Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN

TUJUH DIAGNOSIS KEPERAWATAN JIWA BERAT


MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH:
RATMAWATI I31112097

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH KRONIS

A. Kasus ( Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Harga diri rendah kronis.

B. Definisi
a. Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif
dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend,
1998).
b. Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult dan
Videbeck, 1998).
c. Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan (Kelliat, 1998).

C. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
penolakakn orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk
tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan
konsep diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi situasional maupun
kronik.
Situasional. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronisyang
terjadi secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara
tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


perkosaan, atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain
ini, dirawat dirumah sakit juga bisa menyebabkan rendahnya harga diri
seseorang dikarenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur ,
bentuk, dan fungsi tubuh, serta perlakuan tugas kesehatan yang kurang
menghargai klien dan keluarga.
Kronik. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya
sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat. Klien sudah memiliki pikiran negatif sebelum dirawat
dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi di atas bila
memengaruhi seseorang baik dalam berpikir, bersikap maupun bertindak,
maka dianggap telah memengaruhi koping individu tersebut sehingga
menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak efektif). Bila
kondisi klien dibiarkan tanpa ada intevensi lebih lanjut dapat
menyebabkan kondisi dimanan klien tidak memiliki kemauan untuk
bergaul dengan orang lain (isolasi sosial). Klien yang mengalami isolasi
sosial dapat membuat klien asyik dengan dunia dan pikirannya sendiri
sehingga dapat muncul risiko perilaku kekerasan.

D. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dan gangguan harga diri
rendah kronis :
1. Mengkritik diri sendiri.
2. Perasaan tidak mampu.
3. Pandangan hidup yang pesimistis.
4. Tidak menerima pujian.
5. Penurunan produktivitas.
6. Penolakank terhadap kemampuan diri.
7. Kurang memperhatikan perawatan diri.
8. Berpakaian tidak rapi.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


9. Selera makan kurang.
10. Tidak berani menatap lawan bicara.
11. Lebih banyak menunduk.
12. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

Rentang respons pasienharga diri rendah yaitu :

respon adaptif respon maladaptif

aktualisasi diri konsep diri positif harga diri rendah kronis kerancuan identitas depersonalisasi

E. 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji


Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Harga diri rendah Subjektif :


kronis  Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna.
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu.
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat
untuk beraktivitas atau bekerja.
 Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan, atau toileting.
Objektif :
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimistis.
 Tidak menerima pujian.
 Penurunan produktivitas.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


 Penolakakn terhadap kemampuan diri.
 Kurang memperhatikan perawatan diri.
 Berpakaian tidak rapi.
 Berkurang selera makan.
 Tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.
 Bicara lambat dengan nada suara lemah.

2. Pohon Masalah
Resiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Core problem Harga diri rendah kronis

Causa Koping individu tidak efektif

F. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah kronis.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
a. Tujuan / strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


1) Mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
2) Membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan.
3) Membantu klien menentukan kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan klien.
4) Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih.
5) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih kemampuan klien.
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. Tindakan keperawatan untuk klien.
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki klien.
Perawat dapat melakukan hal-hal berikut untuk membantu klien
mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang masih
dimilikinya.
 Mendiskusikan bahwa klien masih memiliki sejumlah
kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan klien di rumah,
adanya keluarga dan lingkungan terdekat klien.
 Beri pujian yang realistis atau nyata dan dihindarkan penilaian
yang negatif setiap kali bertemu dengan klien.
2) Membantu klien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan keperawatan klien yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut.
 Mendiskusikan dengan klien kemampuan yang masih
digunakan saat ini setelah mengalami bencana.
 Bantu klien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap
kemampuan diri yang berhasil diungkapkan klien.
 Perlihatkan respon yang kondusif dan jadilah pendengar yang
aktif.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


