Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan penyebab utama kematian di antara semua kelompok umur.


Pada anak-anak, banyak dari kematian ini terjadi pada masa neonatal. Organisasi Kesehatan
Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan
pneumonia, Lebih dari dua juta meninggal setiap tahun diseluruh dunia.1

Risiko terbesar dari kematian akibat pneumonia di masa anak-anak ialah pada masa
neonatal. Setidaknya sepertiga dari 10,8 juta kematian pada anak-anak di seluruh dunia terjadi
pada 28 hari kehidupan, dengan proporsi yang besar diakbiatkan oleh pneumonia. Diperkirakan
bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara 750.000 dan 1,2 juta kematian neonatal per
tahun, terhitung 10% kematian anak secara global, Dari semua kematian neonatal, 96% terjadi
di negara berkembang.2

Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)


yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi
dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah streptococcus
pneumonia (pneumokokus), hemophilus influenza tipe b (Hib) dan staphylococcus aureus.3

kongenital dan neonatal pneumonia sering sulit untuk diidentifikasi dan diobati,
Manifestasi klinis sering tidak spesifik, temuan laboratorium juga memiliki nilai yang terbatas,
dengan upaya untuk mengidentifikasi mikroba tertentu sering tidak berhasil karena kesulitan
dalam pengambilan sampel yang berasal dari intrapulmonal tanpa kontaminasi. Bukti dari hasil
pemeriksaan radiologi dapat di akibatkan non infkesi seperti aspirasi mekonium. Kebanyakan
sistem pertahanan paru-paru pada janin dan neonatal terganggu, termasuk barier non-spesifik
seperti glottis dan pita suara, eskalator cilary, fagosit saluran napas, sekresi antibodi, jaringan
limfoid mukosa, antimikroba protein dan opsonin.2

Proporsi gangguan pernapasan pada neonatal yang disebabkan oleh pneumonia akan
tergantung pada sumber populasi (rumah sakit tersier, rumah sakit kabupaten, atau komunitas),
tahap dalam periode perinatal, usia kehamilan bayi dan ketersediaan fasilitas intensive care
unit. Dari 150 neonatus dengan gangguan pernapasan di rumah sakit di India, sebanyak 103
(68.7%) didiagnosis pneumonia. Berbeda dengan kasus di sebuah rumah sakit pendidikan di
Brasil, sebanyak 318 bayi mengalami gangguan pernapasan dalam 4 hari pertama kehidupan,
sebanyak 31 (9,7%) didapatkan infeksi memlalui pemeriksaan kultur bakteri dan dengan hasil
radiografi dengan tanda pneumonia didapatkan sebanyak 62 (19,5%).4
1
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau sistemik
pada parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering
terjadi karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan dapat mengubah pertukaran
gas dan metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan berkontribusi
terhadap kualitas hidup seseorang. Aspirasi adalah inhalasi dari isi orofaringeal atau gaster ke
laring dan saluran napas bawah. Pneumonia aspirasi adalah suatu akibat pada paru yang
disebabkan oleh inhalasi dari cairan ataupun sekresi endogen ke saluran napas bagian bawah.2

Pada neonatus, agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini
sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban atau jalan lahir,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi. Tanda-tanda klinis dan
radiografi pneumonia pada neonatal dapat non-spesifik. Kegagalan untuk mengobati
pneumonia pada neonatal dapat mengakibatkan kematian, karena itu semua neonatus
menunjukkan tanda-tanda distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus
dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin.4

II. EPIDEMIOLOGI
Infeksi saluran pernapasan bawah pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai bawaan
dan infeksi patogen yang didapat. Kongenital pneumonia biasanya bagian dari infeksi
transplasenta, sedangkan pneumonia neonatal dapat berkembang dari intrauterin atau setelah
proses melahirkan. Pneumonia neonatal dapat diklasifikasikan berdasarkan onset awal dan
akhir. Pada onset awal secara umum adalah presentasi klinis dalam 48 jam pertama sampai
dengan 1 minggu kehidupan, sedangkan onset akhir neonatal pneumonia terjadi pada 3 minggu
berikutnya.2

Intrauterine pneumonia merupakan subkelompok onset awal neonatal pneumonia dan


memiliki hasil yang buruk seperti bayi meninggal setelah lahir, Apgar skor rendah atau distress
pernapasan dan biasanya berhubungan dengan chorioamnionitis ibu. Dari hasil aspirasi cairan
ketuban dalam rahium ibu didapatkan cairan ketuban terinfeksi, atau selama kelahiran neonatus
terkena infeksi.2

