Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur merupakan salah satu penyakit yang biasanya memerlukan

penanganan dan penyembuhan dalam jangka waktu cukup panjang.Fraktur

adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Hidayat, 2010). Fraktur lebih sering

terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun

yang sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaa, atau luka yang

dibebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,

wanita lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan

dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan

hormone pada monopouse (Lockhart, 2011).

Berdasarkan data dari departemen kesehatan RI tahun 2015 didapatkan

sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur

yang berbeda dan penyebab yang berbeda, dari hasil survey tim Depkes RI

didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami

cacat fisik, 15% mengalami stres psikologis karena cemas dan bahkan stres,

dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI, 2015).

Data fraktur di RSUD Provinsi NTB Studi pada tahun 2015 (Januari

sampai Agustus) berjumlah 541 orang. Sedangkan di ruang Gili Air RSUD

Provinsi NTB diperoleh data (Januari hingga bulan Agustus 2015), bahwa

1
2

terdapat 501 orang yang mengalami fraktur dengan jumlah pasien laki-laki

260 orang,pasien wanita 241 orang danada 41 pasien yang sudah dilakukan

pembedahan. Fraktur femur merupakan kejadian tertinggi.

Penangganan pada pasien fraktur bisa dilakukan dengan beberapa

prosedur salah satunya adalah pembedahan. Sedangkan prosedur pembedahan

ada dua jenis prosedur pembedahan yaitu Reduksi tertutup dengan fiksasi

eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya

pada fraktur jari dan penatalaksanaan pembedahan secara Reduksi terbuka

dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan

tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada daerah fraktur,

kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, platesdan protesa

pada tulang yang patah, Tujuan pemasangan ORIF untuk Imobilisasi sampai

tahap remodeling dan Melihat secara langsung area fraktur (Lukman, 2012).

Akibat dari prosedur pembedahan pasien akan mengalami gangguan rasa

nyaman nyeri, Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan

yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian

dimana terjadi kerusakan (Perry & Potter, 2005).Nyeri merupakan sensasi

ketidaknyamanan yang bersifat individual. Klien merespon nyeri yang

dialaminya dengan beragam cara,misalnya berteriak, meringis, dan lain-lain.

Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi

nyeri yang dialami klien (Potter & Perry, 2006).


3

Pada pasien post operasi penatalaksaan nyeri juga dapat di lakukan

farmakologi dan non farmakologi. Pemberian analgesik bukanlah menjadi

pemegang kontrol utama untuk mengatasi keluahan nyeri pasien karena efek

samping yang akan menambah lama waktu pemulihan. Nyeri yang berada

level ini memerlukan kombinasi terapi nonfarmakologi.

Beberapa tehnik non farmakologi direkomendasikan sebagai modalitas

seperti stimulasi dan masase,terapi es dan panas, stimulasi syaraf elektris,

distraksi,relaksasi,tehnik distraksi seperti musik,guided imaginary dan

hypnosis (Strong, Unruh,Wring & Baxter, 2002, di Kutip Chian 2012)

Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik,psikososial,emosional,

dan spiritual (Campbell, Nalsson, Chiang, 2012). Mekanisme musik adalah

dengan menyesuaikan pola getar dasar tubuh manusia.Vibrasi musik yang

terikat erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar dapat memiliki

efek penyembuhan yang sangat hebat bagi tubuh, pikiran, dan jiwa manusia

(Andrzej,2009).Musik bersifat non verbal sehingga lebih condong bekerja

pada hemisfer kanan. Musik tidak membutuhkan analisis yang membuat

hemisfer kiri bekerja, tetapi dengan musik membantu otak kiri mendominasi

untuk meningkatkan proses belajar (Limb, Heather, 2010 ).

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian

karena berdasarkan fenomena yang ada penatalaksanaan nyeri pada pasien

Fraktur di RSUD Provinsi NTB mengunakan Terapi farmakologi (analgesik)

dan jarang melakukan penatalaksanaan nyeri pada pasien fraktur dengan terapi

non farmakologi,sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian, dengan judul


4

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi Fraktur di

Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah pengaruh terapi musik terhadap penurunan nyeri pada pasien post

operasi fraktur di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan di bagi menjadi dua:

1.3.1 Tujuan umum.

Untuk mengetahui pengaruh terapi musik terdap penurunan nyeri pada

pasien fraktur post operasi

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada pasien fraktur post operasi

sebelum di berikan terapi musik

2. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada pasien fraktur post operasi

setelah di berikan terapi musik

3. Menganalisa pengaruh terapi musik terhadap penurunan nyeri


5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Profesi keperawatan

Menambah wawasan ke ilmuan dalam mengembangkan inovasi-

inovasi intervensi keperawatan pada pasien fraktur, tentang pentingnya

memodifikasi kombinasi terapi farmakologi dan nonfarmakologi serta

menjadi masukan bagi intitusi dalam pelayanan kesehatan

1.4.2 Manfaat penelitian bagi klien

Manambah wawasan dan pengetahuan klien mengenai penangana

fraktur dengan cara terapi non Farmakologi.

1.4.3 Manfaat penelitan bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui pentingnya memodifikasi kombinasi

terapi farmakologi dan nonfarmakologi dalam penangana pasien fraktur

pos operasi.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur

2.1.1 Definisi Fraktur

Banyak sekali batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang

fraktur. Fraktur menurut Smeltzer (2010) adalah terputusnya

kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Demikian

pula menurut Sjamsuhidayat (2011) fraktur atau patah tulang adalah

terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara Doenges (2010)

memberikan batasan, fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.

Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price,

2011) . sedangkan fraktur menurut Reeves (2011), adalah setiap retak

atau patah pada tulang yang utuh.

Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur

adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang

yang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau

tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.

2.1.2 Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi

kemampuan tulang adalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang

dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat

spiral (Muttaqin, 2010).

6
7

Fraktur cendrung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi

pada umur dibawah 45 tahun Sedangkan pada orang tua, perempuan

lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan

dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan

perubahan hormon pada menopause (Reeves, 2011).

Konsep penting yang harus diperhatikan pada fraktutr terbuka

adalah terjadinya kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya

fraktur tersebut sehingga fraktur terbuka terbagi dalam beberapa

gradasi (Price, 2011). Gradasi fraktur terbuka menurut Smeltzer

(2012) yaitu :

a. Grade I, yaitu luka bersih yang panjangnya kurang dari 1 cm

b. Grade II, yaitu luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak

yang ekstensif

c. Grade III, yaitu luka yang sangat terkontaminasi serta mengalami

kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan merupakan yang

paling berat.

2.1.3 Klasifikasi Fraktur

Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, Pada tabel 3.1 dapat

dilihat klasifikasi fraktur menuruit beberapa para ahli.


