Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak pada dasarnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
diberikan kepada setiap orang tua. Setiap anak merupakan tanggung jawab dari
orang tua mulai dari di dalam kandungan hingga saat anak tumbuh dewasa. Akan
tetapi tidak semua anak di dunia ini lahir dengan kondisi yang sama. Ada anak
yang lahir dengan kondisi tanpa kedua orang tua atau kehilangan salah satu dari
orang tua, ada anak yang lahir dengan kedua orang tua lengkap, da nada anak
yang lahir dengan kondisi tertentu ditelantarkan oleh orang tuanya.
Pada dasarnya semua anak di dunia ini memiliki hak yang sama. Hak untuk
hidup mulai dari sejak konsepsi, hak untuk diberikan kasih sayang dan
pengasuhan oleh orang tua, hak untuk diberikan perawatan, hak untuk
memperoleh pendidikan, hak untuk hidup dan berekmbang. Tidak peduli
bagaimanapun kondisinya, anak dengan keterbatasan fisik ataupun mental pun
tetap mempunyai hak yang sama dengan anak yang lain.
Anak terlantar yang sudah tidak memiliki orang tua sebenarnya juga
mempunyai hak dalam melanjutkan hidup. Begitu pula dengan anak yang terlahir
dengan keadaan ekonomi keluarga dibawah garis kemiskinan, bukan berarti
keadaan yang demikian halnya membuat pengurangan terhadap hak anak, yang
sering terjadi adalah justru sebaliknya. Banyak sekali kasus kejahatan kepada
anak dengan motif eksploitasi anak secara ekonomi termasuk perdagangan organ,
kejahatan seksual dan sebagainya. Kejahatan ini dilakukan kebanyakan oleh para
oknum yang dengan sengaja menjual organ anak kepada yang membutuhkan
tanpa mempedulikan masa depan dari pendonor. Hal ini tentunya memperbanyak
kasus penculikan serta pembunuhan kepada anak yang secara tidak langsung
melanggar hak anak. Bahkan ada orang tua yang tega menjual anaknya untuk
diambil organ untuk ditransplantasikan kepada orang lain hanya dengan alas an
ekonomi dan status fisik anak.
Merupakan tanggung jawab pemerintah, hukum, dan tim medis untuk
menanggulangi hal ini. Tentunya hal ini jika dibiarkan akan membuat kondisi
psikis anak terganggu bahkan hidup yang terancam. Dengan adanya makalah ini
diharapkan adanya peran nyata pada penanggulangan kasus ini dan dapat
memunculkan peran perawat dalam pencegahan perdangan organ serta perawatan
pada anak yang trauma akibat adanya kasus ini.

1
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peran dan kontribusi perawat dalam penanggulangan kasus eksploitasi


pada anak sesuai dengan UU perlindungan anak dan UU kesehatan?

1.3 Tujuan

- Mengetahui kasus eksploitasi pada anak termasuk kejahatan perdagangan organ dan
kekerasan seksual.
- Mengetahui peran perawat dalam penangan kasus eksploitasi pada anak.
- Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan perawat terhadap anak yang
menjadi korban kekerasan eksploitasi terhadap anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Contoh Kasus


Kasus Organ Trafficking Pada Anak
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, anak adalah sesorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
juga anak yang masih dalam kandungan. Sedikit melihat ke belakang, pada tahun
2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus perdagangan anak berkedok adopsi yang
melibatkan jaringan dalam negeri. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi
yang belakangan diketahui diadopsi untuk diambil organ tubuhnya, sebagaimana
diungkapkan oleh mantan Ketua Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak dan
Perempuan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Rachmat Sentika, yang
dimuat dalam Koran Sinar Harapan tanggal 4 Agustus 2005. Beliau juga
menyebutkan, sebagian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim ke sejumlah negara
di antaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia dan Prancis.

