Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuh puluh persen batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari batuan
sedimen. Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan
sedimen lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang
terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat
ini. Pembelajaran tentang batuan sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan
pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi.

Sedimentologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenaibatuan


sedimen, cara terbentuknya, lingkungan terbentuknya, proses danfaktor – faktor yang
berperan dan komponen – komponen pada batuansedimen. Tujuh puluh persen batuan
yang menutupi permukaan bumi initerdiri dari batuan sedimen. Batuan sedimen tersebut
antara lain batu pasir,batu gamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan
sedimenlainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologiyang
terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan danterus berjalan hingga
saat ini. Sedimentologi ini penting untuk dipelajari sebagai pengukur waktu maupun
sebagai parameter lingkungan.

Gumuk pasir atau sand dunes merupakan sebuah bentukan alam karena proses angin
disebut sebagai bentang alam eolean (eolean morphology).Angin yang membawa pasir
akan membentuk bermacam-macam bentuk dantipe gumuk pasir. Bentang alam (morphology)
ini sering dijumpai di daerah gurun. Walaupun, Indonesia ini beriklim tropis yang relatif
mengalami hujanternyata ada juga daerah di Indonesia yang memiliki bentang alam yang
unikini. Salah satunya adalah pantai Parangkusumo.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sand Dunes

Pada kebanyakan daerah pantai, pembentukan gumuk pasir dimulai pada areal arus pasang
terjauh (backshore) yang diikuti dengan pembentukan punggung bukit pasir rendah yang
berderet sejajar garis pantai, dan pada pertumbuhan selanjutnya tiupan angin pada titik area
tertentu akan membawa pasir ini menuju daratan. Gumuk pasir ini akan tumbuh dan bergerak
menuju daratan, bukan saja bertambah panjang tetapi juga akan bertambah tebal sejalan dengan
bertambahnya deposit pasir. Oleh karena itu setiap rencana pemanfaatan kawasan gumuk pasir
ini disarankan untuk menyesuaikan dengan kondisi ekologi yang ada (Budiyanto, 2011).

Gumuk pasir memiliki pesona untuk dikembangkan menjadi tempat peristiratahan atau
pengembangan bagi kepentingan rekreasi lain yang dapat menyajikan pemandangan vista yang
terbuka, tetapi gumuk pasir ini juga memperlihatkan tingkat kesulitan dalam pengelolaannya.
Kawasan gumuk pasir pantai menjadi beberapa bagian yaitu gumuk pasir primer (primary
dunes), lembah gumuk (through area), gumuk pasir sekunder (secondary dunes), dan area
dibalik gumuk (backdunes). Gumuk pasir primer merupakan area yang tidak toleran bagi
pemanfaatan lahan, area ini murni terlarang untuk dimanfaatkan, lembah gumuk merupakan
area yang lebih toleran, pengembangan dan pembangunan ornamen – ornamen tertentu dapat
dilakukan, gumuk pasir sekunder juga merupakan area yang tidak toleran untuk dimanfaatkan
dan dikembangkan, dan area di balik gumuk yang merupakan area yang dapat dimanfaatkan
dan dikembangkan (Budiyanto, 2011).

Gumuk pasir di wilayah pesisir Parangkusumo merupakan satu-satunya gumuk pasir yang
memiliki bentuk khas berupa tipe barkhan. Gumuk pasir di wilayah pesisir Parangkusumo
merupakan gumuk pasir tropis yang memiliki ukuran terbesar, dengan ketinggian dapat
mencapai 15 meter, dan terbentuk oleh adanya energi angin yang kuat. Faktor lain yang
mempengaruhi pembentukan gumuk pasir adalah pantai dengan tipe dissipative dan
intermediate. Pembentukan gumuk pasir di wilayah pesisir Parangkusumo juga dipengaruhi
oleh adanya kondisi lokal berupa angin monsun timur. Ada sembilan faktor pembentuk gumuk
pasir di kepesisiran yang meliputi: 1) adanya tiupan angin dari laut menuju ke pantai; 2) adanya
koridor angin (wind corridor) atau lorong angin alami (wind tunnel); 3) adanya pasokan
material pasir; 4) material berbentuk lepas-lepas; 5) morfologi gisik; 6) kelerengan gisik; 7)
lebar gisik; 8) julat pasut; 9) pengahalang angin (Nuraini et al., 2016)

