PENDAHULUAN
1
daya bakterisid obat yang ada, meningkatnya kasus HIV/AIDS dan
krisis ekonomi.
Meskipun berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, namun tanpa
peran serta masyarakat tentunya tidak akan dicapai hasil yang optimal
karena TB tidak hanya masalah kesehatan namun juga merupakan
masalah sosial. Keberhasilan penanggulangan TB sangat bergantung
pada tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Identitas Pasien
Nama : Tn. I
Tanggal Lahir/ Usia : 26 Desember 1982 (35 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Di Panjaitan Lrg. Kesuma Bangsa
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Dokter Dokter
Pemeriksa
Pemeriksa: : dr. Dini, Sp.P
No. RM : 58.77.28
MRS : 28 April 2018
3
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan gejala sesak nafas yang sama disangkal (-)
Riwayat Asma disangkal (-)
Riwayat TBC positif (-)
Riwayat diabetes melitus disangkal (-)
Riwayat hipertensi disangkal (-)
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : iya, 10 batang/hari
Riwayat minum kopi : iya, 1 gelas / hari
Riwayat minum alkohol : iya
Riwayat olahraga : disangkal
Riwayat makan : 3 kali sehari, sebanyak 1 piring setiap makan.
4
BB : 36 kg
TB : 165 cm
IMT : 13,2
5
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), deformitas (-)
Kimia Klinik
SGOT 46 U/L 0-50 U/L Normal
SGPT 18 U/L 0-50 U/L Normal
6
Mikroskopis BTA (tanggal 2 Mei 2018)
Pada pemeriksaan BTA 3x didapatkan:
BTA 1 (Negatif)
BTA 2 (positif)
BTA 3 (Positif)
2.5 Resume
Tn. I, laki-laki, 35 tahun, mengeluh sesak nafas + 7 hari SMRS dan
batuk berdahak + 3 bulan SMRS. Sesak nafas dirasakan saat aktfitas berat,
Os juga mengeluh mual, keringat malam hari dan demam, os juga mengeluh
nafsu makan berkurang dan berat badan turun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tampak sakit berat, tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 128 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
pernafasan 41x/menit, suhu 36,8o C.
Pada hasil laboratorium didapatkan hemoglobin 11,1 g/dl, leukosit
14,800 /ul, hitung jenis: 0/0.2/0/87/7.1/5.7. LED 54 mm/jam, trombosit
495.000 /ul, hematokrit 34,2%. Pada Pada pemeriksaan Foto Thorax
didapatkan TB Paru Duplex, Pada pemeriksaan BTA 3x didapatkan BTA 1
(negatif), BTA 2 (Positif ), BTA 3 (positif).
2.8 Tatalaksana
Berikut ini adalah tatalaksana yang diberikan:
IVFD Asering gtt 20 x/m
Rifampicin caps 1x300 mg
Isoniazide tab 1x300 mg
7
Pirazinamida tab 1x300 mg
Etambutol tab 1x500 mg
Ambroxol syr 3x1c
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
2.11 Follow Up
A : TB paru
P:
1. IVFD Asering gtt 30 x/m
2. Rifampicin caps 1x300 mg
3. Isoniazide tab 1x300 mg
4. Pirazinamide tab 1x300 mg
5. Etambutol tab 1x500 mg
6. Ambroxol syr 3x1c
8
4. Pirazinamide tab 1x300 mg
5. Etambutol tab 1x500 mg
6. Ambroxol syr 3x1c
A : TB paru
P:
1. IVFD Asering gtt 30 x/m
2. Rifampicin caps 1x300 mg
3. Isoniazide tab 1x300 mg
4. Pirazinamide tab 1x300 mg
5. Etambutol tab 1x500 mg
6. Ambroxol syr 3x1c
(tanggal 2 Mei 2018)
S : Sesak nafas, demam, batuk dan badan lemas
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
TD: 90/60 N : 111x/m RR : 42x/m T : 38,20C
A : TB paru
P:
1. IVFD Asering gtt 30 x/m
2. Rifampicin caps 1x300 mg
3. Isoniazide tab 1x300 mg
4. Pirazinamide tab 1x300 mg
5. Etambutol tab 1x500 mg
6. Ambroxol syr 3x1c
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal
didaerah urban dan pada lingkungan yang padat.1 Tuberculosis merupakan infeksi
bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai
dengan pembentukkan granuloma pada jaringan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cell-mediated
hypersensitivity).5 Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman kuman anaerob
yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membrana selnya sehingga menyebabkan
bakteri ini tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung
dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap intraviolet, karena itu
penularannya terutama terjadi pada malam hari.6
10
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki
risiko untuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu,
pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor
juga memiliki risiko untuk terkena TB.
