Anda di halaman 1dari 10

LKK 5: PEMERIKSAAN KULIT (Tes Sensibilitas, Tes Gunawan dan Kekuatan Otot pada

Penderita Lepra)

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada kasus lepra
a. Fungsi sensorik raba
b. Fungsi sensorik nyeri
c. Fungsi sensorik suhu
2. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf motorik pada kasus lepra
a. Pemeriksaan nervus medianus
b. Pemeriksaan nervus radialis
c. Pemeriksaan nervus ulnaris
d. Pemeriksaan nervus peroneus
3. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf otonom pada kasus lepra
a. Tes Gunawan

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR
1.1 Landasan Teori
Lepra atau kusta atau morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, menyerang saraf perifer, kulit, dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas.
Gangguan yang paling sering terjadi pada lepra adalah adanya lesi kulit. Kalau secara inspeksi
lesi tersebut mirip dengan penyakit lain, maka ada tidaknya anestesia akan sangat membantu
diagnosis lepra. Gangguan lain yang paling ditakutkan adalah timbulnya deformitas sekunder akibat
gangguan saraf, biasanya nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, dan nervus peroneus.
Untuk itu perlu kiranya mempelajari cara pemeriksaan kekuatan dari nervi tersebut.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Kapas yang telah dilancipkan
5. Jarum pentul
6. Air hangat
7. Air dingin
8. Kertas
9. Tabung reaksi

1.3 Langkah Kerja Dan Interpretasi Hasil


1.3.1 Teknik Pemeriksaan Fungsi Saraf Sensorik Pada Lepra
1. Fungsi sensorik raba
- Pasien diminta untuk duduk pada saat dilakukan pemeriksaan.
- Terlebih dahulu dijelaskan kepada pasien, bahwa jika ia merasakan sentuhan kapas, ia
harus menunjuk daerah kulit yang disentuh tersebut dengan jari telunjuknya.
- Pemeriksaan menggunakan kapas yang telah dilancipkan ujungnya.
- Awalnya pasien diperiksa dengan mata terbuka, setelah pasien jelas memahami
prosedurnya, pasien diminta menutup mata.
- Pemeriksaan sensibilitas dilakukan terhadap bercak yang diduga sebagai lesi/ruam
kusta, juga pada kulit yang normal (tanpa ruam).
2. Fungsi sensorik nyeri
- Diperiksa menggunakan jarum
- Kulit pasien ditusuk dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal jarum yang
tumpul.
- Pasien harus membedakan rasa tajam dan rasa tumpul.

3. Fungsi sensorik suhu


- Digunakan dua tabung reaksi, satu berisi air panas (kisaran 40oC) yang lainnya berisi air
dingin (kisaran 20oC).
- Pemeriksaan pertama dilakukan pada kulit normal, untuk memastikan bahwa pasien
mampu membedakan sensasi panas dan sensasi dingin.
- Pemeriksaan selanjutnya mata pasien ditutup, kedua tabung ditempelkan pada kulit yang
dicurigai merupakan ruam kusta.
- Jika pasien beberapa kali salah menyebutkan rasa dari tabung yang ditempel pada
daerah yang dicurigai, berarti sensasi suhu telah terganggu.
- Pemeriksaan tersebut diatas harus diperiksa pada bagian tengah lesi, bukan dipinggir lesi

4. Tes Gunawan
Tes Gunawan adalah suatu tes yang digunakan untuk menguji fungsi saraf otonom pada lesi
yang diduga mengalami gangguan saraf (misalnya lesi pada lepra). Prinsip tes Gunawan
adalah tinta yang digoreskan pada lesi akan melebar apabila terkena keringat. Keringat
sendiri merupakan tanda bahwa saraf otonom masih berfungsi baik.
- Pensil tinta digoreskan membentuk garis mulai dari bagian tengah lesi yang
dicurigai terus sampai ke kulit normal.
- Pasien diminta untuk melakukan aktivitas agar berkeringat.
- Perhatikan: apakah tinta tersebut melebar atau tidak.
- Interpretasi: Tinta melebar : fungsi saraf otonom normal. Tinta tidak melebar : fungsi
saraf otonom tidak normal.

1.3.2 Teknik Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik (Voluntary Muscle Test) Pada Lepra
1. Nervus medianus
- Pemeriksa memegang tangan penderita dalam posisi keempat jari (jari II sampai jari V)
rapat.
- Penderita diminta mengangkat ibu jari ke atas.
- Perhatikan pangkal ibu jari, apakah benar-benar bergerak ke atas dan jempolnya lurus.
- Jika penderita melakukannya, kemudian dorong ibu jari pada bagian pangkal, bukan
pada kukunya.
- Interpretasi: jika penderita mampu mengangkat ibu jari ke atas dan ada tahanan sewaktu
didorong berarti nervus medianus baik (belum ada kelemahan).

