Anda di halaman 1dari 66

A.

Judul Penelitian:
PEMODELAN ATRIBUT DESA WISATA DI DESA HILINAWALO FAU
KABUPATEN NIAS SELATAN

B. Latar Belakang
Desa Hilinawalo Fau merupakan daerah yang bersejarah di mana
mengandung begitu banyak nilai seni dan budaya yang tinggi di dalamnya dan
masih tetap dipertahankan hingga sekarang ini. Hilinawalo terletak disebelah
selatan pulau nias yang berdekatan dengan Desa Ono Hondro di bagian sebelah
selatan dan Bawogosali di sebelah utara. Masyarakat di Desa Hilinawalo fau
mengandung dua agama yaitu Kristen Protestan dan Katolik. Meskipun demikian,
masyaraktat setempat bukanlah masyarakat yang fanatik sempit, namun juga
sangat menghargai sesama yag menganut agama yang berbeda dengannya. Di
desa Hilinawalo Fau, terdapat begitu banyak peninggalan sejarah seperti rumah
adat, batu megalit dan juga termasuk nilai budaya dan seni yang terkandung di
dalamnya.
Desa hilinawalo Fau memang bukan desa yang begitu besar, tapi dengan
kesederhanaanya dapat membentuk keunikan akan seni dan budaya tersendiri
yang mampu meninggalkan kesan bagi para wisatawan yang berkunjung disana.
Sumber kelangsungan hidup masyarakat Hilinawalo Fau pada umumnya masih
dominan dengan pertanian atau bercocok tanam dan menyadap karet. Namun
demikian, dengan kesederhanaan hidup ini tidak membatasi masyarakat
Hilinawalo Fau untuk meraih cita dalam dunia "Pendidikan". Di Hilinawalo Fau
dapat menyaksikan berbagai macam bentuk atraksi seni dan budaya seperti
pelompatan batu setinggi kurang lebih 2 meter dan tarian adat khas Hilinawalo
Fau. Kita mesti bangga bagi negeri ini yang memiliki beragam budaya yang unik
di dalamnya yang mampu menggugah hati para wisatawan mancanegara.
Hilinawalö Fau merupakan salah satu daerah pariwisata yang terletak di Pulau
Nias di bagian Selatan.
C. Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Desa


Menurut Bintarto(1983), desa merupakan perwujudan atau kesatuan
geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat di suatu daerah, dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Menurut UU
nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal I yang dimaksud dengan
desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan megurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sitem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengartikan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Karakteristik Pedesaan
Karakteristik pedesaan dibagi kedalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik
fisik, karakteristik sosial, dan karakteristik ekonomi.
2.2.1 Karakteristik Fisik Pedesaan
Dari letak alaminya desa-desa di Indonesia, secara garis besar dapat
dikategorikan sebagai berikut:

Desa-desa pantai
Desa-desa pantai atau laut tentu sangat tergantung kepada pantai atau pesisir
lautnya. Ada yang berada di pantai landai dengan pasir putihnya, ada juga yang di
pantai yang berbukit seperti di pantai Selatan pulau Jawa (meskipun tidak
semuanya), dan sebagainya.

Desa-desa di dataran rendah


Desa-desa yang berada di dataran rendah atau “Ngare” (Jawa) pun
bervariasi sesuai dengan sejarah terbentuk dan perkembangan masing-masing.
Namun desa-desa seperti ini relatif dapat leluasa mengatur pola ruang desa atau
teritorialnya dari desa-desa pegunungan atau pantai.

Desa-desa di pegunungan, atau dari segi lain


Desa pegunungan sangat tergantung kepada keadaan alamnya. Rumah-
rumah penduduk desa pegunungan ini sering terlihat bersaf-saf secara hirarkis, di
celah-celah perbukitan atau lembah pegunungan, atau di kanan kiri sungai.

Desa-desa di pedalaman
Desa pedalaman, yaitu desa-desa yang berada jauh dari kota dan relatif
terisolir, di wilayah pegunungan atau pedalaman, jauh di luar kota.
2.2.2 Karakteristik Sosial Pedesaan
Berikut adalah karakteristik sosial pedesaan, yaitu :
1.Sistem kehidupan umumnya berdasarkan kelompok dengan dasar kekurangan
(paguyuban)
2.Masyarakat bersifat homogeny seperti hal mata pencaharian, agama dan istiadat
3.Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan dan erat
bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya
4.Mata pencaharian utama para penduduk biasanya bertani
5.Faktor geografis sangat berpengaruh terhadap corak kehidupan Masyarakat
6.Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauhdari tempat tinggal
2.2.3 Karakteristik Ekonomi Pedesaan
Karakteristik ekonomi pedesaan adalah sebagai berikut:
1. Ketergantungan pada kota dalam hal pasar dan modal
2. Lapangan kerja utama di sektor pertanian dan pengolahan hasil pertanian.
3. Pengolahan dengan teknologi sederhana.
4. Mengolah usaha dalam skala kecil dan menengah.
5. Permasalahan modal dan pemasaran.
2.3 Unsur-Unsur Desa
Desa memiliki beberapa unsur, yaitu:
1. Unsur daerah, berupa tanah produktif dan tidak produktif, serta unsur
lokasi, luas dan batas.
2. Unsur penduduk berupa jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan
mata pencaharian penduduk.
3. Unsur tata kehidupan berupa seluk-beluk masyarakat desa (Bintarto,
1977).
2.4 Ciri-ciri Desa
Wilayah pedesaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perbandingan tanah dengan manusia (man land ratio) biasanya besar.
2. Lapangan kerja agraris.
3. Hubungan penduduk yang akrab.
4. Sifat yang cenderung mengikuti tradisi
Ciri-ciri desa dipengaruhi oleh kondisi geografis yang berpengaruh pada
kehidupan masyarakat pedesaan:
1. Desa dan masyarakatnya erat hubungannya dengan alam (iklim dan alam
seakan-akan mengatur kegiatan manusia dalam bertani).
2. Penduduk desa merupakan satu unit sosial dan unit kerja, jumlahnya relative
tidak besar dan struktur ekonomi pada umumnya agraris.
3. Masyarakat desa mewujudkan satu paguyuban (dimana terdapat ikatan
kekeluargaan yang erat) dimana proses sosial berjalan lambat. Control
kemasyarakatan di desa ditentukan oleh adat, moral dan hukum yang informal.
2.5 Tipologi Desa
Tipologi desa ialah teknik untuk mengenal tipe-tipe desa berdasarkan ciri-
ciri menonjol (tipikal) yang dimiliki dalam kaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangannya, sedangkan klasifikasi tingkat perkembangan desa berdasarkan
kesamaan tingkat perkembangannya yaitu tahapan desa swadaya, desa swakarya
dan desa swasembada.
Tipologi dan klasifikasi tingkat perkembangan desa meliputi empat bagian,
keempat bagian tersebut merupakan suatu kesatuan dan mempunyai hubungan
erat satu sama lain. Keempat bagian tersebut yaitu :
Potensi Dasar
Potensi dasar suatu desa merupakan modal dasar dari desa yang
bersangkutan dalam melaksanakan pembangunan, yang terdiri dari potensi alam,
potensi penduduk dan lokasi/letak desa terhadap pusat fasilitas. Potensi dasar
yang diolah dan dikembangkan oleh masyarakat serta menjadi sumber
penghasilan sebagian besar masyarakat.
Tipe Desa
Tipe desa ditentukan berdasarkan pendekatan potensi dominan yang diolah
dan dikembangkan serta telah menjadi sumber penghasilan sebagain besar
masyarakat desa. Tipe desa meliputi delapan tipe, yaitu :

 Tipe Desa Nelayan (DNL)


Adalah desa yang sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung pada
potensi laut.

 Tipe Desa Persawahan (DPS)


Adalah desa yang sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung pada
potensi pertanian sawah, baik yang berpengairan teknis, non teknis maupun tadah
hujan.
 Tipe Desa Perladangan (DPL)
Adalah desa yang sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung pada
potensi pertanian, tanah kering (ladang/tegalan) baik ditanami padi maupun
palawija.

 Tipe Desa Perkebunan (DPB)


Adalah desa yang sebagain besar kehidupan penduduknya bergantung pada
potensi pertanian tanaman keras (lebih dari satu musim) dan monokultur.

 Tipe Desa Peternakan (DPT)


Adalah desa yang sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung
kepada potensi peternakan.

 Tipe Desa Kerajinan/Industri Kecil (DIK)


Adalah desa yang sebagian penduduknya bergantung kepada potensi
industri kecil atau kerajinan.

 Tipe Desa Industri Sedang dan Besar (DIB)


Adalah desa yang sebagian besar penduduknya bergantung kepada potensi
industri sedang dan atau besar.

 Tipe Desa Jasa dan Perdagangan (DJP)


Adalah desa yang sebagian besar penduduknya bergantung pada potensi
perdagangan dan jasa.
Indikator Tingkat Perkembangan Desa
Adalah keadaan yang memberikan petunjuk (dapat diukur) sejauh mana
hasil proses suatu kegiatan / program dalam pembangunan desa telah dapat
dicapai dalam kurun waktu tertentu. Indikator tingkat perkembangan desa
ditetapkan dengan pendekatan aspek panca gatra berdasarkan konsepsi Tannas
(ketahanan nasional) yang meliputi unsur-unsur IPOLEKSUSBUDHANKAM.
Indikator-indikator yang penting dalam pembangunan desa terbagi ke dalam tiga
aspek.
Faktor Pembangunan Desa
Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni
masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu tipologi
desa bisa dilihat dari segi pemukiman maupun dari tingkat perkembangan
masyarakat desa itu sendiri, dilihat dari segi mata pencaharian pokok yang
dikerjakan.

2.6 Bentuk dan Pola Desa


Menurut Daldjoeni (2003), bentuk-bentuk desa secara sederhana dapat
dikemukakan sebagai berikut :
Bentuk desa menyusur sepanjang pantai
Di daerah-daerah pantai yang landai dapat tumbuh suatu permukiman, yang
mata pencaharian penduduknya di bidang perikanan, perkebunan kelapa, dan
perdagangan. Jika desa pantai seperti itu berkembang, maka tempat tinggal
meluas dengan cara menyambung yang lama dengan menyusur pantai, sampai
bertemu dengan desa pantai lainnya. Adapun pusat-pusat kegiatan industry kecil
(perikanan dan pertanian) tetap dipertahankan di dekat tempat tinggal penduduk
yang mula-mula.
Bentuk desa pantai
Keterangan;
1. Arah pengembangan untuk permukiman penduduk
2. Daerah kawasan industri kecil desa
3. Daerah permukiman penduduk
4. Bentuk desa yang terpusat
Ini kepadatan di daerah pegunungan. Penduduk umumnya terdiri atas
mereka yang seketurunan; pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh
kegotongroyongan mereka; jika jumlah penduduk kemudian bertambah lalu
pemekaran desa pegunungan itu mengarah ke segala jurusan, tanpa adanya
rencana. Sementara itu pusat-pusat kegiatan penduduk pun dapat bergeser
mengikuti pemekaran.
Desa terpusat
Keterangan :
1. Arah pengembangan untuk permukiman atau perluasan
2. Daerah kawasan industri kecil desa
3. Daerah permukiman penduduk
4. Bentuk desa linier di dataran rendah
Pemukiman penduduk di dataran rendah umumnya memanjang sejajar
dengan rentangan jalan raya yang menembus desa yang bersangkutan. Jika
kemudian secara wajar artinya tanpa direncanakan desa mekar, tanah pertanian
diluar desa sepanjang jalan raya menjadi pemukiman baru. Memang ada kalanya
juga pemekaran ke arah pedalaman sebelah menyebelah jalan raya. Maka
kemudian harus dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, jadi semacam ring road
dengan maksud agar kawasan pemukiman baru tak terpencil.
Bentuk desa dataran rendah
Keterangan :
1. Arah pengembangan permukiman penduduk
2. Daerah kawasan industri kecil desa
3. Jalan tembus
4. Lahan pertanian
5. Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas tertentu
Bentuk desa tersebut terdapat di dataran rendah. Yang dimaksudkan dengan
fasilitas misalnya mata air, waduk, lapangan terbang, dan lain-lain. Arah
pemekarannya dapat ke segala jurusan, sedang fasilitas-fasilitas untuk industri
kecil dapat disebarkan dimana-mana sesuai dengan keinginan setempat.
Bentuk desa mengelilingi fasilitas
Keterangan:
1. Fasilitas yang telah ada
2. Arah pengembangan permukiman
3. Permukiman penduduk
4. Daerah industri kecil
Beberapa pola desa menurut seorang geograf asal Pakistan, Misra dalam
jurnal Perencanaan Desa merinci mengenai 14 pola desa, yaitu :

Segi empat memanjang ( rectangular )


Tipe paling umum karena bentuk lahan pertaniannya. Kekompakan desa
membutuhkan letak rumah yang saling berdekatan, karena tak ada tembok keliling
yang mengamankannya. Pola segi empat cocok bagi permukiman berkelompok.

