Penderita Lepra)
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada kasus lepra
a. Fungsi sensorik raba
b. Fungsi sensorik nyeri
c. Fungsi sensorik suhu
2. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf motorik pada kasus lepra
a. Pemeriksaan nervus medianus
b. Pemeriksaan nervus radialis
c. Pemeriksaan nervus ulnaris
d. Pemeriksaan nervus peroneus
3. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf otonom pada kasus lepra
a. Tes Gunawan
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR
1.1 Landasan Teori
Lepra atau kusta atau morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, menyerang saraf perifer, kulit, dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas.
Gangguan yang paling sering terjadi pada lepra adalah adanya lesi kulit. Kalau secara inspeksi
lesi tersebut mirip dengan penyakit lain, maka ada tidaknya anestesia akan sangat membantu
diagnosis lepra. Gangguan lain yang paling ditakutkan adalah timbulnya deformitas sekunder akibat
gangguan saraf, biasanya nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, dan nervus peroneus.
Untuk itu perlu kiranya mempelajari cara pemeriksaan kekuatan dari nervi tersebut.
4. Tes Gunawan
Tes Gunawan adalah suatu tes yang digunakan untuk menguji fungsi saraf otonom pada lesi
yang diduga mengalami gangguan saraf (misalnya lesi pada lepra). Prinsip tes Gunawan
adalah tinta yang digoreskan pada lesi akan melebar apabila terkena keringat. Keringat
sendiri merupakan tanda bahwa saraf otonom masih berfungsi baik.
- Pensil tinta digoreskan membentuk garis mulai dari bagian tengah lesi yang
dicurigai terus sampai ke kulit normal.
- Pasien diminta untuk melakukan aktivitas agar berkeringat.
- Perhatikan: apakah tinta tersebut melebar atau tidak.
- Interpretasi: Tinta melebar : fungsi saraf otonom normal. Tinta tidak melebar : fungsi
saraf otonom tidak normal.
1.3.2 Teknik Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik (Voluntary Muscle Test) Pada Lepra
1. Nervus medianus
- Pemeriksa memegang tangan penderita dalam posisi keempat jari (jari II sampai jari V)
rapat.
- Penderita diminta mengangkat ibu jari ke atas.
- Perhatikan pangkal ibu jari, apakah benar-benar bergerak ke atas dan jempolnya lurus.
- Jika penderita melakukannya, kemudian dorong ibu jari pada bagian pangkal, bukan
pada kukunya.
- Interpretasi: jika penderita mampu mengangkat ibu jari ke atas dan ada tahanan sewaktu
didorong berarti nervus medianus baik (belum ada kelemahan).
3. Nervus ulnaris
- Pemeriksa memegang ketiga jari penderita (jari ke II sampai ke IV) dalam posisi
supinasi dengan lurus
- Penderita diminta untuk merapatkan jari kelingking.
- Jika penderita dapat merapatkan kelingking, taruhlah kertas diantara kelingking dan jari
manis. Penderita diminta menahan kertas.
- Kemudian kertas ditarik perlahan untuk mengetahui ketahanan otot.
- Interpretasi: jika kertas tidak mudah ditarik berarti nervus ulnaris baik.
5. Nervus peroneus
- Penderita dalam posisi duduk dengan telapak kaki menapak lantai.
- Pemeriksa memegang kedua pergelangan kaki penderita.
- Penderita, diminta mengangkat kaki sepenuhnya (dalam posisi dorso fleksi).
- Kemudian pemeriksa menekan punggung kaki menggunakan kedua tangan untuk
memeriksa ketahanan otot.
- Interpretasi: jika ada tahanan kuat berarti nervus peroneus baik.
TES KULIT
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah latihan keterampilan klinik ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan tes Auspitz
2. Melakukan tes Koebner
3. Melakukan tes goresan lilin
4. Melakukan tes diaskopi
5. Melakukan tes Nikolsky
6. Melakukan tes Asboe Hansen
7. Melakukan tes dermografisme
8. Melakukan tes dermografisme putih
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR TES AUSPITZ
1.1 Landasan Teori
Tes ini dilakukan dengan mengerok permukaan plak psoriasis dengan tujuan untuk
membuang lapisan-lapisan plak sehingga tampaklah permukaan licin dengan titik-titik perdarahan.
Titik-titik perdarahan tersebut menunjukkan pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berdilatasi
dan berkelok-kelok pada papilla dermis (papilomatosis). Fenomena tersebut dinamakan fenomena
Auspitz, yang merupakan tanda diagnostik penyakit psoriasis.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan tindakan insisi dan drainase
abses.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR
1.1 Landasan Teori
Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan yang kemudian
membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan jaringan fibrotik disekitarnya
sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi.
Abses bermula dari terbentuknya indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan
terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan sehat. Pada palpasi
akan didapatkan adanya fluktuasi sebagai akibat banyaknya eksudat yang terbetuk.
Insisi abses dalam arti umum berarti melakukan irisan pada kulit. Sedangkan dalam khusus, insisi abses
berarti mengiris abses untuk mengeluarkan pus yang ada didalamnya.
Syarat melakukan tindakan insisi abses :
- Irisan harus langsung, tidak terputus-putus langsung sampai ke jaringan subkutis
- Insisi harus sesuai garis Langer / Rest Skin Tension Lines (RSTL).
- Irisan yang dekat garis persendian harus sejajar dengan aksis / sumbu sendi
- Insisi sedapat mungkin disembunyikan, misal pada abses mammae
- Sterilitas harus dijaga
- Arah insisi tidak boleh tegak lurus dengan alat penting yang ada didaerah itu, missal arteri,
vena, syaraf.