2
Studi otopsi neonatal telah menunjukkan bahwa infeksi intrauterin dan onset awal
pneumonia terjadi pada 10-38% dari bayi yang lahir meninggal dan 20-63% dari bayi lahir
hidup yang kemudian meninggal. Penyelidikan awal terhadap penyebab kematian bayi di 48
jam pertama kehidupan ditemukan pneumonia dalam 20-38% kasus, dengan insiden tertinggi
pada kelompok social ekonomi rendah. Berat lahir dan onset usia sangat menentukan risiko
kematian akbiat pneumonia. tingkat kasus kematian yang lebih tinggi untuk bayi berat badan
lahir rendah, infkesi intrauterine dan onset awal pneumonia. Epidemiologi dari postpartum
terutama pada onset akhir pada umumnya cenderung terkait dengan infeksi nosokomial, seperti
bakteri pathogen yang berasal dari chorioamniotitis atau intervensi medis.2
Beberapa studi menunjukkan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus pneumonia yang
diperoleh masyarakat merupakan pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi dianggap sebagai
penyakit yang umum, tetapi tidak ada statistik yang tersedia. Angka kematian/kesakitan
dihubungkan dengan pneumonia aspirasi yang mirip dengan community-acquired Pneumonia
pada kira-kira 1% pasien yang rawat jalan dan meningkat hingga 25% pada pasien yang
diopname. Angka kematian ini cakupannya tergantung pada hadirnya faktor penyulit atau
komplikasi.Di Amerika, pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas adalah sebanyak
1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi nosokomial sebesar 800
pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada
laki-laki dibandingkan perempuan, terutama usia anak atau usia lanjut.

IV ETIOLOGI
Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus
sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan ialah B
streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan yang
bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada bayi berumur 3
minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur prasekolah, virus dan Streptococcus
pneumoniae yang paling dominan menyebabkan pneumonia, sedangkan bakteri lain yang
berpotensi termasuk Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B dan non-
typeable strain, Staphylococcus aureus, dan Moraxella catarrhalis.5

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis yang


disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia
seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia pada saat terkena

3
infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan riwayat imunisasi semuanya
dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada agen yang menginfeksi.6

Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit dengan
Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen patogen.
Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena Streptococcus
pneumoniae, sedangkan bakteri atipikal pneumoniae seperti Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing 14% dan 9%, Sedangkan virus
didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat memiliki penyakit virus dan bakteri
bersamaan akut. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa suhu yang tinggi (38,4 ° C) dalam
waktu 72 jam dan adanya efusi pleura secara bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri.6

Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab terhadap
terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis neonatorum
dini. Hal ini tidak mengherankan mengingat peran dari genitourinari ibu dan flora saluran
pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan infeksi pada neonatus. Infeksi oleh
kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes, atau gram negatif batang (misalnya,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) merupakan penyebab umum pneumonia bakteri.
Agen patogen ini dapat diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau
melalui kontak pascakelahiran dengan orang lain atau peralatan yang terkontaminasi.6

Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan pada
tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam mengurangi
infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E coli telah menjadi
yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau kurang, lain organisme
bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae (NTHI), Basil Gram negative,
enterococci, dan Staphylococcus aureus.6

Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan ke janin dalam rahim,
biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi kongenital
kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba), Toxoplasma gondii,
dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan. Gambaran
klinis biasanya melibatkan sistem organ lain.6
Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada
bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi adalah
respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam melindungi

4
bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak mendapatkan cukup
imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat rentan untuk mendapatkan infeksi.6

V. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari aspirasi pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber


material asing yang teraspirasi. Pada manusia, aspirasi materi dengan pH ≤ 2,5 dianggap asam
(acid). Seperti materi penyebab pneumonitis kimia berat dengan trauma langsung pada
membran kapiler alveolar. Reaksi perdarahan, granulositik, dan nekrotisasi biasanya akan
mengikuti. Efek dari inisiasi trauma dapat terjadi dalam hitungan menit sampai jam, dan
mungkin berhubungan dengan penutupan refleks saluran napas, kerusakan dari surfaktan akan
mengakibatkan atelektasis, eksudasi dari cairan dan protein akan merusak membran interstisial
dan edema alveolar, perdarahan alveolar, dan konsolidasi.6
Aspirasi dengan pH ≥ 2,5 disebut non-acid. Ini mungkin berasal dari orofaring atau dari
gaster pasien dengan H2 blocker atau proton-pump inhibitor. Respon awal sama dengan trauma
asam, tanpa penurunan infiltrasi netrofil alveolar dan nekrosis. Perluasan kerusakan paru pada
aspirasi non-acid bervariasi tergantung kepada komposisi yang teraspirasi. Aspirasi cairan
bersih akan lebih cepat sembuh daripada aspirasi partikel makanan yang akan menghasilkan
respon patologi. Aspirasi berulang akan menghasilkan gambaran radiografi formasi granuloma
yang mirip dengan tuberkulosis milier.6
Banyak peneliti setuju bahwa infeksi mengambil sebagian kecil inisiasi komplikasi
paru yang dihasilkan dari aspirasi. Bakteri patogen dari orofaring mungkin bersamaan masuk
dengan materi asing akan menghasilkan inokulasi langsung pada jaringan paru. Aspirasi materi
asam, yang melukai paru sangat menguntungkan dan memungkinkan terjadinya infeksi
sekunder bakteri yang akan terjadi lebih dari setengah kasus. 6
Pada kasus yang berkembang menjadi infeksi, ada dua pola yang mungkin terjadi.
Nekrotisasi lokal bakteri pneumonia, abses, atauu empiema mungkin menjadi infeksi inokulum
yang berat. Meskipun beberapa pendapat, organisme anaerob, baik infeksi tunggal ataupun
berkolaborasi edngan bakteri aeroba lainnya adalah penyebab pada sebagian kasus. Pola kedua
dari infeksi adalah yang mengikuti aspirasi dalam jumlah besar, seperti tipe acid. Baketeri
aerob lebih sering menginfeksi pada kasus ini. 6
Aspirasi menurut inokulum dapat diklasifikasikan menjadi: 6
a. Aspirasi cairan toksik-pneumonitis kimia, seperti: asam, hidrokarbon, mineral oil, dll.

