,
sehingga mengakibatkan “sensai kesemutan pada tulang”.
e. Permukaan artikular humerus tersusun dari kapitulum lateral
(kepala kecil), yang menerima tulang radius lengan bawah, dan
troklea (pullei), tempat tulang ulna lengan bawah bergerak.
14

f. Prosesus koronoid terletak dia tas troklea pada permukaan anterior;


sedang prosesus olekranon juga terletak di atas troklea, tetapi di
permukaan posterior. Indentasi ini berfungsi untuk menerima
bagian-bagian dari tulang lengan bawah saat tulang-tulang tersebut
bergerak.
2. Tulang-tulang dari lengan bawah adalah ulna pada sisi medial dan
tulang radius di sisi lateral (sisi ibu jari) yang dihubungkan dengan
suatu jaringan ikat fleksibel, membran interoseus.
a. Ulna
(1) Ujung proksimal (ujung atas) tu
(2) lang ulna tampak seperti pilinan yang terurai. Bagian atas
pilinan tersebut adalah prosesus olekranon, yang masuk dengan
pas ke dalam fosa olekranon humerus saat lengan bawah
berekstensi penuh. Bagian bawah pilinan adalah prosesus
koronoid, yang masuk dengan pas ke dalam fosa koronoid
humerus saat lengan bawah berfleksi penuh. Takik radial, yang
terletak di bawah prosesus koronoid, mengakomodasi bagian
kepala dari tulang radius.
(3) Ujung distal (bawah) tulang ulna memiliki perpanjangan
pilinan batang yang disebut kepala. Bagian ini berartikulasi
dengan prosesus ulnar tulang radius. Bagian kepala memanjang
ke atas prosesus stiloid tulang ulna.
b. Radius
(1) Ujung proksimal tulang radius adalah kepala berbentuk diskus
yang berartikulasi dengan kapitulum humerus dan takik radial
tulang ulna.
(2) Tuberositas radial untuk tempat perlekatan otot biseps terletak
pada batang radius tepat di bawah bagian kepala.
(3) Ujung distal tulang radius memiliki permukaan karpal konkaf
yang berartikulasi dengan tulang pergelangan tangan, sebuah
takik ulnar pada permukaan medialnya untuk berartikulasi
dengan tulang ulna, dan sebuah prosesus stiloid di sisi lateral.
15

3. Tulang pergelangan tangan (karpus). Pergelangan tangan terbentuk


dari delapan tulang karpal ireguler yang tersusun dalam dua baris,
setiap baris berisis empat tulang.
a. Barisan tulang karpal proksimal dari sisi ibu jari dalam posisi
anatomis terdiri dari tulang berikut ini:
(1) Navikular (skafoid), dinamakan demikian karena bentuknya
menyerupai perahu.
(2) Lunatum dinamakan demikian karena bentuknya seperti bulan
sabit.
(3) Trikuetral (triangular), dinamakan demikian memiliki tiga
sudut.
(4) Pisiform, yang berarti kacang, dinamakan demikian karena
ukuran dan bentuknya menyerupai kacang.
b. Barisan tulang karpal distal terdiri dari:
(1) Trapesium, sebelumnya disebut tulang multangular besar
karena permukaannya yang banyak
(2) Trapesoid, berukuran lebih kecil, tetapi multi-sisi juga
(3) Kapitatum, dinamakan demikian karena kepala tulang yang
bulat dan besar
(4) Hamatum, berarti kait, dinamakan demikian karena ada
tonjolan menyerupai kait, yang meluas pada sisi medial
pergelangan tangan.
4. Tangan (metakarpus) tersusun dari lima tulang metakarpal.
a. Semua tulang metakarpal sangat serupa, kecuali untuk ukuran
panjang metakarpal pertama pada ibu jari.
b. Setiap tulang metakarpal memiliki sebuah dasar, proksimal yang
berartikulasi dengan barisan distal tulang karpal pergelangan
tangan, sebuah batang, dan sebuah kepala terpilin yang
berartikulasi dengan sebuah tulang falang, atau tulang jari. Kepala
tulang metakarpal membentuk buku jari yang menonjol pada
tangan.
16

