Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS SEBARAN DAN KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM MANGROVE

DI PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA

Rais Prasetio
Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, raisprasetyo@yahoo.co.id

Dony Apdillah
Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, donyapdillah@gmail.com

Arief Pratomo
Dosen Ilmu Kelutan, FIKP UMRAH, sea-a-reaf@hotmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan memetakan sebaran spasial ekosistem mangrove dan


menganalisis keanekaragaman jenis mangrove di Pulau Duyung. Data vegetasi mangrove diambil
menggunakan dua metode, pertama analisis citra dengan metode interpretasi visual citra untuk
mendapatkan data sebaran dan luasan mangrove, kedua metode transek / lajur untuk mendapatkan
data keanekaragaman jenis mangrove.
Dari hasil penelitian didapati mangrove tersebar di sisi barat laut, timur dan selatan pulau
duyung, dengan distribusi terluas berada di sebelah barat laut dengan total luasan mangrove
116.372 Ha. Di Pulau Duyung terdapat 5 jenis mangrove sejati Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora
apiculata, Rhizophora mucrronata, Rhizophora stylosa, dan Xylocarpus granatum. Hasil analisis
vegetasi di setiap stasiun indek nilai penting tertinggi di stasiun 1 adalah Rhizophora mucronata
(236.87), terendah Rhizophora apiculata (63.13). Stasiun 2 tertinggi jenis Rhizophora mucronata
(147.21), terendah Rhizophora stylosa (23.09). Stasiun 3 jenis tertinggi Rhizophora mucronata
(268.71), terendah jenis Xylocarpus granatum (2.53). Pulau Duyung memiliki nilai indeks
keanekaragaman berkisar antara 0,336-0,892, nilai indeks keseragaman berkisar antara 0,209-
0,8118, dan nilai indeks dominansi berkisar 0.44-0.8582. Hasil penelitian menunjukkan
keanekaragaman mangrove di pulau duyung rendah.

Kata Kunci: Mangrove, Analisis Sebaran, Keanekaragaman, Pulau Duyung


ANALYSIS OF DISTRIBUTION AND DIVERSITY MANGROVE ECOSYSTEM
IN DUYUNG ISLAND DISTRICT LINGGA

Rais Prasetio
Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, raisprasetyo@yahoo.co.id

Dony Apdillah
Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, donyapdillah@gmail.com

Arief Pratomo
Dosen Ilmu Kelutan, FIKP UMRAH, sea-a-reaf@hotmail.com

ABSTRACT

This study aims to map the spatial distribution of mangrove ecosystems and analyze the
diversity of mangrove species on the Duyung Island. Mangrove vegetation data were using two
methods, the first method analysis of the image with visual interpretation to get the data
distribution and extent of mangroves, the second method transect / lane mangrove to get the data
of mangrove species diversity.
From the results of the research found in the mangrove spread northwest, east and south
of the Duyung Island, with the widest distribution is in the northwest with a total area of 116 372
hectares of mangrove. Duyung Island there are 5 types of true mangrove Bruguiera gymnorhiza,
Rhizophora apiculata, Rhizophora mucrronata, Rhizophora stylosa, and Xylocarpus granatum.
The results of the analysis of vegetation at each station the highest importance value index at
station 1 is Rhizophora mucronata (236.87), Rhizophora apiculata lowest (63.13). Station 2 highest
type of Rhizophora mucronata (147.21), the lowest of Rhizophora stylosa (23.09). Station 3
highest types of Rhizophora mucronata (268.71), the lowest kind of Xylocarpus granatum (2.53).
Diversity index in Duyung Island ranges 0.336-0.892, evenness index ranges 0.209-0.8118, and
the dominance index ranges 0.44-0.8582. The results showed the diversity of mangrove on the
Duyung Isalnd is low.