Sekitar tahun 2010, masih teringat kasus mengenai penculikan anak, Bunga (nama
samaran), di Puskesmas Kembangan, Jakarta yang diculik diketahui hilang pada saat
berusia 8 tahun berusia yang pada tahun 2010 sudah berusia 12 tahun, yang
ditemukan telah kehilangan satu buah ginjal miliknya di salah satu rumah sakit di
Tokyo dengan keadaan lidah yang sengaja dipotong untuk menghilangkan jejak
pelaku (Kompas, 13 Januari 2010).

Selain itu, pada tahun 2011 sendiri, kejahatan kemanusiaan perdagangan organ ini
banyak terjadi di Bangka Belitung. Badan Pemberdayaan Perempuan, Keluarga
Berencana dan Perlindungan Anak Bangka Belitung mencatat pada tahun 2010
sampai Mei 2011 ditemukan setidaknya 24 kasus trafficking di Babel. Korban
trafficking ini umumnya berusia remaja yang dipekerjakan pada sejumlah lokalisasi
yang ada di Bangka Belitung. Kasus-kasus trafficking pada data tersebut bisa jadi
hanyalah segelintir yang berhasil terungkap. Para korban lainnya kemungkinan
banyak tak melapor ke aparat berwenang karena sudah terlanjur terjerat jebakan
ekonomi atau takut mengadukan nasib yang menimpanya.

Kasus-kasus trafficking tersebut kebanyakan bermula dari persoalan kemiskinan. Di


tengah himpitan kebutuhan hidup, korban ditipu tawaran pekerjaan dengan berbagai
iming-iming manis sebelum akhirnya masuk dalam jebakan penjahat trafficking.
Korban yang kebanyakan hidup miskin dan tak memiliki jenjang pendidikan
memadai akan sulit melepaskan diri dari perangkap perdagangan manusia.

3
Trafficking adalah praktik perbudakan di alam modern yang meluas terjadi di seluruh
dunia. Secara terorganisir, manusia diincar dan dijadikan korban industri perdagangan
manusia. Jejaring komplotan perdagangan manusia ini tak hanya memperdagangkan
korbannya secara lintas daerah, bahkan melewati batas-batas negara.

Masalah trafficking saat ini lebih banyak diselesaikan kasus per kasus. Belum
komprehensif menyentuh akar pemasalahan dan penindakan secara menyeluruh.
Kasus korban trafficking karena prostitusi di Bangka Belitung, misalnya, lebih
banyak mengarah pada upaya pemulangan korban ke daerah asal. Sedangkan orang
yang mempekerjakannya hanya satu dua saja yang terjaring jerat hukum hingga ke
meja pengadilan. (Bangkapos, 16 November 2011).

Perdagangan Organ Anak: Peluang Bisnis Mendunia yang Melanggar HAM


Anak
Sejatinya dari perdagangan organ ini sangat kuat hubungannya dengan pembangunan
di era globalisasi yang kontemporer dan juga kriminogenik yang asimetris . Asimetri-
asimetri ini menghasilkan permintaan akan organ-organ; sebagai komoditi yang
seharusnya disadari sebagai hal yang tidak etik atau memalukan di dunia perdagangan
. Di sisi lain, perdangan organ ini menimbulkan perasaan tidak bermoral oleh orang-
orang yang dapat dianggap sebagai para kanibal modern , dan di sisi yag lain juga,
perdagangan organ ini dapat dikatakan sebagai bentuk akibat yang tak dapat dihindari
dari pembangunan kapitalis masa kini .

Transformasi dunia politik berubah bukan lagi terkait hubungan antara warga negara
yang satu dengan warga negara yang lainnya tapi juga dengan dunia perdagangan .
Perekonomian global masa kini menghadapkan ke arah transisi persepsi mengenai
anggota tubuh yang dapat secara fleksibel diperdagangkan, bebas, dan tidak terbatas
baik jumlah maupun ruang dan waktu . Tubuh dianggap sebagai suatu komoditas
yang terus mengalami peningkatan permintaan seakan anggota tubuh dapat dicopot-
pasang untuk diperdagangkan. Perdagangan ini kini menjadi perdagangan yang kian
diprimadonakan .