5
b. Aspirasi bakteri patogen
c. Subtansi yang tidak bereaksi (bisa menyebabkan obstruksi), seperti: cairan
A. Aspirasi Cairan Toksik
Cairan yang masuk ke saluran napas bawah dapat menginisiasi reaksi inflamasi yang
tidak tergantungkepada infeksi bakteri, contoh: aspirasi cairan asam, hidrokarbon, dll.
Aspirasi asam lambung adalah yang paling sering terjadi dan diteliti. Ini juga biasa
dikenal dengan Mendelson Syndrome. Pada pasien yang teraspirasi cairan lambung
akan tiba-tiba mengalami acute respiratory distress. Pasien yang teraspirasi partikel
makanan akan mengalami reaksi obstruksi akut. Pada pasien ini dapat terjadi
bronkospasme yang akan mirip dengan serangan asma. 7
Pada Mendelson Syndrome akan menyebabkan reaksi inflamasi pada parenkim. Ini
terjadi pada pasien dengan masalah sistem saraf pusat, trauma kepala, intoksikasi obat.
Aspirasi cairan dengan pH ≤ 2,5 lebih besar 0,3mL/kgBB akan mempunyai potensi
yang besar menybabkan pnemonia kimia. Ini akan melepaskan sitokin, terutama Tumor
Necrosis Factor (TNF)-α dan interleukin (IL)-8. 7
B. Aspirasi Bakteri Patogen
Pneumonia aspirasi berkembang sesudah inhalasi dari materi kolonisasi orofaringeal.
Mekanisme pertama yang terjadi adalah aspirasi dari sekresi orofaring yang membuat
bakteri dapat masuk ke dalam paru. Haemophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae berkolonisasi di nasofaring atau orofaring sebelum teraspirasi dan
menyebabkan Community Acquired Pneumonia. Istilah “Pneumonia aspirasi” mengacu
secara khusus kepada perkembangan dari bukti infiltrat secara radiografik pada pasien
yang berisiko aspirasi orofaringeal. Kurang lebih sebagian dari orang sehat
mengaspirasi dalam jumah sedikit sekresi dari orofarinegeal selama tidur. Risiko
virulensi bakteri yang rendah pada sekresi faring normal, bekerja sama dengan batuk,
transportasi siliar yang aktif, dan mekanisme imun selular dan humoral, menghasilkan
pembersihan dari materi infeksi tanpa menyebabkan gejala. Jika mekanisme ini,
mekanisme humoral, mekanisme seluler rusak atau jika teraspirasi dalam jumlah yang
banyak, dapat menyebabkan pneumonia. 6
Pasien dengan pneumonia aspirasi biasanya akan dimulai dengan demam dan sputum
yang purulen. Infeksi pada hari ke-8 sampai ke-14 pada kasus ini akan mengakibatkan
nekrosis jaringan dengan pembentukan abses atau perlebaran ruang pleura. 8
Aspirasi pada kasus ini bisa berasal dari sekeresi orofaringeal, terutama saliva yang
berisi bakteri yang berasal dari lidah, gingiva, mukosa bukal, dan faring. Kadang

6
aspirasi gaster yang diikuti dengan bakteri juga bisa mengakibatkan pneumonia
aspirasi. Pada pasien dengan kebersihan oral yang buruk sering menyebabkan infeksi
oleh bakteri anaerob. 8
C. Aspirasi dari Substansi Inert
Pasien bisa teraspirasi material yang tidak toksik untuk paru tetapi dapat menyebabkan
komplikasi oleh obstruksi mekanik akibat mekanisme refleks. 8
 Cairan
Cairan tidak akan menghasilkan lesi paru yang khusus, seperti: air, isi gaster yang
ternetralisasi. Aspirasi dalam jumlah besar pada cairan nontoksik akan membuat
sufokasi tiba-tiba melalui mekanisme obstruksi. 8
 Partikel Padat
Ini sering terjadi pada anak-anak 1-3 tahun. Objek yang kecil akan menyebabkan
obstruksi parsial. Ketika bronkusutama yang terobstruksi, maka akan terjadi obstruksi
total. 8

VI. MANIFESTASI KLINIS


Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir, dengan
gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi dada, batuk
dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari
sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hampir sama, dan
keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda
yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada
(36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-
40%), dan batuk (30-84%).2
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi,
iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik.
Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan
kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk
dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada
pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki,
radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada
neonatus tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice,
muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.7