Kata Kunci: Mangroves, Analysis of Distribution, Diversity, Duyung Island


I. PENDAHULUAN Duyung serta bagaimana kondisi mangrove
Fungsi fisik hutan bakau yaitu yang ada di Pulau Duyung.
menjaga keseimbangan ekosistem perairan Penelitian ini bertujuan
pantai, melindungi pantai dan tebing sungai memetakan sebaran spasial vegetasi
terhadap pengikisan atau erosi pantai, mangrove dan analisis keanekaragaman
menahan dan mengendapkan lumpur serta jenis mangrove di pulau Duyung.
menyaring bahan tercemar. Fungsi lainnya Sedangkan manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai penghasil bahan organik adalah tersedianya informasi spasial
yang merupakan sumber makanan biota, kawasan ekosistem mangrove di Pulau
tempat berlindung dan memijah berbagai Duyung sehingga dapat menjadi masukan
jenis udang, ikan, dan berbagai biota untuk menentukan strategi yang efektif
lainnya (Bosire et al., 2005; Bowen et al., dalam mempertahankan keberadaan
2001; Bengen, 2000). ekosistem mangrove. selain itu juga dapat
Mengingat pentingnya keberadaan menjadi database informasi spasial pulau-
ekosistem mangrove untuk pulau kecil sebagai bahan masukan bagi
mempertahankan fungsi ekologis suatu pemerintah.
kawasan, maka perlu dilakukan upaya
untuk mempertahankan fungsi ekologis II. TINJAUAN PUSTAKA
penting mangrove sebagai pengendali Menurut Nontji (2007), Mangrove
kerusakan lingkungan di kawasan pesisir. di Indonesia dikenal mempunyai
Terkait dengan upaya tersebut, upaya keragaman jenis yang tinggi, seluruhnya
mengatasi laju kerusakan lingkungan tercatat sebanyak 89 jenis tumbuhan, 35
pesisir, berupa abrasi dan intrusi air laut jenis di antaranya berupa pohon dan
dengan pendekatakan ekosistem merupakan selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9
salah satu aspek keseimbangan yang harus jenis), liana (9 jenis), epifit (29 jenis), dan
dicapai dan dipertahankan parasit (2 jenis). Beberapa contoh
keberlanjutannya. mangrove yang dapat berupa pohon antara
Menurut UU No. 27 Tahun 2007 lain bakau (Rhizopora), api-api (Avicennia),
Pasal 15 ayat 1 pemerintah dan pemerintah pedada (Sonneratia), tanjang (Bruguiera),
daerah wajib mengelola data dan informasi nyirih (Xylocarpus), tengar (Ceriops), buta-
mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau buta (Excoecaria).
kecil. Pulau Duyung merupakan kawasan Menurut Bengen dan Dutton
yang termasuk kedalam kawasan pulau- (2004) dalam Northcote dan Hartman
pulau kecil sehingga perlu dikelola data dan (2004) zonasi mangrove dipengaruhi oleh
informasinya khususnya tentang ekosistem salinitas, toleransi terhadap ombak dan
mangrove, yaitu dimanakah sebaran angin, toleransi terhadap lumpur (keadaan
mangrove yang terdapat pada Pulau tanah), frekuensi tergenang oleh air laut.
Zonasi yang menggambarkan tahapan informasi yang bermanfaat (Aronoff, 1989
suksesi yang sejalan dengan perubahan dalan Prahasta, 2009).
tempat tumbuh. Perubahan tempat tumbuh
sangat bersifat dinamis yang disebabkan
oleh laju pengendapan atau pengikisan.
Daya adaptasi tiap jenis akan menentukan
komposisi jenis tiap zonasi.
Penginderaan jauh adalah ilmu
atau seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah atau fenomena yang
berada di permukaan bumi melalui analisis
data yang diperoleh dengan alat tanpa
kontak langsung dengan obyek atau
fenomena yang dikaji (Lillesand dan
Kiefer, 1990 dalam Widodo, 2004).
Gambar 1. Kerangka Operasional Penelitian
Menurut Howard dalam Soemantri
(2008) interpretasi visual adalah aktifitas
III. METODOLOGI