Bujur sangkar ( square & 4 square )


Tipe ini muncul di persilangan jalan, juga di permukiman bentuk segi empat
panjang yang terbagi dalam empat kelompok.
Desa memanjang ( elongated )
Kondisi alam dan budaya setempat telah membatasi pemekaran desa ke
arah-arah tertentu sehingga terpaksa memanjangkan diri.

Desa melingkar ( circular )


Bentuk ini diwarisi ketika tanah masih kosong. Desa dibangun di atas
urugan tanah, sehingga dari luar nampak seperti benteng dengan lubang untuk
keluar masuk.

Tipe beruji ( radial plan)


Jika pusat desa berpengaruh besar atas perumahan penduduk, maka tercapai
bentuk beruji. Pengaruh tersebut berasal dari istana bangsawan, rumah ibadah atau
pasar.

Desa poligonal
Karena desa tak pernah dibangun menurut rencana tertentu, maka nampak
bentuk-bentuk luar yang beragam. Bentuk ini antara melingkar dan segi empat
panjang.

Pola tapal kuda ( horse shoe)


Dihasilkan oleh sebuah gundukan, bukit atau lembah, sehingga pola desa
menjadi setengah melingkar.

Tak teratur ( irregular)


Desa yang masing2 rumahnya tak karuan alang ujurnya.

Inti rangkap ( double nucleus)


Desa kembar hasil pertemuan dua permukiman yang saling mendekat,
misalnya akibat lokasi stasiun kereta api di antara keduanya.
Pola kipas
Tumbuh dari pusat yang letaknya di salah satu ujung permukiman, dari situ
jalan raya menuju ke segala arah.

Desa pinggir jalan raya ( street )


Desa ini memanjang sepanjang jalan raya, pasar berada di tengah, jalan
kereta api menyusuri jalan raya tersebut.
Desa bulat telur ( oval ), sengaja dibuat menurut rencana demikian.
2.7 Karakteristik Permukiman Desa
2.7.1 Pengertian Pola Permukiman
Secara etimologis pola permukiman berasal dari dua kata yaitu pola dan
permukiman. Pola (pattern) dapat diartikan sebagai susunan struktural, gambar,
corak, kombinasi sifat kecenderungan membentuk sesuatu yang taat asas dan
bersifat khas (Depdikbud, 1988), dan dapat pula diartikan sebagai benda yang
tersusun menurut sistem tertentu mengikuti kecenderungan bentuk tertentu.
Pengertian ini tampaknya hampir mirip dengan pengertian model, atau susunan
sesuatu benda. Pola permukiman secara umum merupakan susunan sifat
persebaran permukiman dan sifat hubungan antara faktor-faktor yang menentukan
terjadinya sifat persebaran permukiman tersebut.
2.7.2 Terjadinya Persebaran Permukiman
Persebaran permukiman mempunyai kaitan erat dengan persebaran
penduduk. Persebaran penduduk membentuk persebaran permukiman, dengan
pola-pola persebaran permukiman yang bervariasi. Persebaran permukiman
dipengaruhi oleh meteorologi (suhu dan curah hujan); topografi, bentuk lahan,
sumberdaya alam; hubungan keruangan; faktor budaya; serta faktor demografi.
Secara garis besar terjadinya pola permukiman menurut Shryock tersebut
dipengaruhi oleh faktor fisik balk alarm maupun buatan, faktor sosial-ekonomi,
dan faktor budaya manusia atau penduduk.
2.7.3 Pola Permukiman Desa
Menurut Hudson (1970), pola permukiman desa adalah sebagai berikut:

 Pola permukiman mengelompok


Pola persebaran permukiman mengelompok tersusun dari dusun-dusun atau
bangunan-bangunan rumah yang lebih kompak dengan jarak tertentu.
Gathered Settlements (mengelompok) karena :
I. Daerah-daerah yang memiliki tanah-tanah subur, dapat mengikut tempat
kediaman penduduk dalam satu kelompok.
II. Daerah-daerah dengan relief yang sama, misalnya dataran-dataran rendah
menjadi sasaran penduduk untuk bertempat tinggal.
III. Daerah-daerah dengan permukaan air tanah yang dalam menyebabkan
adanya sumur-sumur yang sangat sedikit, karena pembuatan sumur-sumur
itu akan memakan biaya dan waktu yang banyak.
IV. Daerah-daerah dimana keadaan keamanan belum dapat dipastikan, baik
karena gangguan binatang maupun gangguan suku bangsa yang sedang
bermusuhan dapat berpengaruh terhadap timbulnya pengelompokan
tempat kediaman.
V. Pola permukiman menyebar
Pola persebaran permukiman menyebar terdiri dari dusun-dusun dan atau
bangunan-bangunan rumah yang tersebar dengan jarak tidaktertentu.
Fragmented Settlements (tersebar) karena :
I. Daerah-daerah banjir dapat merupakan pemisah antara permukiman
perdesaan satu dengan lainnya.
II. Daerah-daerah dengan topografi kasar menyebabkan rumah penduduk
desa tersebar.
III. Permukaan air tanah yang dangkal memungkinkan pembuatan sumur-
sumur di setiap tempat,
IV. Keamanan terjamin.
2.7.5 Pola Permukiman Desa Menurut Djaldjoeni
Menurut Djaldjoneni (2003), pola permukiman desa dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a) Pola desa linier atau memanjang jalan/ sungai.
b) Pola desa mengikuti garis pantai
c) Pola desa terpusat
d) Pola desa mengelilingi fasilitas
2.7.6 Pola Permukiman Desa Menurut Paul H. Landis
Menurut Landis (1948), pola permukiman desa dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. The farm village type
Tipe desa yang penduduknya tinggal bersana disuatu tempat dengan lahan
pertanian disekitarnya
2. The nebulous farm type
Tipe desa yang sebagian besar penduduknya tinggal bersama disuatu tempat
dengan lahan pertanian disekitarnya dan sebagian kecil penduduknya
tersebar keluar pemukiman pokok karena pemukiman pokok sudah padat
3. The arranged isolated farm type
Tipe desa yang penduduknya bermukim sepanjang jalan utama.
4. Pure isolated type
Tipe desa yang penduduknya tinggal tersebar, terpisah dari lahan pertanian
masing-masing dan terpusat pada satu pusat perdagangan
2.7.7. Pola Permukiman Desa Menurut Bintarto
Menurut Bintarto (1983), pola permukiman desa adalah sebagai berikut:
a) Memanjang jalan
b) Memanjang sungai
c) Radial, misalnya mengelilingi danau
d) Tersebar, mengikuti pola tersebarnya air tanah
e) Memanjang pantai
f) Memanjang jalan kereta api
2.7.8 Pola Permukiman Desa Menurut Persebarannya
Pola permukiman menurut persebarannya dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Nucleated Agricultural Village Community/ menggerombol
b) Pemukiman desa saling menggerombol/ mengelompok, jarak lahan
pertanian jauh dari pemukiman penduduk.
c) Bentuk pola bergerombol dan berkelompok membentuk suatu inti yang
disebut nucleus.
1. Line Village Community / memanjang
2. Pemukiman berupa deretan memanjang di kanan kiri jalan atau sungai.
3. Penduduk menyusun tempat tinggal mengikuti aliran sungai atau jalur
jalan dan membentuk suatu deretan perumahan.
Open Country or Trade Center Community / tersebar
Pemukiman penduduk menyebar di daerah pertaniannya. Antara perumahan
yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan jalur lalu lintas untuk
kepentingan perdagangan.
2.8 Penggunaan Lahan di Wilayah Pedesaan
Ciri khas penggunaan lahan pedesaaan adalah dominasi penggunaan untuk
kegiatan pertanian dalam arti luas, yang mencakup pertanian tanaman pangan,
perkebunan, kebun, hutan, perikanan, dan peternakan. Unit-unit kegiatan
pertanian biasanya memerlukan lahan yang cukup luas dengan intensitas
penggunaan lahan tidak setinggi kegiatan perkotaan. Klasifikasi penggunaan
lahan pedesaan biasanya tidak sedetail penggunaan lahan di perkotaan.
Menurut Sudyohutomo (2006), di Indonesia, klasifikasi penggunaan lahan
mencakup baik yang sengaja digunakan oleh manusia (land use) maupun tidak
digunakan (unused). Klasifikasi jenis penggunaan tanah pedesaan ada 12 jenis,
antara lain:
Perkampungan adalah areal lahan yang digunakan untuk kelompok
bangunan tempat tinggal penduduk dan dihuni secara menetap.
Industri adalah areal lahan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi
berupa proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang jadi/setengah
jadi dan atau setengah jadi menjadi barang jadi (industri manufatur).
Pertambangan adalah areal lahan yang dieksploitasi bagi pengambilan atau
penggalian bahan-bahan tambang yang dilakukan secara terbuka dan atau
tertutup.
Persawahan adalah areal pertanian terdiri dari petak-petak pematang yang
digenangi air secara periosik atau terus menerus, ditanami padi atau
diselingi dengan tanaman palawija, tebu, tembakau, dan tanaman semusim
lainnya.
Pertanian tanah kering semusim adalah areal lahan pertanian yang tidak
pernah diairi dan mayoritas ditanami dengan tanaman umur pendek, areal
ini juga disebut pertanian tegalan atau ladang
Kebun adalah areal lahan yang ditanami satu jenis tanaman keras (disebut
kebun sejenis), atau tanaman keras dengan tanaman semusim dan tidak
jelas jenis tanaman apa yang menonjol (sehingga disebut kebun campuran)
Perkebunan adalah areal lahan yang ditanami tanaman keras dengan satu
jenis tanaman dominan, yang mencakup perkebunan berdasarkan
perkebunan rakyat.
Padang adalah areal lahan yang hanya ditumbuhi tanaman rendah dari
keluarga rumput dan semak.
Hutan adalah areal lahan yang ditumbuhi oleh pepohonan dan tajuk
pohonnya dapat saling menutupi/bergesekan. Hutan terdiri atas hutan alam
lebat, hutan belukar, dan hutan sejenis.
Perairan darat adalah areal lahan yang digenangi air tawar secara
permanen, baik buatan maupun alami. Perairan darat terdiri atas kolam air
tawar, tambak, penggaraman, waduk, danau/telaga/situ, dan rawa.
Lahan terbuka adalah areal lahan yang tidak ditumbuhi tanaman, tidak
digarap karena tidak subur (tanah tandus), menjadi tidak subur setelah
digarap atau ditambang tanahnya (tanah rusak), atau karena dibuka
sementara (land clearing).
Lain-lain adalah areal lahan yang digunakan bagi prasarana seperti jalan,
sungai, dan bendungan serta saluran yang merupakan buatan manusia atau
alami.
2.9 Sarana dan Prasarana Pedesaan
Sarana dan prasarana pedesaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.9.1 Sarana Pedesaan
Sarana pedesaan dapat dikelompokan sebagai berikut:
Sarana pemerintahan dan pelayanan umum.
Yang termasuk sarana pemerintahan dan pelayanan umum adalah:
o Kantor-kantor pelayanan/administrasi pemerintahan danadministrasi
kependudukan.
o Kantor pelayanan utilitas umum dan jasa, seperti layanan air bersih (PAM)
dan listrik (PLN)
o Pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan
Sarana pendidikan dan pembelajaran
Penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran, meliputi:
o Taman kanak-kanak, yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar
dan mengajar pada tingkatan pra belajar.
o Sekolah Dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar
yang menyelanggarakan program enam tahunan.
o Sekolah Menengah Umum
o Sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan atau pun
perpustakaan umum lingkungan.
o Sarana Kesehatan
Beberapa jenis sarana kesehatan yang dibutuhkan adalah:
- Posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-
anak usia balita.
- Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada
penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada
penyembuhan.
- Puskesmas dan balai pengobatan
- Tempat praktek dokter
- Apotik
- Sarana peribadatan
Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan
memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara
masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Adapun jenis
sarana peribadatan unuk agama Islam:
Kelompok penduduk 250 jiwa diperlukan mushola
Kelompok penduduk 2.500 jiwa disediakan masjid
Sarana ibadah agama lain:
- Katolik mengikuti paroki
- Hindu mengikuti adat
- Budha dan Kristen mengikuti sistem kekerabatan
Sarana Perdagangan dan Niaga
Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga
adalah:
o Toko/ warung yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari.
o Pasar lingkungan
o Pusat pertokoan
o Sarana Kebudayaan dan rekreasi
Penetapan jenis sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah sangat
tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut faktor tata
kehidupan penduduknya dan struktur sosial penduduknya. Jenis sarana kebudayan
dan rekreasi meliputi:

 Balai warga atau balai pertemuan


 Balai serbaguna/ gedung serbaguna
 Gedung pertemuan/ gedung serbaguna
 Sarana ruang terbuka, tamana dan lapangan olahraga

2.9.2 Prasarana Pedesaan


Prasarana pedesaan dapat dibedakan sebagai berikut:
 Jaringan jalan
Menurut fungsinya, jalan dapat diklasifikasikan sebagai beikut:

 Sistem jalan primer, meliputi: arteri primer, kolektor primer, dan local
perimer.
 Sistem jalan sekunder, meliputi: arteri sekunder, kolektor sekunder, local
sekunder, dan jalan lingkungan.
 Jaringan drainase
 Jenis jaringan drainase dapat dibedakan sebagai berikut:
o Berdasarkan sejarah terbentuknya, meliputi: drainase alamiah dan drainase
buatan
o Berdasarkan letak saluran, meliputi: drainase muka tanah dan drainase
bawah muka tanah.
o Menurut fungsi drainase, meliputi: single purpose, saluran terbuka, dan
saluran tertutup.
o Jaringan air bersih
Persyaratan, kriteria, dan kebutuhan air bersih yang harus dipenuhi adalah:
 Penyediaan kebutuhan air bersih
1) Lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan
air minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2) Apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan
air bersih lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah atau
sambungan halaman.
 Penyediaan jaringan air bersih
1) Harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan
rumah;
2) Pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass;
3) Pipa yang dipasang di atas tanah tanpa menggunakan perlindungan
menggunakan GIP.
Penyediaan kran umum
1) Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
2) Radius pelayanan maksimum 100 meter;
3) Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari.
Jaringan persampahan
Sarana pembuangan sampah merupakan kelengkapan yang penting terkait
dengan persyaratan kesehatan lingkungan. Tempat pembuangan sampah rumah
tangga sebaiknya disediakan di setiap unit hunian. Dari unit-unit hunian ini,
sampah diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS), misalnya dengan
menggunakan gerobak atau pun mobil sampah. Selanjutnya, sampah diangkut ke
tempat pembuangan akhir (TPA) dengan menggunakan dumb truck, yang
operasionalisasinya dapat dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat
dan dapat pula dikelola secara mandiri.
Jaringan sanitasi dan Limbah
Jaringan listrik

2.10 Desa Perbatasan


Karakteristik desa perbatasan pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
I. Jumlah penduduknya sangat sedikit sehingga tidak menjadi prioritas utama
untuk dibangun
II. Kurangnya kepastian perlindungan hak dan kepastian berusaha
III. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat setempat
IV. Kurangnya minat para pelaku untuk berinvestasi
V. Pilihan pengelolaan ekonomi menjadi terbatas karena luas wilayahnya
yang kecil dan lokasinya jauh serta terkebelakang
VI. Sukar dan mahalnya penyediaan prasarana dan sarana sosial.
2.11 Desa Tertinggal
Dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
(STRANAS PPDT) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pembagunan
Daerah Tertinggal Nomor 04/ PER/M-PDT/II/2007, menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat
serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain
dalam skala nasional.
Pengertian ini memiliki tiga kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Daerah Kabupaten. Secara administratif, daerah tertinggal harus masuk
dalam daerah kabupaten. Hal ini mengandung konsekuensi, bahwa daerah
yang bernomenklatur kota, seperti Kota Sabang, Kota Tasikmalaya, dan
Kota Tual tidak dapat dikategorikan sebagai daerah tertinggal, atau bahkan
terdapat desa-desa yang dikategorikan tertinggal.
2. Masyarakat dan wilayah. Kedua aspek ini dirinci kedalam enam kriteria
pokokketertinggalan, yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya
manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan local (celah
fiscal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah.
3. Relatif dalam skala nasional. Data-data masing-masing kabupaten
diperbandingkan secara relatif dengan seluruh daerah kabupaten/ kota
yang ada di Indonesia.
2.12 Kajian Usaha Tani
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam
perkembangan sebuah desa, terutama pada Negara-negara berkembang, seperti
Indonesia. Pertanian merupakan sebuah kegiatan manusia yang di dalamnya
termasuk kegiatan bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Sebagai Negara agraris, sebagian besar mata pencaharian masyarakat
Indonesia adalah sebagai petani. Oleh karena itu, sektor pertanian sangat penting
untuk dikembangakan di Indonesia. Dalam pengembangan sektor pertanian
tersebut dibutuhkan manajemen dalam pertanian serta kegiatan yang dapat
berpotensi meningkatkan produk pertanian, yaitu usaha tani.
2.12.1 Pengertian Usahatani
Usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi dimana
pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu. Dalam hal ini, petani yang
dimaksud adalah apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji
himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang
diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan
yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan
di atas tanah itu, dan sebagainya.
Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang
atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi, seperti alam,
tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk
menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
2.12.2 Gambaran Usahatani di Indonesia
Pengembangan sektor pertanian termasuk pengembangan industri yang
berbasis pertanian merupakan andalan potensial untuk membagkitkan dinamika
ekonomi masyarakat di tengah keterpurukan ekonomi yang tak terhingga saat ini.
Sektor pertanian sangat penting untuk dikembangakan di Indonesia. Dalam
pengembangan sektor pertanian tersebut dibutuhkan manajemen dalam pertanian
serta kegiatan yang dapat berpotensi meningkatkan produk pertanian, yaitu usaha
tani.
2.12.2.1 Penataan Pertanaman (croppingsystem) sebagai Salah Satu
Cara Pemanfaatan Alam
Menurut Tohir (1982), yang dimaksud dengan “penataan pertanaman”
(croppingsystem) adalah cara pengaturan dan pemiihan jenis tanaman yang
diusahakan pada sebidang tanah tertentu selama jangka waktu tertentu, misalnya
satu tahun atau lebih. Pengusahaan pertanaman untuk mendapatkan panenan lebih
dari satu kali dari satu jenis maupun beberapa jenis tanaman dalam satu bidang
yang sama dalam satu waktu tertentu sering disebut “penataan berganda”
(multiple cropping).
Berdasarkan cara pengaturan tanamannya, multiple cropping dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: penataan berganda secara tunggal (mono
kultur); jenis tanaman musiman dan penataan berganda secara campuran (catch
cropping).
 Penataan Berganda secara tunggal (mono kultur): dimana di atas tanah
tertentu dalam waktu tertentu (sepanjang umur tanaman) hanya ditanami
satu jenis tanaman. Kemudian, setelah tanaman tersebut dipanen, tanah
tersebut dapat ditanamai lagi dengan jenis tanaman yang sama atau dengan
jenis-jenis tanaman lain. Penataan tanaman mono kultur memiliki
beberapa variasi, yaitu:
 Bergiliran secara berurutan, dimana pada musim hujan di atas tanah sawah
dilakukan pertanaman padi dan pada musim kering ditanami dengan
palawija, bergantung pada keadaan tanah, pengairan, dan iklim.
 Bergiliran secara berurutan dan glebakan. Cara tersebut banyak terdapat di
daerah dimana banyak terdapat sawah tadah hujan. Biasanya tanah sawah
dibagi menjadi dua bagian, sebagian diolah sebagai sawah dan bagian
kedua diolah sebagai tanah kering (tegalan).
 Penataan berganda secara campuran (catch cropping), yaitu
menanam beberapa jenis dan/ atau varietas secara bercampur dan
bersama-sama di atas suatu bidang tanah. Variasi penataan
pertanaman secara campuran itu adalah:
 Penanaman campuran secara acak-acakan (mixed cropping): cara
penataan pertanaman campuran berbagai jenis tanaman secara
bersamaan dan tidak teratur (acak-acakan) dan tidak terikat oleh
waktu.
 Penataan pertanaman secara tumpangsari (intercropping), yaitu
penanaman campuran dari dua atau lebih varietas dari suatu jenis
tanaman. Misalnya, padi biasa ditanam bersama-sama dengan padi
ketan
 Penataan pertanaman sela, yaitu penanaman dua atau lebih jenis
tanaman yang berlainan dalam sifatnya, atau pun umurnya.
2.12.2.2Klasifikasi Usahatani
1. Tipe usahatani
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada
macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan.
Macam tipe usahatani:
1) Usahatani padi
2) Usahatani palawija
Cara penyusunan tanaman:
Usahatani monokultur: satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu
lahan, yang tidak memperkenankan adanya tanaman lain pada satu lahan.
Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau
lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan.