7
VII. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Penulusuran awal pneumonia aspirasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang detail dari
gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Orang tua ataupun pengasuh anak harus ditanyakan tentang
waktu dari gejalanya, yang berhubungan dengan makanan, perubahan posisi, hipersalivasi,
tersedak, muntah, atau rasa tidak nyaman pada ulu hati (epigastium) pada anak yang lebih
besar, dan gejala batuk malam ataupun wheezing. Batuk ataupun tersedak minimal atau pun
tidak ada pada anak dengan refleks batuk dan tersedak yang menurun. Observasi terhadap
makan anak penting dilakukan apabila diduga adanya aspirasi rekuren yang terjadi pada anak.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap reflux nasopharygeal. Kesulitan terhadap
menghisap atau menelan, dan berhubungan dengan batuk dan tersedak. Lakukan pula inspeksi
terhadap kavum oral untuk kelainan yang mencolok atau tampak jelas pada mulut dan
menstimulasi untuk mengeluarkan gag reflex. Hipersalivasi atau akumulasi yang banyak dari
sekresi di mulut kemungkinan sugestif disfagia. Dan pada auskultasi pada paru akan trdapat
wheezing transien atau crackles setelah makan, khususnya tergantung pada segmen paru.
2. Pemeriksaan fisik
Pada aspirasi karena benda asing, pemeriksaan fisik yang dapat mengidentifikasi aspirasi
adalah bervariasi dan tergantung pada lokasi dan derajat lumen obstruksi dari benda asing
tersebut. Anak mungkin akan diam dan merasa nyaman atau menunjukkan tanda-tanda
respiratory distress syndrome yang bervariasi mulai dari takipnea ringan sampai ke stridor berat
dengan retraksi dan sianosis. Penemuan klasik dari aspirasi benda asing terdiri dari suara nafas
menurun pada unilateral sebagai akibat dari kurangnya aliran udara yang masuk ke paru dan
ronki unilateral yang dikarenakan sumbatan parsial pada bronkus. Trias klinis mulai dari
wheezing, batuk, dan berkurangnya atau bahkan tidak ada suara nafas terdapat pada hanya +
40% dari pasien. Meskipun 75 % hanya terdapat satu atau lebih dari temuan fisik tersebut.
Perubahan yang cepat pada saluran pernafasan dapat terjadi akibat terjadinya edema atau
perubahan lokasi dari benda asing. Benda asing pada trakea khususnya dalam hal ini berbahaya,
dengan berubahnya periode antara normal dan obstruksi berat akibat efek ball-valving.
Penemuan pada pemeriksaan fisik akan membantu untuk mengetahui lokasi dari letak aspirasi
benda asing tersebut. Jika terdapat obstruksi yang signifikan ke aliran udara dimana tempat
benda asing berada di laring atau trekea bagian atas maka menghasilkan avonia atau hoarsenes

8
with inspiratory atau bifasik stridor. Wheezing yang memanjang pada fase expirasi adalah
sugestif dari intratorak trakea atau obstrusksi bronkus.
Diagnosis dari pasien ini adalah adanya bukti radiografik. Pada gambaran ditemukan infiltrat
khas bronkopulmoner segmen. Pada pasien yang teraspirasi saat posisiberbaring , bagian yang
terkena adala segmen posterior dari lobus atas dan segmen apeks dari lobus bawah. Pada pasien
yang teraspirasi pada posisi tegak atau setengah berbaring, segmen basal dari lobus bawah yang
biasa terkena.
3. Pemeriksaan penunjang

Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan.


Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan agen pathogen yang
menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk yang sering disebabkan oleh bakteri
anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi penyebab infeksi. Kultur jamur, virus, dan
urealyticum merupakan tes yang lainnya yang dapat dilakukan tetapi harus didasarkan pada
gejala klinis yang ada.2

Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan dada
radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis pneumonia neonatal.
Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal kondisi neonatus dan untuk
menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau perkembangan penyakit dan efek dari
tindakan terapi intervensi. Radiografi thorax konvensional tetap menjadi diagnosis andalan
pada neonatus dengan gejala distress pernapasan. Pada neonatus, radiografi thorax sebagian
besar dilakukan dengan posisi supine dan dalam proyeksi anteroposterior.9

Pada pneumonia didapatkan Perbercakan dengan pola garis di perihilar yang dapat
menyerupai TTN, Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat
menyerupai HMD dengan penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD harus
dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya. Efusi pleura pada 25% kasus.7

9
Neonatal pneumonia.Bercak konsolidasi diseuluruh kedua lapangan paru

Pada kebanyakan kasus pneumonia, perbercakan asimetris dan hiperaerasi dapat terlihat.

10
Perbercakan retikulogranular seperti pada HMD dapat terlihat, terutama pada pneumonia
akibat S.pneumoniae grup B.

Konsolidasi pada lobus superior kiri paru akibat S. pneumonia.

11
Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B. seorang bayi umur 2 hari, tampak bayangan
infiltrat yang luas pada kedua paru terutama pada paru kiri dan efusi pleura pada paru kiri.
Mediastinum terdiring ke sisi kanan.

Pneumonia aspirasi. Tampak granular kasar dengan aerasi tidak teratur dari aspirasi bahan
yang terkandung dalam cairan ketuban, seperti verniks kaseosa, sel-sel epitel, dan mekonium.