Gumuk pasir merupakan salah satu formasi kawasan pantai yang bersifat unik dan
mempunyai fungsi ekologis yang besar dalam mendukung pengelolaan wilayah pesisir secara
terpadu. Vegetasi yang hidup di kawasan ini umumnya berupa jenis-jenis rumput, herba, dan
semak di antaranya gelang pasir (Sesuvium portulacastrum) yang berdaun kecil dan tebal; suket
sadan (Sporobolus sp.) dan Remirea maritima yang berdaun keras dan berduri; lavender laut
(Tournefartia sp.) yang daunnya berbulu; semak (Ipomoea sp.) yang berakar dalam untuk
menyerap air di bawah lapisan pasir. Pohon tumbuh secara sporadis, baik dalam kelompok
kecil maupun secara individu, dan banyak di antaranya yang tidak dapat mencapai bentuk
habitus aslinya. Dalam mensimulasikan dinamika perubahan gumuk pasir akibat perubahan
variable yang mempengaruhi, digunakan metode system dynamics. Model dinamik ini dibuat
dalam hubungan sebab akibat (causality) dari seluruh faktor pembentuk sistem sebagai dasar
mengenali dan memahami tingkah laku dinamis sistem. Ramalan perilaku sistem di masa yang
akan datang akan bergantung pada kemampuan menggambarkan keadaan sistem. Sasaran
kebijaksanaan yang dituju dalam pemodelan ini adalah kebijaksanaan mengenai pengelolaan
gumuk pasir agar dapat dipertahankan keberadaannya sekaligus dapat dimanfaatkannya
sumber daya berupa pasir, dan lingkungan sekitarnya untuk kawasan wisata, pertanian pantai
atau perikanan oleh masyarakat setempat atau untuk pemukiman penduduk
(Nugroho et al., 2010).

2.2. Karakteristik Pantai Selatan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
wilayahnya berbatasan dengan Samudera Hindia. Posisi yang menghadap langsung dengan
Samudera Hindia dan memiliki karakteristik pantai yang landai menyebabkan pesisir
sepanjang pantai selatan Yogyakarta memiliki kerentanan terhadap semua gejala-gejala alam
yang berasal dari lautan, termasuk kenaikan muka laut. Pantai selatan Jawa, khususnya selatan
Yogyakarta memiliki karateristik pantai yang sangat unik dibandingkan dengan pantai utara
Jawa. Salah satu karakteristik pantai selatan Yogyakarta adalah gumuk pasir. Hal ini berbeda
dengan pantai utara Jawa yang bertopografi hampir datar. Selain itu, pantai utara Jawa juga
merupakan daerah potensial yang dijadikan kawasan pemukiman, industri dan rekreasi,
sehingga pantai utara Jawa merupakan daerah yang rentan untuk terkena dampak dari kenaikan
muka laut. Pantai tipe 1 meliputi kawasan sepanjang pantai dari ujung timur (Teluk Sadeng)
hingga Parangtritis, dicirikan oleh pantai berpasir putih yang merupakan hasil rombakan dari
batugamping terumbu, bentukan topografi karst, dengan relief tinggi dan membentuk
tebingtebing curam, garis pantai berkelok membentuk teluk (embayment beach) dan tanjung
kecil. Pantai tipe 1 antara lain adalah Pantai Teluk Sadeng. Pantai tipe 2 terdapat di barat daerah
penelitian, dicirikan oleh sedimen penyusun berupa pasir abu-abu kehitaman yang merupakan
hasil rombakan dari batuan produk gunungapi. Morfologi landai dengan relief rendah. Bentuk
garis pantai lurus, dicirikan oleh adanya gumuk-gumuk pasir yang terdapat di muka pantai.
Kemiringan pantai relatif curam,berm yang lebar dan panjang pantai yang lebih dari 200 meter.
Pantai Parangtritis dan Pantai Samas. Kawasan Parangtritis memilki 4 jenis tanah utama yaitu
latosol yang terdapat pada rangkaian Pegunungan Baturagung (formasi Wonosari) yang terdiri
dari tanah dengan tekstur lempung berliat, berstruktur remah dengan drainase cepat, Gleisol
yang terdapat di kawasan bekas laguna dan dataran banjir di sekitar gumuk pasir, Aluvial yang
berada di sepanjang dataran banjir Sungai Opak serta Regosol yang mendominasi kawasan
pantai dan gumuk pasir (Budiyanto, 2011)