visual untuk mengkaji gambaran muka
A. Waktu dan Tempat Penelitian
bumi yang tergambar pada citra untuk
Penelitian ini dilakukan pada
tujuan identifikasi objek dan menilai
bulan Mei – Juni 2014 dengan lokasi
maknanya. Kunci interpretasi citra
penelitian adalah Desa Pulau Duyung,
mempunyai 8 (delapan) unsur, yaitu: rona,
Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga.
warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, situs,
asosiasi.
Menurut susilo (2000)
penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove
didasarkan atas dua sifat penting yaitu
bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun
(klorofil) dan mangrove tumbuh di pesisir.
Dua hal ini akan menjadi pertimbangan
penting di dalam mendeteksi mangrove
melalui satelit.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Sisitem Informasi Geografis
merupakan suatu sistem yang digunakan
untuk memasukkan, mengelola, dan
menganalisis data spasial (bereferensi
geografis) untuk menghasilkan suatu
B. Alat dan Bahan Penelitian C. Metode Pengumpulan Data
1. Pengukuran Langsung 1. Sumber Data
Mangrove
Sumber data terbagi menjadi dua
yaitu data primer dan data sekunder. Data
Tabel 1. Alat dan bahan pengukuran
primer diperoleh dari citra Wordview dan
langsung mangrove
Parameter pengukuran langsung ekosistem mangrove
Pengamatan Perairan di lapangan, sementara data sekunder
No.
Mangrove Ekosistem
Mangrove adalah data yang diperoleh peneliti dari
Suhu : Multi litelatur atau sumber yang sudah ada.
1. Roll Meter
Tester
Salinitas : Salt
2. Tali Nylon
Meter 2. Penentuan Stasiun
Substrat :
3. Alat Tulis Penentuan stasiun pengamatan
Sendok semen
pH: Multi mangrove adalah secara purposive
4. Kantong Sampel
Tester
DO : Multi sampling dimana dipilih tiga stasiun
5. Parang
Tester penelitian berdasarkan ketebalan mangrove
yang dapat dilihat pada kenampakan citra
hasil interpretasi visual. Ketiga stasiun
2. Pemetaan Distribusi Mangrove
tersebut dipilih karena diasumsikan telah
mewakili keseluruhan ekosistem mangrove
Tabel 2. Alat dan bahan pemetaan pada wilayah tersebut.
ekosistem mangrove
Alat dan
No. Keterangan
Bahan
Citra
1. Worldview Peta Dasar
2013
Software
2. Er Mapper
Pengolahan Citra
Software
3. Arc View 3.3
Pengolahan Citra
Processor :
Intel(R) Atom
Personal (TM) CPU.N570
4.
Computer -Installed memory
(RAM) :
2.00 GB Gambar 3. Peta Stasiun Pengamatan
5. Kamera Dokumentasi
Koordinat di
6. GPS
lapangan 3. Pengamatan Mangrove
Pengamatan vegetasi mangrove
mengunakan metode transek atau lajur,
panjang transek tergantung pada bentangan
mangrove, kemudian di buat plot transek b. Koreksi Geometrik
yang disesuaikan dengan panjang transek. Data hasil rekaman sensor pada
satelit merupakan representasi dari bentuk
permukaan bumi yang tidak beraturan.
Meskipun kelihatannya merupakan daerah
yang datar, tetapi area yang direkam
sesungguhnya mengandung kesalahan
(distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh
kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu
Gambar 4. Lay Out Transek di Lapangan
sendiri. Koreksi geometrik merupakan
proses yang mutlak dilakukan apabila
Keterangan :
posisi citra akan disesuaikan atau
A = Pengukuran Semai / seedling, ukuran
ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau
plot 1 m x 1 m
citra lainnya yang mempunyai sistem
B = Pengukuran Pancang / sapling, ukuran
proyeksi peta.
plot 5 m x 5 m
C = Pengukuran Pohon / tree, ukuran plot
c. Preprocessing
10 m x 10
Analisis preprocessing dilakukan
untuk mengetahui objek mangrove dengan
D. Metode Pengolahan dan Analisis