3) Membantu klien agar dapat memilih atau menetapkan kegiatan
sesuai dengan kemampuan. Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut.
 Mendiskusikan dengan klien beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan klien lakukan
sehari-hari.
 Bantu klien menetapkan aktivitas yang dapat dilakukan secara
mandiri. Tentukan aktivitas-aktivitas yang memerlukan
bantuan minimal dan bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat klien. Berikan contoh cara pelaksannan
aktivitas yang dapat dilakukan klien. Lakukanlah penyusunan
aktivitas bersama klien dan buatlah daftar aktivitas atua
kegiatan sehari-hari klien.
4) Melatih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai kemampuan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut.
 Mendiskusikan dengan klien untuk menetapkan kegiatan (yang
sudah dipilih klien) yang akan dilatihkan.
 Bersama klien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan klien.
 Berikan dukungan dan pujian yang nyata pada setiap kemajuan
yang diperlihatkan klien.
5) Membantu klien agar dapat merencanakan kegiatan sesuai
kemampuannya.
Untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan tersebut, hal-hal
berikut yang dapat dilakukan.
 Member kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah dilatihkan.
 Beri pujian atas aktivitas atau kegiatan yang dapat dilakukan
klien setiap hari.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan
perubahan setiap aktivitas.
 Menyusun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama klien
dan keluarga.
 Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya setelah melaksanakan kegiatan.
 Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang
dilakukan.
2. Rencana Tindakan Keperawatan Keluarga
a. Tujuan strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami klien beserta proses terjadinya.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien harga diri
rendah.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
harga diri rendah.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat.
2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga.
2) Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi klien yang mengalami
gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronis.
3) Diskusiakn dengan keluarga kemampuan yang dimiliki klien.
4) Jelaskan cara-cara merawat klien dengan gangguan konsep diri :
Harga diri rendah kronis.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


5) Demonstrasikan cara merawat klien dengan gangguan konsep diri :
Harga diri rendah kronis.
6) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan klien di rumah.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

A. Kasus ( Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Isolasi sosial.

B. Definisi
1. Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri,
tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan
orang lain (Balitbang, 2007).
2. Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins,
1993).
3. Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000).
4. Merupakan upaya menghindari suatu hubungan kokmunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanefestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan
tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
5. Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lian
menyatakan sikap yang negative dan mengancam (Townsend, 1998).
6. Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kualitas dan kuantitas yang

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah
pada perilaku menarik diri (Townsend, 1998).
7. Kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel, tingkah maladaptif, dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).

C. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial.
Bila tugas dalam perkembangan-perkembangan ini tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya kaan dapat menimbulkan masalah. Tugas perkembangan
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal :
Tahap perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya.

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan


awal perilaku mandiri.

Masa prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa


tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja


sama, dan berkompromi.

Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan


teman sesame jenis kelamin.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Masa remaja Menjadi intim dengan teman
lawan jenis atau bergantung pada
orangtua.

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara


orangtua dan teman, mencari
pasangan, menikah, dan
mempunyai anak.

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan


yang sudah dilalui.

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan


mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya.

Sumber : Stuart and Sundeen (1995), hlm. 346

b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga


Gangguann komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori
ini yang masuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double blind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut keluarga, di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif
seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


d. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah hubungan
sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah
kortikal.
2. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat menimbulkan
oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor steroprepitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
1. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stres yang
ditimbulkan oleh faktro sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor piskologis, yaitu stres yang terjadi
akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan indvidu ubtuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan berpisah dengan orang terdekat atau itdak
terpenuhinya kebutuhan individu.

D. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
1. Kurang spontan.
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
3. Ekspresi wajah kurang berseri.
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
6. Mengisolasi diri.
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


8. Asupan makanan dan minuman terganggu.
9. Retensi urin dan feses.
10. Aktivitas dan menurun.
11. Kurang energi (tenaga).
12. Rendah diri.
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur).

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya


rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga
bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh
terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga
orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif).
Peranan keluarga cukupbesar dalam mendorong klien agar mamou
menyelesaikan masalah. Oleh karean itu, bila sistem pendukungnya tidak baik
(koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki
harga diri rendah.
Rentang respon pasien pada isolasi sosial yaitu :
Respon maladaptif Respon
maladaptif

Menarik diri
Menyendiri Merasa sendiri
Ketergantungan
Otonomi Dependesi
Manipulasi
Bekerja sama curiga
curiga
interdependent
Sumber ; Townsend (1998)

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi
sosial :
 Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan
kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan
masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respon adaptif.
a. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah terjadi di lingkunag sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan idnvidu untuk menentukan dna menyampaikan
ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantunga antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
 Respon Maladptif
Respon maladptif adalah respon yang menyimpang dari norma
sosial dan kehiduponan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respon maladaptive.
a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membian
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang
lain.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


E. 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji
Masalah Data yang Perlu Dikaji
Keperawatan
Isolasi sosial Subjektif :
 Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
 Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani
perawat dan meminta untuk sendirian.
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang
lain.
 Tidak mau berkomunikasi.
 Data tentnag klien biasanya didapat dari keluarga
yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri,
anak, ibu, ayah, atau teman dekat).
Objektif :
 Kurang spontan.
 Apatis (acuh terhadap lingkungan).
 Ekspresi wajah kurang berseri.
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersishan diri.
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
 Mengisolasi diri.
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
 Asupan makanan dan minuman terganggu.
 Retensi urin dan feses.
 Aktivitas menurun.
 Kurang berenergi atau bertenaga.
 Rendah diri.
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau
janin (khususnya pada posisi tidur).