Sumber pasir besi di pantai selatan Jogjakarta dipengaruhi oleh keberadaan DAS Progo
yang berhulu di Gunung Merapi. Keberadaan potensi pasir besi di muara Sungai Bogowonto
dan Wawar diperkirakan berkaitan dengan produk gunung api. Sedangkan kemungkinan
potensi pasir besi pada muara Sungai Luk Ulo berasal dari kompleks mélange Luk Ulo yang
berumur Pra-Tersier serta batuan vulkanik Formasi Waturanda. Keberadaan DAS Bogowonto,
Cokroyasan, Wawar, Luk Ulo dan Telomoyo yang bermuara di pantai selatan Kabupaten
Purworejo-Kebumen menarik untuk dikaji potensi pasir besinya. Potensi pasir besi ini
berkaitan dengan sifat dan karakteristik mineral magnetik yang terdapat didalam pasir besi.
Adanya variasi mineral magnetik di dalam pasir besi memungkinkan munculnya alternatif
pemanfaatan pasir besi yang lebih ekonomis. DAS Luk Ulo bersumber dari batuan komplek
mélange, dimana salah satu sumber batuannya berupa batuan basa – ultra basa dari bagian
lempeng samudera yang diketahui kandungan TiO relatif lebih tinggi.Sumber batuan asal yang
berbeda ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap kelimpahan titanium di dalam endapan
pasir besi yang bersumber dari DAS Luk Ulo (Ansori et al., 2011).

2.3 Jenis Sedimen di Pantai Parangkusumo

Gumuk pasir di sebelah barat Pantai Parangkusumo, merupakan laboratorium alam di mana
keberadaannya sangat diperlukan guna memahami kondisi dan gejala alam yang masih belum
diketahui manusia. Kondisi alam sangat banyak ragamnya dan belum banyak dimengerti. Salah
satunya adalah fenomena adanya gumuk pasir di daerah tropis.Gumuk Pasir di daerah tropis
sangat banyak macamnya dan yang paling unik adalah ditemukannya jenis barchan dune dan
transversal dune yang di Indonesia hanya terdapat di kawasan wisata Parangtritis, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan gumuk pasir dengan tipe barchan di
Parangtritis sangat unik dan menarik untuk diteliti, dipahami, dan perlu dilestarikan. Gumuk
Pasir ini merupakan fenomena yang menarik dipandang sebagai obyek wisata
(Purnamawati et al., 2012)

Bentukan gumuk pasir yang umum dijumpai di Parangtritis berupa bentuk barchan dan
parabolik. Bentukan gumuk pasir barchan menyerupai bulan sabit. Gumuk pasir ini terbentuk
secara aktif (gumuk pasir aktif) oleh peran angin yang dominan, ditunjukkan dengan adanya
struktur sedimen ripple mark dengan sedikit vegetasi penghalang. Vegetasi umumnya berupa
rumput angin. Gumuk pasir barchan menempati bagian timur Pantai Parangtritis. Di dataran
pantai selatan Jawa Tengah termasuk dataran Purworejo, diendapkan bahan rombakan batuan
tua sehingga membentuk EndapanAluvium.Daridatapemboran,dibawah endapan pasir pantai
mulai kedalaman 64 m terdapatsedimenlempungpasirankayamoluska yang mencirikan
endapan laut dangkal sampai rawa, berumur Plio-Plistosen (Rakhman, 2013)

2.4 Kelerengan Pantai

Kemiringan lereng pantai dan distribusi sedimen merupakan bagian dari geomorfologi
pantai dan menjadi indikator dinamika pantai. Keberadaan kemiringan lereng pantai dan
distribusi sedimen sebagai penutup dasar perairan menggambarkan kestabilan garis pantai.
Kemiringan pantai berhubungan dengan dominansi dan sebaran sedimen. Perubahan
geomorfologi pantai akibat dinamika kemiringan lereng dan distribusi sedimen menyebabkan
terjadinya abrasi maupun akresi pada pantai. Perubahan bentuk pantai merupakan respons
dinamis alami pantai terhadap laut. Apabila proses tersebut berlangsung terus-menerus tanpa
ada faktor penghambat, maka akan terbentuk suatu kesetimbangan pantai. Skala waktu dan
ruang luas daratan, besaran energi eksternal dan daya tahan material penyusun pantai akan
menentukan apakah pantai tersebut akan stabil ataukah mengalami perubahan
(Kalay et al., 2014).

