Oleh:
Nunung Ratna Sari, S. Kep.
NIM 192311101149
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
i
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase KDP yang disusun oleh:
Hari :
Tanggal :
Bondowoso, September 2019
TIM PEMBIMBING
Ns. Erti I. D., S.Kep., M.Kep., Sp.J Ns. Ahmad Rifai, S.Kep., M.S
NIP 1981028 200604 2 001 NIP 198502072015041001
Menyetujui,
Wakil Dekan I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri,
berjalan, dan bekerja. Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, sistem
pernafasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metabolisme
tubuh dapat optimal. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari
keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal.Aktivitas fisik yang kurang
memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal
seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan
fungsi organ internal lainnya (Alimul, 2006). Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Mubarak et al 2015
dalam Pradana 2016).
Latihan mobilisasi atau rehabilitasi juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi
neurologis melalui terapi fisik dan teknik-teknik lain. Mobilisasi dan rehabilitasi
dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran pemecahan
kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah
medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya(Junaidi, 2006
dalam Pradana 2016).Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya
menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik
yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem
musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Potter & Perry, 2006).
Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
1
B. Epidemiologi
Pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak.
Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan
latihan, kehilangan massa otot akan terus terjadi (Asmadi, 2008). Kelemahan otot
juga terjadi karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi
angguran, dimana atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat
diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari.
Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan
instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Selain itu pasien
3
C. Etiologi
Penyebab yang dapat mempengaruhi mobilisasi antara lain (Kozier, 1995
dalam Khairani, 2013):
1. Usia dan status perkembangan
Perbedaan tingkat mobilisasi salah satunya disebabkan oleh perbedaan usia.
Orang dewasa akan mempunyai tingkat mobilitas yang berbeda dengan anak-
anak. Anak yang sering sakit juga akan mempunyai mobilitas berbeda dengan
anak yang sehat.
2. Gaya hidup
Masing-masing individu mempunyai gaya hidup sendiri yang berbeda-beda.
Hal ini juga dapat bergantung pada tingkat pendidikannya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan individu maka perilakunya akan dapat meningkatkan
kesehatannya. Apabila pengetahuan tinggi tentunya akan diikuti pengetahuan
tentang mobilitas dan akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang
sehat.
3. Proses dari suatu penyakit
Individu yang dihadapkan dengan penyakit tertentu akan berpengaruh
terhadap mobilitasnya. Contohnya seseorang yang menderita patah tulang
akan kesulitan dalam melakukan mobilisasi secara bebas.
4. Kebudayaan
Suatu budaya dapat mempengaruhi seseorang meliputi pola dan sikap dalam
beraktivitas, misalnya seorang anak desa akan biasa dengan jalan kaki
berbeda dengan anak kota yang menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga
dapat disimpulkan mobilitasnya sangat berbeda.
5. Tingkat energi
Individu dalam melakukan mobilitas akan membutuhkan sebuah energi.
Individu yang sedang sakit akan mempunyai tingkat mobilitas yang lebih
sedikit dibandingkan dengan individu yang sehat.
4
Rangka aksial terdiri dari tulang-tulang dan bagian kartilago yang melindungi
dan menyangga organ-organ kepala, leher, dan dada. Bagian rangka aksial
5
meliputi tengkorak, tulang hyoid, osikel auditori, kolumna vertebra, sternum dan
tulang iga.
a) Tengkorak
Tersusun dari 22 tulang: 8 tulang cranial dan 14 tulang fasial
1. Kranium : membungkus dan melindungi otak.
a. Tulang frontal : membentuk dahi, langit-langit rongga nasal, dan
langit-langit orbita (kantong mata).
(1) Tulang frontal : pada tahap kehidupan embrio terbentuk menjadi
dua belahan yang pada masa kanak-kanak awal berfusi dengan
penuh.
(2) Tuberositas frontal : adalah dua tonjolan yang berbeda ukuran dan
biasanya lebih besar pada tengkorak muda.
(3) Arkus supersiliar : adalah dua lengkungan yang mencuat dan
menyatu secara medial oleh suatu elevasi halus yang disebut
glabela.