Data jelas menyerupai warna asli sesuai keadaan
di lapangan sehingga mempermudah dalam
1. Pengolahan dan Analisis Citra
Satelit melaukan interpretasi visual, delapan kunci
cara interpretasi visual dapat dilihat pada
a. Cropping
Tabel 1. Langkah kerja untuk preprocessing
Cropping atau image cutting
adalah terlebih dahulu membuat citra
merupakan kegiatan memotong citra
komposit warna TCC (True Color
dengan tujuan memilih area yang
Composite) dengan jalan
diinginkan. Kegunaan cropping adalah
mengkombinasikan tiga band, yaitu band 3,
memperkecil ukuran file dari citra sehingga
2, dan 1 dengan urutan filter merah
pemrosesan data menjadi lebih ringan dan
(Red/R), filter hijau (Green/G), dan filter
cepat sesuai dengan kebutuhan data citra
biru (Blue/B). Selanjutnya melakukan
yang akan dianalisa. Kegiatan ini dapat
penajaman menggunakan histogram
dilakukan dengan dua cara yaitu memotong
adjustment di gunakan untuk mengatur
bentuk persegi dan menggunakan region
kecerahan dan kontras, agar memperoleh
sesuai dengan batas vektor yang diinginkan.
kesan citra yang tinggi.
Kemudian dilakukan penajaman
dengan menggunakan high pass filter 3x3
pixel. High pass filter atau filter lolos Banyaknya titik yang diambil pada setiap
tinggi, adalah filter yang menekankan kelas berbeda. Pengambilan titik kelas
frekuensi tinggi untuk menajamkan mangrove lebih banyak dari kelas lainnya
penampilan liner pada citra secara detail. karena objek yang dikaji adalah mangrove
Penajaman ini tujuannya adalah untuk sehingga ketelitian klasifikasi untuk
memperjelas batas antara objek-objek yang mangrove yang lebih dibutuhkan. Titik
berbeda, sehingga meningkatkan jumlah groundcheck pada kelas lain diambil
informasi yang dapat diinterpretasikan sebagai data dalam menetukan tingkat
secara visual pada citra. ketelitian klasifikasi citra untuk
keseluruhan kelas yang dihasilkan terhadap
d. Deliniasi Mangrove data lapangan.
Deliniasi mangrove untuk
membuat cakupan daerah mangrove, f. Perhitungan Luasan Mangrove
dengan bantuan peta topografi yang ada Luasan mangrove dihitung
untuk menghasilkan peta batas mangrove. menggunakan software Arcview 3.3.
Proses deliniasi merupakan pemberian garis Perhitungan didasarkan atas citra hasil
batas atau memberikan simbol pada klasifikasi yang tersimpan dalam bentuk
kenampakan yang sama dengan Grid Data Source. Citra yang masih dalam
membedakan dari kenampakan yang lain. bentuk Grid Data Source diconvert
kedalam format shapefile dan merubah
e. Ground Check proyeksi geografik menjadi proyeksi UTM.
Groundcheck dilakukan dengan Kelas mangrove pada citra akan
mengambil bebrapa titik sampel koordinat membentuk area sehingga perhitungan
pada citra hasil klasifikasi dan dilakukukan luasan mangrove dengan ekstensi X-Tools
pengecekan terhadap titik-titik sampel akan menghitung secara otomatis luasan
tersebut di lapangan. Banyaknya titik mangrove.
groundcheck adalah 20% dari luas
mangrove. Contoh: jika luas mangrove 2. Pengolahan dan Analisis Data
Mangrove
adalah 300 ha, maka banyaknya titik
groundcheck adalah 60 titik, karena 20% Data hasil pengamatan mangrove
dari 300 adalah 60 (DKP, 2011). selanjutnya dianalisa untuk dicari nilai-nilai
Titik groundcheck yang diambil indeks:
adalah titik-titik perbatasan antara setiap
kelas agar mengetahui seberapa tepat hasil
klasifikasi menampilkan batasan kawasan
mangrove terhadap perairan, vegeatasi darat
dan tanah yang ada di Pulau Duyung.
a. Indeks Nilai Penting 1) Tinggi jika H’ > 3
2) Sedang jika 2 < H’ < 3, dan
3) Rendah jika 0 < H’< 2