Hal ini juga terjadi baik secara nasional maupun internasional, baik di Indonesia
maupun di luar negeri seperti Belanda. Baik di Indonesia maupun di Belanda, sama-
sama mengiklankan penjualan organ tubuh sehingga para pasien dapat menghubungi
mereka guna menegosiasikan harga yang cocok, atau bahkan ada calo yang
menggunakan jasa internet untuk penjualan organ tubuh ini namun yang
diperdagangkan ialah organ tubuh anak yang bukan keluarganya (misal melalui

4
penculikan) . Sebenarnya, perdagangan organ tubuh ini merupakan hal yang tabuh,
namun di dunia internasional, hal ini merupakan hal yang biasa dan sangat diminati
yang mana hal ini mendemonstrasikan bertambah tingginya kasus perdagangan organ
skala internasional, meningkatnya pertumbuhan banyak rumah sakit dan klinik yang
mengiklankan perdagangan organ juga transplantasinya seperti di Israel .

Adanya kesenjangan yang besar antara permintaan dan suplai organ yang dibutuhkan
semakin menimbulkan perdagangan organ secara ilegal melalui black market . Hal ini
dikarenakan melalui pasar gelap, penyuplaian organ dilakukan secara universal dan
menghasilkan keuntungan yang banyak. Selain itu, pasar gelap ini berada di area abu-
abu antara legal dan ilegal dari bayang-bayang hukum . Suplai pun dapat dilakukan
dengan menyamarkan identitas pasien dan juga korban, sehingga pasar gelap lebih
banyak diminati, meskipun di pasar gelap juga akan disamarkan antara korban yang
secara sukarela mendonorkan ataupun melalui pemaksaan . Organ tubuh manusia
merupakan hak milik bagi pemiliknya yang mana ia pula yang memiliki keputusan
untuk mendonorkan atau tidak termasuk oleh anak . Secara singkat, perdagangan
organ memiliki pengaruh terhadap pemasukan tiap negara, namun, perbuatan
perdagangan organ ini sangat dikecam oleh praktisi-praktisi medis, pembuat
kebijakan, dan para ahli yang mengutamakan etik dalam hal perdagangan organ.

2.2 Peraturan perundangan terhadap perdagangan organ

Ketentuan mengenai larangan perdagangan manusia pada dasarnya telah


diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 297 yang
menyatakan, ”Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum
dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”. Namun,
penggunaan Pasal 297 KUHP tersebut sudah tidak berlaku lagi karena sudah diatur
lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Pasal 65 UU PTPPO). Dalam hal tindak pidana
perdagangan orang di lakukan suatu korperasi (korperasi adalah kumpulan orang
dan/atau kekayaan yang teroorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan
hukum)- selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya juga dipidana denda
dan pemberatan 3 (tiga) kali lipat dari pidana denda sebagaimana di atur dalam Pasal
(2,3,4,5 dan 6) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan pencabutan ijin usaha, perampasan kekayaan
hasil tindak pidana pencabutan status badan hukum (Pasal (15) ayat (2) Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang).

5
Disamping di dalam KUHP, perdagangan orang juga telah diatur dalam Pasal 65
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia, yang
menyatakan ”Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan
eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai
bentuk penyalahgunaan, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.”

Pada Pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwasanya transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan hanya
untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialisasikan. Bagi yang
melanggarnya akan terkena sanksi berdasarkan Pasal 192 Undang-undang Nomor 39
Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
penjara dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Namun,
karena dalam konteks penulisan ini adalah organ trafficking pada anak, maka
penjatuhan sanksi pidana akan berdasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang akan dijelaskan di bawah ini.