2. Struktur Usahatani
Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan.
Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (1 lokasi), tidak khusus
(berganti-ganti lahan atau varietas tanaman)dan campuran (2 jenis atau lebih
varietas tanaman). Dikenal juga istilah “mix farming” yaitu jika pilihan antara dua
komoditi berbeda polanya, misalnya hortikultura dan sapi perah. Pemilihan
khusus atau tidak khusus ditentukan oleh:

 Kondisi lahan
 Musim/ iklim setempat
 Pengairan
 Kemiringan lahan
 Kedalaman lahan
3. Corak Usahatani
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani yang
ditentukan oleh berbagai ukuran/ kriteria, antara lain:
 Nilai umum, sikap, dan motivasi
 Tujuan produksi
 Pengambilan keputusan
 Tingkat teknologi
 Derajat komersialisasi dari produk usahatani
 Derajat komersialisasi dari input usahatani
 Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
 Pendayagunaan lembaga pertanian setempat
 Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani.
 Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat
ekonomi.

4. Bentuk Usahatani
Bentuk usahatani dibedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani,
yaitu:
Perorangan
Faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnya akan
ditentukan juga oleh seseorang.
Kooperatif
Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dan
dibagi berdasarkan kontribusi dari pencurahan faktor yang lain.

2.13 Rencana Spasial Pedesaan


Rencana spasial merupakan suatu perencanaan ruang dalam wilayah desa.
Rencana spasial desa dibagi menjadi dua, yaitu perencanaan makro dan
perencanaan mikro.
2.13.1 Esensi Penataan Ruang Wilayah Pedesaan
Perencanaan fisik desa dan lebih luas lagi adalah penataan ruang perdesaan
pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kondisi kehidupan sosial ekonomi
dan sosial budaya wilayah perdesaan yang serasi, seimbang dan berkelanjutan.
Hal ini ditekankan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (Pasal
48, ayat 1) bahwa:
 Pemberdayaan masyarakat pedesaan
 Pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya
 Konservasi sumber daya alam
 Pelestarian warisan budaya local
 Pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan
 Penjagaan keseimbangan pembangunan pedesaan-perkotaan.

2.13.2 Perencanaan Penataan Ruang Pedesaan


Berdasarkan fungsinya, maka perencanaan penataan ruang pedesaan
meliputi dua lingkup, yaitu:

1. Perencanaan Lingkup Makro

Perencanaan tata ruang dalam lingkup makro yang merupakan bagian dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten DT II. Rencana tata ruang perdesaan
pada lingkup makro ini tercakup:
1. Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
2. Pengelolaan kawasan perdesaan sebagai bagian dari suatu wilayah.
3. Sistem prasarana perhubungan (jalan), telekomunikasi, energi, serta
pengelolaan lingkungan secara eksternal (antar desa atau antara desa
dengan kota di dalam wilayah yang bersangkutan).
4. Tata guna lahan, air udara, serta tata guna sumber daya lainnya dengan
memperhatikan integrasinya dengan persebaran sumber daya manusia dan
sumber daya binaan.
Unsur pokok yang menjadi dasar pertimbangan dan sangat berpengaruh pada
perencanaan penataan ruang perdesaan dalam lingkup makro ini adalah:
1) Letak geografis wilayah yang juga akan mempunyai implikasi terhadap
kegiatan sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakatnya, misalnya wilayah
pegunungan, lereng, dataran rendah, sungai, danau, pantai, pinggiran kota.
2) Kegiatan perekonomian utama, misalnya pertanian sawah, perkebunan,
pertambangan, perikanan, kehutanan, perternakan.
3) Hubungan dengan desa-desa lain atau kota-kota dalam kepentingan sosial dan
ekonomi.
4) Kondisi lahan dan pola topografi wilayah dan kendala fisik wilayah.
5) Pola budaya dan perilaku ekonomi masyarakatnya sesuai dengan kondisi
wilayah (tradisi, pola usaha pertanian, nelayan, perdagangan, perternakan).
6) Persebaran penduduk dan hubungannya dengan kegiatan sosial budaya dan
sosial ekonomi.
7) Unsur-unsur ini akan berpengaruh terhadap pola konstelasi perdesaan di
dalam suatu wilayah sehingga akan menemukan pola perencanaan penataan ruang
perdesaan pada lingkup makronya.
Secara umum pada berbagai pola geografis tersebut ada tiga jenis pola ruang
perdesaan yaitu: Pola perdesaan terpencar (scattered); pola perdesaan
mengelompok (clustered); dan Pola perdesaan yang memanjang jalan, sungai, tepi
danau atau pantai secara linier (linear).

2. Perencanaan Lingkup Mikro

Perencanaan tata ruang dalam lingkup mikro yang merupakan pengisian


penataan ruang dari setiap pemukiman desa. Rencana tata ruang perdesaan pada
lingkup mikro ini mencakup:
 Pengagihan (alokasi) berbagai unsur dan komponen aktivitas fungsional.
 Penyediaan jaringan prasarana perhubungan (jalan) internal (intra desa, yaitu
antar berbagai aktivitas fungsional di dalam desa) dan prasarana utiitas umum
(air bersih, drainase, sanitasi, listrik, telkom).
 Penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
 Pengagihan lahan untuk berbagai aktivitas fungsional.
 Penyesuaian pola topografi dan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
lokasi untuk aktivitas fungsional tertentu.
 Perencanaan tata letak berbagai bangunan fungsional desa.
 Pengagihan penduduk.

2.14 Kebijakan Terkait Pedesaan


Arah kebijakan pembangunan perdesaan tahun 2010-2014 dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 Bab IX (Wilayah dan
Tat Ruang) adalah memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan, meningkatkan ketahanan desa sebagai
wilayah produksi, serta meningkatkan ketahanan desa sebagai wilayah produksi,
serta meningkatkan daya tarik perdesaan melalui peningkatan kesempatan kerja,
kesempatan berusaha dan pendapatan seiring dengan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan lingkungan.
Prinsip dalam pembagunan perdesaan, meliputi:
1. Pemberdayaan dan pengembanagn kapasitas masyarakat, yang berorientasi
kepada karakteristik dan kebutuhan, serta aspirasi local. Hal ini
menitikberatkan pada proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan
structural yang dimotori oleh masyarakat local dengan memanfaatkan
potensi-potensi local untuk pembangunan dalam upaya untuk mengatur
dan mengurus kepentingan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Pembangunan yang partisipatif, kepemimpinan lokal dan kelembagaan
perdesaan berperan penting dalam proses menuju keberlanjutan
pembangunan, dengan mempertimbangkan aspek lokalitas (berbasis local),
pembagunan desa dapat berjalan lebih mandiri dan berkelanjutan.
3. Berkelanjutan, untuk menjaga keseimbangan ekosistem wilayah perdesaan
diperlukan penataan ruang pedesaan yang dapat mendukung upaya
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan setempat dan
wilayah yang didukungnya, konservasi sumber daya alam, pelesatrian
warisan budaya lokal, pertahanan kawasan lahan pangan berkelanjutan
yang memberikan kemandirian pangan bagi masyarakatnya, serta
keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.
Dalam rangka mewujudkan sasaran, kebijakan pembangunan perdesaan
dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu:

a) Pembangunan perdesaan dalam rangka memenuhi pelayanan dasar


masyarakat dan wilayah perdesaan yang berkualitas melalui kecukupan
penyediaaan sarana prasarana pendidikan, kesehatan, komunikasi dan
informatika, transportasi, energy, dan permukiman yang dilakukan
terutama di daerah tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar/
terdepan, desa konservasi, desa hutan, dan kawasan transmigrasi.
b) Pembangunan perdesaan dalam upaya membangun desa mandiri menuju
daya saing desa, yang dapat dilakukan melalui pengembangan desa
mandiri pangan, desa P2KP (percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan), desa mandiri energi, desa wisata, desa berbasis industri kreatif di
bidang pariwisata, desa berbasis industri kreatif di bidang pariwisata, desa
pendukung usaha pariwisata, desa siaga aktif, dan kawasan transmigrasi.
Arah kebijakan pembangunan kawasan pedesaan diwujudkan dalam tujuh
focus prioritas, sebagai berikut:
1) Menguatkan kapasitas dan peran desa dan tata kelola kepemerintahan desa
yang baik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Meningkatkan perencanaan pembangunan desa yang partisipatif dan terpadu
serta mengoptimalkan alokasi dana desa dan menggali sumber-sumber pendapatan
asli desa.
b) Meningkatkan kapasitas pemerintahan desa dan kelembagaan dalam
perencanaan, pelayanan publik, penggalian potensi local, dan penggerak kegiatan
kemasyarakatan.
c) Meningkatkan kapasitas dan kepedulian pemerintahan kabupaten/ kota dalam
pembagunan perdesaan
2) Meningkatkan kualitas dasar sumber daya manusia perdesaan, dilakukan
dengan:
a) Meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan penduduk.
b) Meningkatkan angak kecukupan gizi.
c) Meningkatkan ketahanan mental spiritual masyarakat di kawasan
transmigrasi.

3) Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan dilakukan dengan:


a) Meningkatkan partisipasi dan kapasitas masyarakat pedesaan.
b) Meningkatkan pembinaan dan pengakuan masyarakat adat dan budaya
nusantara.
c) Meningkatkan peran serta pemuda dan perempuan.

4) Meningkatkan ekonomi perdesaan dilakukan dengan:


a) Meningkatkan peningkatan usaha ekonomi keluarga dan penguatan
kelembagaan BUMDes/ Kelurahan.
b) Meningkatkan ketersediaan data dan informasi potensi perdesaan serta
mengembangkan penelitian dan pengembanagn untuk mendukung pengembangan
ekonomi perdesaan.
c) Meningkatkan pengembangan dan pengelolaan pasar desa/ local serta
pengembangan informasi pasar.
d) Meningkatkan produktivitas dan pengembangan lahan, kemampuan
masyarakat dalam penerapan teknologi tepat guna dan penyerapan informasi
pasar, pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil menengah, serta peningkatan usaha
pengelolaan hasil.
e) Meningkatkan penciptaan usaha melalui iklim investasi kondusif yang
menstimulasi peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha (swasta) dalam
pembagunan perdesaan.
5) Meningkatkan kualitas dan ketersediaan sarana dan prasarana, dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a) Meningkatkan ketersediaan rencana pembangunan kawasan dan rencana
penataan persebaran penduduk.
b) Meningkatkan fungsi, ketersediaan sarana prasarana permukiman (jalan,
drainase, sistem air bersih dan air minum, kelistrikan, pengembangan bangunan
fasilitas umum, internet, sarana telekomunikasi, transportasi dan revitalisasi
rumah)
c) Pembagunan permukiman, pembagunan kawasan transmigrasi, dan
penataan ruang perdesaan.
6) Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat perdesaan, dilakukan dengan:
a) Mengembangkan usaha ekonomi masyarakat pengelola Cadangan Pangan
Pemerintah Desa (CPPD)
b) Mengembangkan agribisnis perdesaan dan pembiayaan pertanian.
c) Melakukan uapaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan,
bantuan pangan dan penanganan rawan pangan.
d) Meningkatkan sumber air alternatif dalam mendukung peningkatan
produksi pertanian.
7) Meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang seimbang, berkelanjutan, berwawasan mitigasi bencana, yang
dilakukan dengan meningkatkan fasilitasi pengelolaan sumber daya alam dan
teknologi tepat guna.
2.14.1 Dasar Hukum Kebijakan Terkait Pedesaan
 Dasar hukum kebijakan terkait pedesaan adalah sebagai berikut:Undang-
undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruangUndang-undang No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 RPJMN tahun 2010-2014 tentang Wilayah dan Tata Ruang
 RTRW Kabupaten Jember
 RPJM Desa Gembongan
 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009

D. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara mewujudkan desa tradisional hilinawalo fau yang layak
sebagai daerah wisata.
E. TUJUAN
1. Pemodelan atribut desa tradisional hilinawalo fau.
2. Penambahan fasos dan fasum di desa tradisional hilinawalo fau untuk
masyarakat dan wisatawan.

F. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Desa hilinawalo fau telah banyak perubahan diantaranya
1. Drainase
Dulu drainase desa hilinawalo fau memiliki lebar 50 cm dan dalam 60 cm,
namun sekarang drainase yang berada di desa hilinawalo fau kurang jelas lagi
karena kurangnya perawatan dari masyarakat.
2. Rumah adat
Rumah adat di hilinawalo fau masih asli, namun kaki dari rumah adat yang
dulunya terbuka dan difungsikan sebagai tempat ternak dan penyimpanan barang.
Sekarang ditutup karena telah berubah fungsi menjadi tempat hunian
3. Rumah raja (omo siulu)
Di desa hilinawalo fau juga terdapat rumah raja (omo siulu) yang tidak kalah
besarnya dan usianya dengan rumah raja(omo siulu) yang berada di desa
bawomataluo kab. Nias selatan, namun kondisi rumah raja (omo siulu) hilinawalo
fau pada saat ini sangat memperihatikan karena pemilik rumahnya telah merantau
ke kota sehingga rumah raja (omo siulu) hilinawalo fau tidak terurus lagi sehingga
sebagian besar kayu dari rumah raja (omo siulu ) sudah mulai membusuk seperti
lantai bagian belakang, dinding, balok.
2.1 Pengertian Pariwisata
Pengertian Pariwisata Pada hakekatnya berpariwisata adalah suatu proses
kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat
tinggalnya. Istilah parawisata sangat berhubungan erat dengan pengertian
perjalanan wisata, yaitu suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang
diluar tempat tinggalnya, karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan
kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian, perjalanan wisata adalah
merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, dengan
tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan hasrta ingin mengetahui
sesuatu. Wisatawan (tourist) adalah seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan suatu perjalanan wisata. Jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24
jam di daerah atau negara yang dikunjungi maka disebut wisatawan (tourist),
dengan maksud tujuan perjalanan yang dapat digolongkan:
1. Pesiar (leasure) untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi,
keagamaan, olahraga
2. Hubungan dagang, sanak keluarga, handai taulan, konferensi misi.
Apabila mereka tinggal didaerah atau negara yang dikunjungi dengan
waktu kurang dari 24 jam maka mereka disebut sebagai pelancong (excursionist).
Istilah obyek wisata mempunyai pengertian sebagai sesuatu yang dapat menjadi
daya tarik bagi seseorang, atau calon wisatawan untuk mau berkunjung ke suatu
daerah tujuan wisata. Daya tarik tersebut dapat berupa:
1. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat alamiah seperti iklim,
pemandangan alam, lingkungan hidup, flora, fauna, kawah, danau,
sungai, tebing, lembah, gunung.
2. Sumber-sumber daya tarik buatan manusia seperti sisa-sisa peradaban
masa lampau, monumen bersejarah, rumah peribadatan (semacam pura, candi,
mesjid dan gereja), museum, peralatan musik, tempat pemakaman, dsb.
3. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat manusiawi. Sumber manusiawi
melekat pada penduduk dalam bentuk warisan budaya misalnya : tarian,
sandiwara, drama, upacara penguburan mayat, upacara perkawinan, upacara
keagamaan, unpacara untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting, dsb.
Dampak positif pariwisata:

• menciptakan lapangan kerja


• mengurangi tingkat pengangguran
• meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dampak negatif pariwisata:

• perubahan lingkungan fisik alami melebihi carrying capacity lingkungan


• perubahan lingkungan fisik binaan meningkatnya kepadatan penduduk
di kawasan wisata, bangunan hotel yang menjulang tinggi, poster iklan
yang merusak pemandangan dan lingkungan.

2.1.1 Pariwisata di Negara Berkembang


Banyak negara di dunia sekarang ini menganggap pariwisata sebagai sebuah
aspek penting dan integral dari strategi pengembangan negara. Setiap leteratur
pariwisata memberikan ulasan bahwa sektor pariwisata memberikan keuntungan
ekonomi terhadaop negara yang bersangkutan. Keuntungan ini biasanya
didapatkan dari pendapatan nilai tukar mata uang asing, pendapatan pemerintah,
stimuli pengembangan regional, dan penciptaan tenaga kerja serta peningkatan
pendapatannya. Tetapi bagaimanapun juga perlu diingat bahwa pariwisata lebih
dari sekedar aktivitas ekonomi. Dalam pariwisata terjadi interaksi yang begitu
besar dalam masyarakat, ketergantungan pelayanan dalam skala luas, fasilitas,
serta masukan-masukan yang mendorong kesempatan dan tantangan kepada
negara yang bersangkutan.

2.1.2 Pengertian pariwisata menurut (Undang-Undang Nomor


90Tahun 1990)
1.Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata
3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
wisata,termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-
usaha yang terkait di bidang tersebut
4. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang terkait di bidang tersebut;
5. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata;
6. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan
jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya
tarik wisata, usaha sarana pariwisata,dan usaha lain yang terkait
dibidang tersebut;
7. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi
sasaran wisata;
8. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun
atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

2.1.3 Macam Bentuk Wisata


Dari segi jumlahnya, wisata dibedakan atas:
1. Individual Tour (wisatawan perorangan), yaitu suatu perjalanan wisata
yang dilakukan oleh satu orang atau sepasang suami istri.
2. Family Group Tour (wisata keluarga), yaitu suatu perjalanan wisata
yang dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai
hubungan kekerabatan satu sama lain.
3. Group Tour (wisata rombongan), yaitu suatu perjalanan wisata yang
dilakukan bersama-sama dengan dipimpin oleh seorang yang bertanggung-
jawab atas keselamatan dan kebutuhan seluruh anggotanya.

2.1.4 Daerah Tujuan Wisata


Unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang pengembangan
pariwisata di daerah tujuan wisata yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan
pembangunan dan pengembangannya meliputi:
1. Objek dan daya tarik wisata
Daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/dikelola secara
profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. Daya tarik suatu
objek wisata berdasar pada:
a) Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah,
nyaman dan bersih.
b) Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
c) Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka.
d) Adanya sarana/prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan
yang hadir.
2. Prasarana wisata
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan
manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di
daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal,
jembatan dan lainnya. Pembangunan prasarana wisata yang
mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesbilitas.
3. Sarana wisata
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang
diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan
wisatanya.
4. Tata laksana/infrastruktur
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana
wisata, baik berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik diatas
permukaan tanah dan dibawah tanah.
5. Masyarakat/lingkungan
Masyarakat disekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran
wisatawan sekaligus akan memberikan pelayanan yang diperlukan oleh
wisatawan. Selain itu lingkungan alam disekitar objek wisata perlu
diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar karena lalu-lalang
manusia . lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu objek
wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi penyangga
kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya
inipun kelestariannya tak boleh tercemar oleh budaya asing sehingga
kualitasnya dapat mengesankan dan memberikan kenangan bagi tiap
wisatawan.

2.1.5 Pengelompokkan Daerah Tujuan wisata


Pemerintah telah menetapkan pengelompokan daerah tujuan wisata (DTW)
ke dalam wilayah tujuan wisata (WTW) dengan maksud untuk mentebarkan
kunjungan wisatawan dan pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Adapun
pengelompokan dan pengembangannya adalah sebagai berikut:
1) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) A yang terdiri dari Daerah Istimewa
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau.
2) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) B yang terdiri dari Sumatera Selatan,
Jambi, Bengkulu.
3) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) C yang terdiri dari Lampung, DKI Jakarta
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
4) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D yang terdiri dari Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur.
5) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) E yang terdiri dari Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur.
6) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) F yang terdiri dari Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
7) Wilayah Tujuan Wisata (WTW) G yang terdiri dari Propinsi Maluku dan
Irian Jaya.