8

Table 2.1 Klasifikasi Fraktur

Price Sjamsyuhidayat Doenges Reeves Smeltzer


(1995) (1996) (2000) (2001) (2002)
Transversal Tertutup incomplete Tertutup komplit
Oblik Terbuka Complete Terbuka Tidak
Spiral Fisura Tertutup Complete komplit
Segmental Serong Terbuka Retak komplit Tertutup
Impaksi Sederhana Patologis Oblik Terbuka
Patologik Lintang Spiral Greenstick
Greenstick Kominutif Transversal Transversal
Avulsi Segmental Segmental Oblik
Sendi Dahan hijau Kominutif Spiral
Beban lainya Kompresi Kominutif
Impaksi Stres
Impresi Kompresi
Patologis Patologis
Avulsi
Epifiseral
Impaksi
Sumber : Lukman dan Nurma Ningsih (2012), Asuhan Keperawatan

Pada Klien Dengan Gangguan System Muskuloskeletal.

Fraktur tertutup yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya

kulit atau kulit tidak ditembus oleh fregmen tulang sedangakan fraktur

terbuka yaitu fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa

sampai ke patahan tulang.


9

Tabel 2.2 Derajat Patah Tulang Terbuka

Derajat Luka Fraktur


I Laserasi < 2 cm Sederhana
Laserasi < 1 cm dengan luka Dislokasi Fragmen
bersih minimal

II Laserasi > 2 cm, kontusi Dislokasi Fragmen


otot disekitarnya jelas

III Luka lebar Komunitif


Rusak hebat atau hilangnya Segmental
jaringan di sekitarnya, Fragmen tulang ada
Terkontaminasi yang hilang
Sumber : Sjamsuhidayat, 2012

Berdasarkan klasifikasi Price (2011), klasifikasi patah tulang

ditinjau menurut sudut patah terdiri atas fraktur transversal, fraktur

oblik, dan fraktur spiral. Fraktur tranversal adalah fraktur yang garis

patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur

semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau

direduksi kembali ketempatnay semula, maka segmen-segmen itu

akan stabil dan biasanay mudah dikontrol dengan bidai gips. Fraktur

oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap

tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki sedangkan fraktur

spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang (Reeves, 2011).

Fraktur memutar biasanya terjadi diseputar batang tulang (Smeltzer,

2012), timbul akibat torsi pada ekstermitas dan merupakan jenis


10

fraktur rendah energi yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan

jaringan lunak serta cendrung cepat sembuh dengan imobilisasi luar

(Price, 2011)

Fisura, disebabkan oleh beban lama atau trauma ringan yang

terus menerus yang disebut fraktur kelelahan, misalnya diafisis

metatarsal (Sjamsuhidayat, 2012). Fraktur impaksi adalah fraktur

dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya.Sedangkan

fraktur kompresi adalah fraktur dimana antara dua tulang mengalami

kompresi pada tulang ketiga yang berada di antaranya (terjadi pada

tulang belakang).

Fraktur kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi

beberapa bagian serpihan-serpihan dimana terdapat lebih dari dua

fragmen tulang.Sementara fraktur segmental adalah dua fraktur

berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen

sentral dari suplai darahnya. Untuk fraktur yang tidak sempurna,

dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainya membengkok

dan sering terjadi pada anak-anak dinamakan fraktur greenstick.

Fraktur yang ditandai dengan tertariknya fragmen tulang oleh

ligament atau tendon pada perlekatanya disebut fraktur avulsi. Fraktur

patologis adalah fraktur yang terjadinya penurunan densitas tulang

seperti kista tulang, penyakit piaget, metastasis tulang dan tumor.


11

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,

deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan local,

dan perubahan warna (Smeltzer, 2012). Gejala umum fraktur menurut

Reeves adalah rasa sakit, pembengkakan, kelainan bentuk.

Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fraktur

tulang diimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan

bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan

antar fragmen tulang.

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat

digunakan dan cendrung tidak bergerak secara alamiah (gerakan luar

biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen

pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

maupun teraba) ekstermitas yang bias diketahui dengan

membandingkan ekstermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi

dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas

tulang tempat melengketnya otot.

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena klontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah

tempat fraktur.Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain

sampai 2, 5-5 cm (1-2 inchi).


12

Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat geseskan antara

fragmen satu dengan lainya. Uji krepitus dapat mengakibatkan

kerusakan jaringan lunak yang lebih besar.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda

ini bias baru setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

2.1.5 Penatalaksanaan Fraktur

1. Penatalaksanaan Kedaruratan

Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk melakukan

imobilisasi bagian tubuh segera sebelum klien dipindahkan. Bila

klien mengalami cedera, sebelum dapat dilakukan pembidaian,

ekstermitas harus disangga diatas sampai dibawah tempat patahan

untuk mencegah gerakan rotasi maupun ambulasi. Pembidaian

sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh

fragmen tulang.

Pertolongan pertama pada penderita patah tulang di luar rumah

sakit adalah sebagai berikut :

a. Jalan napas

Bila penderita tak sadar, jalan napas dapat tersumbat karena

lidahnya sendiri yang jatuh kedalam faring sehingga menutup

jalan napas atau adanya sumbatan oleh lendir, darah,

muntahan, atau benda asing. Untuk mengatasi keadaan ini,


13

penderita dimiringkan sampai tengkurap. Rahang dan lidah

ditarik kedepan dan bersihkan faring dengan jari-jari.

b. Perdarahan pada luka

Cara yang paling efektif dan yang paling aman adalah dengan

meletakkan kain yang bersih (kalau bias steril) yang cukup

tebal dan dilakuakan penekanan dengan tangan atau dibalut

dengan verban yang cukup menekan.Torniket sendiri

mempunyai kelemahan dan bahaya.Kalau dipasang terlalu

kendur menyebabkan perdarahan vena berlebihan.Kalau

dipasang terlalu kuat dan terlalu lama dapat memyebabkan

kerusakan syaraf dan pembuluh darah. Dalam melakukan

penekanan atau pembebatan pada daerah yang mengalami

perdarahan, harus diperhatikan denyut nadi perifer, serta

pengisian kapiler untuk mencegah terjadinya kematian

jaringan.

c. Syok

Pada suatu kecelakaan kebanyakan syok terjadi adalah syok

hemorargik.Syok bisa terjadi bila orang kehilangan darahnya

kurang lebih 30% dari volume darahnya. Pada fraktur femur

tertutup orang dapat kehilangan darah 1000-1500 cc. Empat

tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai

berikut :
14

1. Denyut nadi lebih dari 100x/menit.

2. Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.

3. Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik.