12
Pneumotoraks sisi kiri. Merupakan Komplikasi dari pneumonia neonatal. Perhatikan
ruang lobus atas terdapat bayangan udara pada kedua sisi paru.

Bayi baru lahir segera setelah lahir dengan sianosis dan gangguan pernapasan dan menjalani
operasi untuk penyakit jantung bawaan. Terdapat bayangan udara sebelum operasi, yang
diinterpretasikan sebagai edema paru. Namun, setelah operasi, dengan tindakan aspirasi
bronkial didapatkan Staphylococcus aureus.

13
Pneumonia pada paru kiri lobus atas: Pada hemidiaphragm kiri terlihat
menunjukkan keadaan patologi. Pada foto lateral, didapatkan kekeruhan yang luas pada pada
bagian anterior ke fissure obliq pada atas lobus.

Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas, Banyak
hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal. Ada beberapa
tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai tanda “ground-glass
appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak spesifik ditemukan pada proses
hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat memberikan gambaran serupa.10
Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai komplikasi
antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari paru-paru terlibat.
Densitas yang merata di bada bagian basa di kedua paru terutama paru kanan menunjukkan
aspirasi postnatal.10

Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan napas


parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi. Tanda air bronchogram
biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak spesifik dan mungkin
berkaitan perdarahan paru atau edema. Kehadiran pneumatoceles terkait dengan efusi pleura
menunjukkan proses infeksi pneumonia.10
Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di otopsi dengan
parau-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum diidentifikasi adalah densitas alveolar
bilateral (77%). Dari pasien ini, sepertiga memiliki karakteristik yang luas, perubahan densitas
alveolar dengan air bronchograms yang banyak. Kehadiran efusi pleura pada penyakit
membran hialin dan transien takipnea yang menetap selama 1-2 hari merupakan tanda yang

14
sangat membantu membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal. Perubahan radiografi yang
didapat dapat membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal, terutama jika informasi ini
berkorelasi dengan gambaran klinis.10
CT scan dapat membantu meninykirkan kemungkinan tumor, kelainan pembuluh
darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.

CT scan axial menggambarkan bayanngan udara ruang yang luas pada kedua paru dan
konsolidasi pada basal paru yang berhubungan dengan air bronchogram yang berasal dari
pneumonia neonatal.6

Ultrasonography merupakan pemeriksaan radiografi yang berguna dalam keadaan


tertentu. Ultrasonography sangat berguna untuk mengidentifikasi dan melokalisasi cairan
dalam ruang pleura dan perikardial. Ultrasonography merupkana teknik noninvasif yang cocok
untuk neonatus. Ultrasonography memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi efusi
pleura dan mendeteksi konsolidasi di basis paru-paru. Tidak ada radiasi yang terlibat dan
prosedur dapat diulang berkali-kali.10

VIII. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS


Diagnosis differensial dari patologi paru berdasarkan volume dan densitas paru.11

15
Foto thorax normal anak usia 2 hari11

A B

Aspirasi Meconium. a Tampak corakan kasar, globular, glabulated pada seluruh lapangan
paru. Volume paru meningkat. b hyperexpansion dan corakan kasar diseluruh lapangan paru.
Jantung tampak membesr (meskipun tidak dalam kasus ini)11

16
A B

Transient tachypnea of the newborn. a Bayi baru lahir dengan section tampak bayangan
“strand-like” yang luas pada bagian hilus pada kedua paru. Volume paru meningkat. b
Tampak cairan pada fissure mayor (panah hitam)

A B

Hyaline membrane disease. a Pada bayi premature diteumkan tanda “ground-glass


appearance” pada kedua paru. Volume paru normal. Tampak endotracheal tube dalam carina.
b Tampak tanda granular yang disebabkan oleh atelectatic surfactant-deficient alveoli
(terminal air sacs)

17
A B

Hyaline membrane disease. (A) Bayi umur 1 hari, tampak bayangan reticulonodular dengan
prominent air bronchogram. (B) Bayi umur 3 hari, tampak opasifikasi paru dengan kontur
jantung dan diafragma yang menghilang.

IX. PENGOBATAN

WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam


minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah
dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti
benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin.
Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin
atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin.2

Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali gentamicin
dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb, sedangkan pada bayi > 2
kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan. Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat
< 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon
terhadap pemberian antibiok lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti
antibiotic dengan generasi ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang
tidak premature dan level obat dapat di monitor.2

Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics dan
ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika
penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg,

18
untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-amoxiclav 40
mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau
erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin.12
Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia dan
mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan diberikan peroral. Jika
pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan co-trimoxazole 18–27
mg/kg/hr.13
Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan
gangguan pernapasan, hipoksemia, dan hiperkarbia. Mendengus, melebar, tachypnea parah,
dan retraksi harus meminta dukungan pernapasan langsung. Anak-anak yang berada dalam
kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika mereka tidak mampu
untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan tingkat kesadaran.14

Amoksisilin digunakan sebagai agen lini pertama untuk anak-anak dengan pneumonia
komunitas tanpa komplikasi, Generasi kedua atau ketiga dari sefalosporin dan antibiotik
macrolide seperti azitromisin merupakan alternatif yang bisa diterima. Pada pasien rawat inap
biasanya diobati generasi sefalosporin intravena, dan seringkali dikombinasikan dengan
macrolide.14

Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko tinggi
dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes Simplex diobati
dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti yang disebabkan oleh
Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan amfoterisin B atau vorikonazol.14

Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang
diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri pathogen
invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga diberikan pada bayi
dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di rumah sakit dengan riwayat
imunisasi yang tidak lengkap.15

X. PERAWATAN SUPPORTIF

Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir
yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan oksigen,
deteksi dan pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan pengobatan

19
hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui
nasogastrik. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada kontraindikasi yang
pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi aspirasi. Pemberian
intravena yang mengandung garam isotonik dengan dextrose 5-10% yang lebih sedikit
dibanding dosis maintenance merupakan rekomendasi, disebabkan karena ekskresi air cairan
bebas bebas menurun pada bayi dengan infeksi pneumonia akut.2

XI. PENCEGAHAN

Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal membutuhkan intervensi


di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan primer,
kabupaten dan rumah sakit tersier.2
Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia neonatal
meliputi: (1) manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban (2) Inisiasi menyusi dini dan
pemberian ASI eksklusif, dan (3) Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan
intensif di mana akibat infeksi yang umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E.
coli, Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif dan S.
aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers, ventilator
tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya stetoskop) dan sarung tangan tangan
merupakan awal terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan adalah hal yang paling
sederhanadan dan paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi
dan pembersihan peralatan yang terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial.2
Selain menghindari kontak menular, vaksinasi merupakan adalah modus utama
pencegahan. Sejak diperkenalkannya vaksin HIB terkonjugasi, tingkat pneumonia HIB telah
menurun secara signifikan. Namun, diagnosis masih harus dipertimbangkan pada orang yang
tidak divaksinasi, termasuk yang pada umur yang lebih muda dari 2 bulan, yang belum
menerima suntikan pertama mereka.14
Bayi yang berisiko tinggi seperti bayi prematur dan bayi yang baru lahir dengan
penyakit jantung bawaan, pemberian profilaksis RSV intramuskular bulanan palivizumab
dengan dosis 15 mg / kg volume 1 mL maksimum per injeksi, merupakan rekomendasi.14

20
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap : By. Nazam


Tempat dan Tanggal Lahir : Praya, 9 April 2015
Umur : 15 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Tangar-Jerowaru
Status dalam keluarga : Anak Kandung
Nomor Rekam Medis : 824091
Ibu Ayah
Nama Ibu H Bapak H
Umur 28Tahun 29Tahun
Pendidikan SMP SD
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Tani

Masuk RS tanggal : 17 April 2015

Diagnosis masuk RS : Ikterus Kremer II + ISPA

HETEROANAMNESIS (Tanggal 23 April 2015, Heteroanamnesis dari ibu pasien)

 Keluhan Utama MRS : wajah dan kuku jari tangan kaki biru + sesak
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Praya Pk 17.00 dikeluhkan wajah dan jari tangan
kaki kebiruan sejak siang sebelum MRS. Keadaan ini muncul tiba-tiba yang diawali
dengan bayi sesak nafas.. Sesak napas disertai dengan bunyi ngik. Sesak tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi, cuaca, dan makanan. Bayi terlihat lemas sejak
mengalami sesak tersebut. Bayi juga dikeluhkan kuning pada wajah dan dada sejak 2
hari sebelum MRS.
Pasien juga dikeluhkan demam yang terus-menerus sejak 2 hari sebelum MRS.
Demam tanpa disertai kejang dan menggigil. Selain demam, bayi juga dikeluhkan batuk
tanpa dahak dan pilek . Pilek berupa lendir berwarna putih dan encer.

21
Menurut penuturan ibu pasien, anaknya tidak mencret, buang air besar normal,
frekuensi 1 kali sehari, darah (-). Buang air kecil lancar dan normal, frekuensi 3-4 kali
sehari, warna kuning jernih, darah (-). Bayi keinginan untuk minum ASI menurun
semenjak sakit dan sebelum MRS, ibu mengaku bayi tidak mau menetek.

 Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa. Namun menurut
penuturan ibu, kakak bayi (anak keduanya) sempat demam 5 hari yang lalu.
- Tidak ada keluarga pasien yang mengalami batuk lama> 2 minggu atau dalam
pengobatan selama 6 bulan.
- Riwayat asma tidak ada.
- Riwayat sakit jantung tidak ada

 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Imunisasi


Selama kehamilan, ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC)
sebanyak > 7 kali. Ibu pasien melakukan ANC baik di posyandu ataupun puskesmas. Saat
kehamilan, ibu pasien tidak pernah mengalami demam, batuk, sesak, ataupun sakit lain.
Riwayat minum obat atau jamu-jamuan selama hamil disangkal. Ibu pasien rutin meminum
obat penambah darah yang diberikan oleh posyandu. Saat mengandung pasien, itu
merupakan kehamilan keempat.
Pasien merupakan anak keempat, lahir spontan di puskesmas, ditolong bidan, lahir
cukup bulan dan langsung menangis, berat badan lahir 3.300 gram dan panjang badan lahir
tidak dilakukan pengukuran, riwayat biru (-), riwayat kuning(-). Ini merupakan persalinan
keempat ibu, yang pertama lahir laki-laki namun meninggal pada umur 4 hari, kehamilan
kedua lahir perempuan sekarang umur 8 tahun, kehamilan ketiga lahir perempuan sekarang
berumur 4 tahun, dan pasien merupakan anak kehamilan keempatnya. Menurut ibu pasien,
si anak sudah mendapatkan imunisasi pertamanya saat baru lahir.

 Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Keluarga pasien termasuk sosial ekonomi rendah, bapak pasien bekerja sebagai tani dan
ibu pasien bekerja sebagai IRT. Penghasilan bapak pasien sekitar Rp 750.000, 00 per bulan.
Pasien tinggal dalam satu rumah bersama kedua orangtua dan 2 saudara kandung pasien.
Sumber air berasal dari sumur yang berada sekitar 1 meter dari rumah pasien, ventilasi

22
cukup, cahaya dapat menembus ke dalam rumah, dan memasak menggunakan kompor gas.
Tidak ada yang merokok diantara anggota keluarga.

PEMERIKSAAN FISIK (23 April 2015)

Status Present

ATR : cukup

Tangis : baik

HR : 110 x/menit, isi cukup dan kuat angkat, irama teratur

Pernapasan : 60 x/menit, teratur tipe abdominaltorakal

Temperature : 37,4 oC

SPO2 : 97% dengan O2 1 lpm


CRT : < 3 detik

Berat badan lahir : 3300kg


Berat badan sekarang : 4200 kg
Panjang Badan : 57 cm
Lingkar kepala : 34 cm (Normochepali)
Status General :

Kepala dan Leher


1. Kepala
Bentuk : normochepali.
2. Rambut : hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut

3. Mata
a. Palpebra kanan dan kiri tampak normal
b. Konjungtiva kanan dan kiri tidak tampak anemis
c. Sklera kanan dan kiri tidak tampak ikterik
d. Pupil kanan dan kiri isokor
e. Refleks pupil kanan dan kiri normal : Refleks cahaya langsung +|+ dan Refleks
cahaya tidak langsung +|+
f. Kornea tampak jernih

23
g. Eksoftalmus (-), enoftalmus (-), strabismus (-)
4. Telinga
a. Bentuk: telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitas
b. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
5. Hidung
a. Bentuk : hidung tampak simetris
b. Pernafasan cuping hidung: tidak ada
c. Tampak sedikit sekret pada lubang hidung kanan dan kiri
6. Tenggorokan
a. Faring : normal, tidak hiperemis
b. Tonsil : normal, tidak ada pembengkakan tonsil (T1)
7. Mulut
a. Bibir: mukosa bibir berwarna kemerahan dan basah, bibir sianosis (-),
stomatitis angularis (-), candidiasis oral (+)
b. Lidah : atrofi papil lidah (-)
8. Leher
Massa (-), Pembesaran KGB superficial leher bagian servikal, mastoideal dan
parotideal (-), pembesaran KGB Supraklavikula.

Thoraks
A. Pulmo
1. Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan kiri, tampak
retraksi subcostal (+), retraksi intercosta (+), retraksi suprasternal (-)
2. Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak ada ketertingaalan gerak
3. Perkusi: tidak dievaluasi
4. Auskultasi :Pulmo: suara bronkovesikuler dikedua lapang paru, terdapat rhonki
basah kasar di kedua lapang paru, terdapat wheezing di kedua lapang paru.
B. Cor
a. Inspeksi: Pulsasi iktus kordis tidak tampak
b. Auskultasi Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen
1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya masa, tali pusat basah
2. Auskultasi: Bising usus normal

24
3. Perkusi: tidak dievaluasi
4. Palpasi: tidak teraba massa, turgor normal
Kulit
Ikterus (+) kremer III, ruam (-)

Urogenital

Kelamin (+), anus (+)

Vertebrae

Tidak tampak kelainan

Ekstremitas
Tungkai Atas Tungkai Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat + + + +

Edema - - - -

Pucat - - - -

Sianosis - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Pembengkakan - - - -
Sendi

RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Praya Pk 17.00 dikeluhkan wajah dan jari tangan kaki
kebiruan sejak siang sebelum MRS. Keadaan ini muncul tiba-tiba yang diawali dengan bayi
sesak nafas.. Sesak napas disertai dengan bunyi ngik. Sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi, cuaca, dan makanan. Bayi terlihat lemas sejak mengalami sesak tersebut. Bayi juga
dikeluhkan kuning pada wajah dan dada sejak 2 hari sebelum MRS.

