Anda di halaman 1dari 7

RANCANG BANGUN TEKNOLOGI DESTILASI BIOETANOL UNTUK BAHAN

BAKAR TERBARUKAN
3)
Ninik Agustin 1), Lina Wahyuningrum 2), Dewanto Harjunowibowo
Laboratorium Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA
FKIP Universitas Sebelas Maret
lnwhynr@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan etanol yang memiliki kadar mendekati murni,
yaitu 99,5% dari kadar alkohol pasaran yang diproduksi oleh masyarakat Bekonang. Untuk
bahan, diambil dari cairan berkadar alkohol rendah yang sudah jadi, yakni Ciu Bekonang
(minuman keras tradisional asal daerah Bekonang) yang memiliki kadar rata-rata kurang lebih
30%. Prosesnya dilakukan dengan melakukan destilasi ciu dengan alat destilasi bertingkat.
Variabel bebas penelitian adalah jumlah kolom yang digunakan, jumlah serutan Al yang
digunakan, dan variable terikat adalah kadar hasil destilasi, serta jumlah destilat yang
dihasilkan.
Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Fisika Prodi Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Waktu yang digunakan adalah 2 jam untuk
setiap percobaan dengan mengontrol suhu boiler agar stabil di angka 78⁰C. Hasil yang
diperoleh didestilasi ulang. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka disimpulkan bahwa jumlah
serutan Al akan menghasilkan jumlah destilat yang banyak pula sedangkan untuk jumlah
kolom semakin banyak kolom semakin tinggi kadar alkoholnya. Hasilnya, kadar yang
diperoleh mencapai 96% dengan 3 buah kolom dan 3 buah serutan almunium yang padat pada
tiap kolomnya.
Kata kunci: Ciu, destilasi bertingkat, destilat, kadar alkohol, kolom.

1. Pendahuluan
a. Prospek Bioetanol sebagai Bahan Bakar Terbarukan
Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati
atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya digunakan dalam industri sebagai
bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman keras seperti sake atau gin, dan bahan
baku farmasi dan kosmetika. Bioetanol (C2H5OH) dapat diperoleh melalui proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku berselulosa
merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena ada lignin
yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit. Bioetanol merupakan
bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai bensin (Assegaf, F., 2009).
Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar dalam bentuk campuran bioetanol dengan
bensin adalah bioetanol dengan kadar etanol 99,5% atau lebih dikenal sebagai bioetanol anhidrat
(Hambali et al., 2008; Assegaf, F., 2009). Bioetanol anhidrat yang digunakan sebagai bahan bakar
lebih popular dengan sebutan Fuel Grade Ethanol (FGE) (Prihandana et al., 2006).
Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan,
diantaranya murah dan ramah lingkungan karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92,
lebih tinggi dari premium (88), sedangkan pertamax memiliki nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan
bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai
oktan tanpa bersifat toksik sehingga merupakan bahan bakar alternatif yang potensial untuk
dikembangkan (Anonim, 2005). Zat aditif yang banyak digunakan dalam bensin adalah metil
tersier butil eter dan Pb namun zat aditif tersebut tidak ramah lingkungan dan bersifat toksik.
Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan
relatif kompatibel dengan mesin berbahan bakar bensin (Assegaf, F., 2009).
Campuran bioetanol (5%) dengan bensin (95%) telah dikomersialkan oleh Pertamina
dengan nama dagang Pertamax. Tahun 2008, harga Pertamax pada beberapa SPBU di Pulau Jawa
dan Sumatera, cukup tinggi, yakni Rp. 6.500-6.850/liter (Prihandana et al., 2008).