5. Tulang-tulang jari disebut phalanges; tulang tunggalnya lebih sering


disebut tulang falang.
a. Setiap jari memiliki tiga tulang, yaitu tulang falang proksimal,
medial, dan falang distal.
b. Ibu jari hanya memiliki tulang falang proksimal dan medial.
 Girdel pelvis mentransmisikan berat trunkus ke bagian tungkai bawah dan
melindungi organ-organ abdominal dan pelvis. Bagian ini terdiri dari dua
tulang panggul (disebut juga ossa koksa, tulang tanpa nama, atau tulang
pelvis) yang bertemu pada sisi anterior simfisis pubis dan berartikulasi di
sisi posterior dengan sakrum.
1. Setiap tulang panggul menyerupai bentuk kipas angin listrik dengan
subuah poror pemegang serta dua baling-baling.
a. Poros tersebut adalah suatu kantong seperti cangkir, disebut
asetabulum, yang menerima kepala femur, atau tulang paha, di
persendian panggul.
b. Ilium adalah lempeng tulang lebar, yang menjualang ke atas dan ke
luar asetabulum. Bagian ini naik posisinya sampai mencapai krista
iliaka tebal yang dapat teraba pada posisi tangan di panggul.
(1) Ujung anterior krista adalah pada spina iliaka anterior superior
dan ujung posteriornya pada spina iliaka posterior superior.
Spina ini menjadi tempat perlekatan otot dan ligamen.
(2) Spina iliaka anterior inferior adalah suatu tonjolan besar di
bawah spina iliaka anterior superior. Sedangkan yang tepat
berada di bawah spina iliaka posterior superior adalah spina
iliaka posterior inferior.
(3) Di bawah spina iliaka posterior inferior, tepi posterior tulang
ilium membentuk lekukan yang dalam disebut takik skiatik
besar.
c. Tulang iskium merupakan baling-baling posterior dan inferior dari
kipas. Tepi medialnya turut membentuk takik skiatik besar.
17

(1) Pada sisi inferior takik skiatik besar adalah bagian spina iskial
yang menonjol, yang menjadi tempat melekatnya ligamen dari
sakrum.
(2) Bagian inferior dari spina iskial adalah takik skiatik kecil.
(3) Tuberositas iskial adalah tonjolan besar tulang iskium yang
menyokong tubuh dalam posisi duduk. Tulang ini berfungsi
sebagai tempat perlekatan otot paha posterior.
(4) Di bagian anterior tuberositas iskial, terdapat ramus iskial
ramping yang memanjang ke arah depan dan ke atas untuk
menyatu dengan ramus pubis inferior, yang memanjang ke
bawah dari tulang pubis.
d. Tulang pubis melengkapi baling-baling anterior dan inferior tulang
panggul. Bagian ini terutama terdiri dari dua batang tulang: ramus
pubis superior dan inferior.
(1) Ramus pubis superior dan ramus pubis inferior menyatu
dengan pasangannya dari sisi lain di garis tengah simfisis
pubis.
(2) Lengkung pubis adalah sudut yang terbentuk pada
persambungan tulang pubis di bawah simfisis.
(3) Foramen obturator adalah pembukaan besar yang dibatasi
ramus iskial, ramus pubis inferior, dan ramus pubis superior.
Foramen ini merupakan foramen terbesar pada rangka dan
selama hidup dilapisis dengan membran obturator.
2. Perbedaan pelvis menurut jenis kelamin
a. Berdasarkan pengukuran dimensi rata-rata pelvis laki-laki
perempuan, maka sekitar 50% perempuan memiliki ginekoid, atau
pelvis sejati perempuan, yang diameternya lebih lebar dan lebih
lapang dibandingkan pelvis laki-laki, yang memiliki android,
pelvis sejati sejati laki-laki.
b. Pengukuran pelvis menunjukkan berbagai variasi; sebenarnya, ada
banyak variasi bentuk dan ukuran pelvis diantara sesama
perempuan, dan juga antara perempuan dan laki-laki.
18