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


2. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan


lingkungan

Defisit perawatan diri PPS : halusinasi

Intoleransi aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

F. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
b. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain.
c. Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan dengan satu orang.
d. Menganjurkan kepada klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan
dengan satu orang.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


c. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang
atau lebih.
c. Menganjurkan kepada klien memasukkan dalam jadwall kegiatan
harian.
2. Rencana Tindakan Keperawatan Keluarga
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial beserta proses
terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien isolasi sosial.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi sosial.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
isolasi sosial.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI:
HALUSINASI

A. Kasus ( Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi.

B. Definisi
1. Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori: halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori:
halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek,
gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar meliputi: semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan atau pengecapan).
2. Individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari
lingkingan (Depkes RI,2000).
3. Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus
yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai
dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespon
terhadap stimulus (Towsend,1998).
4. Gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar. Gangguan ini dapat terjadi pada sistem penginderaan pada sistem
pengindraan pada saat kesadaran individu tersebut penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kara lain klien
berespons terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan
oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Wilson,1983).

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan
subjektif pada klien dengan halusinasi.
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Halusinasi Dengar  Bicara atau  Mendengar suara-


(klien mendengar tertawa sendiri. suara atau
suara/bunyi yang tidak ada  Marah-marah kegaduhan.
hubungannya dengan tanpa sebab.  Mendengar suara
stimulus yang  Mendekatkan yang mengajak
nyata/lingkungan). telinga ke arah bercakap-cakap.
tertentu.  Mendengar suara
 Menutup telinga. yang menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya.
Halusinasi Penglihatan  Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan,
(klien melihat gambaran ke arah tertentu. sinar, bentuk
yang jelas/samar terhadap  Ketakutan pada geometris, kartun,
adanya stimulus yang nyata sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
dari lingkungan dan orang jelas. monster.
lain tidak melihatnya).
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah,
yang muncul dari sumber membaui bau- urine, feces, dan
tertentu tanpa stimulus yang bauan tertentu. terkadang bau-bau
nyata).  Menutup hidung. tersebut
menyenangkan bagi
klien.

Halusinasi Pengecapan  Sering meludah. Merasakan seperti


(klien merasakan sesuatu  Muntah. darah, urine, atau
yang tidak nyata, biasanya feces.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


merasakan rasa makanan
yang tidak enak).
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di
pada kulitnya tanpa ada permukaan kulit.
stimulus yang nyata).  Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya Mengatakan
(klien merasa badannya yang dianggapnya badannya melayang
bergerak dalam suatu bergerak sendiri. di udara.
ruangan atau anggota
badannya bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
yang dianggapnya mengecil setelah
berubah bentuk dan minum soft drink.
tidak normal seperti
biasanya.
Sumber: Stuart dan Sundeen (1998)

C. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang memengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor
predisposisi dapat meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis dan genetik.
a. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


b. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di
lingkungan yang membesarkannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya
peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas.
e. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi,
objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi berdasarkan tahapan halusinasi yaitu :
1. Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan.
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a. Tersenyum atau tertawa sendiri.
b. Menggerakan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respons verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (Non-Psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan
mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada
dapat menyebabkan antipati.
Karakteristik:
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut.
b. Mulai merasa kehilangan control.
c. Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul:
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun.
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun.
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan
realita.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


3. Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya,
b. Isi halusinasi menjadi atraktif.
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul:
a. Klien menuruti perintah halusinasi.
b. Sulit berhubungan dengan orang lain.
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat.
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata.
e. Klien tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik.
Perilaku yang muncul:
a. Risiko tinggi mencederai.
b. Agitasi/kataton.
c. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada.
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali
dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungannya karena orang
tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar
dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan, maka akan
beresiko terhadap perilaku kekerasan.
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu sebagai berikut.
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi
rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuaru
terhadap ketakutannya.
3. Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang
mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu yang mengalami halusinasi
menunjukkan kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak
menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
diharapkan halusinasi tidak terjadi.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri
hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan
kontrol terhadap kehidupan nyata.