Gambar Cara pemeriksaan nervus medianus


Sumber: www.kuspito.wordpress.com
2. Nervus radialis
- Pemeriksa memegang pergelangan tangan penderita kemudian minta supaya ia
mengangkat pergelangan tangannya ke belakang sepenuhnya.
- Pemeriksa mendorong punggung tangan penderita perlahan untuk menguji ketahanan
otot.
- Interpretasi: jika ada tahanan berarti nervus radialis baik.

Gambar Cara melakukan pemeriksaan nervus radialis


Sumber: www.physicalexamination.org

3. Nervus ulnaris
- Pemeriksa memegang ketiga jari penderita (jari ke II sampai ke IV) dalam posisi
supinasi dengan lurus
- Penderita diminta untuk merapatkan jari kelingking.
- Jika penderita dapat merapatkan kelingking, taruhlah kertas diantara kelingking dan jari
manis. Penderita diminta menahan kertas.
- Kemudian kertas ditarik perlahan untuk mengetahui ketahanan otot.
- Interpretasi: jika kertas tidak mudah ditarik berarti nervus ulnaris baik.

5. Nervus peroneus
- Penderita dalam posisi duduk dengan telapak kaki menapak lantai.
- Pemeriksa memegang kedua pergelangan kaki penderita.
- Penderita, diminta mengangkat kaki sepenuhnya (dalam posisi dorso fleksi).
- Kemudian pemeriksa menekan punggung kaki menggunakan kedua tangan untuk
memeriksa ketahanan otot.
- Interpretasi: jika ada tahanan kuat berarti nervus peroneus baik.

Gambar Cara melakukan pemeriksaan nervus peroneus


Sumber: www.aan.com

TES KULIT
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah latihan keterampilan klinik ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan tes Auspitz
2. Melakukan tes Koebner
3. Melakukan tes goresan lilin
4. Melakukan tes diaskopi
5. Melakukan tes Nikolsky
6. Melakukan tes Asboe Hansen
7. Melakukan tes dermografisme
8. Melakukan tes dermografisme putih

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR TES AUSPITZ
1.1 Landasan Teori
Tes ini dilakukan dengan mengerok permukaan plak psoriasis dengan tujuan untuk
membuang lapisan-lapisan plak sehingga tampaklah permukaan licin dengan titik-titik perdarahan.
Titik-titik perdarahan tersebut menunjukkan pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berdilatasi
dan berkelok-kelok pada papilla dermis (papilomatosis). Fenomena tersebut dinamakan fenomena
Auspitz, yang merupakan tanda diagnostik penyakit psoriasis.

1.2 Media Pembelajaran


1. Panduan LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pisau bisturi
4. Alkohol 70%
5. Pasien simulasi

1.3 Langkah Kerja


1. Skuama berlapis pada kulit dikerok dengan pinggir pisau bisturi.
2. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan. Jika terlalu dalam
tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan perdarahan yang merata.
3. Amati perubahan pada lesi.

1.4 Interpretasi Hasil


Hasil positif apabila tampak titik-titik perdarahan pada kulit yang sudah dikerok.

Gambar Titik-titik perdarahan pada kulit yang dikerok


Sumber: www.globale-dermatologie.com

2. PANDUAN BELAJAR TES KOEBNER


2.1 Landasan Teori
Tes Koebner ditemukan oleh Heinrich Koebner pada tahun 1872. Tujuan dari tes ini adalah
untuk melihat reaksi isomorfik patologis pada kulit yang sehat dari seorang pasien penyakit kulit
(terutama psoriasis). Prinsipnya, kulit sehat yang diberi trauma akan timbul lesi baru di tempat
bekas trauma diberikan. Lesi baru tersebut identik dengan lesi lama, secara klinis maupun histologi.
2.2 Media Pembelajaran
1. Panduan LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Pisau bisturi
4. Alkohol 70%
5. Kapas
6. Ruang periksa dokter

2.3 Langkah Kerja


1. Lakukan tindakan desinfeksi pada lesi yang akan diperiksa dengan alkohol 70%.
2. Lakukan penggoresan pada lesi khas psoriasis menggunakan pisau bisturi secara legeartis,
dimulai dari bagian tengah lesi sampai area kulit yang sehat dengan kedalaman mencapai
dermis. Penggoresan yang terlalu dangkal tidak akan menghasilkan lesi psoriasis yang baru.

2.4 Interpretasi Hasil


Fenomena Koebner positif apabila terjadi lesi baru yang sama dengan lesi induk dalam waktu 7 –
14 hari setelah tes dilakukan.