3. Hubungan anatomis pelvis


a. Pelvis semu (besar) terikat dengan bagian atas yang menjulang
kedua ilia dan konkavitasnya, serta dengan dua dua sayap pada
dasar sakrum.
b. Pelvis sejati (kecil) terbentuk dari skarum dan koksiks, serta ilium,
pubis, dan iskium pada kedua sisinya.
(1) Pembatas pada pembukaan pelvis sejati, atau inlet pelvis,
disebut brim pelvis. Diameter rongga pelvis berkaitan erat
dengan proses melahirkan.
(2) Dimensi dari outlet pelvis, yang dibatasi tuberositas iskial, rim
bawah simfisis pubis, dan ujung koksiks, secara obstetrik juga
penting.
(3) Saat lahir, ilium, iskium, dan pubis yang tersusun terutama dari
jaringan kartilago, teruraidan mulai terpisah, iskium dan pubis
mulai mengeras menjadi jaringan tulang yang menyatu pada
usia 7 sampai 8 tahun; osifikasi total dari semua jaringan
kartilago belum selesai sampai mencapai usia antara 17 dan 25
tahun.
 Tungkai bawah. Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah
antara girdel pelvis dan lutut adalah paha; bagian antara lutut dan
pergelangan kaki adalah tungkai.
1. Femur, bahasa latin yang berarti paha, adalah tulang terpanjang,
terkuat, dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
a. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
berartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian
kepala mengalami depresi, fovea kapitis, untuk tempat perlekatan
ligamen yang menyangga kepala tulang agar tetap di tempatnya
dan membawa pembuluh darah ke kepala tersebut.
(1) Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur
masuk dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut
sekitar 1250 dan bagian leher femur; dengan demikian, batang
19

tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat


paha bergerak.
(2) Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari
1250 ) karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
b. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal,
yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada
permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan
posterior tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
c. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol, trokanter
besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakkan persendian panggul.
d. Bagian batang permukaannya halus dan mamiliki satu tanda saja,
linea aspera, yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
e. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan
kondilus lateral.
(1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar
dengan fosa interkondilar yang terletak di antara keduanya.
Area triangular di atas fosa interkondilar disebut permukaan
popliteal.
(2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada
di atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang
terdapat di antara kedua kondilus adalah permukaan patelar,
yang benrbentuk konkaf untuk menerima patela ( tempurung
lutut).
2. Tulang tungkai adalah tulang tibia medial dan tulang fibula lateral.
a. Tibia adalah tulang medial yang bsar; tulang ini membagi berat
tubuh dari femur ke bagian kaki.
(1) Bagian kepala tulang tibia melebar ke kondilus medial dan
lateral yang berbentuk konkaf untuk berartikulasi dengan
kondilus femoral.
20

(2) Kartilago pipih berbentuk baji, kartilago semilunar (meniskus)


medial dan lateral (meniskus), berada dipinggir kondilus untuk
memperdalam permukaan artikular.
(3) Tonjolan interkondilar terletak di antara dua kondilus.
(4) Kondilus lateral menonjol untuk membentuk faset fibular, yang
menerima bagian kepala fibula.
(5) Tuberositas tibial, yang berfungsi untuk tempat perlekatan
ligamen patela, menonjol pada permukaan anterior di antara
kedua kondilus.
(6) Krista tibial (anterior), lebih umum disebut tulang kering,
adalah punggung batang tulang dengan permukaan anterior
yang tajam dan melengkung ke bawah.
(7) Ujung bawah tibia melebar untuk berartikulasi dengan tulang
talus pergelangan kaki. Maleolus medial adalah tonjolan yang
membentuk benjolan (mata kaki) pada sisi medial pergelangan
kaki.
b. Fibula adalah tulang yang paling ramping dalam tubuh, panjangnya
proporsional, dan tidak turut menopang berat tubuh. Kegunaan
tulang ini adalah adalah untuk menambah area yang tersedia
sebagai tempat perlekatan otot pada tungkai.
(1) Bagian kepala fibula berartikulasi dengan faset fibular di
bawah kondilus lateral tulang tibia.
(2) Ujung bawah batang berartikulasi secara medial dengan takik
fibular pada tulang tibia, dan memanjang ke arah lateral
menjadi maleolus lateral, yang seperti maleolus tibia lateral,
dapat diraba di pergelangan kaki.
3. Pergelangan kaki dan kaki tersusun dari 26 tulang yang diatur dalam
tiga rangkaian. Tulang tarsal menyerupai tulang karpal pergelangan
tangan, tetapi berukuran lebih besar; tulang metatarsal juga
menyerupai tulang metakarpal tangan, dan falang pada jari kaki juga
menyerupai falang jari tangan.
a. Ada tujuh tulang tarsal.
21