E. 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Perubahan persepsi sensori: Subyektif:


halusinasi  Klien mengatakan mendengar sesuatu.
 Klien mengatakan melihat bayangan
putih.
 Klien mengatakan dirinya seperti
tersengat listrik.
 Klien mencium bau-bauan yang tidak
sedap, seperti feses.
 Klien mengatakan ada sesuatu yang
berbeda pada dirinya.
Objektif:
 Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri
saat dikaji.
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.
 Berhenti bicara ditengah-tengah kalimat

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


untuk mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi.
 Konsentrasi rendah.
 Pikiran cepat berubah-ubah.
 Kekacauan alur pikiran.

2. Pohon Masalah
Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Care Problem Perubahan Persepsi Sensori

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

F. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
a. Tujuan/strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi.
2) Mengidentifikasi isi halusinasi.
3) Mengidentifikasi waktu halusinasi.
4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi.
5) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
6) Mengidentifikasi respons klien terhadap halusinasi.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


7) Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
8) Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan klien di rumah).
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien.
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur.
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. Tindakan keperawatan untuk klien
1) Membantu klien mengenali halusinasi.
Diskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
membantu klien mengenali halusinasinya. Perawat dapat
berdiskusi dengan klien terkait isi halusinasi (apa yang didengar
atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan
perasaan klien saat halusinasi muncul (komunikasinya sama
dengan pengkajian di atas).
2) Melatih klien mengontrol halusinasi.
Perawat dapat melatih 4 cara dalam mengendalikan
halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut sudah terbukti mampu
mengontrol halusinasi seseorang. Keempat cara tersebut adalah

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain,
melakukan aktivitas yang terjadwal, dan mengonsumsi obat secara
teratur.
2. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Klien
a. Tujuan atau strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi yang dialami
klien beserta proses terjadinya.
3) Menjelaskan cara-cara merawat klien halusinasi.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien halusinasi.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat klien halusinasi.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien
Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien
gangguan jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem
pendukung terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien
selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan apakah klien akan
kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien secara
konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak
mampu merawat maka klien akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat
harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien gangguan
jiwa di rumah. Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan
melalui 3 tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah
yang dialami oleh klien dan pentingnya peran keluarga untuk
mendukung klien. Tahap kedua adalah melatih keluarga untuk
merawat klien, dan tahap yang ketiga yaitu melatih keluarga untuk
merawat klien langsung. Informasi yang perlu disampaikan kepada

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


keluarga, meliputi pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
oleh klien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi,
cara merawat klien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat,
dan pemberian aktivitas kepada klien), serta sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa dijangkau.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Kasus (Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Perubahan proses pikir : Waham.

B. Definisi
1. Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
2. Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol
(Depkes RI, 2000).
3. Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon
stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi atau informasi
secara akurat (Keliat, 1999).

Macam - macam waham yaitu :


1. Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang- ulang tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “Kalau saya mau masuk surge, saya harus menggunakan
pakainan putih setiap hari’, atau klien mengatakan bahwa dirinya adalah
Tuhan yang dapat menggendalikan makhluknya.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan
berulang- ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Contoh : “Saya ini pejabat di Departemen Kesehatan lho…”, “Saya
punya tambang emas!”
3. Waham Curiga
Keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang berusah
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang- ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “Saya tahu.. semua saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang saya
dapatkan.”
4. Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagia tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit, diucapkan berulang- ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
Contoh : “Klien selalu mengatakan bahwa dirinya sakit kanker,
namun setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
adanya sel kanker pada tubuhnya.
5. Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang- ulang tetaapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :“Ini kan alam kubur ya, semua disini adalah roh- roh.”

C. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembagan akan mengganggu hubungan
interpersonal sesorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas
yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya
sehingga pematanagn fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kessepian dapat
menyebabkan timbulnya waham.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


c. Faktor Psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/ bertentangan,
dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan.
d. Faktor Biologis
Waham yang diyakini terjadi karena adanya atrofi otak,
pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan
limbik.
e. Faktor Genetik
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang
yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor Biokimia
Dopamine, norepineprin dan zat halusinogen lainnya diduga
dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor Psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan
untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping
untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham
adalah sebagai
berikut :
1. Menolak makan.
2. Tidak ada perhatian dan perawatan diri.
3. Ekspresi wajah sedih/ gembira/ ketakutan.
4. Gerakan tidak terkontrol.
5. Mudah tersinggung.
6. Isi pembicaraan tidak sesuai kenyataan.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


7. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan.
8. Menghindar dari orang lain.
9. Mendominasi pembicaraan.
10. Berbicara kasar.
11. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.