2.2 Definisi Desa


Sutardjo Kartodikusuma: Desa adalah suatu kesataun hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.Menurut Bintaro,
desa merupakan perwujudan atau kesataun goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan
kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Paul H. Landis : Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan
jiwa.
b) ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c) cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition
artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada
beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu
sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara
unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan
pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam
berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang
mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai
kesataun masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan
Negara Kesataun Republik Indonesia.
2.3 Tipologi Desa
2.3.1 Tipologi Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka
terbentuklan ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk.
Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di
Indonesia, yakni:
a. Tipe Desa Geneologis,
Suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya
mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan
pertalian darah. Desa yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan
atas tipe patrilineal, matrilineal, dan campuran.
b. Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa
teritorial terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan
kepentingan bersama, dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang
menjadi suatu masyarakat hukum dimana ikatan warganya didasarkan atas
ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.
c. Tipe Desa Campuran,
Suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan
wilayah. Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.
2.3.2 Tipologi Desa Berdasarkan Hamparan Tempat Tinggal
Berdasarkan hamparan tempat tinggal, maka desa dapat diklasifikasikan
atas:
a. Desa Pedalaman
Desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari
kehidupan kota. Suasana ideal desa pedalaman pada umumnya lebih
diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu kehidupan sederhana, sunyi,
sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b. Desa Pegunungan
Desa Terdapat di daerah pegunungan, Pemusatan tersebut didorong
kegotongroyongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan
desa pegunungan itu ke segala arah, tanpa rencana. Pusat- pusat kegiatan
penduduk bergeser mengikuti pemekaran desa.
c. Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di
sini umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa
tsb. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang
jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran ke arah
dalam ( di belakang permukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya
mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
d. Desa Dataran Rendah
Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian
dari desa dataran rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
e. Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai. dapat tumbuh
permukiman yang bermatapencarian di bidang perikanan, perkebunan
kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai itu dengan cara
menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai
lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap
dipertahankan di dekat tempat tinggal semula.
2.3.3 Tipologi Desa Berdasarkan Pola Pemukiman
1. Menurut Paul Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a. Farm Village Type,
Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam suatu
tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka.Tipe
desa seperti ini banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
b. Nebulous Farm Village Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu tempat, dan
sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah
ladangnya.
c. Arranged Isolated Farm Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang
menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya
adalah sawah ladang mereka.
d. Pure isolated farm type,
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar
bersama sawah ladang mereka masing-masing.
2. Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke
dalam empat pola, yakni:
a. Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini
terjadi karena belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang
harus mengerjakan tanahnya secara terus menerus. Dengan demikian,
orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di dalam lahan
mereka.
b. Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di
sepanjang sungai, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang
rumahnya masing-masing.
c. Pola Permukiman Berkumpul
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam
sebuah kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
d. Pola Permukiman Melingkar
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar
mengikuti tepi jalan, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.
2.3.4 Tipologi Desa Berdasarkan mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat
diklasifikasikan dalam desa pertanian dan desa industri.
a. Desa Pertanian terdiri atas:
1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan
basah dan lahan kering.
2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik rakyat,
desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut,
dan desa peternakan.
b. Desa Industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun
modern.
2.3.5 Tipologi Desa berdasarkan Kegiatannya Tipe desa berdasarkan kegiatannya
dapat dikelompokan menjadi:
a. Desa Agrobisnis adalah desa yang berorentasi pada sektor pertanian
terutama pada sektor perdagangan produk hasil pertanian tersebut.
b. Desa Agroindustri adalah desa yang berorientasi pada sektor pertanian
terutama dalam bidang industri pertanian tersebut, baik dari segi
teknologi pertanian maupun yang lainnya
c. Desa Parawisata adalah desa yang berada di suatu daerah pariwisata dan
mata pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa tersebut sangat
bergantung dari usaha yang mengandalkan sektor pariwisata dari desa
tersebut.
d. Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam linkungan desa tersebut
tidak ada lagi terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha
yang dilakukan oleh masyarakat penduduk yang tinggal di desa tersebut
yaitu berusaha bekerja diluar sektor pertanian. Contohnya dengan
berdagang.
2.3. 6 Tipologi Desa Berdasarkan Perkembangannya Berdasarkan
perkembangannya, tipe desa di Indonesia terbagi atas empat tipe, yakni:
a. Pra desa (Desa Tradisional)
Tipe desa semacam ini pada umumnya dijumpai dalam kehidupan
masyarakat adat terpencil, dimana seluruh kehidupan masyarakatnya
termasuk teknologi bercocok tanam, cara memelihara kesehatan, cara
makan dan sebagainya masih sangat tergantung pada alam sekeliling
mereka. Tipe desa seperti ini cenderung bersifat sporadis dan sementara.
b. Desa Swadaya (Desa terbelakang)
Suatu wilayah desa dimana masyarakat sebagian besar memenuhi
kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini umumnya
terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar,
sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi
dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
c. Desa Swakarya (Desa sedang berkembang)
Keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya, dimana
masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah
lain disampinguntuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai
nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara
berpikir.
d. Desa Swasembada (Desa maju)
Desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki
secara optimal.Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnyauntuk
mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar
barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan kemampuan untuk
saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain.darihasil interaksi
tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baruuntuk memanfaatkan
sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalandengan baik.
ciri-ciri desa swasembada adalah berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern
Berdasarkan macam-macam jenis dan tipe Desa, dapat digolongkan jika
Desa Hilinawalo Fau termasuk dalam Desa Berdasarkan Sistem
Kekerabatan termasuk tipe Desa Geneologis, berdasarkan Hamparan
Tempat Tinggal termasuk tipe Desa Dataran Tinggi, berdasarkan pola
permukiman termasuk Farm Village Type,berdasarkan pola permukiman
Soekandar Wiriaatmadja (1972) termasuk Pola permukiman
memanjang,berdasarkan mata pencaharian termasuk Desa Pertanian,
berdasarkan Kegiatannya Tipe desa termasuk Desa Agrobisnis dan
Pariwisata dan Berdasarkan Perkembangannya termasuk Desa Swakarya.
2.4 Studi Banding
2.4.1. Desa Bawomataluo
Desa Bawomataluo, Sumatera Utara, merupakan desa yang cukup terkenal
dikabupaten nias Selatan. Desa wisata ini banyak dikunjungi oleh wisatawan
domestik maupun mancanegara. Bawomataluo memiliki arti bukit matahari. Dari
posisinya saja desa ini terletak didaerah perbukitan dengan hawa yang sejuk.
Uniknya permukaan di desa Bawomataluo Tersusun oleh bebatuan, berbeda
dengan daerah lainnya yang tertutup tanah.
Hal-hal yang mendukung Desa ini tetap bertahan menjadi desa tradisional :
1. Masih mempertahankan adat istiadat leluhur.
2. Sistem pemerintahan Desa yang teratur.
3. Sistem pembangunan desa yang terencana.
4. Penataan masa bangunan tetap mepertahankan filosofi Nias.
5. Sistem utilitas air bersih dan air kotor yang terencana.
6. Parkir pemiliki dan pengunjung yang telah terencana.
7. Tetap mempertahankan penghijauan disekeliling Desa.
Gambar 2.1. Desa Bawomataluo
sumber : kompasiana.com-goole.com

2.4.2. Desa Bejiharjo


Desa Bejiharjo terletak di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta. Desa ini berpenduduk lebih dari 1600 orang dan merupakan desa
berkependudukan terbanyak di Kecamatan Karangmojo. Sebagian besar
merupakan petani namun banyak pula yang menjadi pengrajin, PNS, maupun
Berwiraswasta. Desa ini terdiri atas 20 dusun. Suasana gotong royong dan
kerukunan sangat kental di desa ini.
Dengan luas wilayah 2200,94 ha dimana 25% nya merupakan hutan negara,
Desa Bejiharjo merupakan desa terbesar dikematan Karangmojo. Kenampakan
alam yang dimiliki desa ini sangat menarik.Terdapat sedikitnya 12 goa yang
bepotensi sebagai obyek wisata, sungai, serta areal persawahan. Kekayaan ini
masih pula delangkapi dengan perkebunan kayu putih dan beberapa situs
purbakala yang merupakan cagar budaya. Desa ini juga memiliki khasanah seni
budaya dan seni kuliner yang terbilang cukup lengkap. Beberapa sentra kerajinan
dapat kita temui didesa ini. Upacara adat dan kesenian rakyat pun sangat beragam.
pilihan santapan dan makanan khas yang bervariasi semakin mendukung potensi
pariwisata di desa ini.
Gambar 2.2. Desa Wisata Bejiharjo
sumber : http://wirawisata.blog.com/2011/10/26/profil-desa-wisata/-google.com

Desa Bejiharjo merupakan rintisan desa wisata. Sebelumnya, Desa Bejiharjo


telah terdaftar secara resmi sebagai desa budaya di kabupaten Gunungkidul
bersama dengan 9 desa lainnya. saat ini, beberapa potenlsi wisata telah dikelola
secara swadaya oleh masyarakat dengan bimbingan dari dinas pariwisata
setempat.
Hal-hal yang mendukung Desa ini tetap bertahan menjadi desa tradisional :
1. Semua kekayaan alam yang mereka miliki seperti 12 goa , sungai dan
kawasan persawahan yang mereka miliki dirawat dengan baik.
2. Akses menuju lokasi yang mudah diakses serta perawatan yang swadaya
masyarakat.
3. Sirkulasi dalam desa yang tersusun rapi dan mengikuti pola desa.
4. Sistem utilitas air bersih dan listrik yang terencana.
5. Penghijauan tetap menjadi prioritas masyarakat dalam melestarikan Desa.
2.4.3. Desa Tenganan Bali
Tenganan adalah sebuah desa tradisional di pulau Bali. Desa ini terletak di
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur pulau Bali.
Tenganan bisa dicapai dari tempat pariwisata Candi Dasa dan letak kira-kira 10
kilometer dari sana. Desa Tenganan merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali
Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Yang dimaksud dengan Bali Aga adalah desa
yang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada
aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan
besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura
dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan.
Hal-hal yang mendukung Deda ini tetap bertahan menjadi desa tradisional :
1. Masih mempertahankan adat istiadat nenek moyang.
2. Bangunan-bangunan tradisional yang masih tetap dipertahankan
kelestarian.
3. Sistem parkir yang tertata.
4. Adanya acara-acara adat yang selalu dilestarikan.
5. Lokalisasi untuk tempat penjualan sovenir.
6. Sangat melestarikan penghijauan.

Gambar 2.3. Desa Tenganan-Bali


sumber : http://wirawisata.blog.com/2011/10/26/profil-desa-wisata/-google.com

2.4.4. Desa Wisata Krebet


Kegiatan : Pengembangan Daerah Tujuan Wisata
Tahun : 2009
Durasi : 3 bulan
Lokasi : Pajangan, Bantul
Status Pekerjaan : Selesai
Kerjasama : CV. Afiat Sejahtera Kons
Desa Wisata Kerajinan Batik Kayu “Krebet” terletak di Desa Sendangsari,
Kecamatan Pajangan, kurang lebih 12 km barat daya Kota Yogyakarta,
berdekatan dengan lokasi obyek wisata Goa Selarong. Desa ini memproduksi
berbagai produk kerajinan batik kayu yang unik seperti topeng, tempat perhiasan,
macam-macam patung binatang, sandal, wayang orang kayu, wayang klitikan.

Gambar 2.4. Desa KREBET


Sumber : Studio E2 Services

Hal menarik lainnya yang bisa dilakukan wisatawan di sini adalah belajar
membatik wayang dari kayu. Studi Potensi Desa Wisata Krebet Kecamatan
Pajangan bertujuan untuk menyusun dan menstrukturkan aset-aset potensial untuk
pengembangan Desa Wisata Krebet. Metode yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut diantaranya adalah mengembangkan potensi Dusun Krebet,
mengatur pemanfaatan ruang, meningkatkan peran dan kontribusi stakeholder,
dan mendorong pelestarian lingkungan/sumberdaya alam.

Gambar 2.5 : Desa KREBET


Sumber : Studio E2 Services.com
2.4.5 Cikole Lembang, Bandung
Pondok Wisata ini adalah salah satu penginapan di Lembang Bandung yang
ada di Terminal Wisata Grafika Cikole . Penginapan Pondok Wisata ini berada di
atas bukit, di hamparan rumput yang terletak disela pepohonan pinus dengan
udara sejuk dan terdapat di kaki gunung Tangkuban Perahu. Pondok Wisata di
Lembang ini menawarkan atmosfer rumah pedesaan dengan interior dan eksterior
yang terbuat dari kayu. Pondok Wisata dibangun dengan konsep selaras dengan
alam sekitarnya.
Dengan harga Rp.800.000,-/malam (Belum Termasuk Pajak 15% dan
Service Charge) sudah termasuk sarapan pagi. Kapasitas 6 orang untuk tiap
pondok.Kamar mandi cukup bersih dengan kloset duduk dan pancuran air panas
sehingga tamu akan merasa nyaman untuk menginap di dalam pondok wisata.

Gambar 2.6. Desa KREBET


Sumber : wisatakrebet

Gambar 2.7. Desa KREBET Malam


Sumber : wisatakrebet
1. Toko Souvenir Di Terminal Wisata Grafika terdapat toko souvenir yang
menjual aneka souvenir murah. Bagi keluarga atau kerabat anda di rumah,
anda bisa membawakan mereka oleh-oleh sebagai buah tangan atau kenang-
kenangan. Di toko souvenir ini tersedia aneka makanan oleh-oleh khas
bandung, gantungan kunci, aneka kerajinan dari bambu, kaos khas bandung,
souvenir keramik sampai souvenir wayang golek.

Gambar 2.8. Toko Souvenir


Sumber : wisatakrebet

2. Mushola Untuk muslim kami sediakan juga mushola untuk menyelenggarakan


Ibadah Sholat. hotel lembang, hotel di lembang, hotel murah lembang, hotel dan
restoran

Gambar 2.9. Mushola


Sumber : wisatakrebet
3. Parkir Area
Parkir Area yang luas untuk kendaraan Anda.

Gambar 2.10. Parkir Desa


Sumber : wisatakrebet

4. Toilet

Gambar 2.11. Toilet Desa


Sumber : wisatakrebet
5. Tempat Makan (Restoran)

Gambar 2.12. Restorant


Sumber : wisatakrebet
2.4.6 Desa Shirakawago dan iyashi No-Sato.