4. Kulit tangan dan kaki dingin.

Paling baik untuk mengatasi syok karena perdarahan adalah

diberikan darah (transfuse darah), sedangkan cairan lainya

seperti plasma, dextran, dan lain-lain kurang tepat karena

tidak dapat menunjang perbaikan karena tidak ada sel darah

yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen.

d. Fraktur dan dislokasi

Fraktur dan dislokasi dari anggota gerak harus dilakuakn

imobilisasi sabelum penderita dibawa ke rumah sakit.Guna

bidai selain untuk imobilisasi atau mengurangi rasa sakit juga

untuk mencegah kerusakan jaringan lunak yang lebih

parah.Pada fraktur atau dislokasi servikal dapat dipergunakan

gulungan kain tebal atau bantalan pasir yang diletakkan

disebelah kanan dan kiri kepala.Pada tulang belakang cukup

diletakkan di alas keras. Fraktur dan dislokasi didaerah bahu

atau lengan atas cukup diberikan sling (mitella).Untuk lengan

bawah dapat dipakai papan dan bantalan kapas. Fraktur femur

atau dislokasi sendi panggul dapat dipakai Thomas splint atau

papan panjang dipasang yang dari aksila sampai pedis

dandifiksasi dengan tungkai sebelah yang normal.fraktur


15

tungkai bawah dan lutut dapat dipakai papan ditambah bantalan

kapas dari tungkai paha sampai pedis. Untuk trauma didaerah

pedis dapat dipakai bantalan pedis.Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi

reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan

normal dengan rehabilitasi (Lukman, 2012) :

a. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang

pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.Sasarannya adalah

untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi

anatomik normalnya.

Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup,

traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih

bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya

tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur

sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.

Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit

bila cedera sudah mengalami penyembuhan.

Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi

tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke

posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

“Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan


16

imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan,

analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia.

Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan

sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat

imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas

untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk

mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran

yang benar.

Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi

dan imobilisasi.Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot

yang terjadi.

Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan

reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang

direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,

sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai

penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus

diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran

yang benar sampai terjadi penyatuan.Sasarannya adalah

mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi

penyembuhan.
17

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah

dengan alat-alat “eksternal” bebat, brace, case, pen dalam

plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat

“internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

Tabel 2.3 Perkiraan Waktu Imobilisasi Yang Dibutuhkan


Untuk Penyatuan
Fraktur Lamanya (minggu)
Falang (jari) 3-5
Metakarpal 6
Karpal 6
Skafoid 10
Radius dan ulna 10-12
Humerus :
Suprakondiler 3
Batang 8-12
Proksimal (impaksi) 3
Proksimal (dengan pergeseran) 6-8
Klavikula 6-10
Vertebrata 16
Pelvis 6
Femur :
Intrakapsuler 24
Intratrokhanterik 10-12
Batang 18
Suprakondiler 12-15
Tibia :
Proksimal 8-10
Batang 14-20
Maleolus 6
18

Kalkaneus 12-16
Metatarsal 6
Falang ( jari kaki ) 3
Sumber : Smeltzer S.C dan Bare B.G (2012)

c. Rehabilitasi

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan

normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan

memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan

imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,

memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian

peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol

ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi,

strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan

isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas

hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara

bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan harga

diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan

sesuai batasan terapeutik.

2. Tahap-tahap penyembuhan fraktur.

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai

berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom

a. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal

dari pembuluh darah yang robek.


19

b. Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum &

otot).

c. Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

2. Stadium Proliferasi sel/inflamasi

a. Sel-sei berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar

lokasi fraktur.

b. Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast.

c. Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang.

d. Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.

e. Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi.

3. Stadium Pembentukan Kallus

a. Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).

b. Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.

c. Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah

telah menyatu.

d. Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi.

4. Stadium Konsolidasi

a. Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur

teraba telah menyatu.

b. Secara bertahap menjadi tulang mature.

c. Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan.


20

5. Stadium Remodeling

a. Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada

lokasi eks fraktur.

b. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.

c. Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa

masih ada tanda penebalan tulang.

2.2 Nyeri

2.2.1 Pengertian nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang actual dan potensial.

Nyeri adalah alasan utama seseorang mencari bantuan utama

perawatan kesehatan (smeltzr & Bare, 2002). Menurut smeltzr & Bare

(2002),

sedangkan international asocetion for the study of pain (IASP)

mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman

emmosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

jaringan actual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejdian

dimana terjadi kerusakan

Potter & Perry memberikan pengertian nyeri adalah segalah

sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi

kapang saja ketika seseorang mengatakan bahwa iya merasa

nyeri.Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi


21

pada suatu bagian tubuh. Nyeri sering kali di jelaskan dalam istilah

proses distruktif jaringan seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit,

seperti emosi, pada perasaan takut.

Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbuk bila

ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi

dengan memindahkan stimulus nyeri. Secara umum nyeri di

gambarkan sebgai keadaan tidaknyaman, akibab ridak paksa pada

jaringan.Terhadap pula yang mengambarkan nyeri sebagai suatu

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial.

Nyeri biasanya terjadi kerena adanya rangsangan mekanik atau

kimiah pada daerah kulit diujung-ujung saraf bebas yang di sebut

nosirestor.Pada kehidupan nyeri dapat bersifat lama dan ada yang

singkat, berdasarkan lama waktu terjadinya inilah maka nyeri di bagi

menjadi dua.

a. Nyeri akut adalah mengindikasi bahwa kerusakan atau cederah

sudah terjadi

Nyeri akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya

penyembuhan.

b. Nyeri koronis adalah nyeri yang di pengaruhi oleh lingkungan dan

faktor kejiwaan nyeri ini dapat dan sering menyebabkan masalah

yang berat bagi pasien.


22

2.2.2 Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsangan nyeri.Organ tubuh yang berperan sebagai

reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon

hanya terhadap stimulus kuat yang berespons hanya terhadap stimulus

kuat yang secara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut juga

nossiseptor. Secara anatomi, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang

bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf aferen.

Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam

beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatic dalam

(deep somatic) berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki

sensasi yang berbeda.

Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan. Nyeri yang

berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokasikan dan

didefinisika. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua

komponen, yaitu :

a. Serabut A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-

30m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan

cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.


23

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0, 5-2

m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeti biasanya

bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Berdasarkan jenis rangsangan yang dapat diterima oleh nosiseptor,

di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis nosiseptor yaitu :

nosiseptor termal, nosiseptor mekanik, nosiseptor elektrik dan

nosiseptor kimia. Adanya berbagai macam nosiseptor ini

memungkinkan terjadinya jines A delta merupakan serabut nyeri

yang lebih banyak dipengaruhi oleh rangsangan mekanik dari pada

rangsangan panas dan kimia, sedangkan serabut nyeri jenis C lebih

di pengaruhi oleh rangsangan suhu, kimia, dan mekanik kuat.

2.2.3 Jenis-Jenis Nyeri

Price & Wilson (2005), mengkalisifikasikan nyeri berdasarkan lokasi

atau sumber antara lain, :

1. Nyeri somatik superficial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superficial kulit dan

jaringan sub kulit.

Apabila kulit hanya terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai

penyengat, tajam, meringis atau seperti terbakar.


