Anda di halaman 1dari 17

 Home

 About Me

 Contact Me

 Macrofag Television

 Tukeran Link Yuk

 Sahabat Macrofag

PESAN SEGERA

Home » Laporan Pendahuluan » LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI

Thursday, December 14, 2017


LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI
Unknown | 6:56 AM | Asuhan Keperawatan | Laporan Pendahuluan

DIFTERI
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium
diphteriae yang berasal dari membran mukosa hidung nasofaring, kulit, dan lesi lain
dari orang yang terinfeksi.

Patofisiologi
- Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva, kulit,
mata walaupun jarang terjadi.
- Kuman membentuk pseudo membran dan melepaskan eksotoksin. Pseudo membran
timbul lokal dan menjalar dari faring, laring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah
bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin.
- Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis
dan timbul paralisis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
- Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudo membran pada laring dan
trakea dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.

Komplikasi
- Miokarditis (minggu ke-2)
- Neuritis
- Bronkopneumonia
- Nefritis
- Paralisis

Etiologi
- Corynebacterium diphteriae, bakteri berbentuk batang gram negatif

TONTON VIDIO DIBAWAH INI


Manifestasi Klinis
- Khas adanya pseudo membran
- Lihat dari alur atau jaras patofisiologi
Penatalaksanaan Terapeutik
- Pemberian oksigen
- Terapi cairan
- Perawatan isolasi
- Pemberian antibiotik sesuai program

Penatalaksanaan Perawatan
Pengkajian
- Riwayat keperawatan ; riwayat terkena penyakit infeksi, status immunisasi
- Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring, dan laring
- Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiologis

Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada halan nafas
2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme
meningkat, intake cairan menurun)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang kurang.

Perencanaan
1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda jalan nafas efektif
2. Penyebarluasan infeksi tidak terjadi
3. Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi
4. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan

Implementasi
Asuhan Keperawatan Pada Anak
1. Meningkatkan jalan nafas eketif
- Kaji status pernafasan, observasi irama dan bunyi pernafasan
- Atur posisi kepala dengan posisi ekstensi
- Suction kepala dengan posisi ekstensi
- Suction jalan nafas jika terjadi sumbatan
- Berikan oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction
- Lakukan fisioterapi dada
- Persiapkan anak untuk dilakukan trakeostomi
- Lakukan pemeriksaan analisa gas darah
- Lakukan intubasi jika ada indikasi
2. Perluasan infeksi tidak terjadi
- Tempatkan anak pada ruang khusus
- Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit
- Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak
- Berikan antibiotik sesuai order
3. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
- Memonitor intake output secara tepat, pertahankan intake cairan dan elektrolit yang
tepat
- Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (membran mukosa kering, turgor kulit kurang,
produksi urin menurun, frekuensi denyut jantung dan pernapasan meningkat, tekanan
darah menurun, fontanel cekung).
- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral jika pemberian cairan melalui oral
tidak memungkinkan
4. Meningkatkan kebutuhan nutrisi
- Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
- Memasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak
- Kolborasi untuk pemberian nutrisi parenteral
- Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan lingkar lengan,
membran mukosa) yang adekuat.

Perencanaan Pemulangan
- Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping
- Melakukan immunisasi jika immunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur
- Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadual
- Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan

Difteri
Difteri merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh corynebacterium
diphteriae.
Etiologi. Corynebacterium diphteriae (basil Klebs-Loeffler) merupakan hasil
gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk
batang pleomorfis.
Epidemiologi. Difteri tersebar diseluruh dunia, tetapi insidens penyakit ini
menurun secara menyolok setelah penggunaan toksoid difteri secara meluas setelah
Perang Dunia II.
Diteri didapat melalui kontak dengan karier atau seseorang yang sedang menderita
difteri.
Patogenesis dan Patologis. Difteri diawali oleh masuknya C. Diphtheriae kedalam
hidung atau mulut dimana basil akan menetap pada permukaan mukosa saluran napas
bagian atas. Kadang-kadang kulit atau membran mukosa mata atau kelamin bertindak
sebagai tempat lokalisasi . setelah masa inkubasi selama 2-4 hari, strain-strain yang
terinfeksi oleh bakteri ofaga mengeluarkan toksin, yang pada awalnya akan diserap
kedalam membran sel, kemudian menembus membran dan mengganggu proses
sintesis protein didalam sel bakteri.
Toksin dapat merusak organ-organ atau jaringan-jaringan tetapi terutama adalah
lesi-lesi yang mengenai jantung, susunan saraf dam ginjal. Walaupun anti toksin
difteri dapat menetralkan toksin yang beredar tetapi bila toksin telah diserap oleh sel,
maka antitoksin menjadi tidak efektif. Setelah toksin melekat pada jarigan, maka
terjadi masa laten yang berbeda-beda, sebelum terjadinya manifestasi-manifestasi
klinis. Miokarditis biasnaya ditemukan 10-14.
Manifestasi-manifestasi klinis. Tanda-tanda dan gejala-gejala difteri tergantung
pada fokus infeksi, status kekebalan pejamu dan apakah toksin yang dikeluarkan itu
telah memasuki sistem peredaran darah atau belum.
Masa tunas penyakit berkisar antara 1-6 hari. Difteri, secara klinis diklasifikasikan
berdasarkan lokalisasi anatomi infeksi awal dan membran difteri (nasal, tonsil, faring,
laring atau laringotrakea, konjungtiva, kulit dan genital).
Difteri nasa mula-mula menyerupai penyakit selesma dan ditandai dengan sedikit
gejala sistemis. Secara-berangsur-angsur sekret hidung menjadi serosanguinosa
kemudian menjadi mukopurulen dan menimbulkan ekskoriasi cuping hidung dan bibir
bagian atas. Timbul bau busuk dan pada pemeriksaan yang seksama menunjukkan
adanya membran putih pada septum nasi. Penyebaran toksin yang lambat disertai
berkurangnya gejala-gejala sistemis, sering mengakibatkan keterlambatan penegakan
diagnosis yang tepat. Bentuk penyakit ini paling sering ditemukan pada bayi.
Difteri tonsil dan faring dimulai sebagai penyakit yang tersamar tetapi merupakan
bentuk yang lebih berat. Mula-mula terjadi anoreksia, matese, demam ringan dan
faringitis.
Perjalanan penyakit difteri faring tergantung pada luasnya membran dan
banyaknya toksin yang dihasilkan. Pada kasus berat dapat terjadi kegagalan sistem
pernapasan dan sistem peredaran darah. Peningkatan denyut nadi tidak sebanding
dengan suhu badan, yang umumnya tetap normal atau mengalami sedikit peningkatan.
Dapat terjadi pula kelumpuhan palatum. Bila hal ini terjadi hanya pada satu sisi maka
palatum akan berdeviasi menjauhi sisi yang mengalami kelumpuhan ; jika
kelumpuhan timbul pada kedua sisi maka dapat terjadi suara sengau, regurgitasi pada
hidung dan kesukaran menelan.
Diagnosis. Diagnosis sebaiknya ditegakkan berdasarkan hasil temuan-temuan
klinis, karena setiap keterlambatan pengobatan merupakan bahaya besar bagi
penderita.
Tes Schick. Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status kekebalan penderita.
Tes ini dapat membantu diagnosis dini, karena hasil tes tersebut belum dapat dibaca
hingga beberapa hari kemudian, tetapi tes ini berguna untuk menentukkan kerentanan
para kontak dan pada diagnosis serta penatalaksanaan defisiensi kekebalan.
Diagnosis Banding. Bentuk-bentuk difteri nasal ringan pada para pejamu dengan
kekebalan parsial dapat menyerupai selesma. Bila terdapat sekret hidung lebih bersifat
serosanguinosa atau purulen, maka difteri nasal harus dibedakan dari benda asing
yang mungkin terdapat didalam hidung, sinusitis, adenoiditis atau “bindeng” pada
sifilis kongenital. Pemeriksaan hidung yang seksama dengan spekulum hidung,
roentgenogram sinus dan tes-tes serologis sifilis dapat menyingkirkan gangguan-
gangguan ini.
Penyulit-penyulit. Penisilin yang digunakan untuk membasmi C. diphtheriae
berhasil menurunkan frekuensi penyulit-penyulit bakteri sekunder secara bermakna,
terutama penyakit streptokokus.
Pencegahan. Imunisasi. Tindakan pencegahan yang paling efetif terhadap difteri
adalah imunisasi aktif. Agen yang lebih disukai untuk anak-anak berusia kurang dari 6
tahun adalah toksoid difteri, yang diberikan dalam kombinasi dengan tetanus toksoid
dan antigen pertusis (DPT).
Imunisasi primer bagi anak-anak berusia lebih dari 6 tahun dapat dilakukan
dengan mempergunakan vaksin difteri tipe dewasa dan toksoid-serap tetanus (TD).
Para kontak. Pencegahan difteri juga tergantung pada isolasi penderita untuk
memperkecil penyebaran penyakit dan pada penatalaksanaan para kontak yang telah
diketahui. Penderita tetap berhasil dibiakkan dari tempat infeksi ; diperlukan 3 kali
biakan berturut-turut dengan hasil negatif sebelum penderita dibebaskan dari isolasi.
Pengobatan. Pengobatan difteri terdiri atas netralisasi toksin bebas dan
pemberantasan C. diptheriae dengan antibiotika. Satu-satunya pengobatan spesifik
adalah antitoksin yang berasal dari kuda. Antitoksin sebaiknya diberikan berdasarkan
tempat membran berada, derajat toksisitas dan lamanya penyakit.