Gambar 2.13. Desa Shirakawago


Sumber : sukajepang.com

Desa Shirakawago adalah salah satu Situs Warisan Dunia yang berada di
Jepang. Situs ini terletak di lembah sungai Shokawa di perbatasan Prefektur Gifu.
Kawasan ini merupakan salah satu tempat yang menerima paling banyak hujan
salju di Jepang. Sebagian besar (95,7%) wilayahnya tertutup oleh hutan.
Rumah Tradisional
Desa Shirakawago terkenal akan rumah tradisionalnya yang berusia lebih
dari 200 tahun yaitu model rumah Gassho-zukuri, atau “konstruksi tangan berdoa”
dicirikan dengan bentuk atap rumah yang miring dan melambangkan tangan orang
yang sedang berdoa. Desain rumah ini sangat kuat dan memiliki bahan atap yang
unik yang menjaga kekokohan bangunannya karena desa ini akan diliputi salju
yang sangat tebal pada musim dingin. Rumah desa Shirakawa-go sangat besar,
dengan 3 sampai 4 tingkat di bawah atap yang sangat rendah, sehingga menjadi
tempat yang cukup untuk satu keluarga besar.
Semua atap rumah di Desa Shirakawago menghadap ke timur dan barat.
Ini bertujuan salju yang menumpuk segera bisa mencair ketika terkena matahari.
Karena atap menghadap arah matahari, semua ventilasi yang terletak di loteng
mengarah ke selatan dan utara. Dengan begitu aliran udara dan angin bebas keluar
masuk sehingga menciptakan sistem ventilasi yang terbaik.
Seperti kebanyakan rumah tradisional Jepang lainnya, rumah gassho-
zukuri menggunakan kayu. Uniknya, untuk menyatukan antara bagian satu
dengan yang lain tidak satupun paku yang digunakan. Semua disatukan dengan
tali yang terbuat dari jerami yang dijalin atau neso, istilah untuk menyebut cabang
pohon yang dilunakkan.

Gambar 2.14. Desa Shirakawago


Sumber : sukajepang.com

Gambar 2.15. Desa Shirakawago


Sumber : sukajepang.com

Sejak Desember 1995 lalu, Shirakawa-go, bersama dua desa serupa di Gokayama,
ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco sehingga warga Shirakawa tidak
bisa sembarangan merenovasi rumah mereka. Pemerintah membuat peraturan
untuk mempertahankan kelestarian rumah-rumah di desa ini.
2.4.7 Kampung Naga
Kampung Naga Tasikmalaya adalah salah satu kawasan wisata adat yang
patut dipertahankan sampai kapanpun karena didalamnya menyimpan banyak
jejak sejarah masa silam. Alamat lengkap Kampung Naga terletak di Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten. Sejatinya Kampung Naga ini tidak
hanya menarik para wisatawan lokal namun juga wisatawan asing yang tiap
tahunnya makin meningkat jumlahnya. Untuk sampai di kampung ini maka Anda
harus menuruni sebuah tembok atau tepatnya sebuah tangga dengan lebar sekitar
2 meter dan panjangnya 500 meter karena memang kampung adat ini berada di
bawah perbukitan hijau yang ada di hulu Sungai Ciwulan.

Gambar 2.15. Kampung Naga


Sumber: http://www.tempatwisata dijawabarat.com

TEMUAN STUDI BANDING


NO NAMA DESA ARSITEKTURAL NON-ARSITEKTURAL
1. Desa Bawomataluo - Sistem pembangunan - Masih mempertahankan
( Sumatera ) Desa yang terencana. adat istiadat leluhur.
- Penataan masa bangunan - Sistem pemerintahan
tetap mempertahankan Desa yang teratur.
filosofi Nias. - Telah menjadi salah
- Sistem utilitas air bersih satu warisan Dunia.
dan air kotor yang - Adanya pertunjukan
terencana. adat Tiap tahun.
- Parkir pemilik dan - Adanya sanggar Desa
pengunjung yang yang selalu siap bila
terencana ada pengunjung.
- Tetap mempertahankan
penghijauan disekeliling
Desa.
2. Desa Tenganan - Bangunan-bangunan Desa - Masih mempertahankan
Bali yang masih dipertahankan adat istiadat nenek
( Bali ) kelestarian. moyang.
- Sistem parkir yang tertata. - Adanya kalender tahunan
- Lokalisasi untuk untuk acara-acara adat dan
penjualan souvenir. budaya yang selalu
- Sangat melestarikan dilestarikan.
penghijauan.
- Adanya tempat khusus
pemakaman.
3. Desa Wisata - Pengembangan Daerah - Adanya tempat belajar
Krebet Tujuan Wisata yang membatik.
( Jawa ) terencana. - Adanya program
- Pembangunan akses pengembangan tiap dusun.
menuju lokasi-lokasi - Adanya penyuluhan ke
wisata. masyarakat Desa untuk
- Menstrukturkan aset-aset pentingnya melestarikan
potensial. wisata.

- Adanya tempat penjualan


souvenir.
4. Desa Cikole - Adanya penataan pondok - Adanya pengertian warga
Lembang wisata secara terencana. sekitar dengan lokasi
( Jawa ) - Sirkulasi yang sangat baik pondok wisata.
menuju tiap tempat - Warga selalu mendapat
pemondokan. seminar wisata.
- Adanya tempat Parkir.
- Adanya tempat pengelola.
- Adanya fasilitas
penunjnag seperti :
Penjualan souvenir,
mushola, toilet dan
restoran.

5. Desa Shirakawaga - Sistem pembangunan - Selalu adanya pertunjukan


( Jepang ) Desa yang terencana. adat.
- Adanya rekonstruksi yang - Adanya acara musiman.
selalu dilakukan sesuai - Rekonstruksi menjadi
jadwal. suatu daya tarik
- Adanya alih fungsi wisatawan.
bangunan yang telah - Bangunan Desa
direkonstruksi. merupakan Hak
- Adanya fasilitas pemerintah dalam
penunjang seperti : Parkir, merekonstruksi.
Penjualan souvenir, - Telah menjadi warisan
tempat informasi dan Dunia.
penginapan. - Penduduk yang sadar akan
- Sirkulasi dalam desa yang pentingnya pelestarian
terencana. Desa.
6. Desa Iyashi No - Sistem pembangunan - Selalu adanya pertunjukan
Sato Desa yang terencana. adat.
( Jepang) - Adanya rekonstruksi yang - Adanya acara musiman.
selalu dilakukan sesuai - Rekonstruksi menjadi
jadwal. suatu daya tarik
- Adanya alih fungsi wisatawan.
bangunan yang telah - Bangunan Desa
direkonstruksi. merupakan Hak
- Adanya fasilitas pemerintah dalam
penunjang seperti : Parkir, merekonstruksi.
Penjualan souvenir, - Telah menjadi warisan
tempat informasi, Dunia.
penginapan. - Penduduk yang sadar akan
- Sirkulasi dalam desa yang pentingnya pelestarian
terencana. Desa.
- Adanya teater adat.
7. Kampung Naga - Tetap mempertahankan - Memegang adat leluhur
bangunan adat Desa. dengat sangat kuat.
- Bangunan desa tidak - Adanya keindahan alam
tersentuh dengan material yang sangat asri.
modren. - Tidak tersentuh dengan
- Adanya parkir. pengaruh modren.
- Adanya penginapan di - Adanya sejarah peralihan
dalam Desa. dari hindu ke islam.
- Adanya tempat penjualan - Mempertahankan
souvenir. kehidupan asli Pedesaan.

Temuan Studi Banding yang menjadi acuan dalam Perancangan Desa Hilinawalo
Fau.

 Adanya Tempat Pengelola


 Adanya bangunan khusus Penjualan Souvenir
 Adanya parkir khusus pengunjung yang membuat keadaan Desa menjadi
teratur
 Adanya pemanfaatan lahan tidak digunakan untuk digunakan sebagai
bangunan penunjang dalam Desa
 Rekonstruksi yang dilakukan dengan mempertahankan bentuk awal
bangunan
 Adanya perpaduan arsitektur modern dan lokal terhadapat bangunan
penunjang
G. MANFAAT HASIL PENELITIAN
 Menambah ekonomi masyarakat desa hilinawalo fau
 Menambah pendapatan daerah
 Memperkenalkan desa tradisional Kab. Nias Selatan khususnya desa
Hilinawalo Fau yang layak di kunjungi.
H. METODE PENGUMPULAN DATA
A. Jenis Penelitian
Pelestarian pola permukiman masyarakat di perdesaan termasuk
penelitian non eksperimen, dan dalam melakukan penelitian tidak dilakukan
tindakan-tindakan tertentu yang diujikan untuk mendapatkan hasil-hasil
tertentu. Ditinjau dari sudut cara dan taraf pembahasan masalahnya, penelitian
pelestarian pola permukiman termasuk sebagai penelitian dengan metode
deskriptif dan eksploratif, yang terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya, dengan tujuan
mendapatkan fakta. Metode eksploratif bertujuan untuk mengetahui suatu
peristiwa dengan melakukan penjajakan terhadap peristiwa tersebut, penjajakan
dilakukan dengan metode bola salju (Gulo 2002:18). Metode deskriptif dan
eksploratif digunakan untuk menjelaskan karakteristik fenomena yang terjadi dan
memahami fenomena tersebut dengan cara melakukan diagnosa terhadap
fenomena tersebut dengan menjaring alternatif serta menemukan ide-ide baru
melalui observasi, wawancara dan kuisioner (Silalahi 2003:56).
B. Populasi dan Sampel (jika ada)
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 2002:108-
109). Populasi dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu populasi
bangunan rumah yang ada dan populasi penduduk/ masyarakat yang berada
dalam kawasan studi:
a. Populasi bangunan: Populasi bangunan dan lingkungan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah total bangunan perumahan yang terdapat pada
kawasan studi. Jumlah populasi berdasarkan pengecekan ulang yang
dilakukan di lapangan melalui survey lebih lanjut didapatkan bangunan
rumah dan rumah merupakan bangunan yang masih mempunyai kondisi fisik
asli; dan

b. Populasi masyarakat: Populasi masyarakat (pemilik/penduduk/warga


setempat) sejumlah jiwa, sedangkan populasi masyarakat berdasarkan jumlah
rumah tangga.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono 2006:118). Metode pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian mengenai pelestarian pola permukiman adalah non
probability sampling, dengan prosedur purposive sampling (sampling
bertujuan) dan accidental sampling. Non probability sampling, yaitu
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Purposive
sampling digunakan karena peneliti mempunyai kriteria tertentu dalam memilih
individu-individu yang diteliti. Peneliti memandang bahwa individu-
individu tertentu saja yang dapat mewakili (representive), karena
menurut pendapat peneliti merekalah yang mengerti tentang populasinya
(Sigit 1999:68). Accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono 2007:67).
Teknik ini digunakan untuk masyarakat pemilik bangunan yang sudah
mengalami perubahan. Kategori masyarakat yang relevan adalah, responden
yang dinilai mengetahui tentang pelestarian pola permukiman di desa
tersebut.
Pada kasus pola permukiman, sampel diambil sesuai dengan
karakteristik yang dibutuhkan untuk memperoleh variasi yang sebanyak-
banyaknya, yaitu rumah-rumah yang masih menyisakan karakter asli dan
rumah-rumah yang sudah terdapat perubahan. Sampel tersebut dianalisis
untuk memperluas informasi yang telah ditemukan sebelumnya. Dengan
semakin banyaknya informasi yang masuk maka sampel dapat dipilih sesuai
dengan fokus penelitian/ dipertajam sesuai dengan maksud penelitian.

1. Sampel bangunan
Pemilihan sampel dilakukan dengan menentukan kriteria bangunan
terpilih terlebih dahulu. Kriteria bangunan yang akan diambil sebagai
sampel pada wilayah studi adalah sebagai berikut: - Bangunan difungsikan
sebagai tempat tinggal, Bangunan harus masih memiliki ciri asli rumah; dan -
Diupayakan dapat mewakili kriteria-kriteria pelestarian pola permukiman.
Berdasarkan hasil observasi, jumlah bangunan rumah yang sesuai dengan
kriteria bangunan yang akan diambil sebagai sampel pada wilayah studi
sejumlah bangunan. Untuk keakurasian data, pada penelitian ini tidak
dilakukan pengambilan sampel dan diambil seluruh populasi untuk
observasi bangunan.