24

2. Nyeri somatic dalam

Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otak,

tendon, ligament, tulang, sendih dan arteri.Sehingga lokasi nyeri

kulit dan cendenrung menyebar ke daerh sekitarnya.

3. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ

tubuh.Reseptor nyeri visera lebih jarang di bandingkan dengan

reseptor nyeri somatic dan terletak di dinding otot polos organ-

organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera

adalah perenganggan atau distensi abnormal dinding atau kapsul

organ, iskemia dan peradangan

4. Nyeri alih

Nyeri alih di definisikan sebgai nyeri berasal dari salah satu daerah

di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain.

5. Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang

merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP)

yang menimbulkan perasaan nyeri.Nyeri neuropati sering memiliki

kualitas seperti terbakar, perih atau seprti tersengat listrik.


25

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Perry

& Potter (2005), antara lain:

1. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruh

bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

2. Jenis kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam

respon terhadap nyeri.Di ragukan apakah hanya jenis kelamin saja

yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri.

Tolenrasi sejak lama adalah menjadi subyek penelitian yang

melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri di

pengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang

unik pada setiap individu tampa memperhatikan jenis kelamin.

3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan adan

apa yang diterima oleh kebudayaan merekan. Menurut Clancy dan

vicar (Cit Perry & Potter, 2005), menyatakan bahwa sosialisasi

budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan


26

demikian, hal ini dapat mempengaruhi pergaulan fisiologis optial

endogen dan sehingga terjadilah perespsi nyeri.

4. Makna nyeri

Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

Hal ini dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya

individu tersebut. Individu akan meperespsikan nyeri dengan cara

berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberikan ancaman, suatu

kehilangan, hukuman dan tantangan.

5. Perhatian

Perhatian yang meningkatkan di hubungkan dengan nyeri yang

meningkat sedangkan upaya pengalihan di hubungkan dengan

respon nyeri yang menurun. Dengan menfokuskan perhatian dan

konsentrasi kilen pada stimulus yang lain maka perawat

menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer.

6. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan anisietas bersifat kompleks anisietas

sering kali meningkatkan perespsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan anisietas.Price (Cit Perry, Potter

2005), melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan

bagian sistim limbic dapat memproses reaksi emosi seseorang,

khususnya anisietas.Sistim limbic dapat memproses reaksi emosi

seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan

nyeri.
27

7. Keletihan

Keletihan meningkatkan perepsi nyeri, rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada

setiap individu yang menfderita penyakit dalam jangka lama.

8. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu

akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan

datang.

9. Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat

merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.

10. Dukungan keluarga dan social

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah

kehadiran orang-orang terdekat kelien dan bagaimana sikap mereka

terhadap kelein. Walupun nyeri di rasakan, kehadiran orang yang

bermakna bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

Apabila tidak ada kelaurga atau teman, seringkali pengalaman

nyeri membuat pasien tertekan, sebaliknya tersedianya seseorang

yang member dukungan sangatlah berguna karena kan membuat

seseorang merasa lebih nyaman. Kehadiran orangtua sangat

penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri.


28

2.2.5 Tanda dan gejala nyeri

Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam prilaku yang

tercermin dari pasien, namun beberapa hal yang sering terjadi

misalnya:

Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon

psikologis berupa:

1. Suara

 Menagis

 Merintih

 Menarik/menghembuskan nafas

2. Ekspresi wajah

 Meringis

 Menggigit lidah/mengatupkan gigi

 Dahi berkerut

 Tertutup rapat/membuka mata atau mulut

 Menggigit bibir

3. Pergerakan tubuh

 Kegelisahan

 mondar-mandir

 Gerakan mengorok atau berirama

 Bergerak melindungi bagian tubuh

 Imobilisasi

 Otot tegang
29

4. Intraksi social

 Menghindari percakapan dan kontak social

 Berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri

 Disoreatasi waktu.

2.2.6 Pengkajian Nyeri

Nyeri bersifat subjektif, karena itu pengkajian awal sangat penting

berdasarkan laporan klien (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002).

Perlu diingatkan bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk

penilaian nyeri ini bervariasi. Tujuan dari pengkajian nyeri adalah

mengidentifikasi penyebab nyeri, memahami persepsi klien tentang

nyerinya, menentukan level nyeri yang bisa di toleransi klien sehingga

klien masih dapat memenuhi ADL-nya sesuia batas toleransi

(Horlockker, 2006 ; Respond, 2008). Idealnya, cara-cara penilaian ini

mudah di gunakan, artinya mudah di mengerti oleh pasien, dan valid

serta dapat di percaya (Respond, 2008 ; Jablonskl & Ersek, 2009). Dan

pada akhir tujuan akan menentukan implementasi tehnik manajemen

nyeri tersebut (Smeltzer & Bare, 2002 ; Bleck & Hawsk, 2009).

2.2.7 Macam Skala Nyeri

1. Skala penelaian Numerik/Numeric Rating Scala (NRS)

Skala ini menggunakan angka 0 sampai dengan 10 untuk

menggambarkan tingkat nyeri (Black & Hawks, 2009). Dua ujung

ekstrim juga digunakan dalam skala ini sama seperti pada VAS.

NRS lebih bermanfaat pada periode post Operasi (Nilssons,


30

2008;Respond, 2008), karena selain angka 0-10, peneliaian

berdasarkan kategori nyeri juga di lakukan pada penelitian ini.

Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri, skala 1-3

dideskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (Mulai

terasa tepi masih dapat di tahan).Lalu skala 4-6 dideskrisikan

sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri, terasa menggangu

dengan usaha yang cukup kuat untuk menahannya.Skala 7-10 di

deskripsikan sebagai nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa sangat

mengganggu/tidak tertahankan sehingga harus meringis, menjerit

atau berteriak (Macceffery & Beebe, 1993). Sama seperti VAS,

NRS juga sangat mudah digunakan dan merupakan skala ukur

yang sudah valid (Brunelli, et., 2010). Penggunaan NRS di

rekomendasikan untuk penilaian skala nyeri Post Operasi pada

pasien berusia di atas 9 tahun (Mccaffery & Bebbe, 1993). NRS

dikembangkan dari VAS dapat digunakan dan sekarang di gunakan

secara rutin untuk pasien-pasien yang mengalami nyeri di unit Post

operasi (Respond, 2008; Black & Hawsk 2009; Brunelli, et.,

2010).
31

2. Wong-Baker Faces Rating Scale/skala Wajah Wong-Baker

Skala wajah biasanya digubakan oelh anak-anak yang berusia

kurang dari 7 tahun. Pasien di minta untuk memilih gambar wajah

yang sesuai dengan nyerinya.Pilihan ini kemudian di beri skor

angka.Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartu wajah yang

menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai

menangis.Dan pada tiap wajah di tandai dengan skor 0 sampai

dengan 5. Skala wajah Wong-Baker bisa di lihat pada gambar 2.5 di

bawah ini :

2.2.8 Manajemen Nyeri Post Operasi

1. Penatalaksaan farmakologi pada nyeri post operasi

Beberapa agen farmakologi seperti analgesik di gunakan

untuk mengatasi nyeri (Peterson & Bredow, 2004). Non steroid

Anti Inflamasi Drugs (NSAID) non narkotik umunya

menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri terkait

artritis rematoid, prosedur pengobatan gigi da proses pembedahan

minor, episitomy, dan masalah pada punggung bawah (Potter &

Perry, 2006). Ketorolak merupakan agen analgesik NSAID

pertama yang dapat di injeksi yang kemajuaanya dapat di


32

bandingkan dengan morfin untuk nyeri berat (Mckenry & Salerno,

1995; dalam Potter & Perry, 2006).