(4) Tepi supraorbital : yang terletak dibawah lengkungan supersiliar
dan membentuk tepi orbita bagian atas. Foramen supraorbital
(atau takik pada beberapa tengkorak) merupakan jalan masuk
arteri dan saraf.
b. Tulang parietal : membentuk sisi dan langit-langit cranium.
(1) Sutura sagital, yang menyatukan tulang parietal kiri dan kanan,
adalah sendi mati yang distukan fibrokartilago.
(2) Sutura koronal, menyambung tulang parietal ke tulang frontal
(3) Sutura lambdoidal, menyambung tulang parietal ke tulang
oksipital
c. Tulang oksipital: membentuk bagian dasar dan bagian belakang
cranium.
(1) Foramen magnum, adalah pintu oval besar yang dikelilingi tulang
oksipital. Foramen ini menghubungkan rongga kranial dengan
rongga spinal.
(2) Protuberans oksipital eksternal, adalah suatu proyeksi yang
mencuat diatas foramen magnum.
6
(3) Kondilus oksipital, adalah dua prosesus oval pada tulang oksipital
yang berartikulasi dengan vertebra serviks pertama, Atlas.
d. Tulang temporal, membentuk dasar dan bagian sisi dari kranium.
Setiap tulang temporal ireguler terdiri dari empat bagian :
(1) Bagian skuamosa, bagian terbesar, merupakan lempeng pipih dan
tipis yang membentuk pelipis. Prosesus zigomatikus menonjol
dari bagian skuamosa pada setiap tulang temporal. Tonjolan
tersebut bertemu dengan bagian temporal dari setiap tulang
zigomatikus untuk membentuk arkus zigomatikus.
(2) Bagian petrous, terletak didalam dasar tengkorak dan tidak dapat
dilihat dari samping. Bagian ini berisi struktur telinga tengah dan
telinga dalam.
(3) Bagian mastoid, terletak dibelakang dan dibawah liang telinga
Prosesus mastoid adalah tonjolan membulat yang mudah teraba
dibelakang telinga.
(a) Pada orang dewasa prosesus mastoideus mengandung ruang
ruang udara, yang disebut sel-sel udara mastoid (sinus), dan
dipisahkan dari otak oleh sekat tulang yang tipis.
(b) Inflamasi pada sel udara mastoid (mastoiditis) dapat terjadi
akibat infeksi telinga tengah yang tidak diobati.
(4) Bagian timpani, terletak disi inferior bagian squamosa dan sisi
anterior dibagian mastoid. Timpani berisi saluran telinga (meatus
auditori eksternal) dan memiliki prosesus stiloid yang ramping
untuk melekat pada ligament stiloid.
e. Tulang etmoid, adalah struktur penyangga penting dari rongga nasal
dan berperan dalam pembentukan orbita mata.
Tulang ini terdiri dari 4 bagian :
(1) Lempeng plate kribriform membentuk sebagian langit-langit
rongga nasal dan terperforasikan untuk jalur saraf olfaktori.
Bagian Krista galli (disebut dmeikian karena kemiripannya
dengan jengger ayam jantan) adalah prosesus triangular yang
7
(1) Atlas adalah vertebra serviks pertama dan tidak memiliki badan.
(2) Aksis adalah vertebra serviks kedua. Vertebra ini memiliki
prosesus odontoid yang menonjol keatas dan bersandar pada
tulang atlas.
(3) Vertebra serviks ketujuh memiliki prosesus spinosa yang panjang,
sehingga dapat teraba dan terlihat pada pangkal leher. Oleh karena
itu, vertebra ini sering disebut sebagai vertebra prominens.
b. Vertebra toraks memiliki prosesus spinosa panjang, yang mengarah
kebawah dan memiliki faset artikular pada prosesus transversus, yang
digunakan untuk artikulasi tulang iga.
c. Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan terkuat. Prosesus
spinosanya pendek dan tebal, serta menonjol hamper searah garis
horizontal.
d. Sacrum adalah tulang riangular. Bagian dasar tulang ini berartikulasi
dengan vertebra lumbal kelima.
(1) Diarah lateral, banyak terdapat foramen (lubang pada sacrum
untuk lintasan arteri dan saraf.