Pada Pasal 47 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menyatakan bahwa Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib
melindungi anak dari perbuatan:

a. Pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa


memperhatikan kesehatan anak;

b. Jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan

c. Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa


seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.

Pelanggaran terhadap pasal tersebut, akan dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 84


yakni ”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain yang dimaksudkan untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).”

Selain itu juga ada Pasal 85 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yakni:

(1) Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh
anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau
denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

6
(2) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan organ
tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau
penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin
orang tua atau tidak menguatamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Dalam hal ketentuan pidana antara Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
penulis ingin mengkritisi bahwasnya pada UU Kesehatan lebih menjerat pelaku lebih
tinggi dari segi denda yakni satu miliar rupiah ketimbang dengan UU Perlindungan
Anak yang hanya memberikan denda dua ratus juta rupiah. Menurut penulis, anak
merupakan aset bangsa sehingga siapapun yang melakukan kejahatan terhadap anak
khususnya terkait dengan perdagangan organ dan/atau jaringan tubuh anak, dapat
dijerat lebih tinggi daripada UU Kesehatan. Sehingga penulis sangat berharap agar
UU Perlindungan Anak dapat segera direvisi khusunya terkait penjatuhan pidana
maupun denda agar tidak hanya berkisar 10-15 tahun dan/atau dengan denda dua
ratus juta rupiah saja, namun harus lebih tinggi daripada itu. Karena bagaimanapun
juga, anak yang sudah diambil organ tubuhnya, tidak akan normal seperti sedia kala
dan membutuhkan tanggung jawab berat dari pelaku serta perlindungan khusus
baginya oleh negara.

Pada UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak : Ketentuan Pasal 47 diubah


sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 47 (1) Negara, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari upaya
transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain. (2) Negara, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari
perbuatan: a. pengambilan organ tubuh Anak dan/atau jaringan tubuh Anak tanpa
memperhatikan kesehatan Anak; b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh Anak; dan
c. penelitian kesehatan yang menggunakan Anak sebagai objek penelitian tanpa seizin
Orang Tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi Anak.

2.3 Dampak Kejahatan Eksploitasi Anak (Perdagangan Organ dan kejahatan


Seksual)

Sesuai yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan perdagangan anak,


kejahatan seksual, serta perdagangan organ merupakan kejahatan yang melanggar hak
asasi manusia. Melanggar hak hidup anak dan merupakan kejahatan kemanusiaan
yang serius. Seperti yang telah diterangkan di atas, banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya perdangan itu, termasuk salah satunya dan yang paling

7
dominan adalah faktor ekonomi dan didukung dengan adanya perkembangan era
globalisasi, dimana dengan demikian memberikan kemudahan pada akses dan
pelaksanaan tindak kejahatan.

Kejahatan kemanusian seperti ini akan berdampak besar dan serius terhadap
kehidupan anak, bukan hanya nyawa dan dan kehidupan yang dipertaruhkan, tetapi
juga kehidupan selanjutnya yang menyebabkan dampak psikologis yang
berkepanjangan. Dampak kejahatan terhadap anak selain akan mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik, juga akan merusak kesehatan mental dengan adanya
trauma psikologis seumur hidup. Terlebih bila kejahatan dilakukan dengan cara
penculikan serta penganiayaan.

Seperti kasus yang terjadi pada Bunga, yang menjadi korban transplantasi
organ, bukan hanya kehilangan salah satu organnya tetapi kehilangan lidah agar
meninggalkan jejak pelaku.

2.4 Peran Perawat dan Konstribusi Perawat dalam Usaha Menanggulangi


Kejahatan Eksploitasi pada Anak

Perawat mempunyai peran yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap


angka kejadian kejahatan pada anak terutama pada kasus transplantasi organ. Perawat
merupakan mitra dari tim medis yang terlibat dalam proses pemindahan organ. Tim
medis dan perawat bekerja sama dalam tindakan pencegahan adanya kasus
pemaksaan dalam transplantasi organ di rumah sakit tertentu. Peran perawat dalah
memverifikasi ulang data kebenaran saat sebelum dilakukan transplantasi organ
mengenai pendonor dan keluarga pendonor.