Difteria
Penyakit difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering
diserang terutama saluran pernapasan bagian atas, dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”. Kuman juga melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan
gejala umum dan lokal.
Terdapat 3 jenis basil, yakni bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar (agar-agar) darah yang mengandung
kalium telurit. Basil difteria mempunyai sifat :
1. Membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah, dan berwarna
putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena, terdiri dari fibrin, leukosit,
jaringan nekrotik dan kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah
beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf (toksin ini amat ganas ; 1/50 ml
toksin dapat membunuh kelinci).

Patogenesis
Kuman hidup dan berkembang biak pada saluran napas bagian atas, tetapi dapat
juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut
kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran
timbul lokal kemudian menjalar dari faring, tonsil, laring dan saluran napas atas,
kelenjar getah bening sekitarnya akan membengkak dan mengandung toksin.
Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan menyebabkan miokarditis toksik atau jika
mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama otot-otot
pernapasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, yang
dapat menyebabkan timbulnya nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan napas akibat pseudomembran
pada laring dan trakea, gagal jantung karena terjadi sumbatan jalan napas akibat
pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung karena terjadi miokarditis, atau
gagal napas akibat terjadinya bronkopneumonia.
Penularan penyakit diferia adalah melalui udara (droplet infection), tetapi juga
dapat perantaraan alat/benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat
mengenai bayi tetapi kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit difteria dapat berat
atau ringan bergantung dari virulensi, banyaknya hasil, dan daya tahan sembuh anak.
Bila ringan, hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat
menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan
pasien yang datang berobat sering dalam keadaan berat seperti lelah adanya bullneck
atau sudah stridor dan dispnea. Pasien difteria selalu dirawat dirumah sakit karena
mempunyai resiko terjadi komplikasi seperti miokarditis atau sumbatan jalan napas.
1. Difteria faring dan tonsil
Difteria ini paling sering dijumpai ialah sekitar 75%. Dalam keadaan ringan tidak
terbentuk pseudomembran, dapat memebentuk kekabalan.
Bila berat akan timbul gejala demam tetapi tidak tinggi, nyeri telan, terdapat
pseudomembran yang mula-mula hanya ada bercak-becak putih keabu-abuan dan
cepat meluas kedaerah faring dan laring.
2. Difteria laring dan trakea
Difteria ini merupakan yang terbanyak dan umumnya sebagai penjalaran dari difteria
faring dan tonsil. Gejala sama dengan difteria faring hanya lebih berat.

Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung kepada :
1. Umur pasien. Makin muda usianya makin jelek prognosisnya
2. Perjalanan penyakit ; makin terlambat ditemukan makin buruk keadaannya
3. Letak lesi difteria. Bila dihidung tergolong ringan
4. Keadaan umum pasien, bila keadaan gizinya buruk, juga buruk
5. Terdapatnya kompikasi miokarditis sangat memperburuk prognosis
6. Pengobatan ; terlambat pemberian ADS, prognosis makin buruk

Komplikasi
1. Pada saluran pernapasan : terjadi obstruksi jalan napas dengan segala akibatnya,
bronkopneumonia, atelektasis
2. kardiovaskular ; miokarditis, yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk kuman
difteria
3. Kelainan pada ginjal : nefritis
4. Kelainan saraf : kira-kira 10% pasien difteria mengalami komplikasi yang mengenai
susunan saraf terutama sistem motorik, dapat berupa :
a. Paralisis/parelisis palatum mole sehingga terjadi rinolalia (suara sengau),
tersedak/sukar menelan. Dapat terjadi pada minggu I-II
b. Paralisis/paresis otot-otot mata : dapat mengakibatkan strabismus, gangguan
akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis yang timbul pada minggu III.
c. Paralisis umum yang dapat terjadi setelah minggu ke-IV. Kelainan dapat mengenai
otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot
pernapasan.