Menurut Setyawan et al (2017) Kemiringan dasar laut diperoleh dengan menghitung


kemiringan (slope) menggunakan peta kontur batimetri dari hasil pengolahan data batimetri.
Perhitungan kemiringan dasar laut menggunakan persamaan sebagai berikut

Pengklasifikasian nilai kemiringan lereng didasarkan pada klasifikasi Van Zuidam (1985)
yang ditampilkan pada Tabel 1. Klasifikasi kemiringan lereng(slope). Data yang didapatkan
juga akan dibuatkan visualisasi penampang melintang morfologi dasar laut menggunakan
bantuan perangkat lunak Arcgis 10.3.
BAB III

PENUTUP

Gumuk pasir atau sand dunes merupakan sebuah bentukan alam karena proses angin
disebut sebagai bentang alam eolean (eolean morphology) .Angin yang membawa pasir
akan membentuk bermacam-macam bentuk dan tipe gumuk pasir. Bentang alam (morphology)
ini sering dijumpai di daerah gurun. Gumuk pasir di wilayah pesisir Parangkusumo merupakan
satu-satunya gumuk pasir yang memiliki bentuk khas berupa tipe barkhan. Pantai selatan Jawa,
khususnya selatan Yogyakarta memiliki karateristik pantai yang sangat unik dibandingkan
dengan pantai utara Jawa. Salah satu karakteristik pantai selatan Yogyakarta adalah gumuk
pasir. Kemiringan dasar laut diperoleh dengan menghitung kemiringan (slope) menggunakan
peta kontur batimetri dari hasil pengolahan data batimetri.
Daftar Pustaka

Ansori, Chusni , Sudarsono; dan Saefudin. 2011. Distribusi Mineralogi Pasir Besi Pada Jalur
Pantai Selatan Kebumen-Kutuarjo. Buletin Sumber Daya Geologi. 6 (2).

Budiyanto, Gunawan. 2011. Teknologi Konservasi Lanskap Gumuk Pasir Pantai Parangtritis,
Bantul, DIY. Jurnal Lanskap Indonesia.

Kalay , Degen E.; Kadir Manilet; dan Jusuf. J. Wattimury. 2014. Kemiringan Pantai dan
Distribusi Sedimen Pantai di Pesisir Utara Pulau Ambon. Jurnal TRITON. 10 (2): 91
– 103.

Nugroho, Agung Wahyu; dan Sumardi. 2010. Ameliorasi Tapak untuk Pemapanan Cemara
Udang (Casuarina equisetifolia Linn.) Pada Gumuk Pasir Pantai.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. VII (4) : 381-397

Nuraini , Fahad; Sunarto; dan Langgeng Wahyu Santosa.2016. Pengaruh Vegetasi Terhadap
Dinamika Perkembangan Gumuk Pasir di Pesisir Parangkusumo.

Purnamawati, Dwi Indah; dan Ferdinandus Wunda. 2012. Analisis dan Kekuatan Angin
Pembentuk Barchan Dune dan Transversal Dune di Pantai Parangtritis, Propinsi DIY
Berdasarkan Data Geologi. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi
(SNAST) Periode III.

Rakhman, Arie Noor. 2013. Rekayasa Geomedis Pemanfaatan Pasir Pantai di Pantai
Parangtritis dan Sekitarnya, Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul, Daerah Istimiwa
Yogyakarta. Jurnal Teknologi Technoscientia. 6(1).

Setyawan, Rinto; Heryoso Setiyono; dan Baskoro Rochaddi. 2017. Studi Rip Current di Pantai
Taman, Kabupaten Pacitan. JURNAL OSEANOGRAFI. 6 (4) : 639 – 649

Anda mungkin juga menyukai