3. PANDUAN BELAJAR TES GORESAN LILIN


3.1 Landasan Teori
Tes goresan lilin (The candle-grease sign atau Tache de bouge) adalah suatu tes kulit pada
kasus psoriasis. Prinsip tes kulit ini adalah pada lesi psoriasis yang digores dengan benda tumpul,
akan timbul skuama berwarna putih seperti warna goresan lilin. Hal ini disebabkan oleh berubahnya
indeks bias.

3.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Kaca objek
4. Alkohol 70%
5. Ruang periksa dokter

3.3 Langkah Kerja


1. Lakukan penggoresan pada lesi berskuama psoriasis menggunakan tepi kaca objek/ujung pisau
bisturi secara perlahan.
2. Perhatikanlah perubahan yang terjadi akibat goresan tersebut.

3.4 Interpretasi Hasil


Hasil positif jika terjadi perubahan warna pada lesi menjadi lebih putih, seperti bekas goresan lilin.

4. PANDUAN BELAJAR TES DIASKOPI


4.1 Landasan Teori
Diaskopi adalah tes untuk menilai blanchability kulit, untuk membedakan eritema sekunder
akibat vasodilatasi dengan ekstravasasi eritrosit (purputra). Tekanan langsung pada lesi
menyebabkan darah mengalir keluar dari pembuluh darah di area tersebut. Pada purpura atau
ekimosis, eritrosit berada di dermis atau bahkan membeku di dalam pembuluh darah maka darah
tidak dapat bergerak, sehingga warnanya akan tetap merah pada saat ditekan.

4.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Kaca objek
4. Ruang periksa dokter

4.3 Langkah Kerja


1. Letakkan kaca objek pada lesi.
2. Tekan kaca objek tersebut.
3. Amati warna lesi di balik kaca objek tersebut.

Gambar Tes Diaskopi


Sumber: www.studyblue.com

4.4 Interpretasi Hasil


Eritema : lesi akan memucat pada saat ditekan.
Purpura : lesi tetap berwarna merah pada saat ditekan.

5. PANDUAN BELAJAR TES NIKOLSKY


5.1 Landasan Teori
Tujuan dari tes ini adalah untuk membuktikan adanya proses akantolisis, yaitu hilangnya
kohesi antarsel keratinosit epidermis. Hilangnya kohesi tersebut menyebabkan lapisan atas
epidermis mudah bergerak ke lateral dengan sentuhan atau tekanan ringan. Biasanya tes ini
dilakukan pada penyakit dengan lesi berupa bula, misalnya Staphylococcal Scalded Skin Syndrome.

5.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Sarung tangan
4. Ruang periksa dokter

5.2 Langkah Kerja


1. Gunakan sarung tangan.
2. Sentuh atau tekan dengan ringan lesi kulit yang akan diperiksa.
3. Perhatikan lapisan atas epidermis dari lesi tersebut, apakah tetap atau tergeser akibat sentuhan
tersebut.

5.3 Interpretasi Hasil


Tanda Nikolsky positif apabila lapisan bagian atas epidermis bergeser dari tempatnya.
Gambar Tanda Nikolsky (+)
Sumber: www.meddic.jp

6. PANDUAN BELAJAR TES ASBOE HANSEN


6.1 Landasan Teori
Berkurangnya kohesi pada kulit juga dapat didemonstrasikan dengan tes Asboe Hansen.
Apabila bula yang intak diberi tekanan ringan, maka cairan di dalam bula tersebut akan menyebar
di bawah kulit, menjauhi pusat tekanan. Fenomena penyebaran bula ini dinamakan tanda Asboe
Hansen atau tanda Nikolsky II atau Nikolsky indirek.

6.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Sarung tangan
4. Ruang periksa dokter

6.3 Langkah Kerja


1. Gunakan sarung tangan.
2. Tekanlah dengan perlahan bula di kulit yang masih intak.
3. Amati perubahan yang terjadi, apakah cairan di dalam bula tidak bergerak atau menyebar
menjauhi pusat tekanan.

6.4 Interpretasi Hasil


Tanda Asboe Hansen positif apabila cairan di dalam bula menyebar menjauhi pusat tekanan.

7. PANDUAN BELAJAR TES DERMOGRAFISME


7.1 Landasan Teori
Reaksi dermografisme menunjukkan pembentukan urtika sebagai respon terhadap
penggarukan kulit. Tes kulit ini berguna pada diagnosa fisik urtikaria. Tampak pada 5% populasi
dan biasanya asimtomatik.

7.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Kaca objek
4. Ruang periksa dokter

7.3 Langkah Kerja


1. Pasien simulasi yang dipilih sebaiknya seseorang yang punya riwayat urtikaria (bila
memungkinkan).
2. Goreskan tepi kaca objek secara perlahan pada kulit probandus, membentuk kata atau huruf
secara legeartis.
3. Amati perubahan yang timbul pada kulit.