Anak korban kejahatan yang dirawat di rumah sakit mengalami trauma


psikologis yang mendalam, maka dari itu peran perawat sangatlah dibutuhkan dalam
proses keperawatan dalam memberikan support secara moral dan mengangkat
semngat pada anak untuk melanjutkan hidup. Perawat perlu mengakaji sejauh mana
anak dapat mengatasi perasaan sakitnya dan membantu anak dengan mengalihkan
perhatian dan membantu anak melupakan traumanya. Setidaknya peran perawat
dalam rehabilitative ini mampu mengurangi trauma pada anak secara berkepanjangan.

Perawat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif terhadap anak,


mengeksplorasi kemampuan anak dalam mengembalikan semangat dan bangkit
kembali dari traumanya.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dilindungi dan
dipenuhi hak-haknya. Akan tetapi saat ini banyak sekali pelanggaran hak-hak anak
yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu demi keuntungan pribadi. Kejahatan
terhadap anak seringkali terjadi yaitu eksploitasi terhadap anak termasuk perdagangan
organ dan kekerasan seksual pada anak. Kejahatan tersebut termasuk kejahtan
kemanusiaan karena melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia hal tersebut diatur
dalam UU No 35 th 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kejahatan eksploitasi pada anak tidak dapat dibiarkan begitu saja, ataupun
dengan hanya dengan pemidanaan terhadap pelaku tetapi juga harus dilakukan
penanggulangan berupa upaya pencegahan untuk mencegah adanya korban lebih
banyak. Tentunya dalam pencegahan dilakukan perlu kerjasama antara pemerintah
kepolisian, tim medis, perawat dan lain sebagainya.

Perawat mempunyai peran dalam memberikan proses asuhan keperawatan


pada anak dengan korban kejahatan ekploitasi pada anak terutama yang mengalami
transplantasi organ, kekerasan seksual, dan penganiayaan. Perawat memberikan
asuhan keperawatan pada anak secara komprehensif untuk mencegah adanya trauma
fisik dan psikologis yang berkepanjangan anak, meningkatkan kesiapan anak dalam
memulai hidup dari awal dan memberikan support terhadap anak.

3.2 Saran

Ditujukan kepada pemerintah utnuk lebih meningkatkan perundang-undangan


terhadap anak dan memberikan sanksi yang tegas dan nyata bagi oknum pelaku
kejahatan. Bukan hanya tindakan pemidanaan tetapi juga tindakan pencegahan yang
perlu kerjasama dengan berbagai pihak. Kerjasama hukum, pemerintah dan tim medis
diperlukan dalam tindakan pencegahan eksploitasi pada anak, untuk mencegah
adanya korban lebih banyak. Ditujukan kepada para orang tua untuk memberikan
pengawasan dan kasih sayang penuh terhadap anak untuk menjaga anak dari
kejahatan oknum-oknum tersebut. Orang tua hendaknya menyadari bahwasanya anak
adalah anugerah dari tuhan yang perlu dijaga bagimananapun kondisinya.

9
Ditujukan bagi para perawat, untuk berkontribusi dalam yindakan pencegahan adanya
kejahatan transplantasi organ secara illegal dan tidak terlibat dalam kejahatan
tersebut. Perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan yang tepat guna
membantu korban yang dalam hal ini adalah anak-anak untuk mengatasi trauma
secara psikologis.

10
DAFTAR PUSTAKA

Setyawan, david.2014.Organ Trafficking Kanibalisme Modern Terhadap


Anak.(daring) http://www.kpai.go.id

http://www.daerah.sindonews.com

11

Anda mungkin juga menyukai