1
b. Destilasi Bertingkat
Menurut Shadily (1984) destilasi diartikan sebagai proses pemanasan suatu bahan pada
pelbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperoleh hasil tertentu.
Proses destilasi bertingkat (fraksinasi) ini digunakan untuk komponen yang memiliki titik
didih yang berdekatan (Syukri, S. 1999). Sistem kerjanya sama dengan destilasi sederhana,
perbedaannya adalah adanya kolom fraksinasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap
dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan
untuk pemurnian destilat yang lebih baik daripada plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin
tidak volatil cairannya (Lando, J.B. dan Maron, S.H., 1974).
Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioethanol atau alkohol yang mempunyai
kemurnian sekitar 30 – 40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. (Simanjuntak,
R. 2009). Untuk memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan
sebagai bahan baker, harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan
memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali
untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Destilasi bertingkat sangat
efektif digunakan pada pemisahan fraksi minyak mentah menjadi berbagai komponennya (Chang,
R., 2007).
Untuk memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan
sebagai bahan bakar harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan
memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali
untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Oleh karena itu untuk
mendapatkan FGE, dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan Azeotropic destilation
(Simanjuntak, R. 2009) dan dehidrasi (Tjokoroadikoesoemo, 1986; Hambali et al., 2008; Assegaf,
F., 2009).
Dilaporkan bahwa pengolahan bioetanol dengan menggunakan proses destilasi bertingkat
(dua kali proses destilasi) menghasilkan bioetanol dengan kadar 69,2-89,1% (Anonim, 2008).
Diharapkan dengan menggunakan destilasi 3 tingkat akan diperoleh bioetanol dengan kadar di atas
95%.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Metode eksperimen didasarkan pada hasil
penelusuran referensi mengenai teknologi destilasi bertingkat. Rancang bangun dilakukan
menggunakan 3 kolom dengan bahan stainless. Pengujian dilakukan setelah semua bagian alat
selesai disatukan.
a. Alat yang Digunakan
Satu set alat destilasi bertingkat,
b. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioetanol dengan kadar sekitar 30%
yang di peroleh dari desa Bekonang, Sukoharjo.
c. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan memisahkan cairan ke dalam fraksi-fraksi, yakni kelompok
yang mempunyai kisaran titik didih tertentu (destilasi bertingkat). Proses destilasi bertingkat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Memasang alat seperti Gambar 1 tetapi dimulai dengan satu kolom berisi satu serutan Al.
2) Bioetanol 30% 4 L dipanaskan dalam boiler menggunakan elemen pemanas listrik sampai
suhu 78oC pada ujung atas kolom terakhir. Suhu distabilkan menggunakan thermostat sebagai
pengontrol suhu.
3) Dicatat jumlah destilat yang diperoleh setiap 30 menit hingga 2 jam.
4) Kadar alkohol pada destilat setelah 2 jam diukur dengan alkoholmeter.
5) Diulangi langkah 1-4 dengan variasi jumlah serutan dimana tiap pengulangan dilakukan
dengan menambah 1 serutan Al hingga 3 serutan.
6) Diulangi langkah 1-5 untuk jumlah kolom 2 dan 3 dengan variasi serutan maksimal 3 serutan
dengan jumlah yang sama pada tiap kolom.
2
7) Destilasi ulang dilakukan pada destilat yang mempunyai kadar alkohol terendah dan jumlah
destilat terbanyak dengan menggunakan 3 kolom 3 serutan.

Gambar 1. Desain Alat Destilasi Bertingkat

d. Teknik Analisis Data


Data-data hasil percobaan yang bervariasi di bandingkan sehingga ditemukan variabel yang
paling baik untuk menghasilkan alkohol berkadar tinggi.

3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan


Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah alat destilasi bertingkat yang dapat
mengubah alkohol dengan kadar rendah menjadi alkohol dengan kadar yang tinggi lebih dari 95%
yang dapat digunakan untuk bahan bakar terbarukan. Penelitian dilakukan dengan pemvariasian
jumlah kolom fraksi dan jumlah serutan alumunium yang digunakan sehingga diperoleh kadar
tertinggi alkohol.
Bioetanol yang digunakan mengandung kadar alkohol 30% sebanyak 4 liter untuk setiap
pengambilan data. Waktu yang dibutuhkan alkohol mendidih dengan ditunjukkkan suhu pada
permukaan atas kolom 780C, dalam satu pengambilan data adalah 30 menit. Setiap pengambilan
data dilakukan selama 2 jam.
Sistem kerja alat destilasi bertingkat yang dikembangkan ini adalah, Pertama, Ciu 30%
diuapkan pada suhu 78oC dan dijaga stabil menggunakan thermostat. Kedua, uap alkohol dan air
akan naik ke atas menuju kolom-kolom fraksi dan menyentuh serutan alumunium yang menyimpan
panas yang setara dengan titik didih uap alkohol (78oC) yang jauh di bawah titik didih air (100 oC).
Hal ini menyebabkan uap air akan terkondensasi dan jatuh ke bawah (Boiler) sementara itu uap
alkohol akan tetap naik. Selanjutnya, dalam perjalanan jatuhnya cairan (air dan alkohol) tersebut di
dalam kolom akan bertemu dengan uap panas dari bawah, sehingga cairan menjadi panas kembali
dan alkohol menguap dengan kandungan yang lebih banyak. Sementara itu, air akan terus turun
sampai mendapat panas yang cukup untuk menguap lagi. Proses ini terus berulang didalam kolom
sampai akhirnya ada sebagian uap alkohol berhasil lolos menuju kondensor.
Di dalam kondensor, uap alkohol yang berhasil lolos berubah bentuk menjadi cair kembali
karena suhu kondensor jauh lebih dingin daripada uap alkohol yang melewati kondensor. Setelah
menjadi cair, alkohol akan menetes ke bawah menuju tempat penampungan. Di dalam
penampungan, alkohol dikeluarkan dan dicek kadarnya menggunakan Alkoholmeter.
Data dengan menggunakan satu kolom fraksi dengan memvariasikan jumlah serutan dapat
dilihat pada Gambar 2.