Gambar 1. Hasil tes dermografisme

7.4 Interpretasi Hasil


Hasil tes dermografisme dianggap positif apabila muncul urtika yang membentuk huruf atau kata
yang sesuai dengan bekas gorekan kaca objek.

8. PANDUAN BELAJAR TES DERMOGRAFISME PUTIH


8.1 Landasan Teori
Reaksi dermografisme putih tampak pada kasus dermatitis atopi. Bila kulit seseorang dengan
dermatitis atopi diberi trauma berupa goresan, maka yang timbul bukanlah respon yang biasa terjadi
pada kulit dermatitis atopi (garis warna merah, bengkak, lalu muncul urtika) tetapi yang timbul
adalah garis warna putih tanpa urtika yang menggantikan garis warna merah setelah kira-kira 10
detik.

8.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Kaca objek
4. Ruang periksa dokter

8.3 Langkah Kerja


1. Pasien simulasi yang dipilih sebaiknya seseorang yang mempunyai riwayat dermatitis atopi (bila
memungkinkan).
2. Goreskan ujung kaca objek pada kulit probandus membentuk garis-garis bersilang.
3. Amati perubahan yang terjadi pada kulit probandus.

8.4 Interpretasi Hasil


Tes dermografisme putih dinyatakan positif apabila muncul garis-garis putih sesuai bekas goresan
pada kulit.

Gambar 2. Hasil tes dermografisme putih


LKK 6: INSISI DAN DRAINASE ABSES

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan tindakan insisi dan drainase
abses.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR
1.1 Landasan Teori
Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan yang kemudian
membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan jaringan fibrotik disekitarnya
sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi.
Abses bermula dari terbentuknya indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan
terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan sehat. Pada palpasi
akan didapatkan adanya fluktuasi sebagai akibat banyaknya eksudat yang terbetuk.
Insisi abses dalam arti umum berarti melakukan irisan pada kulit. Sedangkan dalam khusus, insisi abses
berarti mengiris abses untuk mengeluarkan pus yang ada didalamnya.
Syarat melakukan tindakan insisi abses :
- Irisan harus langsung, tidak terputus-putus langsung sampai ke jaringan subkutis
- Insisi harus sesuai garis Langer / Rest Skin Tension Lines (RSTL).
- Irisan yang dekat garis persendian harus sejajar dengan aksis / sumbu sendi
- Insisi sedapat mungkin disembunyikan, misal pada abses mammae
- Sterilitas harus dijaga
- Arah insisi tidak boleh tegak lurus dengan alat penting yang ada didaerah itu, missal arteri,
vena, syaraf.

1.3 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XVI FK UMP
2. Ruang periksa dokter pasien
3. Informed consent
4. Alat peraga
5. Minor set (pin set anatomis dan pinset chirurgis, bisturi no 11, gunting jaringan, needle holder,
klem bengkok, klem lurus, scalpel)
6. Benang cutting 3.0
7. Lidokain/chlor ethyl topical
8. Spuit 1 cc
9. Alat Kuret dermatologi 3,5 inchi
10. Alat drainase (potongan handschoen)
11. Sufratule
12. Kasa steril
13. Povidone iodine 10%
14. Cairan NaCl 0,9%

1.3 Langkah Kerja

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.


2. Identifikasi pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan. (informed consent)
5. Dokumentasi sebelum dan sesudah tindakan insisi.
6. Mempersiapkan alat (memasang bisturi pada scalpel)
7. Melakukan palpasi untuk menentukan lokasi insisi (di daerah yang paling fluktuatif).
8. Mencuci tangan dan menggunakan handschoen steril.
9. Melakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan betadine dan NaCl.
10. Melakukan anestesi dengan chlor ethyl topical(disemprot)
11. Melakukan sayatan linier sesuai garis Rest Skin Tension Lines (RSTL).
12. Melakukan under mining pada sekitar sayatan.
13. Menekan pinggir lesi untuk mengeluarkan bungkus abses.
14. Untuk abses besar, pus diambil untuk dikirim pemeriksaan kultur dan resistensi.
15. Bila bungkus abses sudah rusak dilanjutkan dengan kuretase.
16. Irigasi dengan NaCl 0,9 % sampai jernih
17. Cuci dengan antisetik povidon iodine (betadin), chlorhexidin (savlon) dll
18. Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit), namun
 jika kemungkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih produktif sebaiknya
dipasang drain dan ditutup dengan kasa yang mengandung Povidone iodine 10%.
 Bila insisi besar perlu dilakukan jahitan sekunder dengan jahitan single interrupted
dan ditutup dengan sufratule dan kasa steril.
19. Perawatan luka.

Anda mungkin juga menyukai