(1) Tulang talus berartikulasi dengan maleolus medial tibia dan


dengan maleolus lateral fibula untuk membentuk persendian
pergelangan kaki. Oleh karena itu, bagian ini menopang
seluruh berat tungkai, yang tersebar setengah ke bawah ke arah
tumit dan setengah lagi ke depan pada tulang-tulang pembentuk
lengkung kaki.
(2) Tulang kalkaneus terletak di bawah talus dan menonjol di
belakang talus menjadi tulang tumit. Tulang ini menopang talus
dan meredam goncangan saat tumit menginjak tanah.
(3) Tulang navikular memiliki permukaanposterior berbentuk
konkaf untuk berartikulasi dengan talus dan permukaan
anterior berbentuk konveks untuk berartikulasi dengan tiga
tulang tarsal.
(4) Ketiga tulang kuneiform yang berbentuk baji, diberi nomor dari
sisi medial ke sisi lateral, sebagai kuneiform ketiga juga
berartikulasi dengan tulang tulang tarsal ketujuh, yaitu tulang
kuboid. Tulang kuneiform ini membentuk arkus transversa
yang terdapat di bawah permukaan kaki.
(5) Tulang kuboid berartikulasi di sisi anterior dengan tulang
metatarsal keempat dan kelima, di sisi posterior, tulang ini
berartikulasi dengan kalkaneus.
b. Telapak kaki dan arkus longitudinal terbentuk dari lima tulang
metatarsal yang ramping. Setiap metatarsal memiliki bagian dasar,
batang, dan bagian kepala.
(1) Tulang-tulang metatarsal dikenali dengan urutan nomor dari
satu sampai lima, mulai dari sisi medial ibu jari kaki.
(2) Bagian dasar metatarsal berartikulasi dengan tarsal. Bagian
kepalanya berartikulasi dengan falang.
(3) Bagian kepala dari dua metatarsal pertama membentuk tumit
kaki.
(4) Bagian kepala metatarsal pertama memiliki tulang seasmoid
yang melekat pada permukaan plantarnya.
22

c. Ke-14 falang pada jari-jari kaki, seperti halnya falang jari tangan,
tersusun dalam barisan proksimal, medial, dan distal. Ibu jari kaki
hanya memiliki falang proksimal dan distal.

 Jenis-jenis otot
1. Otot rangka adalah otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
a. Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk sinlindris,
dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
b. Setiap serabut memiliki banyak inti, yang tersusun di bagian
perifer.
c. Konstraksinya cepat dan kuat.
2. Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini
dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih
dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem rsepiratorik,
pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
a. Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral yang
terelongasi.
b. Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi
pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus orang hamil.
c. Kontraksinya kuat dan lamban.
3. Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya ditemukan pada
jantung.
23

a. Serabut terelongasi dan membentuk cabang dengan satu nukleus


sentral.
b. Panjangnya berkisar antara 85 mikron sampai 100 mikron dan
diameternya sekitar 15 mikron.
c. Diskus terinterkalasi adalah sambungan kuat khusus pada sisi
ujung yang bersentuhan dengan sel-sel otot tetangga.
d. Kontraksi otot jantung kuat dan berirama.
 Otot Rangka Utama Dan Kerjanya
Gerakan dihasilkan melalui penarikan otot rangka pada tulang. Sebagian besar
otot dalam tubuh melekat pada satu tulang, menjangkau sedikitnya satu
persendian, dan melekat pada tulang artikulasi lainnya.
1. Ketika otot berkontraksi, pemendekan menarik otot pada tulang ke arah otot
lainnya pada persendian.
2. Beberapa otot tidak melekat di kedua ujung tulang. Di wajah, otot melekat
pada kulit, yang bergerak saat otot berkontraksi.

F. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Mobilisasi sangat dipengaruhi
oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon,
kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot, isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraki
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrk. Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang (Handiyani, 2013).
24

Clinical Pathway:

Faktor penyebab: usia dan status perkembangan, gaya hidup, proses


dari suatu penyakit dan injuri, tingkat energi, kebudayaan

Kekakuan pada sendi Hambatan Duduk

Hambatan Berdiri
Degenerasi tulang
Hambatan Berjalan
rawan sendi

Hambatan Kemampu
Kelainan pada otot berpindah
skleletal

Membatasi pergerakan Hambatan mobilitas


pada sendi fisik

Ketidakmampuan Ketidakmampuan
mengakses kamar mandi melakukan
dan menjangkau sumber air pergerakan ke toilet

Defisit perawatan Defisit perawatan


diri: mandi diri: eliminasi
25

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mobilisasi antara lain:
a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien dan keluarga
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan toilet.
26

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a) Identitas pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl MRS :
Tgl pengkajian :
Dx. Medis :
b) Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk RS, faktor pencetus, keluhan utama, timbulnya keuhan,
pemahaman penatalaksanaan kesehatan, upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya, diagnosa medik
b) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat, dioperasi, kebiasaan
obat-obatan, riwayat kesehatan keluarga
3. Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola fungsi kesehatan
a) Pemeliharaan dan persepsi tentang kesehatan
 Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
 Faktor-faktor risiko sehubungan dengan masalah kesehatan
b) Nutrisi/metabolik
 Berapa kali makan sehari
 Makanan kesukaan
 Berat badan sebelum dan sesudah sakit
 Frekuensi dan kuantitas minum sehari
c) Pola eliminasi
 Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
 Nyeri
27

 Kuantitas
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas Harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi / ROM
Ket: 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, 2: bantuan petugas, 3:
bantuan alat, 4: mandiri
e) Pola tidur dan istirahat
 Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
 Somnambolisme
 Kualitas dan kuantitas jam tidur
f) Pola kognitif dan perseptual
 Adakah ganguan penglihatan, pendengaran (panca indera)
g) Pola persepsi diri dan konsep diri
 Gambaran diri
 Identitas diri
 Peran diri
 Ideal diri
 Harga diri
h) Pola seksual dan reproduksi
 Adakah gangguan pada alat kelaminnya
i) Pola peran-hubungan
 Hubungan dengan anggota keluarga
 Dukungan keluarga
 Hubungan dengan tetangga dan masyarakat
j) Pola manajemen koping stres
 Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
k) Pola keyakinan-nilai
 Persepsi keyakinan
 Tindakan keyakinan
4. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kiri
5. Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
28

tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai


berikut:
Tingkat aktivitas/mobilisasi Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

6. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion- ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki
Tipe gerakan Derajat rentang
normal

Leher, spinal, servikal

Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi 45


tegak
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang 10
sejau mungkin
Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau 40-45
mungkin ke arah setiap bahu
Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam 180
gerakan sirkuler
Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di 180


samping tubuh ke depan ke posisi di atas
kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi 180
semula
29

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping 180


di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari
kepala
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan 320
menyilang tubu sejau mungkin
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar 90
bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke belakang.
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan 90
lengan sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala
Lengan bawa

Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak 70-90


tangan seingga telapak tangan menghadap ke
atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga 70-90
telapak tangan menghadap ke bawah
Pergelangan tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi 80-90


dalam lengan bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari- 80-90
jari, tangan, dan lengan bawa berada pada arah
yg sama
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan Sampai 30
tangan miring (medial) ke ibu jari
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan 30-50
tangan miring (medial) ke ibu jari
Jari-jari tangan

