Anda di halaman 1dari 29

Pendahuluan

Perencanaan geometrik jalan merupakan


bagian dari perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada perencanaan fisik sehingga
dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan

Elemen dari perencanaan geometrik jalan


adalah :
- Alinyemen Horizontal
- Allinyemen Vertikal
Parameter Perancangan Geometrik Jalan
Kecepatan Rencana (VR)
Sesuai dengan klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan

Fungsi Kecepatan Rencana, VR, Km / Jam


Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 – 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 – 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 – 30
Catatan :
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan,
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km / jam

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota


No. 038/T/BM/1997
ALINYEMEN HORIZONTAL LAZIM DISEBUT SEBAGAI “TRACE
JALAN ATAU GARIS SUMBU JALAN”, YAITU MERUPAKAN GARIS
PROYEKSI DARI SUMBU JALAN TEGAK LURUS TERHADAP BIDANG
DATAR.
Pada umumnya Alinyemen Horizontal terdiri dari :

 Serangkaian garis lurus yang menggambarkan bagian jalan


dengan titik patah atau titik belok.

 Lengkungan horizontal yang menggambarkan potongan


garis lurus antara yang satu dengan yang lain.

Garis lengkung horizontal tersebut lazim disebut “Tikungan


jalan”. Pada alinyemen horizontal tikungan merupakan
bagian jalan yang paling kritis bila ditinjau dari faktor
keamanan dan kenyamanan bagi penumpang.
Agar kendaraan dapat bergerak mengikuti perubahan
arah yang disebabkan oleh bentuk tikungan yang
bersangkutan, maka gaya sentrifugal (F) yang bekerja di atas
permukaan jalan melalui titik kendaraan harus dapat diimbangi
oleh gaya kendaraan itu sendiri (G) yang meliputi :

 Berat komponen kendaraan, yaitu yang diakibatkan


oleh kemiringan melintang jalan.

 Gesekan samping (side friction), yaitu gesekan ban


kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan.
Gaya Sentrifugal (F)
Apabila suatu kendaraan bergerak dengan
kecepatan tetap V pada suatu bidang datar atau
miring lintasan berbentuk suatu lengkung
seperti lingkaran, maka pada kendaraan
tersebut akan bekerja gaya kecepatan katakan V
dan gaya sentrifugal katakan F. Gaya sentrifugal
akan mendorong kendaraan secara radial keluar
dari lajur jalannya, kearah tegak lurus terhadap
gaya kecepatan V. Gaya ini menimbulkan gaya
yang tidak nyaman pada pengemudi
Gaya sentrifugal (F) yang terjadi : F = m.a
Dimana : m = massa = W/g
W = berat kendaraan
g = gaya gravitasi bumi
a = percepatan sentrifugal (=V2/R)
V = Kecepatan kendaraan
R = Jari – jari Lengkung lintasan
Dengan demikian besarnya gaya sentrifugal :

W .V 2
F 
g .R
Gaya yang mengimbangi terhadap gaya
sentrifugal dapat berasal dari :
1. Gaya gesek melintang antar ban kendaraan
dengan permukaan jalan
2. Komponen berat kendaraan akibat kemiringan
melintang permukaan jalan, akan
menyebabkan rasa tidak nyaman bagi
pengemudi yang mengendarai kendaraannya
dengan kecepatan rendah.
Hubungan antara kecepatan kendaraan dan besarnya tikungan jalan
ditentukan berdasarkan hukum kesetimbangan, yaitu mempertimbangkan
faktor kecepayan (V), jari-jari tikungan (R), dan faktor gravitasi (G).
Hubungan tersebut dapat teradi dalam 3 keadaan, yaitu :

AASHTO merekomendasikan bahwa besaran nili koefisien gesekan samping (fm)


berdasarkan kecepatan (Vr) adalah :

Vr (mph) 20 30 40 50 60 70 80
Vr (km/jam) 32 48 64 80 97 113 129
Fm (%) 17 16 15 14 12 10 8
Keterangan :
FL : Gaya Gesek Kiri
FR : Gaya Gesek Kanan
V : Kecepatan Kendaraan
R : Jari-jari Tikungan (m)
NL : Gaya normal sebelah kiri
NR : Gaya normal sebelah kanan
g : gravitasi (9,8 m/det) atau
(127008 Km jam-2)
Keterangan :
k : Kemiringan Melintang m/m-1
V : Kecepatan Kendaraan
R : Jari-jari Tikungan (m)
g : gravitasi (9,8 m/det) atau
(127008 Km jam-2)
Ketajaman lengkung horizontal pada tikungan jalan raya lazimnya
dinyatakan dengan besaran radius melingkar dari lengkung tersebut, atau
dapat pula dengan besaran “derajat lengkung (degree of curse).