Rentang respon pasien waham sebagai berikut :


Respon Adaftif Respon Maladaftif

 Pikiran logis  Kadang proses  Gangguan isi


 Persepsi akurat pikir terganggu pikir
 Emosi konsisten  Ilusi halusinasi
dengan pengalaman  Emosi berlebihan  Perubahan
 Perilaku sesuai  Berperilaku yang proses emosi
 Hubungan sosial tidak biasa  Perilaku tidak
harmonis  Menarik diri terorganisasi
  Isolasi sosial
Sumber : Keliat (1999)

E. 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Diuji

Perubahan proses pikir : Subyektif :


wahan kebesaran  Klien mengatakan bahwa dirinya adalah
orang yang paling hebat.
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
Obyektif :
 Klien terus berbicara tentang kemampuan
yang dimilikinya.
 Pembicaraan klien cenderung berulang-
ulang.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


 Isi pembicaraan tidaak sesuai dengan
kenyataan.

2. Pohon Masalah
Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan

Care problem Perubahan sensori waham

Causa Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis

F. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir : waham kebesaran.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
a. Membantu orientasi realitas.
b. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
c. Membantu klien memenuhi kebutuhannay.
d. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki.
c. Melatih kemampuan yang dimiliki.
Srategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secar
teratur.
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan keperawatan untuk klien.
a. Tidak mendukung atau membantah waham klien.
b. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman.
c. Obsevasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari hari.
d. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi
karena dapat menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.
e. Jika klien terus- menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai klien berhenti
membicarakannya.
f. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi sesuai dengan realitas.
g. Diskusikan dengan dengan klien kemampuan realitas yang dimilkinya
pada saat yang lalu dan saat ini.
h. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas sesuai kemampuan yang
dimilikinya.
i. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.
j. Tingkatkan aktifitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional klien.
k. Berbicara dalam konteks realitas.
l. Bila klien mampu memperlihatkan kemampuan positifnya.
m. Berikan pujian yang sesuai.
n. Jelaskan pada klien tentang program pengobatanya (manfaat, dosis
obat, jenis dan efek samping obat yang diminum serta cara meminum
obat yang benar).
o. Diskusikan akibat yang terjadi bila klien berhenti minum obat tanpa
konsultasi.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


2. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham yang dialami klien
beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara- cara merawat klien waham.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien waham.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien waham.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
Tindakan keperawatan untuk keluarga klien.
a. Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat klien waham di
rumah, follow up dan keteraturan pengobatan, serta lingkungan yang
tepat untuk klien.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang tentang waham yang dialami
klien.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang obat klien (nama obat, dosis,
frekuensi, efek samping dan akibat penghentian obat).
d. Diskusikan dengan keluarga kondisi klien yang memerlukan bantuan.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

 Kasus ( Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Defisit perawatan diri.

 Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melakukan atau
melengkapi aktifitas perawat diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaina/ berhias dan BAB/ BAK (toileting).

 Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Menurut Depkes (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologi
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang


kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri


lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


2. Faktor Presipitasi

Menurut Wartonah (2006) ada beberapa faktor persipitasi yang


dapat menyebabkan seseorang kurang perawatan diri. Faktor-faktor
tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi


kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik Sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka


kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosioekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta


gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan


yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus dia harus menjaga kebersihan kakinya. Yang
merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, hambatan
lingkungan, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri
(Nanda, 2006).

 Tanda dan Gejala


1. Mandi/Hygiene.
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan
tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakain/Berhias
Klien mempunyai kelenhan dalam meletakan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaina, serta memperoleh atau
menukar pakaina. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakain, menggunakan alat
tambahn, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada
tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan
sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka
container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan
dari wadah lalu memasukannya kedalam mulut, melengkapi makan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat,
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna makanan dengan cukup
aman.
4. BAB/BAK (Toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/ BAK dengan tepat dan menyiram toiletatau kamr kecil.
Keterbatasan perawatan diri di atas biasnya diakibatkan karena
stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien biasa
mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus
atau merawat dirinya sendiri baik dalam mandi, berpakzizn, berhias,
makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak melakukan intervensi oleh
perawat, maka kemungkina klien bisa mengalami risiko tinggi isolasi
sosial.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji
Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Defisit perawatan diri Subyektif:


 Klien mengatakn dirinya malas mandi karena
airnya dingin, atau di RS tidak tersedia alat
mandi.
 Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
 Klien mengatakan ingin disuapi makan.
 Klien mengatakan jarang membersihkan alat
kelaminnya setelah BAB/ BAK.
Obyektif:
 Ketidakmampuan mandi/ membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan berbau, serta kuku panjang dan
kotor.
 Ketidakmampuan berpakaian/ berhias ditandai
dengan rambut acak- acakan, pakaian kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak
bercukur (laki- laki), atau tidak berdandan
(wanita).
 Ketidakmampuan makan secar mandiri
ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makanan sendiri, makan berceceran dan
makan tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/ BAK secara mandiri
ditandai BAB/ BAK tidak pada tempatnya,
tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/ BAK.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


