PENDAHULUAN
1
8. Apa saja klasifikasi pada solusio plasenta?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang pada solusio plasenta?
10. Apa saja penatalaksanaan pada solusio plasenta?
11. Apa saja komplikasi pada solusio plasenta?
12. Jelaskan asuhan keperawatan pada solusio plasenta?
1.3 Tujuan penulisan
Berdasarkan Dari rumusan diatas dapat menyimpulkan beberapa tujuan penulisan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang anatomi fisiologi pada solusio plasenta.
2. Untuk mengetahui tentang definisi pada solusio plasenta.
3. Untuk mengetahui tentang pada solusio plasenta.
4. Untuk mengetahui tentang faktor predisposisi pada solusio plasenta.
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis pada solusio plasenta.
6. Untuk mengetahui tentang patofisiologi pada solusio plasenta.
7. Untuk mengetahui tentang pathway pada solusio plasenta.
8. Untuk mengetahui tentang klasifikasi pada solusio plasenta.
9. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang pada solusio plasenta.
10. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pada solusio plasenta.
11. Untuk mengetahui tentang komplikasi pada solusio plasenta.
12. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada solusio plasenta.
1.4 Manfaat penulisan
Berdasarkan Dari tujuan penulisan diatas dapat menyimpulkan beberapa manfaat
penulisan sebagai berikut :
1. Bagi institusi Pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi mahasiswa dalam pegembangakan pengetahuan dan dapat di jadikan sebagai
referensi atau sumber informasi untuk melakukan pembelajaran dan bahan bacaan
bagi mahasiswa pada umumnya.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi tentang Solusio
Plasenta.
3. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Solusio Plasenta.
4. Bagi penderita bronkhomalasia untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
Solusio Plasenta.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 1
KONSEP PENYAKIT
A. Anatomi
a. Gambar 1
B. Fisiologi
Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung
dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan oleh
janin itu sendiri selama kehidupan intra uterin. Keberhasilan janin untuk hidup
tergantung atas keutuhan dan efisiensi plasenta.
Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari bagian
konseptus yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat kuat pada
endometrium sampai janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat banyak, yaitu sebagai
tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh kembangnya janin,
sebagai alat respirasi, sebagai alat sekresi hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai
sumber hormonal kehamilan. Plasenta juga bekerja sebagai penghalang guna
menghindarkan mikroorganisme penyakit mencapai fetus. Kebanyakan obat-obatan juga
dapat menembus plasenta seperti morfin, barbiturat dan anestesi umum yang diberikan
kepada seorang ibu sewaktu melahirkan, dapat menekan pernafasan bayi yang baru lahir.
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin karena
merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, berbentuk bundar atau
3
hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-
rata 500 gram.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke
arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk melakukan implantasi. Permukaan fetal
ialah yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh
amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang
menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat
yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
Pada penampang sebuah plasenta,yang masih melekat pada dinding rahim nampak
bahwa plasenta terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dibentuk oleh jaringan anak dan
bagian yang dibentuk oleh jaringan ibu.
Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup (membrana chorii),
yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah janin, chorion dan villi. Bagian
yang terbentuk dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri dari
desidua compacta dan sebagian dari desidua spongiosa, yang kelak ikut lepas dengan
plasenta.
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah satu fungsi
plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat pertukaran zat
dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di dalam rahim,
berupa penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan
pembuangan karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu.
Fungsi lain dari plasenta adalah:
1) Nutrisi : Memberikan bahan makanan pada janin
2) Ekskresi : Mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
3) Respirasi : Memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
4) Endokrin : Menghasilkan hormon-hormon (HCG, HPL, estrogen,progesteron,
dan sebagainya)
5) Imunologi : Menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
6) Farmakologi : Menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang
diberikan melalui ibu
7) Proteksi : Barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2
ini diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah terpapar infeksi /
intoksikasi yang dialami ibunya).