c. Indeks Keseragaman
Untuk menghitung keseragaman, maka
digunakan indeks keseragaman sebagai
petunjuk pengelolaan data.

Untuk menghitung indeks nilai C = H’ / In S


penting (INP) pada tingkat pohon, pancang Dimana :
dan semai adalah sebagai berikut: C = Indeks Keseragaman
1) Pohon, INP = Kerapatan Relatif H = Indeks Keanekaragaman
+ Frekuensi Relatif + Dominansi S = Jumlah Jenis
Relatif
2) Pancang dan semai, INP = Magurran (1998) dalam Marpaung
Kerapatan Relatif + Frekuensi (2009) mengatakan besaran C <0,3
Relatif menunjukkan kemerataan jenis tergolong
rendah, C = 0,3 - 0,6 menunjukkan
b. Indeks keanekaragaman kemerataan jenis tergolong sedang dan C >
Untuk keanekaragaman, maka 0,6 menunjukkan kemerataan jenis
digunakan indeks keanekaragaman tergolong tinggi.
Shannon-Wiener (1984) dalam Fachrul
(2007) sebagai petunjuk pengolahan data. d. Indeks Dominansi
Indeks Dominansi dihitung dengan
H’ = -  (ni/N) In (ni/N) menggunakan rumus indeks dominansi dari
Simpson (Brower dab Zar, 1989 dalam
Dimana : Talib, 2008) :
H’ = Indeks keanekaragaman D =  (ni/N)2
ni = Jumlah individu/spesies Dimana :
N = Jumlah individu keseluruhan D = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah Individu tiap spesies
Menurut Barbour et al. (1987) N = Jumlah Individu seluruh spesies
dalam Ningsih (2008), tingkat
keanekaragaman vegetasi dapat ditentukan Indeks dominansi berkisar antara 0
berdasarkan nilai indeks keanekaragaman sampai 1, dimana semakin kecil nilai indeks
jenis (H’) dengan kriteria sebagai berikut : dominansi maka menunjukan bahwa tidak
ada spesies yang mendominasi sebaliknya Mapper 6.4. dari tahap koreksi geometrik
semakin besar dominansi maka sampai pada tahap preprocessing, didapati
menunjukan ada spesies tertentu (Odum, peta citra Pulau Duyung seperti pada
1971 dalam Talib, 2008). Gambar 5.

3. Input Data Mangrove

Input data primer hasil dari


pengamatan mangrove secara langsung ke
dalam Arc View yang terdiri dari jenis-jenis
mangrove sejati, Kerapatan, Dominasi
Relatif, Indek Nilai Penting, Indeks
Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan
Indeks Dominansi. Penelitian ini
Gambar 5. Pulau Duyung
memerlukan area yang cukup luas,
sehingga untuk memudahkan dalam
Proses selanjutnya adalah deliniasi
penelitian maka jenis-jenis mangrove di
mangrove. Proses deliniasi merupakan
ambil dari data pengukuran mangrove
pemberian garis batas atau memberikan
secara langsung (survey teresterial).
simbol pada kenampakan yang sama
dengan membedakan dari kenampakan
yang lain. Peta deliniasi mangrove dapat
dilihat pada gambar 6.

Gambar 4. Proses Pengolahan Citra

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 6. Peta Hasil Deliniasi Mangrove

A. Analisis Citra Satelit


Hasil analisis citra satelit
Wordview menggunakan software Er
B. Distribusi Mangrove
1. Groundcheck
Berdasarkan peta deliniasi
mangrove kemudian dilakukan
Groundcheck lihat Lampiran 3 untuk
menguji apakah kawasan mangrove yang
terdapat pada citra sesuai dengan yang ada
di lapangan. Groundcheck dilakukan
dengan mengambil 23 titik sampel Gambar 7. Peta Sebaran dan Luasan
koordinat pada citra hasil klasifikasi yang Mangrove