Pertimbangan pemberian analgesik sangat dipengaruhi laju

eliminasi dari struktur fisik-kimiawi opiod, khususnya kelarutan

dalam lemak (Neal 2002).Morfin memiliki kelarutan yang rendah

di bandingkan denagn ketorolak, sehingga lebih lambat

membentuk ikatan dengan struktur medulas spinalis. Hal ini akan

mempengaruhi mula kerjanya yang lambat, karena penurunan

konsentrasi pada cairan serebrospinal lebih lambat, serta sifat

penyebaran dan disfungsi ke atas lebih lambat.

Katzung (2007) mengatakan bahwa morfin maupun ketorolak

memiliki efek samping yang hampir sama yaitu : pruritas, mual

dan muntah, retensi urin, sedasi, sampai depresi pernapasan. Efek

samping ketorolak yang lainnya berupa pusing, berkenringat,

euforia, mulut kering, mual, perasaan lemah, gangguan

penglihatan, palpitasi, disforia, sinkope dan sedasi. Obstruksi dan

retensi urin tidak begitu sering timbul seperti pada morfin tetapi

efek sedasiny sebanding morfin.

Penggunaan analgesik yang tepat membutuhkan pengkajian,

aplikasi prinsip-prinip farmakologi, dan alasan yang cermat.

Manajemen penatalaksaan nyeri adalah kerjasama seluruh tim

pemberi layanan untuk kepentingan pasien (Rospond,

2008;Rowlingsons;2009). Perawat harus mengetahui obat-obat


33

yang tersedia dan efek-efek samping dari obat-obat tersebut (Potter

& Perry, 2006).

2. Penatalaksaan Nonfarmakologi pad pasien nyeri post operasi

Pedoman Agency for Healtcare Policy and research (AHCPR)

untuk penatalaksanaan nyeri akut (1992) menyatakan intervensi

nonfarmakologi sebagai intervensi yang cocok untuk klien yang

memenuhi kriteria bahwa pasien merasa intervesi tersebut menarik.

Selain itu klien mengekspresikan kecemasan atau rasa ketakutan,

klien yang memperoleh manfaat dari upaya menghindari atau

mengrangi terpai obat, klien memiliki kemungkinan untuk

mengalami dan perlu menge, bangkan koping dengan interva nyeri

pasca operasi yang lama, klien yang masih merasakan nyeri

setelah menggunakan terapi nonfarmakologi (Potter & Perry, 2006)

Peggunaan terapi nonfarmakologi yang menjadi pilihan

menurut Perry dan Potter (2006) adalah yang pendektannya

noninvasif, risikony rendah, tidak mengeluarkan biaya yang

banyak, mudah dilakukan, berbeda pada lingkup keperawatan.

Intervensi yang diberikan memberikan kenyamaan, menignkatkan

mobilitas, mengubat respon psikis, merugikan rasa takut, dan

memberikan klien kekuatan untuk mengontrol nyeri (Black &

Hawsk, 2009).

Salah satu terapi nonfarmakologi yang sudah banyak

dikembangkan untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan adalah


34

distraksi, yaitu suatu keadaan dimana sistem aktivitas retikular

menghambat stimulus yang menyakitkan jika seseorang menerima

masukan sesnori yang cukup ataupun berlebihan.Stimulus sensorri

yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endofrin (smeltzet &

Bare, 2002; Back & Hawks, 2009). Antall dan Kresevic (2004)

menyatakan bahwa distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal

lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap

nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Salah satu distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat

menurunkan nyeri fisiologis, stress dan kecemasan dan depresi,

menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah

persepsi waktu (Guzetta, 1989 ; dalam Potter & Perry, 2006). Pada

studi yang dikembangkan beberapa tahun terakhir terapi musik

yang didengarkan dengan tape recorder memiliki presentasi rata-

rata yang cukup tinggi sebesar 31% lebih besar pengaruhnya

menurunkan nyeri (Good, et.al., 1999 ; dalam Peterson & Bredow,

2004).

Keyakinan bahwa kombinasi terapi musik efektif pada pasien

post operasi Total Joint Replacemeent (TJR) yng mendapatkan

terapi kombinasi farmakologi dan nonfarmakologi telah juga

diteliti The Dennis Rose Meori Research Grant tahun 2005. Hasil

penelitiannya melaporkan tingkat kepuasan pasien yang mendapat

terapi kombinasi lebih tinggi terutama pada hari kedua


35

pembedahan dibandingkan dengan yang hanya mendapat terapi

farmakologi saja (Pellino, Gordo, Engelke, Busse Collins, Silver &

Nocross, 2005).

2.3 Konsep Terapi Musik

2.3.1 Sejarah Terapi Musik

Sejak masa awal kehidupan manusia di dunia, masyarakat dalam

budaya primitif memiliki kepercayaan bahwa kehidupan mereka di

kendalikan oleh kehidupan yang tak terlihat, kekuatan magis dan

animistik. Manusia harus hidup selaras dengan alam agar iya tidak

kena celaka termasuk melakukan serangkaen ritus terhadap

penghormatan berbagai benda yang kasat mata:pohon, batu, sungai

atau binatang-binatang tertentu yang di yakini memiliki kekuatan

lebih. Sigerist (1970) meulis kekuatan magis merupakan bagian

integral dari kesahatan dan kedamaian hidup bagi masyarakat primitif.

Bersamaan dengan itu, mereka juga percaya terhadap kekuatan

berbagai bunyi dan musik yang diperkenakan kepada” penguasa alam”

musik dan ritme-ritme tertentu dimaikan dengan berbagai alat dan di

yakini dapat membawah ketenangan pikiran dan memberikan

kenyamanan fisik. Maka, musik dikaitkan dengan kekuatan

supranatural lagu-lagu yang digunakan dalam ritus-ritus tertentu di

percaya berasal dari kekuatan supranatural atau dari sumber

nonduniawi ( Merriam, 1964). Dalam perjalanan peradaban lagu-lagu


36

yang kekuatannya tidak dapat di jelaskan itu di gunakan sebagai

permohonan pada sang pencipta alam semesta. Musik, baik dalam

bentuk tabuhan atau lagu, menjadi bagian yang hampir selalu ada

dalam semua kegiatan yang membutuhkanbantuan luar biasa

termaksud penyembuhan.