3
(a) (b)
Gambar 2.(a) Grafik pengaruh variasi serutan terhadap kadar alkohol; (b) Grafik pengaruh variasi
serutan terhadap jumlah destilat.
Diketahui dari Gambar 2a, bahwa penambahan jumlah serutan dapat meningkatkan kadar
alkohol dari 87% ke 89%, dan jumlah destilat dari 120 mL ke 170 mL (Gambar 2b). Hal yang
menarik dari data tersebut adalah pada jumlah serutan 2 buah, terjadi penurunan kadar alkohol
sebesar 1%, namun terjadi puncak jumlah destilat. Hal ini dikarenakan panas yang terperangkap
dalam kolom digunakan untuk menguapkan larutan dapat lebih maksimal. Jumlah uap yang banyak
ini memiliki konsekuensi logis makin banyak pula uap air yang lolos dan terkondensasi menjadi
destilat sehingga terjadi penurunan kadar alkohol dalam destilat.
Sedangkan data dengan menggunakan dua kolom fraksi dengan memvariasikan jumlah
serutan dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)
Gambar 3.(a) Pengaruh variasi serutan terhadap kadar alkohol; (b) Pengaruh variasi serutan
terhadap jumlah destilat.
Dari Gambar 3b, dapat dilihat bahwa dengan menambahkan jumlah serutan maka kadarnya
mengalami kenaikan dari 90% ke 91%, selain itu jumlah alkohol yang dihasilkan juga mengalami
kenaikan dari 175 mL ke 315 mL (Gambar 3b). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyaknya
serutan yang digunakan akan menaikkan kadar dan jumlah alkohol yang dihasilkan.
Akan tetapi pada penggunaan tiga buah serutan, kadar yang dihasilkan tetap sama. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena kondisi jenuh tercapai pada serutan kedua. Dimungkinkan
penambahan serutan lebih dari dua hanya akan berpengaruh pada penambahan jumlah destilat
namun tidak berpengaruh pada penambahan kadar alkohol destilat.
Data dengan menggunakan tiga kolom fraksi dengan memvariasikan jumlah serutan dapat
dilihat pada Gambar 4.

4
(a) (b)
Gambar 4.(a) Pengaruh variasi serutan terhadap kadar alkohol; (b) Pengaruh variasi serutan
terhadap jumlah destilat.
Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan jumlah serutan masih mempengaruhi baik
kadar alkohol yang dihasilkan ataupun jumlah destilat seperti halnya Gambar 1 dan 2. Jika
dicermati pada Gambar 4 yang merupakan penambahan jumlah kolom dengan penambahan jumlah
serutan pula, maka terlihat jelas bahwa semakin panjang kolom fraksinasi dan makin banyak
serutan mampu menaikkan kadar alkohol hingga 92% dan jumlah destilat mencapai sekitar 420mL.
Meskipun pada Gambar 4 terjadi penurunan kadar alkohol dari 92% menjadi 91%, dimana jumlah
serutannya adalah 3.
Gambar 5 menunjukkan grafik keseluruhan dari hasil pengambilan data dengan
pemvariasian jumlah kolom fraksi dan jumlah serutan dalam satu kali proses destilasi. Jumlah
kolom terbanyak adalah tiga kolom dan jumlah serutan terbanyak adalah 9 buah.