e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih
banyak terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak-
anak.
2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan
berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di
lingkungan yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena TB. Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh
terhadap risiko untuk terkena TB dimana sosioekonomi rendah
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB.
Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak
yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB
positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat
(higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum
(panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak
terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang
terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius,
terutama dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif. Berarti bayi dari
seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin
besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet
nuclei) yang infeksius.
11
inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari
pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui
inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M. bovis dapat disebabkan oleh
susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid) kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid ini akan membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan
juga tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini karena kuman berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif kembali.
Sifat lain dari kuman ini adalah anaerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen. Dalam hal
ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.
12
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah
hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi. Bakteri terus difagositatau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh
limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.3
13
TB pasca primer dapat juga berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini menjadi:
- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
- Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segerah menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras,
menimbulkan perkampuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan menghancurkan jaringan ikat sekirarnya
dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar menjadi kavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal
karena infiltasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya pengkijuan dan kavitas adalah
karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan
TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate
TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.
14
c. bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut
stellate shaped.
15
- Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
16
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebutkan dalam kategori
1
d. Kategori 4, ditujukan terhadap: TB kronik.
17
- Nyeri dada.
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
- Malaise.
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus (nerat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
18
jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat
menjadi lebih dari setengah jumlah jaringan paru – paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikiti terjadinnya kor pulmonal dan
gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda – tanda kor pulmonal
dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right
ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang
mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan
edema.
Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara
pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit
paru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif.
19
terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma.
Pada kavitas yang bayangannya berupa cincin yang mula–mula
berdinding tipis. Lama–lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila
terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris–garis. Pada kalsifikasi
bayangannya tampak sebagai bercak–bercak padat dengan densitas tinggi.
Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dpat
terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura
(pneumothoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam–macam bayangan
sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis – garis
fibrotic, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema.
Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh–aneh, terutama
gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest imitator.
Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia,
mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran
kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Disamping itu perlu diingat juga
faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai
25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto
lateral, top lordotik, onlik, tomografi dan foto dengan proyeksi densitas keras.
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya
aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrate yang betul–betul nyata. Lesi
penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi
yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada
orang – orang yang sudah tua.
20
Pemeriksaan khusus yang kadang – kadang juga diperlukan adalah
bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
disebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila
pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior disbanding radiologis
biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat
transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat
mengevaluasi proses – proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan
dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal.
21
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga
dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa
peneliti mendapat nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-
95%), tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapat
angka – angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih
dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana
tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah
menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen
M.tuberculosae. sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma
M.tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonic dan
dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis
bila pada titer 1:10.000 dedapatkan hasil PAP-TB positf. Hasil positif
palsu kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan
masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Uji serologi lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya
dengan PAP-TB adalah uji Mycodot. Disini dipakai antigen LAM
(Lipoarabinimannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir
plastik. Sisir ini dicelupkan kedalam serum pasien. Antibody spesifik
anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada
sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.
- Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Di samping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang –
kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak
batuk atau tidak batuk produktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2
liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat – obat mukolitik ekspektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit,
22
sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan
brushing atau brobchila washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
BTA dari sputum juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini
sering dikerjakan pada anak – anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang – kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung
kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50%
pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum
mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang –kuramgnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 Ml sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thian Hok
yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
- Pemeriksan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
- Pemeriksaan sediaan langsung dengan miksroskop flouresens
(pewarnaan khusus)
- Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
- Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Pemeriksaan dengan mikroskop flouresens dengan sinar ultraviolet
walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena
pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat
karsinogen.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman
sputum dalam medium biakan, koloni kuman tubercuiosis mulai tampak.
Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, niakan
dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
23
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA
dengam cara Bactec (Bactec 400 radio metric System), dimana kuman
sudah dapat dideteksi dalam 70-10hari. Disamping itu dengan teknik
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB
dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.tuberculosae yang
tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan
juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kadang–kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat
kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada
fenomena dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan
keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan miksoskopis biasa dan sediaan
biakan, bahan – bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan
bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan
kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.
- Tes Tuberkulin
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. bovis, dan vaksinasi
BCG dan Mycobacterium pathogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat.
3.9 Diagnosis
WHO tahun 1991 memberikan criteria diagnosis pasien tuberculosis:
- Pasien dengan sputum BTA positif:
1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan, atau
2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang
sesuai dengan gambaran TB aktif, atau
3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
- Pasien dengan sputum BTA negatif:
24
1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif atau,
2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali tetapi biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien
dengan kelainan histologist atau dengan gambaran klinis sesuai dengan
TB aktif atau pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya
menunjukkan hasil M. tuberculosae.
Di luar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi
berdasarkan riwayat penyakitnya yakni:
- Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari
1 bulan.
- Kasus kambuh yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB,
tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya.
- Kasus gagal (smear positive failure), yakni:
a. Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat
obat anti TB lebih dari 5 bulan, atau
b. Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat
obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTA-nya positif.
- Kasus kronik, yakni pasien dengan sputum BTAnya tetap positif
setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTA-nya masih
positif.
3.10 Penatalaksanaan
A. PRINSIP PENGOBATAN
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
a. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
25
b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
B. Regimen Pengobatan
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah
antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium.
Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh
bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai
adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin.
Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer. Isoniazid adalah obat TB yang
paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan
streptomisin. Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme
sterilisasi. Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para
Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan
Rifabutin. Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid,
26
dan Kanamisin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif, dan
dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan Rifabutin
digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan kombinasi anti
TB. Rejimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap
dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan
kombinasi OAT dengan dosis tetap.
- 2HRZ/4H3R3
Kategori 3 - 2HRZ/4HR
- 2HRZ/6HE
Tabel 1. Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan
IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease):
27
Paduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia:
- KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan.
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru TB Paru BTA Positif.
- Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit
berat”
- Penderita TB Ekstra Paru berat
Tahap Lama Dosis Per hari/kali Jumlah
Pengobatan Pengobatan Tablet Kaplet Tablet Tablet
Blister
Isoniazid Rifampisin Pirazinammid Etambutol
@300 mg @450 mg @500 mg @250 mg Harian
*)
Catatan : *) 1 bulan = 28 blister (dosis) harian. Satu paket kombipak kategori 1 berisi
104 blister harian yang terdiri dari 56 blister HRZE untuk tahap intensif, dan 48 blister
28
HR untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam
1 dos besar.
- KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE
yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
• Penderita kambuh (relaps)
• Penderita gagal (failure)
• Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
Dosis Per hari/kali
Tabel 3. Panduan OAT kategori 2 dalam paket kombipak untuk penderita dengan berat
badan antara 33-50 kg.
Catatan:
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 144 blister harian yang terdiri dari 84 blister HRZE untuk tahap
intensif, dan 60 blister HRE untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan
dalam 1 dos besar. Disamping itu, disediakan 28 vial Streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan
(60 spuit dan aquabidest) untuk tahap intensif.
- KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu.
29
Obat ini diberikan untuk:
• Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan,
• Penderita TB ekstra paru ringan.
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 104 blister harian yang terdiri dari 56 blister HRZ
untuk tahap intensif, dan 50 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas
dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
- OAT SISIPAN
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Paduan OAT Sisipan untuk
penderita dengan berat badan antara 33 – 50 kg 1 tablet Isoniazid 300 mg,
1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet Pirazinamid 500 mg, 3 tablet
Etambutol 250 mg Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang
dikemas dalam 1 dos kecil.
30
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat
badan penderita.
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah
pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka
penderita tidak bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah
pengelolaannya dan lebih murah pembiayaannya.
400 mg Pirazinamid
31
275 Etambutol
150 mg Rifampisin
Dosis Pengobatan
32
{2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3}:
Berat Badan Tahap Intensif (tiap hari selama 3 bulan) Tahap Lanjutan
Injeksi
Injeksi
Injeksi *)
Injeksi *)
*) dosis maksimal 1g, untuk penderita >60 tahun dosis 500mg – 750mg
Jumlah standar Dosis pemakaian OAT-FDC sebulan
Pemakaian harian : 28 dosis diselesaikan dalam sebulan
Pemakaian 3 kali seminggu : 12 dosis diselesaikan dalam sebulan
Satu blister tablet FDC (4FDC atau 2FDC) terdiri dari 28 tablet
4 FDC 2 FDC
33
30-37 kg 4 BLISTER 3 BLISTER + 12 tablet
34
Pada urin tapi beri penjelasan kepada
pasien
3.11 Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
35
- Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, larigitis, usus,
Poncet’s arthropathy.
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas SOPT (Sindorma
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat
fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom
gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
krisis TB.
36
BAB IV
ANALISIS KASUS
37
nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.
Pada hasil laboratorium didapatkan hemoglobin 11, 1 g/dl, luekosit
14,800 /ul, HJ 0/0.2/0/57/7.1/5.7, LED 54 mm/jam, trombosit 495.000 /ul, Ht
34,2% dan sputum BTA -++. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah
mulai meningkat.
Pada pemeriksaan radiologi, terdapat infiltrate di kedua paru, kesan
TB paru duplex. Lokasi lesi tuberculosis umumnya didaerah apeks paru
(segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hilus menyerupai tumor
paru (misalnya pada tuberculosis endobakterial).
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa IVFD Asering
gtt 30x/m, Rifampicin caps 1x300 mg, Isoniazide tab 1x300 mg,
pyrazinamide tab 1x300 mg, etambutol tab 1x500 mg dan Ambroxol syr
3x1c.
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Penggunaan obat
rifampicin adalah untuk menghambat mekanisme kerja RNA- polimerase
yang tergantung pada DNA dari mikrobakteri dan beberapa mikroorganisme.
Penggunaan isoniazide untuk Berpengaruh terhadap proses biosintesis lipid,
protein, asam nukleat dan glikolisis. Aksi utama isoniazid menghambat
biosintesis asam mikolat yang mempunyai konstituen penting dalam dinding
sel mikrobakteri. Pirazinamid merupakan suatu bakterisidik, terutama untuk
basil tuberkel intraseluler dimana obat ini efektif untuk tuberkulosis yang
merupakan infeksi intraseluler. Mekanisme kerja etambutol yaitu
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan
sel mati, dapat timbul resistensi bila digunakan tunggal, bersifat
38
tuberkulostatik (hanya aktif terhadap sel yang sedang tumbuh) dan menekan
pertumbuhan kuman TB yang resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.
Ambroxol diberikan untuk mengatasi batuk produktif yang dialami pasien.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.
2. Horsburgh, C.R., 2009. Epidemiology of Tuberculosis.
3. World Health Organization (WHO). (2015). Tuberculosis. Retrieved from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/
4. Price, S.A., Standridge, M.P., 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price,
S.A., Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC ; 852-861.
40