4
2.2 Definisi
Solutio placenta (abrusio plasenta) merupakan lepasnya (organ yang member
nutrisi – nutrisi pada janin) dari tempat perlekatannya di dinding uterus sebelum bayi
dilahirkan. Solusio placenta terjadi sekitar 1 dari 120 kelahiran. Solusio plasenta
diklarisifikasikan dengan derajat 1 (ringan, lepas 10% - 20%), derajat 2 (sedang, lepas
20% - 50%), dan derajat 3 (berat, lepas >50%).
Solusio plasenta adalah pelepasan prematur plasenta biasanya ditanamkan setelah
usia kehamilan 20 minggu dan sebelum kelahiran. Pemisahan ini bisa lengkap, dimana
seluruh plasenta memisahkan, biasanya mengakibatkan kematian janin, atau parsial,
dimana hanya sebagian dari plasenta terpisah dari uterus. Abruptions dapat diartikan
“mengungkapkan” dan “tersembunyi”. Abruptions mengungkapkan penyajian dengan
pendarahan vagina sebagai trek darah antara desi dua dan selaput leher rahim dan
kemudian ke vagina. Sebuah solusio tersembunyi tidak hadir dengan pendarahan vagina
sebagai pendarahan yang terjadi karena pemisahan plasenta terakumulasi dibelakang
plasenta tanpa pelacakan dimana saja.
2.3 Etiologi
Pergerakan Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan
jelas. Meskipun demikian,beberapa hal di bawah ini di duga merupakan factor-faktor
yang berpengaruh pada kejadiannya,antara lain sebagai berikut :
a) Hipertensi esensial atau preeklampsi.
b) Tali pusat yang pendek karena janin yang banyak atau bebas.
c) Trauma abdomen seperti terjatuh terkelungkup,tendangan anak yang sedang di
gendong.
d) Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
5
e) Uterus yang sangat kecil.
f) Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun
g) Mioma uteri
h) Defisiensi asam folat.
i) Merokok,alcohol,dan kokain.
j) Perdarahan retroplasenta.
k) Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas
l) Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada.
m) Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gamely.
Faktor-faktor yang mempengaruhi solusio plasenta antara lain sebagai berikut :
1) Faktor vaskuler (80-90%) yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronik,dan
hipertensi esensial. Adanya desakan darah yang tinggi membuat pembuluh darah
mudah pecah sehingga terjadi hematoma retroplasenter dan plasenta sebagian
terlepas.
2) Factor trauma.
1. Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidromnion dan gamely.
2. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat dari pergerakan janin yang
banyak/bebas,atau pertolongan persalinan.
3) Factor paritas
Lebih banyak dijumpai pada multi dari pada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83
kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi.
4) Pengaruh lain seperti anemia,malnutrisi,tekanan uterus pada vena cava inferior,dan
lain-lain.
5) Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang dan lain-lain
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi :
6
b) Tarikan tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak / bebas,
versiluar atau tindakan pertolongan persalinan.
c) Trauma langsung, seperti jatuh, terkena pukulan dl.l
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri yang hamil dapat menyababkan solusio plasenta berimplatansi di
bagian atas yang mengandung leiomyoma.
6. Faktor kebiasaan merokok.
Ibu yang merokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
dengan 25% pada ibu yang merokok 1 bungkus perhari. Ini dapat diterangkan
pada ibu plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan abnormalitas pada makro
sirkulasinya.
7. Riwayat solusio plasenta sebelumnya karena dapet terjadi resiko berulangnya
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta.
8. Pengaruh lain, Seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada uterus vena
inverior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-
lain.
2.3 Faktor Predisposi
A. Beberapa keadaan tertentu dapat menyertai solusio plasenta, seperti :
7
B. Solusio plasenta dapat terjadi karena pecahnya pembuluh-pembuluh darah plasenta
akibat trauma langsung pada waktu versi, atau karena tarikan tali pusat yang relatif
pendek pada waktu janin diputar (Sarwono Prawirohardjo, 2015).