Fleksi : membuat pergelangan 90


30

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke 30-60


belakang sejau mungkin
Ibu jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang 90


permukaan telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau 90
dari tangan
Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan 90-120


atas
Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping 90-12 0
tungkai yang lain
Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang 120-130


paha
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata kaki

Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari 20-30


kaki menekuk ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga 45-50
jari-jari kaki menekuk ke bawah
fundamental keperawatan (2010)
7. Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :

Skala Presentase Karakteristik


kekuatan
31

normal
0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


dipalpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi


dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan


gravitasi dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh ang


normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

SalembaMedika (2008)

8. Pengkajian Fisik
 Keadaan umum pasien
 Kesadaran
 Pemeriksaan TTV
32

b. Diagnosa Keperawatan yang sering Muncul


1. Hambatan Mobilitas Fisikadalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
Batasan karakteristik
 Gangguan sikap berjalan
 Penurunan keterampilan motorik halus
 Penurunan rentang gerak
 Waktu reaksi memanjang
 Kesulitan membolak-balik posisi
 Ketidaknyamanan
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
 Dispnea setelah beraktivitas
 Tremor akibat bergerak
 Instabilitas postur
 Gerakan lambat
 Gerakan spastik
 Grakan tidak terkoordinasi

Faktor yang berhubungan


 Intoleran aktivitas
 Ansietas
 Indeks massa tubuh di atas persentil ke -75 sesuai usia
 Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
 Penurunan kekuatan otot
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Penurunan ketahanan tubuh
 Depresi
 Disuse
 Kurang dukungan lingkungan
 Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
33

 Kaku sendi
 Malnutrisi
 Nyeri
 Fisik tidak bugar
 Keengganan memulai pergerakan
 Gaya hidup kurang gerak

2. Definisi perawatan diri: mandiadalah kemampuan melakukan pembersihan diri


saksama secara mandiri
Batasan karakteristik
 Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
 Ketidakmampuan menjangkau sumber air
 Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
 Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
 Ketidakmampuan mangatur air mandi
 Ketidakmampuan membasuh tubuhh
Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Penurunan motivasi
 Kendala lingkungan
 Nyeri Kelemahan
3. Defisit perawatan diri:
eliminasiadalahHambatankemampuanuntukmelakukanataumenyelesaikanaktivitas
eliminasisendiri.

Batasan karakteristik
 Ketidakmampuan melakukan higiena eliminasi secra komplet
 Ketidakmampuan menyiram toilet
 Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
 Ketidakmampuan mencapai toilet
 Ketidakmampuan naik ke toilet
 Ketidakmampuan untuk duduk di toilet

Faktor berhubungan
34

 Ansietas
 Penurunan motivasi
 Kendala lingkungan
 Keletihan
 Hambatan kemampuan berpindah
 Hambatan mobilitas
 Nyeri
 Kelemahan
4. Hambatan
dudukadalahketerbatasankemampuansecaramandiridanterarahuntukmelakuka
ndanataumempertahankanposisiistirahat yang
disongkongolehbokongdanpahadenganbatangtubuhtegak
5. Hambatan berdiri
adalahketerbatasankemampuansecaramandiriatauterarahuntukmenciptakanda
nataumempertahankanposisitegakdari kaki sampaikepala
6. Hambatan kemampuan berpindahadalahketerbatasanbergerakmandiri di
antaraduapermukaan yang berdekatan
7. Hambatan berjalanadalahketerbatasanbergerakmandirimenggunakan kaki di
dalamsuatulingkungan
35

c. Perencanaan/Nursing Care Plan :