25
Pasien juga dikeluhkan demam yang terus-menerus sejak 2 hari sebelum MRS. Demam
tanpa disertai kejang dan menggigil. Selain demam, bayi juga dikeluhkan batuk tanpa dahak
dan pilek . Pilek berupa lendir berwarna putih dan encer.
Menurut penuturan ibu pasien, anaknya tidak mencret, buang air besar normal, frekuensi
1 kali sehari, darah (-). Buang air kecil lancar dan normal, frekuensi 3-4 kali sehari, warna
kuning jernih, darah (-). Bayi keinginan untuk minum ASI menurun semenjak sakit dan
sebelum MRS, ibu mengaku bayi tidak mau menetek.
ATR: cukup, tangis: baik, HR : 110 x/menit, isi cukup dan kuat angkat, irama teratur,
pernapasan: 60 x/menit, teratur tipe abdominaltorakal, temperature: 37,4 oC, SPO2: 97%
dengan O2 1 lpm, CRT: < 3 detik, berat badan lahir: 3300kg, berat badan sekarang: 4200 kg,
panjang Badan : 57 cm, lingkar kepala: 34 cm (Normochepali). Pemeriksaan fisik thorak
didapatkan Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan kiri, tampak
retraksi subcostal (+), retraksi intercosta (+), retraksi suprasternal (-), palpasi: pergerakan
dinding dada simetris, tidak ada ketertingaalan gerak, perkusi: tidak dievaluasi, auskultasi
:Pulmo: suara bronkovesikuler dikedua lapang paru, terdapat rhonki basah kasar di kedua
lapang paru, terdapat wheezing di kedua lapang paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium

Darah Lengkap

Parameter 17/04/2015
HGB 15,5 g/dl
RBC 4,69 x 106/uL
HCT 46,8 %
MCV 99,8 fL
MCH 33,0 pg
MCHC 33,1 g/dl
WBC 14,6 x 103/uL
PLT 253 x 103/uL

26
Kimia Klinik

Parameter 23/04/2015
Glukosa 116 mg/dl
Bilirubin Direct 0,69 mg/dl
Bilirubin Total 19,69 mg/dl

Pemeriksaan Foto Thorak

Deskripsi Hasil Rontgen Thoraks


Proyeksi AP, kondisi foto cukup, inspirasi cukup

- Soft tissue : edema (-/-), udara subcutis (-/-), massa (-/-)


- Tulang : fraktur costa dan clavicula (-/-), pelebaran sela iga (-/-)
- Pleura : Sudut costophrenicus lancip, efusi (-/-)
- Parenkim paru : Corakan bronkovaskular meningkat (-/-), infiltrat parahiller (-/-), air
traping (-/-), kekeruhan pada lapang paru kanan atas
- Jantung : Aortic knob tidak menonjol, pinggang jantung ada, apex menghadap
kebawah, CTR : < 50 %

27
DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia Aspirasi dd efusi pleura
Hiperbilirubinemia

RENCANA AWAL
Planning terapi :
 O2 1 lpm (nasal kanul)
 IVFD D10% 504cc/hari (20 tpm micro)
 Inj. Ampicillin (50 mg/kgBB/pemberian) : 3 x 200 mg
 Inj. Amikasin (5 mg/hari) : 1 x 25 mg
 Benutrion 42 cc/hari
 Sanmol drop 3 x 0,5 cc jika demam
 Ambroxol drop 3 x 0,3 cc
 Fototerapi
Planning Monitoring
 Observasi Keadaan Umum, vital sign, urin output
Planning diagnostik :
 Foto thorak evaluasi ap/lat

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Curnow B. (2011). Epidemiologi pneumonia. Available in: www.news-


medical.net/health/pneumonia-epidemiologi(Indonesia).aspx. Available at 25 april 2015
2. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews.
Australia: Elsevier. 2007. p195-203
3. Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran napas. Pneumonia pada anak, orang
dewasa, usia lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka obor populer. Hal 26-30
4. Hardy M, Boynes S. (2003). Respiratory and cardiovascular pathology. Paediatric
Radiography. UK: Blackwell. P105
5. Shah S, Sharieff GQ. (2007). Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric
Respiratory Infections. USA: Elsevier. p961–979
6. Bennet JN, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. Medscape. Feb 2013. URL:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b4aa
7. Soetikno DR. (2011). Pneumonia neonatus. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi
Emergency. Bandung; Rafika Aditama. P260-262
8. Holmes JE, Misra RR. (2004). Pneumonia. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge
University press, USA: Greenwich Medical Media Ltd. P53
9. Khan NA, Irion LK, Mohammed ES. Neonatal Pneumonia Imaging. Medscape. Okt 2011.
URL: http://emedicine.medscape.com/article/412059-overview
10. Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. (2004). Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children. Am Fam Physician. 1(7):899-908
11. Heller OJ. Slovis LT. Hoshi Aparana.(2005). The Chest in the Neonate and Young Infant.
Pediatric Radiology. New York. Springer. 3rd. p64-94
12. Sutton D. The Pediatric Chest. (2003). Textbook of Radiology and Imaging. UK. Elsevier.
7th ed. P247-264.
13. Stack C, Dobbs P. (2003). Pneumonia. Essentials of Pediatrics Intensive Care. New York.
Greenwich. p11.80-81
14. Bannet NJ, Domachowske J. Pediatric Pneumonia Treatment & Management. Feb 2013.
URL: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview
15. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et al: The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society
of America. Oxfordjournal. Aug 2011. URL: cid.oxfordjournal.org

29

Anda mungkin juga menyukai