2. Pohon Masalah
Effect Risiko tinggi isolasi sosial

Defisit perawatan diri


Core problem

Causa Harga diri rendah kronis

F. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
a. Mengkaji kemampuan klien melakuakn perawatn diri meliputi mandi/
kebersihan diri, berpakain/ berhias, makan, serta BAB/ BAK secara
mandiri.
b. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/ kebersihan diri secara
mandiri.
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
b. Memberikan latihan cara melakukan berpakaian/ berhias secara
mandiri.
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


b. Memberikan latihan cara makan secara mandiri.
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 5 (SP 5) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.
b. Memberikan latihan cara BAB/ BAK secara mandiri.
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
Klien mampu melakukan aktifitas perawatan diri secara mandiri seperti
mandi/ membersihkan diri, berpakain/ berhias, makan dan BAB/ BAK.
Tindakan keperawatan klien.
a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri yang meliputi
mandi/ membersihkan diri, berpakain/ berhias, makan dan BAB/
BAK.
b. Memberikan latihan cara mandi/ membersihkan diri, berpakain/
berhias, makan dan BAB/ BAK secara mandiri.
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami maslah
kurang perawatn diri.
2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga.
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh klien untuk menjaga perawatan diri.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
a. Anjurkan keluarga terlibat dalam merawat diri klien dalam membantu
dan membantu menginggatkan klien dalam merawat diri (sesuai jadwal
yang telah disepakati).
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien yang mengalami
defisit perawatan diri.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.
a. Anjurkan klien untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien
dalam merawat diri.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Tindakan keperawatan untuk keluarga klien.
Keluarga dapat meneruskan melatih klien dan mendukung keluargaagar
kemampuan klien dalam perawatan dirinya meningkat. Serangakain
intervensi ini dapat dilakukan dengancara sebagi berikut.
a. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas perawatan diri yang
dibutuhkan oleh klien agar dapat menjaga kebersihan diri.
b. Anjurkan keluarga terlibat dalam merawat dan membantu klien dalam
merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati).
c. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien
dalam merawat diri.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN RISIKO BUNUH DIRI

A. Kasus ( Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Risiko bunuh diri.

B. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko
untuk meyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
nyawa. Dalam sumbel lai dikatakan bahwa bunuh diri sebagai prilaku
destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Prilaku destruktif diri yang mencangkup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu meyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sundeen, 1995).

C. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Tidak ada teori tunggal yang menggungkapkan tentang bunuh diri
dan memberi petunjuk mengenai cara melakukan interrvensi yang
terapeutik. Teori prilaku meyakini bahwa pencederaan diri merupakan hal
yang dipelajari dan diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori
psikologi memfokuskan pada maslah tahap awal perkembangan ego,
trauma interpersonal, dan kecemasan berkepanjangan yang mungkin dapat
memicu seseorang untuk mencederai diri. Teori interpersonal
menggungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dari interaksi
dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak
mendapatkan kepuasan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Riwayat abuse atau incest dapat juga menjadi faktor preedisposisi
atau presipitasi pencederaan diri. Faktor prediposisi yang lain adalah
ketidak mampuan memenuhi kebutuhan komunikasi (mengomunikasikan
perasaan), perasaan bersalah, depresi, dan perasaan tidak stabil.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman
perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut.
a. Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
peyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya prilaku bunuh diri, di antarranya
adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian neggatif dalam hidup, peyajit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam
menciptakan intervensi yan terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dapat meyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri
terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonin, adrenalin, dan dopamin. Peningkatan zat-zat tersebut dapat
dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro Encephalon Graph
(EEG).

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat di timbulkan oleh stress berlebihan
yang di alami oleh indiviidu. Pencetusnya seringkali berupa kejadiann
hiidup yang memmalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah
melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan
bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.

D. Tanda dan Gejala


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Menggungkapkan keinginan untuk mati.
3. Menggungkapkan rasa versalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukan prilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menayakan tentang obat
dosis mematikan.
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah,
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang defresi,
psikosis, dan meyalahgunakan alkohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengganguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam bekarir).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpesonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber sosial.
20. Menjadi korban prilaku kekerasan saat kecil.