Pencegahan
1. Imunisasi
2. Isolasi ; pasien difteria harus dirawat dengan isolasi dan baru dapat pulang setelah
pemeriksaan sediaan langsung tidak ditemukan corynebacterium diphteriae 2 kali
berturut-turut.
3. Pencarian seorang karier difteria dengan dilakukan Uji Shick. Bila diambil hapusan
tenggorok dan ditemukan C. diphteriae pasien diobati ; bila perlu dilakukan
tonsilektomi (ini ideal sekarang belum dapat dilaksanakan).

Gambaran Klinik
Masa tunas : 2-7 hari. Gejala umum : terdapat demam tidak terlalu tinggi, lesu,
pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak sangat lemah.
Bila difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien diferia) gejala yang
timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari
pseudomembran dalam hidung.

Pemeriksaan diagnositik
Laboratorium. Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukosit polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin
terdapat albuminuria ringan.

Penatalaksanaan
Medik
1. Pengobatan umum
2. Pengobatan spesifik
a. Antidiphtheria serum
b. Antibiotik
c. Kortikosteroid
Keperawatan
Pasien diffteria harus dirawat dikamar isolasi yang tertutup. Petugas harus
memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap penggantian
tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam). Sebaiknya
penunggu pasien juga harus memakai gaun tersebut untuk mencegah penularan ke
luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan : desinfektan.
Masalah yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi obstruksi jalan
napas, miokarditis, komplikasi pada ginjal, komplikasi susunan saraf pusat, gangguan
masukan nutrisi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi efek samping dari
pengobatan, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit, dan jika pasien
perlu dilakukan trakeostomi/perawatan trakeostomi.

Patogenesis
Basil hidup dan berkembang biak pada saluran napas atas, terlebih-lebih bila
terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus, dll. Basil dapat pula hidup pada vulva,
telinga dan kulit. Pada tempat ini basil membentuk pseudomembran dan melepaskan
eksotoksin.

Klasifikasi
1. Infeksi ringan : pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fasial dengan
gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang : pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior
faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.
3. Infeksi berat : disertai gejala sumbatan jalan napas yang berat, yang hanya dapat
diatasi dengan trakeostomi. Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis tataupun
nefritis dapat menyertainya.

Manifastasi Klinis
 Difteri hidung : pilek dengan sekret bercampur darah. Gejala konstitusi ringan.
 Difteri faring dan tonsil (fausial) : terdapat radang akut tenggorok, demam sampai
38,5 OC, trakikardi, tampak lemah, napas berbau, timbul pembengkakan kelenjar
regional (bull neck). Membran dapat berwarna putih, abu-abu kotor atau abu
kehijauan dengan tepi yang sedikit terangkat. Bila membran diangkat akan timbul
pendarahan. Tetapi, prosedur ini dikontraindikasikan karena mempercepat penyerapan
toksin.
 Difteri laring : jenis yang terberat, terdapat afonia, sesak, stridor inspirasi, demam
sampai 40 OC, sangat lemah, sianosis, bull neck.
 Difteri kutaneus dan vaginal : lesi ulseratif dengan pembentukan membran. Lasi
peresisten dan sering terdapat anestesi.

Pemeriksaan Penunjang
Dapat terjadi leukositosis ringan.

Diagnosis
Ditegakan dengan ditemukannya corynebacterium diphtheriae pada preparat
langsung dengan pewarnaan biru metilen atau biru toluidin tau biakan dengan media
loeffler.

