PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
- Mengetahui kasus eksploitasi pada anak termasuk kejahatan perdagangan organ dan
kekerasan seksual.
- Mengetahui peran perawat dalam penangan kasus eksploitasi pada anak.
- Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan perawat terhadap anak yang
menjadi korban kekerasan eksploitasi terhadap anak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sekitar tahun 2010, masih teringat kasus mengenai penculikan anak, Bunga (nama
samaran), di Puskesmas Kembangan, Jakarta yang diculik diketahui hilang pada saat
berusia 8 tahun berusia yang pada tahun 2010 sudah berusia 12 tahun, yang
ditemukan telah kehilangan satu buah ginjal miliknya di salah satu rumah sakit di
Tokyo dengan keadaan lidah yang sengaja dipotong untuk menghilangkan jejak
pelaku (Kompas, 13 Januari 2010).
Selain itu, pada tahun 2011 sendiri, kejahatan kemanusiaan perdagangan organ ini
banyak terjadi di Bangka Belitung. Badan Pemberdayaan Perempuan, Keluarga
Berencana dan Perlindungan Anak Bangka Belitung mencatat pada tahun 2010
sampai Mei 2011 ditemukan setidaknya 24 kasus trafficking di Babel. Korban
trafficking ini umumnya berusia remaja yang dipekerjakan pada sejumlah lokalisasi
yang ada di Bangka Belitung. Kasus-kasus trafficking pada data tersebut bisa jadi
hanyalah segelintir yang berhasil terungkap. Para korban lainnya kemungkinan
banyak tak melapor ke aparat berwenang karena sudah terlanjur terjerat jebakan
ekonomi atau takut mengadukan nasib yang menimpanya.
3
Trafficking adalah praktik perbudakan di alam modern yang meluas terjadi di seluruh
dunia. Secara terorganisir, manusia diincar dan dijadikan korban industri perdagangan
manusia. Jejaring komplotan perdagangan manusia ini tak hanya memperdagangkan
korbannya secara lintas daerah, bahkan melewati batas-batas negara.
Masalah trafficking saat ini lebih banyak diselesaikan kasus per kasus. Belum
komprehensif menyentuh akar pemasalahan dan penindakan secara menyeluruh.
Kasus korban trafficking karena prostitusi di Bangka Belitung, misalnya, lebih
banyak mengarah pada upaya pemulangan korban ke daerah asal. Sedangkan orang
yang mempekerjakannya hanya satu dua saja yang terjaring jerat hukum hingga ke
meja pengadilan. (Bangkapos, 16 November 2011).
Transformasi dunia politik berubah bukan lagi terkait hubungan antara warga negara
yang satu dengan warga negara yang lainnya tapi juga dengan dunia perdagangan .
Perekonomian global masa kini menghadapkan ke arah transisi persepsi mengenai
anggota tubuh yang dapat secara fleksibel diperdagangkan, bebas, dan tidak terbatas
baik jumlah maupun ruang dan waktu . Tubuh dianggap sebagai suatu komoditas
yang terus mengalami peningkatan permintaan seakan anggota tubuh dapat dicopot-
pasang untuk diperdagangkan. Perdagangan ini kini menjadi perdagangan yang kian
diprimadonakan .
Hal ini juga terjadi baik secara nasional maupun internasional, baik di Indonesia
maupun di luar negeri seperti Belanda. Baik di Indonesia maupun di Belanda, sama-
sama mengiklankan penjualan organ tubuh sehingga para pasien dapat menghubungi
mereka guna menegosiasikan harga yang cocok, atau bahkan ada calo yang
menggunakan jasa internet untuk penjualan organ tubuh ini namun yang
diperdagangkan ialah organ tubuh anak yang bukan keluarganya (misal melalui
4
penculikan) . Sebenarnya, perdagangan organ tubuh ini merupakan hal yang tabuh,
namun di dunia internasional, hal ini merupakan hal yang biasa dan sangat diminati
yang mana hal ini mendemonstrasikan bertambah tingginya kasus perdagangan organ
skala internasional, meningkatnya pertumbuhan banyak rumah sakit dan klinik yang
mengiklankan perdagangan organ juga transplantasinya seperti di Israel .
Adanya kesenjangan yang besar antara permintaan dan suplai organ yang dibutuhkan
semakin menimbulkan perdagangan organ secara ilegal melalui black market . Hal ini
dikarenakan melalui pasar gelap, penyuplaian organ dilakukan secara universal dan
menghasilkan keuntungan yang banyak. Selain itu, pasar gelap ini berada di area abu-
abu antara legal dan ilegal dari bayang-bayang hukum . Suplai pun dapat dilakukan
dengan menyamarkan identitas pasien dan juga korban, sehingga pasar gelap lebih
banyak diminati, meskipun di pasar gelap juga akan disamarkan antara korban yang
secara sukarela mendonorkan ataupun melalui pemaksaan . Organ tubuh manusia
merupakan hak milik bagi pemiliknya yang mana ia pula yang memiliki keputusan
untuk mendonorkan atau tidak termasuk oleh anak . Secara singkat, perdagangan
organ memiliki pengaruh terhadap pemasukan tiap negara, namun, perbuatan
perdagangan organ ini sangat dikecam oleh praktisi-praktisi medis, pembuat
kebijakan, dan para ahli yang mengutamakan etik dalam hal perdagangan organ.