No. Masalah NOC NIC Rasional


Keperawatan
1. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Terapi latihan: Terapi latihan: ambulasi
mobilitas fisik jam, hambatan mobilitas fisik pasien dapat teratasi ambulasi 1. Mempermudah pasien
dengan kriteria hasil: 1. Sediakan tempat untuk melakukan
tidur yang rendah perpindahan dari tempat
Pergerakan sendi (0206) dan sesuai tidur ke kursi roda atau
2. Bantu pasien untuk sebaliknya.
duduk di sisi tempat 2. Mempermudah pasien
Tujuan
No Indikator Awal tidur untuk untuk menyesuaikan
1 2 3 4 5 memfasilitasi sikap tubuh yang
penyesuaian sikap diinginkan.
1 Pergelangan kaki 3 √ tubuh 3. Pasien mudah
(kiri) 3. Bantu pasien untuk melakukan perpindahan.
perpindahan, sesuai 4. Membantu pasien dalam
2. Lutut (kiri) 3 √ kebutuhan melakukan perpindahan
4. Instruksikan pasien dan teknik ambulasi
3. Panggul (kiri) 3 √ √ mengenai yang aman.
pemindahan dan 5. Mengetahui kemampuan
Keterangan: teknik ambulasi pasien dalam
yang aman menggunakan alat
1. Deviasi berat dari kisaran normal 5. Monitor penggunaan bantu.
2. Deviasi cukup besar dari kisaran normal kruk atau alat bantu
3. Deviasi sedang dari kisaran normal berjalan lainnya Terapi latihan:
pergerakan sendi
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
Terapi latihan: 6. Mencegah pergerakan
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal pergerakan sendi sendi yang berlebihan
6. Tentukan batasan 7. Membantu pasien dan
36

pergerakan sendi keluarga tentang


dan efeknya manfaat dan tujuan
terhadap sendi; melakukan latihan gerak
7. Jelaskan pada klien sendi
dan keluarga 8. Mencegah terjadinya
mengenai manfaat kekakuan pada sendi
dan tujuan 9. Mengontrol nyeri
melakukan latihan 10. Mempermudah
sendi pasien agar mampu
8. Instruksikan bergerak tanpa
klien/keluarga cara hambatan
melakukan latihan
ROM aktif atau
pasif.
9. Monitor lokasi dan
kecenderungan
adanya nyeri.
10. Pakaikan baju yang
tidak menghambat
pergerakan pasien
2. Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Bantuan perawatan
perawatan diri: jam diharapkan defisit perawatan diri : eliminasipasien diri: mandi/kebersihan
mandi berkurang dengan kriteria hasil: 1. Letakkan handuk, 1. Mempermudah pasien
sabun, dan alat madi dalam melakukan
Ambulasi (0200) lain yang diperlukan persiapan mandi
di samping tempat 2. Mempermudah pasien
Tujuan tidur atau kamar dalam melakukan oral
No Indikator Awal mandi higyene
1 2 3 4 5 2. Fasilitasi pasien 3. Membantu pasien untuk
untuk menggosok lebih mandiri dalam
37

1 Menopang berat 2 √ gigi dengan tepat melakukan mandi


badan 3. Fasilitasi pasien 4. Menjaga kelembapan
untuk mandi sendiri kulit
4. Monitor integritas
kulit pasien
2 Berjalan dengan 3 √
pelan

Keterangan:

1 : sangat terganggu

2 : banyak terganggu

3 : cukup terganggu

4 : sedikit terganggu

1. 5 : tidak terganggu
3. Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Bantuan perawatan
perawatan diri: jam diharapkan defisit perawatan diri : eliminasipasien diri: eliminasi 1. Mempermudah pasien
eliminasi berkurang dengan kriteria hasil: 1. Bantu pasien ke toilet dalam menjangkau toilet
pada waktu tertentu 2. Mengajarkan
Ambulasi (0200) 2. Instruksikan pasien/keluarga dalam
pasien/keluarga menggunakan toilet
Tujuan dalam rutinitas toilet. dengan tepat dan rutin
No Indikator Awal 3. Buat jadwal aktivitas 3. Melatih pasien agar
1 2 3 4 5 terkait dengan terbiasa melakukan
eliminasi dengan eliminasi dengan tepat
1 Menopang berat 2 √ tepat. dan terjadwal
38

badan

2 Berjalan dengan 3 √
pelan

Keterangan:

1 : sangat terganggu

2 : banyak terganggu

3 : cukup terganggu

4 : sedikit terganggu

5 : tidak terganggu
39

J. Penatalaksanaan berdasarkan evidence based practice in nursing


Perencanaan pulang (discharge planning) perlu disusun sejak pasien
masuk ke rumah sakit. Perencanaan pulang (discharge Planning) yang dilakukan
dengan baik bermanfaat antara lain pasien dan keluarga merasa siap untuk
kembali ke rumah, mengurangi stress, meningkatkan kepuasan pasien dan
keluarga dalam menerima pelayanan perawatan, serta meningkatkan koping
pasien (Kozier, 2010). Keluarga membutuhkan bimbingan untuk mengantisipasi
dan memprioritaskan kebutuhan, mempelajari strategi dan mengatasi masalah-
masalah yang ditimbulkan. Hasil sebuah penelitian menyebutkan bahwa
pelaksanaan model discharge planning berbasis teknologi mempunyai pengaruh
terhadap dukungan psikososial keluarga dalam perawatan penyakit stroke di
Ruangan Lontara 3 Syaraf RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Discharge
planning sangat membantu keluarga dalam perawatan pasien stroke dan
mempersiapkan untuk rencana pemulangan pasien ke rumah, selain itu CD media
pembelajaran juga membantu perawat dalam memberikan edukasi kepada pasien
dan keluarga. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi rumah
sakit dalam melakukan discharge planning yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien (Fuady et al, 2016). Materi yang diberikan dapat berupa latihan Gait.
Latihan gait merupakan intervensi yang sangat berpengaruh terhadap fungsi
kemandirian pasien. Latihan ini membuat pasien dapat mengembalikan
kemampuan untuk duduk dan berdiri. Latihan berjalan bisa melatih distribusi
berat badan pada kedua tungkai, sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai
posisi. dengan latihan gait berupa latihan mobilisasi dini/preambulasi, sitting
balance, standing balance, memakai kruk, walker dan tongkat maka diharapkan
pasien dapat meningkatkan nilai kemandiriannya serta dapat meningkatkan
kemampuan fungsional motorik ((Hickey, 2003; Smeltzer & Bare, 2004, dalam
Marlina 2013).
40

DAFTAR PUSTAKA

Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth


Edition. United State of America: Mosby Elsevier.
Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing
Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby
Elsevier.
Fatkhurrohman, M. 2011. Pengaruh Latihan Motor Imagery Terhadap Kekuatan
Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparesis Di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Bekasi. Depok. Program Srudi Magister Keperawatan
Kekhusussn Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan.
http://lib.ui.ac.id [Diakses pada 7 Maret 2018]
Fuady, N., E. L. Sjattar, dan V. Hadju. 2016. Pengaruh Pelaksanaan Discharge
Planning Terhadap Dukungan Psikososial Keluarga Merawat Pasien Stroke
Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. JST Kesehatan. 6(2): 172-178.
[diakses pada 8 Maret 2018]
Handika, M. D. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Stroke Non
Hemoragik (SNH) Di Ruang Matahari Rumah Sakit Umum Daerah Kajen
Kabupaten Pekalongan. Karya tulis ilmiah. Pekajangan: prodi DIII
keperawatan Stikes muhammadiyah Pekajangan
Handiyani, H. 2013. Mobilisasi dan Imobilisasi. http://staff.ui.ac.id [Diakses pada
7 maret 2018]
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Khairani, A. 2013. Laporan pendahuluan tentang Mobilisasi.
https://plus.google.com [Diakses pada 7 Maret 2018]
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC
Marlina. 2013. Fungsi Kemandirian Pasien Stroke dengan Metode Latihan “Gait”.
Jurnal Ners. 8(1): 56-63. https://media.neliti.com [Diakses 10 Maret 2018]
Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
41

Perry & Potter. 2005. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Pradana, M. D. 2016. Upaya peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke
NonHemoragik di RSUD dr Soehadi Prijonegoro. Naskah Publikasi
Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta [Diakses pada 7 Maret 2018]

Anda mungkin juga menyukai