Rentang respon protektif diri pada risiko bunuh diri yaitu :

Respon Adaftif Respons maladaftif

Peningkatan diri beresiko destrutif Destruktif diri Pencedraan dir bunuh diri

Sumber: Keliat (1999)

Keterangan :
1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan
diri secara wajar terhaddap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapattnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya.
2. Berisiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko
mengalami prilaku destruktif atau meyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidal loyal terhadap
pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Detruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan
terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi menjadi
tiga kategori yaitu sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (suicide attemp) yaitu sengaja melakukan kegiatan
menuju bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan meyebabkan
kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan
tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi prilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung atau tidak langsung. Verbal atau nonverbal bahwa seseorang
sedang mengupayyakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukan
secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiatt, dan
sebagainya. Kurangnya respon positiif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

E. 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Risiko bunuh diri Subjektif:


 Mengungkapakan keinginan bunuh diri.
 Mengungkapkan keinginan untuk mati.
 Mengungkapkan rasa bersalah.
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelumnya dari keluarga.
 Berbicara tentang kematian, menayakan tentang
dosis obat yang mematikan.
 Mengungkapkan danya konflik interpersonal.
 Menggungkapkan telah menjadi korban perilaku

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


kekerasan saat kecil.

Objektif:
 Impulsif.
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh).
 Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikososial,
dan peyalahgunaan alkohol).
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau
penyakit terminal).
 Pengganguran (tidak bekerja, kehilangan
pekkerjaan, atau kegagalan dalam karier).
 Umur 15-19 tahun di atas 45 tahun.
 Status perkawinan yang tidak harmonis.

2. Pohon Masalah
Effect Bunuh Diri

Care Problem Risiko Bunuh Diri

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

F. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


G. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan berdasarkan kategori bunuh diri :
1. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis: risiko bunuh diri.
a. Tindakan keperawatan klien yang mengancam atau mencoba bunuh
diri.
 Tujuan : Klien tetap aman dan selamat.
 Tindakan : Melindungi Klien.
Perawat dapat melakukan hal-hal berikut untuk melindungi klien yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
1) Tetap menemani klien sampai dipindahkan ketempat yang lebih
aman.
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet,
gelas, ikat pinggang, dan lain-lain).
3) Memastikan bahwa klien benar-benar telah meminum obatnya, jika
klien mendapatkan obat.
4) Menjelaskan dengan lembut pada klien bahwa saudara akan
melindungi klien sampai klien melupakan keinginan untuk bunuh
diri.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan klien percobaan bunuh
diri,
 Tujuan :
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
 Tindakan :
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi klien serta
jangan pernah meninggalkan klien sendiri.
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya di sekitar klien.
3) Mendiskusikan dengan keluarga untuk menjaga klien agar
tidak sering melamun sendiri.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya klien minum obat
secara teratur.
2. Isyarat bunuh diri dengan diagnosis: harga diri rendah kronis.
c. Tindakan keperawatan untuk klien yang menunjukan isyarat bunuh diri.
 Tujuan:
1) Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2) Klien dapat mengungkapkan perasaannya.
3) Klien dapat meningkatkan harga diri.
4) Klien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang
baik.
 Tindakan keperawatan:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri,
yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri klien, dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
 Memberi kesempatan pada klien untuk menggungkapkan
perasaannya.
 Berikan pujian bila klien dapat menggungkapkan perasaan
yang positif.
 Meyakinkan klien bahwa dirinya berarti untuk orang lain.
 Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh klien.
 Merencanakan aktivitas yang dapat klien lakukan.
3) Meningkatkan kemampuan meyelesaikan masalah, dengan cara
sebagai berikut.
 Mendiskusikan dengan klien cara meyelesaikan masalahnya
 Mendiskusikan dengan klien efektivitas masing-masing cara
peyelesaian masalah.
 Mendiskusikan dengan klien cara meyelesaikan masalah
yang lebih baik.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


d. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan anggota keluarga yang
menunjukan isyarat bunuh diri.
 Tujuan: keluarga mampu merawat klien dengan risiko bunuh diri.
 Tindakan keperawatan
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
 Menayakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
yang pernah muncul pada klien.
 Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya
muncul pada klien berisiko bunuh diri.
2) Mengajarkan keluarga cara melindungi klien dari perilaku
bunuh diri.
 Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga
bila klien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
 Menjelaskan tentang cara-cara melindungi klien, seperti
contoh berikut.
 Memberikan tempat yang aman. Menempatkan klien di
tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan klien
mengunci diri di kamar, jangan meninggalkan klien
sendirian di rumah.
 Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan klien dari barang-barang yang bisa
digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar
minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat
yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun
serangga.
 Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan
pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri
meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan,
walaupun klien tidak menunjukan tanda dan gejala
untuk bunuh diri.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