(2) Tepi anterior bagian atas sacrum adalah promontorium sacrum
suatu tanda obstetric yang dipakai sebagai petunjuk untuk
menentukan ukuran pelvis.
e. Koksiks (tulang ekor) menyatu dan berartkulasi dengan ujung sacrum,
yang kemudian membentuk sendi dengan sedikit pergerakan.
Pergerakan ini penting selama melahirkan untuk membentuk jalur
keluar kepala janin.
4. Lengkung pada kolumna vertebra
a. Lengkung primer, yaitu konka/cembung (berbentuk-C) terbentuk pada
area toraks dan pelvis selama pertumbuhan janin.
b. Lengkung sekunder, yaitu konveks/cekung terbentuk pada spina
serviks setelah kelahiran saat bayi mulai mengangkat kepalanya, dan
pada spina lumbal saat bayi mulai berdiri dan berjalan.
c. Lengkung abnormal
11
Rangka apendikular terdiri dari girdel pektoral (bahu), girdel pelvis, dan
tulang lengan serta tungkai.
(1) Pada sisi inferior takik skiatik besar adalah bagian spina iskial
yang menonjol, yang menjadi tempat melekatnya ligamen dari
sakrum.
(2) Bagian inferior dari spina iskial adalah takik skiatik kecil.
(3) Tuberositas iskial adalah tonjolan besar tulang iskium yang
menyokong tubuh dalam posisi duduk. Tulang ini berfungsi
sebagai tempat perlekatan otot paha posterior.
(4) Di bagian anterior tuberositas iskial, terdapat ramus iskial
ramping yang memanjang ke arah depan dan ke atas untuk
menyatu dengan ramus pubis inferior, yang memanjang ke
bawah dari tulang pubis.
d. Tulang pubis melengkapi baling-baling anterior dan inferior tulang
panggul. Bagian ini terutama terdiri dari dua batang tulang: ramus
pubis superior dan inferior.
(1) Ramus pubis superior dan ramus pubis inferior menyatu
dengan pasangannya dari sisi lain di garis tengah simfisis
pubis.
(2) Lengkung pubis adalah sudut yang terbentuk pada
persambungan tulang pubis di bawah simfisis.
(3) Foramen obturator adalah pembukaan besar yang dibatasi
ramus iskial, ramus pubis inferior, dan ramus pubis superior.
Foramen ini merupakan foramen terbesar pada rangka dan
selama hidup dilapisis dengan membran obturator.
2. Perbedaan pelvis menurut jenis kelamin
a. Berdasarkan pengukuran dimensi rata-rata pelvis laki-laki
perempuan, maka sekitar 50% perempuan memiliki ginekoid, atau
pelvis sejati perempuan, yang diameternya lebih lebar dan lebih
lapang dibandingkan pelvis laki-laki, yang memiliki android,
pelvis sejati sejati laki-laki.
b. Pengukuran pelvis menunjukkan berbagai variasi; sebenarnya, ada
banyak variasi bentuk dan ukuran pelvis diantara sesama
perempuan, dan juga antara perempuan dan laki-laki.
18
c. Ke-14 falang pada jari-jari kaki, seperti halnya falang jari tangan,
tersusun dalam barisan proksimal, medial, dan distal. Ibu jari kaki
hanya memiliki falang proksimal dan distal.
Jenis-jenis otot
1. Otot rangka adalah otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
a. Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk sinlindris,
dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
b. Setiap serabut memiliki banyak inti, yang tersusun di bagian
perifer.
c. Konstraksinya cepat dan kuat.
2. Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini
dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih
dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem rsepiratorik,
pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
a. Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral yang
terelongasi.
b. Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi
pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus orang hamil.
c. Kontraksinya kuat dan lamban.
3. Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya ditemukan pada
jantung.
23
Clinical Pathway:
Hambatan Berdiri
Degenerasi tulang
Hambatan Berjalan
rawan sendi
Hambatan Kemampu
Kelainan pada otot berpindah
skleletal
Ketidakmampuan Ketidakmampuan
mengakses kamar mandi melakukan
dan menjangkau sumber air pergerakan ke toilet
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mobilisasi antara lain:
a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien dan keluarga
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan toilet.