Mitos dan cerita mengenai kekuatan penyembuhan melalui musik

terdapat di hampir semua budaya.Dalam mitilogi yunani kono apollo

di anggap sebagai dewa musik sekaligus dewa kesehatan. Bunt (1994

mencontohkan, orpheues banyak di sebut-sebut sebagai tokoh

mitologi oleh terapi musik.

Dalam mitologi jawa misalnya, kita juga mengena tokoh-tokoh

mitologi yang dikaitkan dengan keselamatan dan kesehatan.Setiap

upacara tertentu juga diiringi oleh gendbing tertentu.Untuk upacara

khusus di lingkungan kraton yang dianggap sakral.

Berbagai leteratur kedoktera ejak era hipokrates mencatata

bahwa pada masa itu, musik belum diakui peran dalam sejarah

kedokteran dan psikiateri. Masa-masa itu adalah masa-masa ketika

doktrin sepekulatif dan menafisis dari sifat musik dipertanyakan. Di

abad pertengahan, sejumlah asomsi teoritis seputar hubungan antara

musik dan pengobatan mulai berkembang. Beberapa diantaranya

adalah:

a. Teori bahwa tubuh manusia terdapat dari empat caira tubuh. Maka

kesehatan terjadi ketika ada keseimbangan antara ke empatnya, dan


37

ketidak seimbangan dapat menyebabkan gangguan mental.

Keseimbangan ke empat caira tubuh ini diyakini dapat di pengaruhi

oleh vibrasi musik.

b. Musik memiliki kasiat dan potensi empengaruhi pikiran manusia

c. Kesadaran (pikiran)dapat meningkatkan atau menganggu kesehatan,

dan musik melalui pikiran, dengan mudah menembus dan

mempengaruj seseorang untuk mengikuti prinsip-prinsip tertentu.

Musik juga di kenal memiliki kekuatan khusus yang mampu

melampui pikiran, emosi, dan kesahatan fisik dalam masyarakat

yunani kono.

Semasa zaman renaisans, mulai tampak kemajuan padabidang

anatomi, fisiologi da farmakologi yang ditandai dengan pendekatan

ilmia terhadap pengobatan.Musik tidak hanya di gunakan hanya

sebagai obat kemurangannya jiwa keputusasaan dan gangguan jiwa,

tetapi juga seperti resep dan sebagai tindakan preventif. Selama

priode baru (1580-1750), musik masih terkait dengan praktik

pengobatan sehari-hari. Pada akhir abad 18, dokter-dokter di eropa

mendukung kegunaan musik dalam pengobatan namun dengan

meningkatnya teknologi medis, musik dialihkan ke kasus-kasus yang

hanya diaplikasikan oleh beberapa dokter yang memandang

pemgobatan dalam kerangka holistik (multiterapeutik).Selangkah

demi selangkah, diawal abad ke 20 terapi musik kemudian di mulai

memperoleh dukungan lebih pasti. Data-data hasil penelitian klinis


38

dan eksperemen di kumpilkan untuk mendukung pernyataan terapis

bahwa musik efektif dalam berbagai tatanan. Beberapa organisasi

mempromosikan terapi musik dirumah-rumah sakit khususnya

kepada veterang perang dunia I dan II (Taylor 1981).

Pada era 1940 an, penggunaan terapi musik sebagai terapi bagi

penderita gangguan psikiatrik mulai meluas, sebagian pradigma

pengobatan juga berubah secra berangsur-angsur melalui perubahan

dan cara pandang tentag pengobatan dan berkembangnya

pengetahuan tentang efektifitas aplikasinya, terapi musik akhirnya

dapat diterima diberbagai rumah sakit.

2.3.2 Pengertian Terapi Musik

Kata terapi musik terdiri dari dua kata yaitu” terapi” dan

“musik”.Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang

dirancang untuk membantu atau menolong orang.Biasa kata tersebut

digunakan dalam konteks masalah fisik atau mental.Kata musik dalam

terapi musik digunakan untuk menjelaskan mendia yang digunakan

secara khusus dalam rangkaian terapi. Terapi musik adalah terapi yang

bersifat nonferbal, dengan batuan musik pikiran kelein di biarkan

untuk mengembara baik untuk mengenal hal-hal yang

membahagiakan, membayakan kekuatan-kekuatan yang dirasakan,

mengangankan hal-hal yang di impikan dan di cita-citakan, atau

langsung mencoba menguraikan permasalahan yang iya hadapi.


39

Terapi musik adalah suatu proses yang terencana bersifat

preventif dalam usaha penyembuhan terhadap penderitaan yang

mengalami kelainan atau hambatan dalam penyembuhannya. Baik fisik

montorik sosial emosional maupu mental intelegensi, musik

merupakan seni budaya hasil cinta, rasa karisama manusia yang ditata

berdasarkan bunyi yang indha, berirama atau dalam bentuk lagu.

Musik juga merupan perwujudan dari seni tertentu seperti seni suara,

seni tari, seni drama, baca puisi dan gerakan yang berirama. Jadi terapi

musik adalah suatu usahan yang berupa bantuan yang merupakan

proses terencana dengan menggunakan musik sebgai media

penyembuhan bagi anak yang mengalami hambatan dalam masa

pertumbuhan dan perkembangan. Terapi musik bertujuan:

a. Membuat hati dan perasaan seseorang menjadi senang dan terhibur

b. Membantu mengurangi beban penderitaan seseorang

c. Tempat penyaluran bakat seseorang

2.3.3 Efek terapi musik terhadap nyeri

Terdapat banyak teori, hipotesa dan asumsi bagaimana musik

bekerja (Gegner-Tjellesen, et.al.,2001 ; dalam Campbell, 2006). Dan

Campbell (2006) dalam bukunya “music : physician for times to

come” mengemukakan bahwa stimulus musik memiliki efek biologis

pda perilak manusia dengn melibatkan fungsi otak yang spesifik sepeti

memori, belajar, motivasi, emosi dan stress. Campbell (2006). Mitchell

dan MacDonald (2006) mengemukakan efek terapi musik pada nyeri


40

adalah distraksi terhadap pikiran tentang nyeri, menurunkan

kecemasan, menstimulasi ritme nafas lebih teratur, menurunkan

ketegangan tubuh, memberikan gambaran positif pada visual imagery,

ralaksasi, dan menignkatkan mood yang positif. Terapi musik dengan

pendekatannya yang unik dan uversitas membantu mencapai tujuan

dengan penurunan stress, dan insomnia. Terapi msik juga mendorong

perilaku kesehatan yang positif, mendorong kemajuan pasien selama

masa pengobatan dan pemulihan (Schou, 2008).