C. Kausa primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat kondisi terkait.
Beberapa kondisi tersebut diantaranya adalah :
1) Bertambahnya usia dan paritas
2) Preeklamsia
3) Hipertensi kronik
4) Ketuban pecah dini
5) Merokok
6) Trombofilia
7) Pemakaian kokain
8) Riwayat solusio
9) Leiomioma uterus
(F. Gary Cunningham, 2012).
D. Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan faktor-faktor
yang berpengaruh pada kejadian, antara lain :
1) Hipertensi esensialis atai preeklamsi
2) Trauma
3) Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
4) Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir).
Disamping itu, ada juga pengaruh dari :
1) Umur lanjut
2) Multiparitas
3) Ketuban pecah sebelum waktunya
4) Defisiensi asam folat
5) Merokok, alkohol, kokain.
6) Mioma uteri
(Djamhoer Martaadisoebrata, dkk. 2005)
8
2.4 Manifestasi Klinis
A. 1. Solusio plasenta ringan
1) Tidak berdarah banyak
2) Sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya
3) Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan
sedikit sekali
4) Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang
5) Bagian-bagian janin masih mudah teraba
2. Solusio plasenta sedang
1) Sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam
2) Perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah
mencapai 1000 ml
3) Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya kalau masih
hidup dalam keadaan gawat
4) Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-
bagian janin sukar diraba
5) Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop
biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik
3. Solusio plasenta berat
1) Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok, dan janinnya telah meninggal
2) Uterus sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri
3) Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya
malahan perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi
4) Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal
(Sarwono Prawirohardjo, 2015) .
9
4) Fundus uteri makin lama makin naik
5) Bunyi jantung biasanya tidak ada
6) Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim
bertambah).
7) Sering ada proteinuri karena pereklamsi.
(Djamhoer Martaadisoebrata, dkk, 2005)
C. 1. Darah dari tempat pelepasan keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan keluar
atau perdarahan tampak.
2. Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul di belakang plasenta (perdarahan
tersembunyi / perdarahan ke dalam)
2.5 Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta, perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan pada serta
gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah
lama yang sewarna kehitam-hitaman.
Sisanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkoordinasi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
10
menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput
ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara
serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh
permukaan uterus akan bercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut
orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti uterus seperti ini akan terasa
sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga
terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan
gangguan pembekuan darah tidak hanya uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya. Perfungsi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler.
Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang
biasanya berakibat fatal.
Nasib janin terganggu dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan
darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta
sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
(Sarwono Prawirohardjo, 2015).
Apabila ekstra vasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan
berbencak biru atau ungu dan terasa sangat nyeri. Hal ini disebut uterus counvelaire.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta dari dinding uterus. Apabila sebagian kecil
yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
2.6 Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi menjadi 3, hal ini sesuai dengan derajat
terlepasnya plasenta. Solusio plasenta dibagi dalam :
1) Solusio plasenta ringan
Plasenta terlepas hanya sebagian kecil pinggir plasenta, yang sering disebut
ruptura sinus marginalis.
2) Solusio plasenta sedang
Plasenta terlepas sebagian, yang sering disebut solusio plasenta parsialis
3) Solusio plasenta berat
Plasenta terlepas seluruhnya, yang sering diebut solusio plasenta totalis
11
(Sarwono Prawirohardjo, 2015).
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis),
dapat pulaterlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi akan
merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput
ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina,
menyebabkan perdarahan eksternal (revealed hemorrhage).
12
Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi
Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika:
1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahi
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding Rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah
rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih besar
bagi ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga karena
jumlah darah yang keluar sulit diperkirakan.
13
Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi
Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai
dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, sedang,
dan berat.
1. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan kurang
dari 1/6 bagian.Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Gejala-gejala
sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitamam.Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
2. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai separuhnya
(50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai
1000 ml. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri pada perut yang
terus-menerus, denyut janin menjadi cepat, hipotensi, dan takikardi.
3. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar
melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai syok, dan
hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal
yang ditandai pada oligouri biasanya telah ada.
14
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih
khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume
uterus.Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai
dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun
dapat juga berasal dari anak.
15
dan terjadi emboli yang menimbulkan
komplikasi sekunder
7) Timbunan darah yang meningkat
dibelakang plasenta dapat menyebabkan
uterus menjadi keras, padat dan kaku.
16
Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang
persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga
dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-
faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan
infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin
saja telah mengalami gangguan. Gagal ginjal sering merupakan komplikasi
solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak
yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila
telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap
oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus
secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi
yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin
terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah. Kemungkinan kelainan pembekuan darah
harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan
rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam
sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan,
walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria. Apoplexi uteroplacenta (uterus
couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan
tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan.
2.9 Penatalaksanaan
a) Konservatif.
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila
solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin
17
lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkahlangkah untuk
memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang
masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada
solusio plasenta yang nyata secara klinis.
b) Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria.
Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan
koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga
menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali
apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan
penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi
persalinan pervaginam.
Pelahiran adalah penanganan pilihan bila usia janin telah cukup bulan atau jika janin
atau ibu dalam bahaya. Bila usia janin kurang dari usia gestasi (36 minggu) dan tidak
mengalami kegawatan maka hanya dilakukan pengawasan ketat pada ibu.
a. Solusio plasenta ringan
a) Observasi di rumah sakit
b) Pengawasan janin
c) Pemberian obat sedative
b. Solusio plasenta sedang hingga ringan
a) Pelahiran normal atau sesar
b) Hidarasi IV
c) Tranfusi darah
d) Terapi oksigen
2.10 Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya dengan criteria :
1. Komplikasi pada ibu
a) Perdarahan yang dapat menimbulkan : variasi turunnya tekanan darah sampai
keadaan syok, perdarahan tidak sesuai keadaan penderita anemis sampai syok,
kesadaran bervariasi dari baik sampai syok.
b) Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan diserti hemolisis,terjadinya
18
penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan
darah.
c) Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urin makin berkurang.
d) Perdarahan postpartum : pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi
infiltrasi darah ke otot rahim,sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan
perdarahan karena atonia uteri,kegagalan pembekuan darah menambah bertanya
perdarahan.
e) Koagulopati konsumtif,DIC: solusio plasenta merupakan penyebab koagulopati
konsumtif yang tersering pada kehamilan.
f) Utero renal reflex
g) Ruptur uteri
2. Komplikasi pada janin
a) Asfiksia ringan sampai berat
b) Berat bdaan lahir redah
c) Infeksi
d) Sindrom gagal nafas
e) Kematian dalam rahim akibat perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta
menganggu sirkulasi dan nutri ke arah janin
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA 2
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta antara lain
a) Nama
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan identitas
untuk membedakan dengan pasien lain dan menghindari kemungkinan tertukar
nama dan diagnosa penyakitnya.
b) Jenis kelamin
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan mengalami
kehamilan.
c) Umur
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun) karena terjadi
penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon (estrogen) pada masa
menopause.
d) Pendidikan
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena mereka tidak
mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab gangguan kehamilan.
e) Alamat
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan kesehatan, karena
mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan pemeriksaan untuk
kehamilan.
f) Riwayat persalinan
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah mengalami pelepasan
plasenta.
g) Status perkawinan
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET) atau
hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.
20
h) Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai memudahkan dalam
memberikan bimbingan kegamaan.
i) Nama suami
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan memberi
persetujuan dalam perawatan.
j) Pekerjaan
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama istrinya
dirawat.
2. Keluhan utama
a) Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
b) Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
c) Perdarahan yang berulang-ulang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah yang keluar
sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat.
Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre
eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
4. Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat
pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
5. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal
dan penyebabnya.
6. Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum
a) Kesadaran : composmetis s/d coma
b) Postur tubuh : biasanya gemuk
c) Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
d) Raut wajah : biasanya pucat
21
B. Tanda-tanda vital
a) Tensi : normal sampai turun (syok)
b) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
c) Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
d) RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
C. Pemeriksaan cepalo caudal
a) Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut
biasanya rontok / tidak rontok.
b) Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
c) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
d) Mata : conjunctiva anemis
e) Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal,
hiperpegmentasi aerola.
f) Abdomen
1. Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea
alba dan ligra.
2. Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
3. Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
g) Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah
kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
h) Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
D. pemeriksaan penunjang
a) Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
b) USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin.
22
f Resiko cidera pada ibu berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin
g Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi kehamilan
23
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan infasive
Pencegahan infeksi
Perawatan kehamilan resiko tinggi
Perawatan persalinan
Implementasi
Mengidentifikasi indikasi dilakukan induksi persalinan
Mengidentifikasi riwayat obstetric
Memonitor kontraksi uterus
Memonitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Mencuci tangan sebelum dan sesudah kintak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Mempertahankan teknik aseptic pada pasienberesiko tinggi
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia
Pencegahan syok
Pemantauan cairan
Manajemen hipovolemia
Manajemen perdarahan pervagina
Implementasi
Memonitor cardio pulmonal
Memonitor status cairan
Memonitor tingkat kesadaran dan respon pupil
Memonitor oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia
Menghitung kebutuhan cairan
Kolaborasi pemberian produk darah
5. Resiko cedera janin berhubungan dengan disfungsi uterus
Pemantauan DJJ
Manajemen perdarahan pervaginam
Manajemen nutrisi
Implementasi
Memeriksa denyut jantung janin selama 1 menit
Memonitor denyut jantung janin
24
Memonitor keadaan uterus dan abdomen
Memonitor kehilangan darah
Mengidentifikasi status nutrisi
Memonitor asupan makanan
6. Resiko cedera pada ibu berhubungan dengan kadar hemoglobin
Pencegahan cidera
Perawatan persalinan resiko tinggi
Persiapan pemeriksaan USG
Implementasi
Mengidentifikasi area lingkungan yang berpotensi menimbulkan cedera
Mengidentifikasi kondisi umum pasien
Memonitor tanda-tanda vital
Mengidentifikasi indikasi dilakukan pemeriksaan
Memonitor hasil pemeriksaan
7. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi kehamilan
Pencegahan perdarahan
Pengurangan perdarahan
Pencegahan syok
Implementasi
Memonitor pasien secara ketat untuk perdarahan
Mencatat tingkat hemoglobin\hematocrit sebelum dan sesudah kehilangan
darah seperti yang ditunjukkan
Memantau tanda-tanda dan gejala perdarahan yang persisten
Memantau tanda-tanda vital ortostatik, termasuk tekanan darah
Menjaga istirahat selama perdarahan aktif
Melindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
Menghindari mengangkat beban berat
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika
plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan
mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus
berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai
pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya
solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
4.2 Saran
Penulis harapkan semoga dimasa yang akan datang, para tenaga kesehatan dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien kasus solusio plasenta. Dan
harapan penulis kepada para pembaca semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan menambah keterampilan kita dalam memberi pelayanan kesehatan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Gary, F. Cunningham. Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. 2012. Obstetri Williams.
Jakarta : EGC.
Kusmiyati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.
Martaadisobrata, Djamhoer. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta
: EGC.
Naylor, C. Scott. Alih Bahasa Huriawati Hartanto. Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC.
SDKI, DPP dan PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi Dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta:DPP PPNI
SLKI, DPP dan PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta:DPP PPNI
SIKI, DPP dan PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan
Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta:DPP PPNI
Li. Yang, et all. 2019. Analysis Of 62 Placental Abrubtion Case: Risk Faktor And
Clinical Outcomes, Taiwanese Journal Of Obstetrics And Gynecology. 58 (2019) 223-
226
Merriam, Audrey. Placental Abruption
27