5
Disamping di dalam KUHP, perdagangan orang juga telah diatur dalam Pasal 65
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia, yang
menyatakan ”Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan
eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai
bentuk penyalahgunaan, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.”
Pada Pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwasanya transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan hanya
untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialisasikan. Bagi yang
melanggarnya akan terkena sanksi berdasarkan Pasal 192 Undang-undang Nomor 39
Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
penjara dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Namun,
karena dalam konteks penulisan ini adalah organ trafficking pada anak, maka
penjatuhan sanksi pidana akan berdasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang akan dijelaskan di bawah ini.
Pada Pasal 47 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menyatakan bahwa Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
melindungi anak dari perbuatan:
Selain itu juga ada Pasal 85 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yakni:
(1) Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh
anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau
denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
6
(2) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan organ
tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau
penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin
orang tua atau tidak menguatamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam hal ketentuan pidana antara Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
penulis ingin mengkritisi bahwasnya pada UU Kesehatan lebih menjerat pelaku lebih
tinggi dari segi denda yakni satu miliar rupiah ketimbang dengan UU Perlindungan
Anak yang hanya memberikan denda dua ratus juta rupiah. Menurut penulis, anak
merupakan aset bangsa sehingga siapapun yang melakukan kejahatan terhadap anak
khususnya terkait dengan perdagangan organ dan/atau jaringan tubuh anak, dapat
dijerat lebih tinggi daripada UU Kesehatan. Sehingga penulis sangat berharap agar
UU Perlindungan Anak dapat segera direvisi khusunya terkait penjatuhan pidana
maupun denda agar tidak hanya berkisar 10-15 tahun dan/atau dengan denda dua
ratus juta rupiah saja, namun harus lebih tinggi daripada itu. Karena bagaimanapun
juga, anak yang sudah diambil organ tubuhnya, tidak akan normal seperti sedia kala
dan membutuhkan tanggung jawab berat dari pelaku serta perlindungan khusus
baginya oleh negara.
7
dominan adalah faktor ekonomi dan didukung dengan adanya perkembangan era
globalisasi, dimana dengan demikian memberikan kemudahan pada akses dan
pelaksanaan tindak kejahatan.
Kejahatan kemanusian seperti ini akan berdampak besar dan serius terhadap
kehidupan anak, bukan hanya nyawa dan dan kehidupan yang dipertaruhkan, tetapi
juga kehidupan selanjutnya yang menyebabkan dampak psikologis yang
berkepanjangan. Dampak kejahatan terhadap anak selain akan mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik, juga akan merusak kesehatan mental dengan adanya
trauma psikologis seumur hidup. Terlebih bila kejahatan dilakukan dengan cara
penculikan serta penganiayaan.
Seperti kasus yang terjadi pada Bunga, yang menjadi korban transplantasi
organ, bukan hanya kehilangan salah satu organnya tetapi kehilangan lidah agar
meninggalkan jejak pelaku.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dilindungi dan
dipenuhi hak-haknya. Akan tetapi saat ini banyak sekali pelanggaran hak-hak anak
yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu demi keuntungan pribadi. Kejahatan
terhadap anak seringkali terjadi yaitu eksploitasi terhadap anak termasuk perdagangan
organ dan kekerasan seksual pada anak. Kejahatan tersebut termasuk kejahtan
kemanusiaan karena melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia hal tersebut diatur
dalam UU No 35 th 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kejahatan eksploitasi pada anak tidak dapat dibiarkan begitu saja, ataupun
dengan hanya dengan pemidanaan terhadap pelaku tetapi juga harus dilakukan
penanggulangan berupa upaya pencegahan untuk mencegah adanya korban lebih
banyak. Tentunya dalam pencegahan dilakukan perlu kerjasama antara pemerintah
kepolisian, tim medis, perawat dan lain sebagainya.
3.2 Saran
9
Ditujukan bagi para perawat, untuk berkontribusi dalam yindakan pencegahan adanya
kejahatan transplantasi organ secara illegal dan tidak terlibat dalam kejahatan
tersebut. Perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan yang tepat guna
membantu korban yang dalam hal ini adalah anak-anak untuk mengatasi trauma
secara psikologis.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://www.daerah.sindonews.com
11