a. Menurut AASTHO

Hubungan lengkung (D) adalah merupakan suatu besaran sudut


yang berbanding dengan jari-jari lengkung melingkar.
Keterangan :

Dmaksimum : sudut Lengkung max. yang dijinkan

V : Kecepatan Rencana
Kemiringan melintang pada tikunga terjadi secara berangsur-angsur,
yaitu dari keadaan dengan kemiringan normal pada jalan lurus hingga ke
bagian lereng dengan kemiringan maksimum pada daerah titik belok yang
ditujukan oleh “diagram super-elevation”.

Pada jalan raya tanpa Median, diagram super-elevation dapat


digambarkan dengan 3 cara, yaitudengan sumbu jalan sebagai sumbu putar,
dengan tepi dalam perkerasan sebagai sumbu putar, dan dengan tepi luar
perkerasan sebagai sumbu putar.
Dari ketiga cara tersebut yang lazim digunakan untuk jalan dua
jalur arah tanpa median adalah cara satu, yaitu dengan sumbu
jalan sebagai sumbu putar. Hal ini disebabkan karenan cara ini
tidak mempengaruhi perencanaan penampang memanjang jalan
yang bersangkutan, serta titik sumbu jalan tidak berubah dari
kedudukan elevasi semula.
Untuk menggambarkan diagram super-elevation
dngan sumbu jalan sebagai sumbu putar dapat
dilakukan :
1. Meninggikan sisi luar perkerasan jalan terhadap sumbu jalan
sampai menjadi datar ( Potongan II)
2. Sisi luar tersebut dinaikan lagi sampai potongan melintang
perkerasan jalan berbentuk garis lurus (Potongan III)
3. Kemudian seluruh potongan melintang jalan diputar hingga
mencapai super-elevation penuh yang dikehendaki
(Potongan V)
Menurut AASHTO, panjang lengkung peralihan
kemiringan melintang sangat tergantung ada
besaran super elevasi yang digunakan dan
kecepatan rencanan. Namun harus tetap memenuhi
nilai batas panjang minimum yang
direkomendasikan AASHTO adalah sekkitar 2 detik.
Panjang lengkung peralihan minimum :

Panjang lengkung peralihan


Super Mph. 20 30 40 50 60 70 80
elevasi
Km/jam 32 48 64 80 97 113 19

0,02 30 35 40 50 55 60 65
0,04 60 70 8 95 110 120 130
0,06 95 110 125 145 160 180 200
0,08 125 145 170 190 215 240 265
0,10 160 180 210 240 270 300 330
Selanjutnya AASHTO juga merekomendasikan bahwa :

a) Bila badana jalan terletak pada daerah bebas galian dan garis
kelandaiaannya hampir datar, maka menurunkan elevasi tepi perkerasam
jalan akan dapat menyebabkan genangan air. Oleh sebab itu super elevasi
dapat dibentuk dengan meninggikan elevasi tepi luar perkerasan jalan
sebesar dua kali dari keadaan normal

b) Bila sebuah alinyemen terdiri dari atas bagian lurus dan lengkung melingkar,
maka super elevasi dimulai dari bagian lurus sebelum memasuki daerah
tikungan hingga tercapai superelevasi penuh pada posisi dipotongan V.

c) Bila pada alinyemen horrizontal terdapa lengkung spiral, maka seluruh


superelevasi diletakkan disepanjang lengkung spiral tersebut, kecuali bila
pada perkerasan bagian luar berubah posisi menjadi datar.
Pada jalan raya dengan median, ada 3 cara yang dapat dilakukan
untuk menentukan diagram superelevasi, yaitu sangat bergantung dari
lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan.

1. Masing-masing sumbu jalan pada jalur jalan dijadikan sebagai sumbu


putar.

2. Setiap jalur perkerasan jalan diputar sendiri-sendiri dengan masing-


masing sisi dalam mediam sebagai semu putar, sedangkan mediam itu
sendiri dibuat tetap dalm keadaan mendatar.

3. Seluruh bagian perkerasan jalan dari kedua jalur lalulintas termasuk


median diputar dalam satu bidang yang sama, dimana semu median
dijadikan sebagai semu putar.

Anda mungkin juga menyukai