Diagnosis Banding
Difteria nasal : perdarahan akibat luka dalam hidung, korpus alineum atau sifilis
kongenital.
Difteria faring dan tonsil (fausial) : tonsilitis folikularis atau lakunaris, angina Plaut
Vincent, infeksi mononukleosis infeksiosa, blood dyscrasia.
Difteria laring : laringitis akut, laringotrakeitis, laringitis membranosa, benda asing
pada laring.
Penatalaksanaan
Dilakukan bila klinis menyokong ke arah difteria tanpa menunggu hasil
pemeriksaan penunjang. Tata laksana umum dengan tirah baring, isolasi pasien,
pengawasan ketat atas kemungkinan komplikasi, antara lain pemeriksaan EKG setiap
minggu. Pasien dirawat selama3-4 minggu. Sedangkan secara khusus.
 Anti-Diptheria Serum (ADS) diberikan dengan dosis 20.000-100.000 U bergantung
pada lokasi, adanya komplikasi dan durasi penyakit. Sebelumnya lakukan uji kulit
(pengenceran 1:100) atau mata (pengenceran (1:10). Bila pasien sensitif, lakukan
desensitisasi cara besredka.
 Antibiotik. Penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari sampai 10 hari. Bila alergi, berikan
eritromisin 40 mg/kgBB/hari. Bila dilakukan trakeostomi, tambahkan kloramfenikol
75 mg/kgBB/hari dalam dosis.
 Kortikosteroid. Digunakan untuk mengurangi edema laring dan mencegah
komplikasi miokarditis. Diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang
dihentikan secara bertahap.
 Bila ada paresis otot dapat diberikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg setiap
hari, 10 hari berturut-turut.

Komplikasi
1. Saluran napas : obstruksi jalan napas, bronkopneumonia, atelektasis paru.
2. Kardiovaskular : miokarditis akibat toksin kuman.
3. Urogenital : nefritis.
4. Susunan syaraf : paralisis/paresis palatum mole (minggu I dan II), otot mata (minggu
III) dan umum (setelah minggu IV).

Pencegahan
1. Isolasi pasien. Isolasi dihentikan bila hasil pemeriksaan sediaan langsung C.
diphtheriae 2 hari berturut-turut negatif.
2. Imunisasi.
3. Pencarian dan pengobatan karier. Dilakukan dengan uji Schick. Bila hasil negatif,
dilakukan apusan tenggorok. Jika ditemukan C. diphtheriae, harus diobati.
Prognosis
Prognosis lebih buruk lagi pada pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan
penyakit yang lama, letak lesi yang dalam, gizi kurang dan pemberian antitoksin yang
terlambat.

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT, klik:


http://macrofag.blogspot.co.id/2017/12/tahukah-anda-tentang-penyakit-difteri.html

INFORMASI TERKAIT: 1. Materi Laporan pendahuluan DIFTERI, Klik:


http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 2. Materi DIFTERI DAN PENANGANANNYA, Klik:
http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 3. Makalah Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Rumah
Sakit, Klik: http://macrofag.blogspot.co.id/2013/0... 4. SAP Alat Pelindung Diri, Klik:
http://macrofag.blogspot.co.id/2017/1... 5. Mengenal FLU BURUNG, Klik:
http://macrofag.blogspot.co.id/2013/0... Jangan lupa LIKE & SUBSCRIBE Chanel You Tube DUNIA
KEPERAWATAN: VIDIO BERITA PENYAKIT DIFTERI: https://youtu.be/2VZ15E1sCDM VIDIO
CARA MEMASANG INFUS: https://youtu.be/5ph17Qv3J9M VIDIO CARA MEMBUAT BOTOL WSD
versi plabot: https://youtu.be/U8aTWS7xivM VIDIO HAND HYGINE DANCE:
https://youtu.be/Jz9GmwUQHN8 VIDIO PENDIDIKAN KESEHATAN HAND HYGINE:
https://youtu.be/c118TT8oxsA VIDIO MENGETAHUI BAGIAN INFUS & TRANFUSI SET:
https://youtu.be/gAiBL0Eyhjg VIDIO CARA PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH:
https://youtu.be/KFueosbrwaA VIDIO HAND HYGINE VERSI HANDRUB & AIR MENGALIR:
https://youtu.be/cS999xl30tE VIDIO CARA MEMASANG ALAT PELINDUNG DIRI UNTUK PASIEN
ISOLASI DIFTERI, MDR, FLU BURUNG dll, Klik: https://youtu.be/6MOj9i-UITQ

DAFTAR PUSTAKA
Nelson dkk. 2001. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15. EGC : Jakarta.
Setiawan, SKp. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Suriadi, SKp, Rita Yuliani, SKp. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I. EGC
: Jakarta. CV Agung Seto.
Arif, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 2000 jilid 2 edisi ke-3.
Diposkan oleh Unknown di 6:56 AM

Reaksi:

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook


No comments:
Post a Comment
Link ke posting ini

Create a Link

Newer PostOlder PostHome


Subscribe to: Post Comments (Atom)
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No
border)
Search
Search

Join Now

[ Vistory ]
0 77
1 84
2 86
3 77
4 60
5 44
6 43
7 75
8 68
9 67
10 68
11 49
12 35
13 54
14 75
15 84
16 85
17 80
18 63
19 46
20 54
21 100
22 80
23 84
24 76
25 57
26 44
27 57
28 68
29 18
2678670
Popular Posts
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No
border)


Askep Ischialgia (Nyeri Pada Pantat)
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Satuan Acara penyuluhan (SAP) Gagal Jantung
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Askep Keluarga Berencana (KB)
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Askep Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Askep Tuberculosis (TBC) Paru
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Askep Perawatan Kesehatan Masyarakat (PERKESMAS)
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


MENGENAL BAGIAN INFUS DAN TRANFUSI SET BESERTA FUNGSINYA
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


Askep Gastroenteritis (Diare) Pada Anak
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 13.5 pt,
Font color: Custom Color(RGB(0,142,188)), Border: : (No


SAP (Satuan Acara Penyuluhan) Perawatan Luka

Blog Archive
 ► 2019 (3)
 ► 2018 (21)
 ▼ 2017 (86)
o ▼ December (38)
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) RUMAH SEHAT
 MATERI LEAFLET PERAWATAN PAYUDARA PASCA MELAHIRKAN...
 MATERI PENYULUHAN HIV/AIDS
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) HIV/AIDS
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) POLA MAKAN PADA PEND...
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PERAWATAN PAYUDARA P...
 TAHUKAH ANDA TENTANG PENYAKIT DIFTERI (DIPHTHERIA)...
 LEAFLET PERAWATAN PAYUDARA
 LEAFLET PERAWATAN LUKA GANGREN
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PERAWATAN ANEMIA IBU...
 LEAFLET ALAT KONTRASEPSI
 LEAFLET TEPID SPONGING
 LEAFLET POSTURAL DRAINAGE ANAK DENGAN PNEUMONI
 LEAFLET HIV AIDS
 LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI
 LEAFLET GIZI IBU HAMIL
 Materi Singkat Leaflet Gastritis
 DIIT (MAKANAN) PADA PASIEN PATAH TULANG
 SAKIT MATA (KONJUNGTIVITIS): Pengertian, Jenis, da...
 SAKIT MATA (KONJUNGTIVITIS) ALERGI
 SAKIT MATA (KONJUNGTIIVITIS) VIRUS
 SAKIT MATA (KONJUNGTIVITIS) BAKTERI
 PERAWATAN DIARE PADA ANAK
 Materi Leaflet LATIHAN GERAK PASIEN BENIGNA PROSTA...
 MENGENAL ANEMIA (KEKURANGAN DARAH MERAH) SECARA SI...
 SUDAH NORMALKAH TUMBUH KEMBANG ANAK ANDA?
 KONSEP MENU SEIMBANG DAN DIIT TINGGI KALORI TINGGI...
 DIET MAKANAN UNTUK PENDERITA THYPOID (THYPUS)
 MATERI LEAFLET PENCEGAHAN THYPUS ABDOMINALIS
 MATERI LEAFLET TUBERCULOSIS (TBC) PARU
 LEAFLET TUBERKULOSIS (TBC) BAHASA SUNDA
 MATERI LEAFLET SENAM NIFAS
 TERAPI AKUPRESUR PADA REMATIK (Remathoid Acupressu...
 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) ALAT PELINDUNG DIRI ...
 LEAFLET ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SPO) MELEPAS INFUS
 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SPO) PEMASANGAN INFU...
 LEAFLET SENAM HAMIL
o ► November (17)
o ► October (13)
o ► September (13)
o ► August (5)
 ► 2014 (78)
 ► 2013 (396)
Copyright © 2019 DUNIA KEPERAWATAN | Template By : Widget Craft | Created By - Hardeep
Asrani

Anda mungkin juga menyukai