Musik yang bersifat sedatif hanya memiliki efek distraksi

dalam inhibisi persepsi nyeri (Alexandra, 2001).Musik juga dipercaya

meningkatkan pengeluaran hormon endfrin (Wigram, 2002 ; Nilsson,

2009 ; Chiang, 2012). Jiak musik bisa menurunkan nyeri dan

kecemasan seperti penjelasan di atas, maka tantangan studi yang lain

adalah dengan melihat kadar oksitosin terkait dengan efek terapi musik

(Nalsson, 2008). Oksitison adalah hormon yang disintesa oleh

hipotalamus dan ditansportasikan kebawah melalui akson menuju

kelenjar pituatari posterior untuk kemudian disekresi ke darah (Guyton

& Hall, 2008).

Dunn (2004) mengemukakan bahwa musik memang tidak bisa

langsung bepengaruh untuk menghilangkan persepsi nyeri.Musik

bekerja secara stimultan dan persisten untuk mengurangi persepsi

nyeri. Namun efek yang di timbulkan sangat luar biasa dan bersifat

sistemik .
41

2.3.4 Manfaat Terapi Musik

Menurut Djohan (2006), manfaat terapi musik antara lain :

a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

b. Mempengaruhi pernapasan

c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dnan tekanan darah manusia.

d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh mnusia

e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera

f. Bisa mengurangi rasa sakit

Penggunan terapi musik telah terbukti bermanfaat bagi

perkembangan kognisi, perilku serta kesehatan. Bahkan terapi musik

juga telah di gunakan untuk menolong para korban dalam perang dunia

I dan II.Denagn penggunaan terapi musik maka para korba di laporkan

lebih cept sembuh dan memiliki kondisi lebih baik. Terapi musik juga

mempunyai dampak lebih berkepanjangan (long-last), berpengaruh

terhadap keseluruhan kemampuan (multipel), dan banyak laporan

kunjungan kesehatan akibat intervensi terapi musik.

Terapi musik dapat menyembuhkan warga Frankfur yang

menderita peenyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai saat ini

belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga mengganggu

organ dalam lainnya, termasuk jantung. Sudah tiga kali mengalami

serangan jantung ringan, pada mulanya musik dari headphone selama

15 menit untuk membebaskan dari stress, berdasarkan pantauan

terhadap ktivitas ototnya. Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi


42

musik, cuman 5 menit mendengarkan musik sudah bisa tenang

(Faradisi, 2012).

2.3.5 Jenis Musik Untuk Terapi Musik

Menurut Aditia (2012), jenis musik yang di gunakan unuk terapi

antara lain ada dua yaitu:

musik instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan

mental menjadi lebih sehat.

Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi

rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa

gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien post

operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress.

Musik klasik adalah seuah musik yang di buat dan ditampilakan oleh

orang yang terlatih secara profesional melalui pendidika musik.Musik

klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan

digolongkan melalui periodisasi tertentu (Kamus Beasr Bahasa

Indonesia, 2008).

Pemberian terapi musik klasik membuat seseorang menjadi rileks,

menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan

sedih, melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat cemas

(Musbikin, 2009). Hal ersebut terjadi karena adanya penurunan

Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon

stress (Djohan, 2006)


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Pada babini akan di bahas mengenai kerangka konsep, yaitu suatudiagram

sederhana yang menunjukkan variabel dan hubungan anatara variabel

(Nursalam, 2008). Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan ada

tidaknya pengaruh terapi musik terhadap nyeri pasien post operasi. Variabel

bebas (Independent variabel) pada penelitian ini adalah terapi musik, dan

variable terikat (Dependent variable) pada penelitian ini adalah tingkat nyeri

post operasi. Sedangkan variable perancu (Confounding variable) pada

penelitiaan ini adalah meliputi usia, jenis kelamin, riwayat pembedahan

sebelunya. Kerangka konsep penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut :

Fraktur

Jenis musik : Tingkat nyeri :


Nyeri pada pasien
- Musik klasik 0 : Tidak nyeri
post operasi
1-3 : Nyeri ringan
- Musik
4-6 : Nyeri sedang
instrumental Faktor – faktor yang 7-10 : Nyeri berat
mempengaruhi nyeri :
- usia
- jenis kelamin
- riwayat pembedahan
Keterangan : sebelumnya

: Di teliti

: Tidak diteliti
- Gaya koping
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep (Notoatmodjo, 2012)

43
44

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo,

2010). Definisi Operasional dalam penelitian ini di uraikan pada table berikut.

No. Variabel Definisi operasional Parameter Alat Hasil ukur Skala


ukur ukur
Variabel Independen
1. Terapi Pemberian tindakan terapi
musik musik melalui earphone
kepada pasien post Operasi
yang telah kembali, ke
ruang rawat inap
denganmemperdengarkan
musik yang telah di pilih
responden, sebagai musik
untuk terapi yang ada di
dalam MP3 peneliti. Waktu
untuk mendengarkan musik
selama 15 menit.
Variabel Dependen
2. Tingkat Suatu sensasi yang tidak skala Skala Di nyataka Ordinal
nyeri menyenangkan dari satu pengukuran numerik dalam rentang
pasien pengalaman emosional nyeri yaitu : (numeric 0-10
post yang di sertai kerusakan Numeric Rating 0 : Tidak
operasi jaringan secara Rating Scale) nyeri
aktual/potensial pada Scale 1-3 : nyeri
pasien yang mengalami (Responden ringan
pembedahan dengan di minta 4-6 : nyeri
indikasi sebelumnya menunjukan sedang
45

mengalami fraktur yang di tingkat 7-10 : nyeri


nyatakan pasien dengan nyerinya berat
rentang nyeri. pada alat (potter &
pengukur perry 2006)
nyeri /
NRS)

3.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pernyataan penelitian (Nursalam, 2010).Hipotesis dapatdi artikan juga sebagai

kesimpulan semetara atau dugaan logis tentang populasi (Budiarto, 2002).

Dugaan yang akan di uji dalam penelitiaan ini adalah :

1. Hipotesis kerja/alternative (Ha)

Ada pengaruh terapi musik terhadap penurunannyeri pada pasien Post

Operasi Fraktur di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB

2. Hipotesis nol (Ho)

Tidak ada pengaruh terapi musik terhadap penurunan nyeri pada pasien

Post Operasi Fraktur di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Desain penelitian merupaka bentuk rancangan yang di gunakan dalam

melakukan prosedur penelitian (Aziz, 2011).Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Pra-Eksperimetal (One group

pretest posttest) Ciri penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab

akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek

diobservasi sebelum dilakukan intervensi,kemudian diobservasi lagi setelah

intervensi (Nursalam,2011).

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh terapi musik

terhadap penurunan nyeri pasien Post Operasi fraktur di Ruang Gili Air RSUD

Provinsi NTB. Dalam penelitian ini mengguakan pendekatan analitik

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan juli 2016

4.2.2.Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek yang dipelajari saja

46
47

tetapi seluruh karakterisktik tertentu yang dimiliki subkek tau objek

tertentu (Aziz, 2011).

