DOSEN:
DEPRIZON, MPd.I
DISUSUN OLEH:
PEKANBARU 2018
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................6
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini
kemudian secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia
keimanan Islam. Tapi tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh
doktrin-doktrin suci Islam dan kemudian secara spektakuler melahirkan
filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini
juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan) dalam
penafsiran Islam.
1
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul
yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di
alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.
B. Rumusan Masalah
3. siapa iu tuhan ?
C. Tujuan Penulisan
4. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2
3
BAB II
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitive telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh
pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia),tuah(Melayu), dan diindera dengan pancaindra. Oleh
karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat
diindera,tetap ia dapat di rasakan.
b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyaraka primitive juga
mempercayai adanya roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda
baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitive, roh dipercayai sebagai sesuatu
yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Roh diaggap sebagai sesuatu yang
telah, mempunyai ras senang, rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai
kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut
kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut,
manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian berdasarkan petuah dukun
adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
c. Politheisme
Kepercayaan dinamisme dan animism lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh
1
yang lebih dari yang lain, kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas
dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertaggung
jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, dan ada yang
membidangi angin, dan lain sebagainya.
d. Henotheisme
Politheisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui. Diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-
kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitive
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui Tuhan (ilaah) bangsa lain.
Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henotheisme.
e. Monotheisme
Kepercayaan dalam bentuk henotheisme melangkah menjadi
monotheisme. Dalam monotheisme hanya mengakui adanya satu tuhan
untuk seluruh bangsa. Bentuk monotheisme ditinjau dari filsafat ketuhanan
terbagi menjadi tiga paham, yaitu deisme, pantheisme dan theism.
2
tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainil
manzilatain).
2. Qodariah yag berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang mengkehendaki apakah ia
akan kafir atau mukmin. Hal itu yang menyebabkan manusia harus
bertaggung jawab atas perbuatan.
3. Jabariah yang merupakan pecahan dari murji’ah berteori, bahwa manusia
tdak mempunyai kemerdekaan dalamberkehendak dan berbuat. Semua tigkah
lakumanusia ditentukan dan dipaska oleh Tuhan.
4. Asy’ariah dan Maturidiah yang berpendapat berada di antara Qodariah dan
Jabariah.
3
pendapat yan keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata Tuhan,
karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuha yang haq dalam konep Al-Qur’an adalah Allah. Hal ini dinyatakan
dalam al-qur’a antara lain dalam surat:
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata
Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap
ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat
bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
4
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV,
Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari
beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan
atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini
harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan,
pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus
ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok
ajaran yang lain dalam Islam.
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual
(QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi
tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah
menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam
untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.
اا ذعذلىَ نعيلمم ذوذختذذم ذعذلىَ ذسيمنعنه ذوقذيلبننه ت ذمنن اتتذخذذ إإلووههه وهوواَهه ذوأذ ذ
ضلتها ت أذفذذرأذيي ذ
(٢٣) ان أذذفلَ تذذذتكاروذن صنرنه نغذشاَذوةة فذذمين يذيهندينه نمين بذيعند ت ذوذجذعذل ذعذلىَ بذ ذ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
5
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:
َت لذاكيم إمين إإلوهه وغييإريِ فذأ ذيوقنيد نليِ ذياَ ذهاَذماَان ذعذلى
ذوذقاَذل فنيرذعيوان ذياَ أذيَيذهاَ ايلذملَ ذماَ ذعلنيم ا
) صيرةحاَ لذذعنليِ أذطتلناع إنذلىَ إنلذنه اموذسىَ ذوإنننيِ لظايَنها نمذن ايلذكاَنذنبيِذن طيِنن ذفاَيجذعيل نليِ ذ ال ن
(٣٨
dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain
aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku
bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya
aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-
Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini),
dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna
bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan
definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau
kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:
Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan
diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika
berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya
dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989 : 56)
Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan
logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
6
begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah
ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “laa ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam
hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.
Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa
menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu
Rusyd” yang telah di edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam bukuSegi-segi Pemikiran
Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah
pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak
ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui segala sesuatu
yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak
ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha
indah dan agung.
7
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya
pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya
alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya penciptaan alam
semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk,
tetapi menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak
benar”.
Kita belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak
ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti
ada penciptanya, dan pencipta itu tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan
yang kita yakini sebagai pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini
adalah Allah Swt.
b. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Ada pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam
pengertian lain alam ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak
mungkin, karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika.
Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori
pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa adanya
alam ini mungkin azali.
Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari
keadaan panas beralih menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya
tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah
dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas. Perubahan
energi yang ada dengan energi yang tidak ada.
Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan
fisika terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini
membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah bersifat azali. Jika
alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai
hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
8
c. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti
banyaknya butiran pasir yang ada di pantai seluruh dunia. Benda ala
yang dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dengan bumi
sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi, dan
menyelesaikan setiap edaranya selama 20 hari sekali.
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari
berputar dari porosnya dengan kecepatan 1000 mil perjam dan
menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun
sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang
mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama
dengan planet-planet dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya
dengan kecepatan 600.00 mil perjam. Disamping itu masih ada ribuan
sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga
beredar pada garis edarnya. Galaxy sistem matahari kita, beredar pada
sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000
tahun cahaya.
Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi
yang teliti. Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi
dengan sendirinya. Bahkan akan menyimpulkan, bahwa dibalik
semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang membuat dan
mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah Tuhan.
d. Argumentasi Qur’ani
Allah Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang
terjemahya “Seluruh puja dan puji hanalah milik Allah Swt, Rabb alam
semesta”.
9
Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah
Allah Swt. Allah Swt sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam
surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya “Allah yang menciptakan
dan menyempurnakan, yang menentukan ukuran-ukuran ciptaannya
dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt
yang menciptakan ciptaannya, yaitu alam semesta, menyempurnakan,
menentukan aturan-aturan dan memberi petunjukterhadap ciptaannya.
Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu
Allah Swt.
Didalam surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah
Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”.
Lafadz Ayyam adalah jamak dari yaum yang berarti periode.
Jadi, sittati ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan
proses waktu yang sangat panjang.
Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun
Fayakun yang artinya jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia
dengan Allah berbeda sampai kepada manusia membutuhkan waktu
enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan mengkaji
dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam
ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Setelah menyelesaikan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan
dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh
10
manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam
Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara
intensif. Kata iman berasal dari bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara
ethimologi berarti yakin atau percaya. Sedangkan takwa berasal dari bahasa Arab,
yaitu waqa-yuwaqi-wiqayah, secara ethimologi artinya hati-hati, waspada, mawasdiri,
memelihara, dan melindungi. Pengertian Takwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-
hadits, yang artinya menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-
Nya.
Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran
dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam kajian
ini.
11
DAFTRA PUSTAKA
Gazalba, Sidi. 1983. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan islam. Pusataka
Antara. Jakarta
12
13