dianggap telah mewakili luas kawasan


Berdasarkan peta sebaran diatas,
mangrove dan dilakukukan pengecekan 23
kelas mangrove terbagi kedalam 5 area
titik sampel di lapangan, 23 titik sampel
dengan luas total mangrove 116.372 Ha.
koordinat didapat dari 20% luasan
Mangrove tersebar di sisi barat laut, timur
mangrove.
dan selatan pulau duyung, dengan distribusi
Hasil dari groundcheck lapangan,
terluas berada di sebelah barat laut Pulau
seluruh 23 titik groundcheck pada citra
Duyung yaitu Lubuk Tengis.
100% sama dengan hasil lapangan, ini
menunjukkan bahwa kawasan mangrove
C. Struktur Vegetasi Mangrove
yang terdeliniasi pada citra sesuai dengan
Berdasarkan hasil penelitian
yang ada di lapangan.
ditemukan 5 jenis mangrove sejati yaitu
Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora
2. Luasan Mangrove
apiculata, Rhizophora mucronata,
Berdasarkan hasil interpretasi
Rhizophora stylosa, dan Xylocarpus
visual dan uji lapangan, langkah
granatum.
selanjutnya menghitung luas mangrove
Struktur komunitas mangrove di
dengan menggunakan Arcview 3.3. Citra
pulau duyung di setiap stasiunnya
yang telah tersimpan dalam format Grid
berdasarkan hasil perhitungan nilai INP
Data Source, selanjutnya dirubah kedalam
seperti pada tabel Tabel 3.
format shapefile. Data shapefile selanjutnya
dirubah kedalam proyeksi UTM agar bisa
dilakukan perhitungan luas mangrove. Data
shapefile yang ditampilkan yaitu data kelas
mangrove seperti pada Gambar 7.
Tabel 3. Indeks Nilai Penting (i) Pohon, (ii) memiliki nilai INP terbesar pada stasiun 1,
Pancang, (iii) Semai
2 dan 3, yang berturut-turut sebesar 236.87,
(i) Pohon 147.21 dan 268.71. Sedangkan nilai INP
N
Jenis St 1 St 2 St 3 terkecil terjadi pada spesies Xylocarpus
o
Bruguiera granatum sebesar 2.53 pada stasiun 3.
1 - - 5.19
gymnorhiza Nilai INP pada tingkat pancang
Rhizophora
2 63.13 129.70 19.91 berkisar antara 3.57 – 164.17. Spesies
apiculata
Rhizopora Rhizophora mucronata terlihat memiliki
3 236.87 147.21 268.71
mucronata nilai INP terbesar pada stasiun 1, dan 3,
Rhizophora
4 - 23.09 3.66 yang berturut-turut sebesar 102.24 dan
stylosa
Xylocarous 164.17. Rhizophora apiculata memiliki nilai
5 - - 2.53
granatum
INP terbesar pada satsiun 2 sebesar 117.23.