Populasi dalam penelitian adalah semua pasien fraktur yang

mengalami Opera si di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB yang

berjumlah 41 orang terhitung dari (Januari sampai dengan Agustus

2015).

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian sebagi unit yang lebih kecil lagi adalah

sekelompok individu yang merupakan bagian dari populasi terjangkau

dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan

pengamatan atau pengukuran pada unit ini. (Kelana, 2011)

Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah

Accidental sampling, Accidental sampling yaitu teknik penentuan

sampel berdasarakan kasus atau reponden yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat dengan konteks penelitian, (Notoatmodjo,

2012).

Dalam menggunakan teknik pengambilan sampel secara

(accidental sampling) maka peneliti dapat mengambil sampel sesuai

dengan yang diinginkan atau dikehendaki sesuai dengan kriteria-

kriteria yang dapat dijadikan sampel. Dari jumlah sampel yang ada

peneliti memakai sampel yang ditemui menderita fraktur post operasi.

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang, yang akan

dilakukan selama 1 minggu di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB.


48

4.4. Kriteria Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi

bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel kontrol

ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti.

Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

1. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo,2010).

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Pasien penderita fraktur yang mengalami nyeri di rawat di Ruang Gili

Air RSUD Privinsi NTB

b. Pasien telah kembali ke ruang rawat inap setelah dari ruang pulih

sadar pada hari di laksanakan Operasi.

c. Pasien dalam kondisi sadar penuh

d. Pasien berusia 15-60 tahun

e. Pasein memiliki kemampuan baca tulis

f. Pasien tidak megalami gangguanpendengaran

g. Pasien yang belum di berikan terapi obat analgesik

h. Pasien bersedia menjadi responden dengan mendapatkan lebar

persetujuan penelitian (Informed Consent)


49

2. Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi adalah kriteria atau cirri-ciri anggota populasi yang

tidak dapat di ambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria ekslusi

dalam penelitian ini adalah :

a. Penderita fraktur yang dirawat di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB

namun tidak berada di tempat penelituan.

b. Tidak bersedia menjadi responden

c. Pasien mengalami komplikasi post operasi, seperti gangguan

hemodinamik, perdarahan atau nyeri hebat, mata terapi akan segera di

hentikan, dan pasien harus segera di konsulkan ke dokter ahli.

d. Pasien menolak di lakukan terapi saat terapi tengah berlangsung, maka

terapi di hentikan.

4.4 Prosedur Pengambilan Data

4.4.1 Tahap persiapan

1. Meminta izin pengambilan data dan penelitian dari Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Nahdatul Wathan Mataram

2. Meminta surat izin pengambilan data dan penelitian pada Badan

penelitian dan pengembangan Kesehatan RSUD Provinsi NTB

3. Meminta data pasien Fraktur di Ruang Gili Air RSUD Provinsi NTB

4. Melakuka pendekatan kepada responden


50

4.4.2 Tahap pelaksanaan

1. Memberikan lember persetujuan apakah responden bersedia diteliti

atau tidak

2. Mengidentifikasi jumlah pasien fraktur dengan cara menghitung

jumlah pasien fraktur

3. Lembar kuesioner yang telah diisi dikembangkan lagi kepada

peneliti.

4. Melakukan pemeriksaan kelengkapan jadwal di tempat penelitian

4.5 Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data langkah yang pertama adalah memilih pasien

yang sesuai dengan kriteria subyektif penelitian.Instrument yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pengukuran tingkat nyeri dengan menggunakan

skala NRS (Numeric Rating Scale).

Skala pengukuran ini memungkinkan pasien untuk memilih nyeri dari

skala0sampai10.Skalanyeriinisangatbaikuntukmengkajiintensitas nyeri setelah

di berikan terapi musik. Skala ini memberikan pasien kebebasan total dalam

mengidentifikasi beratnya nyeri yang di rasakan. Tingkat nyeri di dapatkan

melalui laporan dari diri pasien dengan menyebutkan angka pada skala nyeri

NRS, dengan rentang skala nyeri 0 sampai 10 (Smelzer & bare, 2002, Potter &

Perry, 2006). Hasil pengukurannya adalah skala 0 termasuk kategori tidak ada
51

nyeri, keategori 1-3 termasuk pada skala nyeri ringan, skala 4-6 termasuk

pada skala nyeri sedang, dan 7-10 termasuk pada skala nyeri berat.

4.6 Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini akan dilaksanakan dengan tahap-tahap

sebagai berikut :

1. Editing/memeriksa

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah disebarkan

oleh para pemgumpul data (Nursalam, 2011).Pada tahap ini dilakukan

pemeriksaan kelengkapan, kejelasan dan kesesuain data.Mulai dari

karakteristik responden, penilaian setelah di berikan terapi musik.

2. Memberikan tanda kode/koding

Koding adalah mengklasifikasi jawaban-jawaban dari para

responden ke dalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara

membrikan tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban

(Nursalam, 2011). Kode untuk tingkat nyeri yang dirasakan responden

kategori 0 tidak ada nyeri, kategori 1-3 nyeri ringan, 4-6 kategori sedang,

7-10 kategori nyeri berat.

3. Pemasukan data/entry data

Memasukan data, boleh dengan cara manual atau melalui

pengolahan computer (Nursalam, 2011). Pada penelitian ini, jawaban-

jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan dalam

table dengan cara menghitung frekuensi data dari masing-masing variabel.


52

4.7 Analisa data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis bivarian.

Menurut Natoatmodjo (2010), Analisis bivarian yang di lakukan terhadap dua

variabel yang diduga berpengaruh.

Untuk mengetahui pengaruh lebih lanjut antara pengaruh terapi musik

terhadap punurunan nyeri pasien post operasi fraktur digunakanuji one sample

T-Test,dengan menggunakan bantuan program SPSSf for Windows Release

(Shortcourse SPSS 20, 2012). Berdasarkanuji statistik tersebut dapat

diputuskan H0 diterima (Ha ditolak) bila nilai p > 0, 05, sebaliknya H0 di tolak

(Ha diterima) bila nilai p < 0, 05 .

4.8 Etika penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melaksanakan masalah

etik yang meliputi :

1. Inform Concent (Persetujuan)

Memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian pada responden.

Bila responden bersedia maka harus menandatangani lember persetujuan

dan apabila responden menolak peneliti tidak akan memaksa dan tetap

manghormati haknya.

2. Anonymity (tanpak nama)


53

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencatantumkan nama responden secara lengkap melainkan pada lembar

obsevasi responden cukup mecantumkan inisial dari nama responden

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden akan di jamin penuh

oleh peneliti.
54

Jadwal Penelitian

Novermber Desember Januari Februari


No Uraian Kegiatan 2015 2015 2016 2016
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan proposal
dan studi pustaka
2. Pengambilan data
3. Penyusunan proposal

4. Ujian proposal

Anda mungkin juga menyukai