26
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a) Identitas pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl MRS :
Tgl pengkajian :
Dx. Medis :
b) Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk RS, faktor pencetus, keluhan utama, timbulnya keuhan,
pemahaman penatalaksanaan kesehatan, upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya, diagnosa medik
b) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat, dioperasi, kebiasaan
obat-obatan, riwayat kesehatan keluarga
3. Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola fungsi kesehatan
a) Pemeliharaan dan persepsi tentang kesehatan
Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Faktor-faktor risiko sehubungan dengan masalah kesehatan
b) Nutrisi/metabolik
Berapa kali makan sehari
Makanan kesukaan
Berat badan sebelum dan sesudah sakit
Frekuensi dan kuantitas minum sehari
c) Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
Nyeri
27
Kuantitas
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas Harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi / ROM
Ket: 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, 2: bantuan petugas, 3:
bantuan alat, 4: mandiri
e) Pola tidur dan istirahat
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
Somnambolisme
Kualitas dan kuantitas jam tidur
f) Pola kognitif dan perseptual
Adakah ganguan penglihatan, pendengaran (panca indera)
g) Pola persepsi diri dan konsep diri
Gambaran diri
Identitas diri
Peran diri
Ideal diri
Harga diri
h) Pola seksual dan reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminnya
i) Pola peran-hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga
Dukungan keluarga
Hubungan dengan tetangga dan masyarakat
j) Pola manajemen koping stres
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
k) Pola keyakinan-nilai
Persepsi keyakinan
Tindakan keyakinan
4. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kiri
5. Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
28
Mata kaki
normal
0 0 Paralisis sempurna
SalembaMedika (2008)
8. Pengkajian Fisik
Keadaan umum pasien
Kesadaran
Pemeriksaan TTV
32
Kaku sendi
Malnutrisi
Nyeri
Fisik tidak bugar
Keengganan memulai pergerakan
Gaya hidup kurang gerak
Batasan karakteristik
Ketidakmampuan melakukan higiena eliminasi secra komplet
Ketidakmampuan menyiram toilet
Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
Ketidakmampuan mencapai toilet
Ketidakmampuan naik ke toilet
Ketidakmampuan untuk duduk di toilet
Faktor berhubungan
34
Ansietas
Penurunan motivasi
Kendala lingkungan
Keletihan
Hambatan kemampuan berpindah
Hambatan mobilitas
Nyeri
Kelemahan
4. Hambatan
dudukadalahketerbatasankemampuansecaramandiridanterarahuntukmelakuka
ndanataumempertahankanposisiistirahat yang
disongkongolehbokongdanpahadenganbatangtubuhtegak
5. Hambatan berdiri
adalahketerbatasankemampuansecaramandiriatauterarahuntukmenciptakanda
nataumempertahankanposisitegakdari kaki sampaikepala
6. Hambatan kemampuan berpindahadalahketerbatasanbergerakmandiri di
antaraduapermukaan yang berdekatan
7. Hambatan berjalanadalahketerbatasanbergerakmandirimenggunakan kaki di
dalamsuatulingkungan
35
Keterangan:
1 : sangat terganggu
2 : banyak terganggu
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
1. 5 : tidak terganggu
3. Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Bantuan perawatan
perawatan diri: jam diharapkan defisit perawatan diri : eliminasipasien diri: eliminasi 1. Mempermudah pasien
eliminasi berkurang dengan kriteria hasil: 1. Bantu pasien ke toilet dalam menjangkau toilet
pada waktu tertentu 2. Mengajarkan
Ambulasi (0200) 2. Instruksikan pasien/keluarga dalam
pasien/keluarga menggunakan toilet
Tujuan dalam rutinitas toilet. dengan tepat dan rutin
No Indikator Awal 3. Buat jadwal aktivitas 3. Melatih pasien agar
1 2 3 4 5 terkait dengan terbiasa melakukan
eliminasi dengan eliminasi dengan tepat
1 Menopang berat 2 √ tepat. dan terjadwal
38
badan
2 Berjalan dengan 3 √
pelan
Keterangan:
1 : sangat terganggu
2 : banyak terganggu
3 : cukup terganggu
4 : sedikit terganggu
5 : tidak terganggu
39
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
41
Perry & Potter. 2005. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Pradana, M. D. 2016. Upaya peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke
NonHemoragik di RSUD dr Soehadi Prijonegoro. Naskah Publikasi
Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta [Diakses pada 7 Maret 2018]