(ii) Pancang Sedangkan nilai INP terkecil terjadi pada


N Jenis St 1 St 2 St 3 spesies Rhizophora stylosa sebesar 13.71
o
pada stasiun 3.
Bruguiera
1 - - 3.57
gymnorhiza Nilai INP pada tingkat pohon
Rhizophora
2 85.33 117.23 26.72 berkisar antara 13.71 – 150.99. Spesies
apiculata
Rhizopora Rhizophora mucronata terlihat memiliki
3 102.24 77.38 164.17
mucronata nilai INP terbesar pada stasiun 1, 2 dan 3,
Rhizophora yang berturut-turut sebesar 146.43, 150.00
4 7.94 5.39 5.54
stylosa
Xylocarous dan 150.99. Sedangkan nilai INP terkecil
5
granatum
4.49 - -
terjadi pada spesies Xylocarpus granatum
sebesar 2.53 pada stasiun 3.
(ii) Semai Berdsarkan nilai-nilai tersebut
N terlihat jelas bahwa jenis Rhizophora
Jenis St 1 St 2 St 3
o
Bruguiera mucronata mendominasi dari seluruh
1 - - -
gymnorhiza stasiun pengamatan pada tingkatan pohon,
Rhizophora
2 26.79 50.00 35.30 pancang maupun semai. Hal ini dapat
apiculata
Rhizopora terjadi diduga karena kondisi pulau kecil
3 146.43 150.00 150.99
mucronata yang kemampuan tangkapan sedimennya
Rhizophora
4 26.79 - 13.71 yang rendah sehingga kandungan unsur
stylosa
Xylocarous hara nya juga rendah mengakibatkan hanya
5
granatum
- - -
spesies Rhizophora mucronata yang
mampu metolerir dan tetap bertahan hidup
Berdasarkan nilai INP pada tingkat dengan karakteristik lokasi seperti itu.
pohon berkisar antara 2.53 – 268.71.
Spesies Rhizophora mucronata terlihat
D. Analisis Indeks pada kedua stasiun tersebut tergolong
Keanekaragaman, Indeks tinggi, sedangkan pada stasiun 3
Keseragaman dan Indeks keseragaman jenis tergolong rendah karena
Dominansi
nilai indeks keseragaman lebih kecil dari
Perhitungan indeks 0.3. Rendahnya tingkat keseragaman pada
stasiun ini diakibatkan oleh
keanekaragaman, indeks keseragaman dan mendominasinya salah satu spesies, selain
indeks dominansi dilakukan untuk itu tidak cocoknya karaketristik lokasi bagi
mengetahui seberapa besar tingkat spesies lain untuk berkembang.
Nilai indeks dominansi pada
keanekaragaman hayati mangrove, seberapa
Stasiun 1 dan Stasiun 3 menunjukkan nilai
besar tingkat kemerataan dari spesies yang mendekati angka 1 dapat diketahui
mangrove dan seberapa besar suatu spesies bahwa pada kedua stasiun ini ada spesies
yang cukup mendominansi, sedangkan pada
mangrove mendominasi suatu wilayah
stasiun 2 nilai nya mendekati angka 0, ini
kajian. berarti tidak terjadi dominansi spesies pada
Hasil perhitungan indeks stasiun 2.
keanekaragaman, keseragaman dan
E. Status Kondisi Ekosistem
dominansi untuk mangrove pada seluruh Mangrove di Pulau Duyung
stasiun dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah
Status kondisi mangrove adalah
ini:
tingkatan kondisi mangrove pada suatu
lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan
(H’), Indeks Keseragaman (C ), mangrove. Kriteria baku kerusakan
dan Indeks Dominansi mangrove ditetapkan berdasarkan
N Stasiun H’ C D
prosentase luas tutupan dan kerapatan
o mangrove yang hidup yang ditetapkan oleh
1 Stasiun 1 0.48 0.693 0.697 Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup tentang Kriteria Baku dan Pedoman
2 Stasiun 2 0.892 0.811 0.44
Penentuan Kerusakan Mangrove No. 201
3 Stasiun 3 0.336 0.209 0.858 Tahun 2014. Status kondisi ekosistem
mangrove di Pulau Duyung pada seluruh
Dari Tabel 4 dapat diketahui stasiun pengamatan dapat dilihat pada tabel
bahwa nilai indeks keanekaragaman di 5.
komunitas mangrove pada seluruh stasiun
berada dalam kisaran 0 – 1. Tabel 5. Status Kondisi Ekosistem
Berdasarkan kriteria dalam Mangrove di Pulau Duyung
Barbour et al. (1987), kisaran nilai ini Kerapatan
menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis N
Stasiun Total Kriteria
di ekosistem mangrove Pulau Duyung o (ind/Ha)
tergolong rendah. Stasiun
Berdasarkan nilai indeks 1 1157 Sedang Baik
1
keseragaman stasiun 1 dan 2 menunjukkan Stasiun
nilai lebih besar dari 0.6, berdasarkan 2 961 Jarang Rusak
2
kriteria dalam Magurran (1998) dalam Stasiun Sangat
Marpaung (2009), nilai ini menunjukkan 3 1622 Baik
3 Padat
bahwa tingkat keseragaman jenis mangrove
pulau kecil rentan terhadap pengaruh dari
Menurut Keputusan Menteri luar, baik yang bersifat alami (badai dan
Negara Lingkungan Hidup (2014),
gelombang besar) maupun akibat kegiatan
mangrove dikatakan padat atau baik nilai
kerapatannya adalah lebih dari 1500 manusia (pengubahsuaian lahan,
Ind/Ha, mangrove dikatakan sedang atau pencemaran) (Bengen, 2004). Selain itu
baik nilai kerapatannya sama dengan atau
jumlah sungai di pulau duyung sedikit
lebih dari 1000 Ind/Ha, sedangkan
mangrove dikatakan jarang atau rusak nilai sehingga tangkapan sedimen sebagai
kerapatannya adalah kecil dari 1000 penyedia unsur hara menjadi rendah yang
Ind/Ha. Berdasarkan tabel diatas dapat
kemudian menyebabkan rendahnya tingkat
diketahui bahwa pada stasiun 1 dan 3 status
kondisi mangrove dalam status baik, keanekaragaman mangrove di pulau
sedangkan pada stasiun 2 status kondisi tersebut.
mangrove dalam keadaan rusak.