2. Sampel masyarakat
Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat pemilik bangunan yang ada
di kawasan studi. Masyarakat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
masyarakat pemilik bangunan asli dan masyarakat pemilik bangunan
yang sudah mengalami perubahan:
a. Kelompok pertama, adalah masyarakat pemilik bangunan rumah asli
sebanyak sekian sesuai dengan jumlah sampel bangunan asli berdasarkan
hasil identifikasi awal; dan
b. Kelompok kedua, adalah pemilik bangunan rumah yang sudah
mengalami perubahan. Pemilik bangunan rumah yang sudah mengalami
perubahan adalah masyarakat sekitar bangunan asli, dengan asumsi setiap
rumah mewakili satu pendapat. Pengambilan sampel menggunakan rumus
Slovin dengan derajat deviasi 10% atau 0,1 terhadap total pemilik bangunan
yang sudah mengalami perubahan sebanyak orang. Adapun jumlah sampel
yang diambil sebagai berikut:

Rumus
Slovin: n=
N/1+N(e)²
Pengambilan sampel dilakukan dengan prosedur accidental sampling
terhadap masyarakat pemilik bangunan yang sudah mengalami perubahan
yang menyebar di kawasan studi. Data yang diperoleh dari sampel
masyarakat akan digunakan dalam penentuan arahan pelestarian non fisik.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data dengan melakukan survey ke lokasi penelitian,
dan wawancara ada pun data – data yang di ambil antara lain sbb:
Pengambilan data

1. Data site
2. Pola perkampungan
3. Data penduduk desa hilinawalo fau
4. Data wisata yang berkunjung ke desa hilinawalo fau
5. Data faso dan fasum
D. Metode Analisa Data
Metode analisis merupakan suatu alat untuk mewujudkan tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai. Metode analisis data yang digunakan dalam studi
ini meliputi:
1. Analisis karakteristik sosial budaya pembentuk permukiman
Metode yang digunakan untuk menganalisis karakteristik sosial budaya
pembentuk ruang–ruang permukiman di desa adalah analisis deskriptif–
eksploratif dan analisis Behavior Mapping:
a. Analisis Deskriptif –Eksploratif
Variabel sosial budaya yang menggunakan analisis deskriptif-eksploratif
adalah analisis tentang sejarah terbentuknya permukiman, tokoh yang
membentuk tatanan permukiman/pelindung kampung, dan hubungan
kekerabatan. Analisis sejarah terbentuknya desa membahas tentang
sejarah masyarakat, sejarah terbentunya desa dan budaya bermukim
mereka yang secara non fisik dapat berupa mitos dan secara fisik dapat
berupa artefak. Analisis tentang tokoh pelindung kampung membahas
tentang tokoh yang dianggap sebagai pelindung kampung yang secara
non fisik dapat ditandai dengan adanya sosok yang dianggap pelindung
permukiman masyarakat dan secara fisik dapat berupa artefak atau
pesanggrahan. Analisis sistem kekerabatan membahas tentang kedudukan
keluarga ini dalam rumah tangga; dan
b. Analisis Behavior Mapping (pemetaan perilaku)
Metode Behavior Mapping memberikan informasi mengenai suatu bentuk
fenomena (terutama perilaku individu dan kelompok masyarakat) yang
terkait dengan sistem spasialnya. Variabel yang menggunakan analisis
Behavior Mapping adalah variabel yang terkait dengan suatu proses
kegiatan diataranya kegiatan kelompok masyarakat, kegiatan mata
pencaharian, kegiatan budaya dan religi. Behavior Mapping digambarkan
dalam bentuk sketsa atau diagram mengenai berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh manusia pada suatu area. Tujuannya adalah
menggambarkan perilaku dalam peta dan menunjukkan kaitan antara
perilaku dan permukiman desa. Behavior Mapping digunakan untuk
mengetahui bagaimana sekelompok manusia memanfaatkan dan
menggunakan perilaku dalam situasi, waktu dan tempat tertentu. Cara yang
digunakan untuk melakukan pemetaan perilaku dalam studi ini adalah place
centered mapping. Cara ini lebih terfokus pada tempat yang spesifik baik
kecil maupun besar, sehingga dapat menunjukkan pola bermukim
masyarakat.
Proses analisis Behavior Mapping adalah menguraikan suatu kegiatan
dengan membuat tahap–tahap perkegiatan mulai dari awal hingga akhir
kegiatan. Tahap-tahap dari suatu kegiatan akan menunjukkan suatu
kesimpulan dari pemakaian skala ruang yang dituangkan dalam gambar
ilustrasi. Kesimpulan dari skala ruang dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

Skala ruang mikro, skala ruang yang terbentuk dengan adanya


keterkaitan ruang dalam rumah; - Skala ruang meso, terbentuk dengan
adanya keterkaitan antara kegiatan dalam rumah dan kegiatan dan
kegiatan di halaman terjadi dalam satu pekarangan; dan - Skala ruang
makro, terbentuk dengan adanya keterkaitan antar kegiatan yang ada dalam
pekarangan dengan tempat-tempat umum dalam desa.
Kesimpulan akhir adalah penggambaran 3 pola berdasarkan masing–
masing skala ruang yang dilakukan dengan cara menumpuk pola yang
dihasilkan dari masing-masing tahap kegiatan. Terdapat beberapa bentuk
yang menggambarkan tindakan masyarakat dalam pemakaian ruang, di
antaranya sebagai berikut: - Satu titik ke satu titik, yaitu tindakan yang
memanfaatkan 1 ruang dan dari 1 tempat; - Memutar, yaitu tindakan
pemakaian ruang yang memutar seperti dalam rumah, anggota keluarga
memanfaatkan dapur-ruang tengah-ruang tamu secara bergantian; dan -
Kesatu titik dari beberapa arah, yaitu pemanfaatan 1 ruang yang berasal
dari beberapa tempat/rumah.
2. Analisis pola hunian/tempat tinggal (mikro):
a.Analisis Deskriptif:
Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis fisik bangunan dan
pekarangan, serta struktur ruang tempat tinggal masyarakat. Metode ini
bentujuan untuk mempelajari dan menganalisis tata cara yang berlaku pada
masyarakat yang berpengaruh terhadap fisik bangunan, pekarangan dan
struktur ruang tempat tinggalnya.
- Fisik bangunan dan pekarangan:
Analisis ini membahas tentang fisik bangunan dan pekarangan dari tempat
tinggal/hunian masyarakat. Kondisi fisik bangunan tersebut diantaranya,
yaitu susunan massa bangunan, status kepemilikan, usia dan fungsi,
bangunan bentuk, dan batas lahan. Analisis ini mendukung pola permukiman
tradisional dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan arahan
pelestarian: dan
- Struktur ruang tempat tinggal:
Analisis ini membahas tentang struktur ruang yang ada di dalam tempat
tinggal/hunian masyarakat di antaranya, yaitu fungsi dan peruntukan
ruang–ruang yang ada di dalamnya; dan
b.Analisis Family Tree:
Family Tree adalah bagan yang menggambarkan garis keturunan keluarga
atau silsilah keluarga. Analisis Family Tree digunakan untuk mengetahui
hubungan kekerabatan pada kawasan studi yang dikaitkan dengan
konfigurasi spasialnya. Analisis Family Tree menggunakan metode analisis
deskriptif yang dilengkapi dengan diagram pohon untuk menjelaskan
hubungan kekerabatan diantara penghuni kawasan studi yang dikaitkan
dengan letak rumah pada kawasan tersebut, sehingga diketahui pola tata
bangunan yang ada di kawasan tersebut.

3. Analisis pola permukiman tradisional


Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis pola permukiman
adalah analisis deskriptif. Pada analisis ini wilayah pengamatan adalah
seluruh wilayah desa. Hasil analisis diharapkan mampu mengidentifikasi pola
permukiman masyarakat baik dari segi konsep, filosofi maupun
perkembangannya. Teknik analisis yang digunakan meliputi:
- Analisis perkembangan permukiman desa:
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan permukiman yang
dilihat dari segi mikro perkembangan pola rumah dan dari segi makro
berupa arah orientasi kecenderungan perkembangan permukiman di wilayah
desa beserta dampak yang terjadi;
- Analisis tipologi permukiman tradisional:
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai konsep dasar bentuk dan pola spasial permukiman desa yang
diterapkan. Konsep tersebut dilihat berdasarkan kondisi fisik permukiman
desa maupun dari segi aktifitas masyarakat; - Analisis tata guna lahan desa:
Metode yang digunakan dalam analisis tata guna lahan adalah transek desa.
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai penggunaan lahan wilayah studi serta lingkungannya. Analisis ini
diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat mengenai zona–zona
pemanfaatan ruang di wilayah desa: dan - Analisis ruang budaya: Analisis
ruang budaya dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan hirarki ruang
dan sifat penggunaan ruang yang ada. Metode digunakan adalah metode
super impose yang
merupakan analisis yang menggabungkan peta yang terdiri dari pola-pola
permukiman berdasarkan variabel sosial dan budaya masyarakat
untuk mengidentifikasi elemen pembentuk kawasan permukiman desa dan
ruang ruang budaya yang terdapat di desa.

4. Analisis permasalahan pelestarian


Analisis deskriptif mengenai permasalahan pelestarian bertujuan untuk
mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pelestarian pola permukiman
yang meliputi persepsi masyarakat dan permasalahan pelestarian dilihat dari
beberapa aspek:
a. Analisis persepsi masyarakat:
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap
upaya pelestarian yang akan direncanakan di wilayah studi yang
meliputi pendapat masyarakat mengenai permasalahan pelestarian,
keinginan dan kepentingan masing–masing kelompok masyarakat. Dalam
analisis persepsi dapat menggunakan teknik analisis partisipatif. Hasil
analisis ini akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam arahan
pelestarian yang akan direncanakan; dan
b. Analisis permasalahan pelestarian:
Analisis permasalahan pelestarian menggunakan teknik analisis
deskriptif. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui permasalahan
pelestarian yang dihadapi meliputi aspek sosial, fisik, ekonomi, dan
hukum. Hasil analisis akan digunakan sebagai salah satu dasar dalam
penyusunan arahan pelestarian.

5. Analisis Pelestarian (analisis development)


Metode analisis yang digunakan untuk menentukan arahan pelestarian pola
permukiman terdiri dari arahan pelestarian fisik dan non fisik, yaitu
sebagai berikut:
a. Analisis pelestarian fisik:
Arahan pelestarian fisik merupakan arahan pelestarian bagi
masing– masing objek studi berupa pola permukiman dan bangunan
tradisional yang terletak di kawasan desa; dan
b . Analisis pelestarian non fisik:
Arahan pelestarian non fisik dalam studi ini berupa pelestarian dengan
metode pendekatan hukum, ekonomi dan sosial yang diperoleh
berdasarkan analisis permasalahan pelestarian secara hukum, ekonomi,
sosial dan fisik serta persepsi berbagai pihak mengenai upaya pelestarian
pada kawasan studi.
Rancangan Format Kuesioner (bila ada)
Buatlah rancangan format kuesioner jika direncanakan menggunakan
kuesioner sebagai salah satu instrumen penelitian.

Anda mungkin juga menyukai