 Menganjurkan keluarga untuk mempraktikkan cara
tersebut di atas.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan
apabila klien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain
dengan cara sebagai berikut.
 Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka
masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
 Segera membawa klien ke rumah sakit attau puskesmas
untuk mendapat bantuan medis.
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi klien.
5) Memberikan informasi tentang nomor telepon gawat darurat.
6) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan klien
berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh
diri.
7) Menganjurkan keluarga untuk membantu klien minum obat
sesuai prinsip enam benar yaitu benar orangnya, benarr
obatnya, benar dosisinya benar cara penggunaannya, benar
waktu penggunaannya, dan benar pencatatannya.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. Kasus ( Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Perilaku kekerasan.

B. Definisi
1. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
2. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, dalam Harnawati, 1993).
3. Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart
and Sundeen, 1998).
4. Suatu keadaan di mana individu mengalami perilaku yang dapat melukai
secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998).
5. Suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-
barang (Maramis, 1998).
6. Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara
verbal dan fisik (Ketner et al., 1995).

C. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, di antaranya
adalah sebagai berikut.
a. Teori Biologik

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
memepengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut.
1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
memiliki implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhandan respons agresif.
2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Towsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan
hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
3) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak
kriminal (narapidana).
4) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan perilaku kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasaan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memeberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
c. Teori Sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat meruapak faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor internal dan
eksternal.
a. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,
menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-
lain.
b. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,
krisis, dan lain-lain.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku


kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapaan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan
obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D. Tanda dan Gejala


1. Fisik: mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar, dan ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengelurakan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
8. Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

Rentang respons dari perilaku kekerasan yaitu :


ResponsAdaptif ResponMaladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Sumber: Keliat (1999)

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Keterangan:
1. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif.
3. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masi terkontrol.
5. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.

Perbandingan antara Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/Kekerasan


Pasif Asertif Agresif
Isi pembicaraan Negatif dan Positif dan Meyombongkan
merendahkan diri, menawarkan diri, diri, merendahkan
contohnya contohnya orang lain,
perkataan: perkataan: contohnya
“Dapatkah saya?” “Saya dapat…” perkataan:
“Dapatkah kamu?” “Saya akan…” “Kamu selalu…”
“Kamu tidak
pernah…”
Tekanan Suara Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
Posisi Badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
acuh/mengabaikan orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam,
tenang posisi menyerang

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan
tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan
Sumber: Keliat (1999)

E. 1. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji


Perilaku Kekerasan Subjektif:
 Klien mengancam.
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
 Klien mengatakan dendam dan jengkel.
 Klien mengatakan ingin berkelahi.
 Klien menyalahkan dan menuntut.
 Klien meremehkan.
Objektif:
 Mata melotot/pandangan tajam.
 Tangan mengepal.
 Rahang mengatup.
 Wajah memerah dan tegang.
 Postur tubuh kaku.
 Suara keras.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


2. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan PPS:

Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif Isolasi Sosial:
Harga Diri Rendah
Menarik Diri
Kronis

Koping keluarga Tidak Efektif

Berduka Disfungsional

F. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
a. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
d. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
e. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
f. Membantu klien mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik I.
g. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 5 (SP 5) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan keperawatan untuk klien.
a. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di
masa lalu dan saat ini.
b. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
c. Diskusiakn bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku
kekerasan, baik kekerasan fisik, psikologis, sosial, spiritual maupun
intelektual.
d. Diskusikan bersam klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan
pada saat marah baik terhadap diri sendir, orang lain maupun
lingkungan.
e. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya.
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik
secara fisk (pukul kasur atau bantal serta tarik nafas dalam), obat-
obatan, sosial atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


serta asertif), ataupun spiritual (shalat atau berdoa sesuai keyakinan
klien).
2. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku kekerasan yang
dialami klien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien perilaku kekerasan.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien perilaku
kekerasan.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien perilaku kekerasan.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
Tindakan keperawatan untuk keluarga.
a. Diskusikan bersama keluarga masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi
penyebab, tanda dan gejala, perialku yang muncul, serta akibat dari
perilaku tersebut.
c. Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku
kekerasan.
d. Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
e. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota
keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
f. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila klien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura


g. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondis klien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.

H. Referensi Laporan Pendahuluan


Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Praktik Komprehensive Keperawatan Stage Jiwa PSIK FK Universitas Tanjungpura

Anda mungkin juga menyukai