V. KESIMPULAN DAN SARAN B. Saran

A. Kesimpulan Perlu dipertahankan kondisi

Berdasarkan hasil interpretasi mangrove di Pulau Duyung mengingat

citra, kelas mangrove terbagi kedalam 5 Pulau Duyung merupakan pulau kecil yang

area dengan luas total mangrove 116.372 rentan terhadap degradasi lingkungan,

Ha. Mangrove tersebar disisi barat laut, sehingga perlu penetapan kawasan

timur dan selatan pulau duyung dengan konservasi melalui penelitian kesesuaian

distribusi terluas berada di sebelah barat kawasan konservasi mangrove di pulau ini.

laut Pulau Duyung.


Hasil penelitian menunjukkan VI. DAFTAR PUSTAKA

bahwa terdapat 5 jenis mangrove sejati Bakosurtanal. 2011. Rancangan Standar


Nasional Indonesia-3, Survey dan
yang terdiri dari: Rhizophora mucronata, Pemetaan Mangrove. Bakosurtanal.
Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Jakarta

Burguiera gimnorrhiza, dan Xylocarpus Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan
granatum. Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Rhizophora mucronata merupakan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
spesies yang paling dominan, dimana Bogor.

spesies ini memiliki nilai INP tertinggi dan Bosire, J.O., F. Dahdouh-Guebas, L.P.
menguasai pada seluruh stasiun Jayatissa, N. Koedam, D. Lo Seen,
D. Nitto. 2005. How Effective were
pengamatan. Mangroves as a Defense Against the
Keanekaragaman mangrove di Recent Tsunami? Current Biology,
15:443-44 7.
pulau duyung tergolong rendah dilihat dari
nilai indeks keanekaragaman yang berkisar
antara 0.336-0.892, ini diduga karena lokasi
penelitian merupakan pulau kecil, dimana
Bowen, J.L., I. Valiela, and J.K. York.
2001. Mangrove Forests: One of the
World's Threatened Major Tropical
Environments. Bio Science,
51:10,807–10,815.

DKP. 2011. Penentuan Titik Groundcheck.


Dinas Kelautan Perikanan.
Kepulauan Riau

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling


Bioekologi, Penerbit Bumi Aksara:
Jakarta

Marpaung, A. 2009. Apa dan Bagaimana


Mempelajari Analisa Vegetasi.
http://boymarpaung.wordpress.com/
2009/04/20/apa-dan-bagaimana
mempelajari analisavegetasi/.
diakses tanggal 8mei 2012 jam
16.26 WIB

Ningsih, S.S. 2008. Inventarisasi Hutan


Mangrove Sebagai Bagian Dari
Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir
Kabupaten Deli Serdang. Tesis.
Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Nontji, A.2007. Laut Nusantara.


Djambatan: Jakarta

Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi


Geografis. Informatika Bandung.
Bandung

Somantri, L. 2008. Pemanfaatan Teknik


Pengindraan Jauh untuk
Mengidentifikasi Kerentangan dan
Risiko Banjir. Jurnal Gea. Jurusan
Pendidikan Geografi, Vol. 8, No.20.

Talib, M. Firly. 2008. Struktur dan Pola


Zonasi (Sebaran) Mangrove serta
Makrozoobenthos yang
Berkoeksistensi, di Desa Tanah
Merah dan Oebelo Kecil Kabupaten
Kupang. Skripsi. IPB. Bogor

Susilo, S. B. 2000. Penginderaan Jauh


Kelautan Terapan. IPB. Bogor

Anda mungkin juga menyukai