(a)

(b)
Gambar 5.(a) Pengaruh variasi kolom terhadap kadar alkohol; (b) Pengaruh variasi kolom terhadap
jumlah destilat
5
Hasil sementara dari penelitian ini dengan sekali proses destilasi dapat diperoleh bahwa
data yang paling baik adalah setting alat menggunakan tiga kolom dan tiga serutan alumunium
yaitu menghasilkan kadar 91% dengan jumlah 420 ml.
Alkohol dengan kadar 91% yang merupakan hasil pengambilan data belum dapat
digunakan untuk bahan bakar seperti tujuan penelitian ini sehingga penelitian dilanjutkan dengan
mendestilasi ulang hasil dari destilasi sebelumnya dengan jumlah 420 ml. Destilasi ulang
menggunakan tiga kolom dan tiga buah serutan karena dimungkinkan akan menghasilkan kadar
yang lebih tinggi.
Gambar 6 menunjukkan grafik hasil destilasi ulang dari dua sampel, yaitu sampel dari hasil
destilasi 1 kolom dengan 2 serutan alumunium, dan 3 kolom dengan 3 serutan alumunium

Gambar 6. Hasil Destilasi Ulang


Destilasi ulang ini menghasilkan alkohol dengan kadar 94% dari kadar awal 86% dan
alkohol berkadar 96% dari kadar awal 91%. Kadar 96% belum dapat dimanfaatkan untuk campuran
bahan bakar bensin (Prihandana et al., 2006).
Penelitian ini menghasilkan alat destilasi bertingkat 3 kolom skala rumah tangga yang
dapat meningkatkan kadar alkohol industri bioetanol di desa Bekonang dari kadar awal sekitar 30%
menjadi alkohol dengan kadar 96%. Dengan memvariasikan tiga kolom fraksi dan serutan, dapat
disimpulkan bahwa hasil destilasi yang paling baik (kadar tinggi) dan jumlah optimum adalah
menggunakan tiga kolom fraksi dan sembilan serutan Al.

4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan:
a. Semakin banyak jumlah kolom dan jumlah serutan maka akan menghasilkan kadar dan jumlah
alkohol semakin tinggi.
b. Seting terbaik alat destilator bertingkat yang dihasilkan adalah 3 kolom fraksi dengan 9 serutan
Al.
c. Hasil kadar alkohol tertinggi yang diperoleh dari seting terbaik adalah 96%.

5. Saran
Untuk mendapatkan kadar 99,5% sebaiknya diadakan lagi penelitian dengan menambah
jumlah kolom fraksi atau menambahkan serbuk zeolit.

Daftar Pustaka

Anonim. 2005. Bioetanol, Pengganti BBM Yang Kompetetif. Kompas, 14/02/ 2005
Anonim. 2006. Bensin Dioplos Singkong. diunduh dari
http://www.bigcassava.com/webcontent2.htm. Tanggal 15 September 2010.
Anonim. 2008. Teknologi produksi etanol dari sagu dan biofuel minyak kelapa. Laporan Tahunan
2008. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Manado.
Assegaf, F. 2009. Prospek Produksi Bioetanol Bonggol Pisang (Musa Paradisiacal) Menggunakan
Metode Hidrolisis Asam dan Enzimatis. diunduh dari

6
www.beswandjarum.com/article_download_pdf/article_pdf_26.pdf. Tanggal 15
Agustus 2010.
Chang R. 2007. Chemistry Ed ke-9. New York: McGraw-Hill.
Effendi, D.S., 2009, Aren, Sumber Energi Alternatif, Jurnal Warta, Vol 31 No 2. Bogor.
Hambali E, Mujdaliah S, Tambunan AH, Pattiwi AW, Hendroko R. 2008. Teknologi bio-energi.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Lando JB, Maron SH. 1974. Fundamentals of Physical Chemistry. New York: Macmillan
Publising.
Muspahaji. M., 2010. Mengganti BBM dengan Bioetanol. diunduh dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0710/23/opi03.htm. Tanggal 15 September
2010.
Peraturan Presiden RI (Penpres) No.5 Tahun 2005. Kebijakan energy nasional; Penyediaan biofuel
dan kebutuhan energi nasional pada tahun 2005. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai