Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN ANAK II

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK DENGAN KASUS TETRALOGY OF FALLOT

Disusun oleh :
Kelompok 4
Nursyamsi Aqmarina (201701082)
Marchelin Cicilia Mouto (201701071)
Sitti Rahma Rositalia (201701088)
Sarah (201701087)
Chanti Ingkiriwang (201701058)
Aldin K Timumun (201701053)
Moh Fahril (20170175)
Fehga Ardianto (20170161)
Rifan (201701084)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU 2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan TOF. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II di STIKes
Widya Nusantara Palu.
Dengan terselesaikannya makalah ini, tidak lupa berkat bantuan, bimbingan
Ibu Sri yulianti selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak II, dan
teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan tenaga, pikiran
sehingga makalah dapat terselesaikan.
Apabila dalam penulisan makalah ini masih ditemukan kekeliruan, Kami
mengharap kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini.

Palu, 19 September 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
2. Anatomi Fisiologi
3. Anatomi Tetralogy Of Fallot
4. Aspek Epidemiologi
5. Etiologi
6. Patofisiologi
7. Manifestasi Klinis
8. Klasifikasi
9. Pencegahan
10. Penatalaksanaan
11. Komplikasi
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi

DAFTAR PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah salah satu gangguan jantung
bawaan yang paling umum (CHDs). Kondisi ini diklasifikasikan sebagai
gangguan jantung sianosis, karena tetralogi Fallot hasil dalam aliran
yang tidak memadai darah ke paru-paru untuk oksigenasi. Pasien
dengan tetralogy of Fallot awalnya hadir dengan sianosis lama setelah
lahir, sehingga menarik perhatian medis awal (Bhimji & C Mari, 2016).
4 fitur khas tetralogi Fallot termasuk ventrikel kanan (RV) obstruksi
saluran keluar (RVOTO) (stenosis infundibular), defek septum ventrikel
(VSD), dextroposition aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Kadang-
kadang, beberapa anak juga memiliki defek septum atrium (ASD), yang
membentuk angka lima of Fallot. Patologi dasar tetralogi ini disebabkan
oleh keterbelakangan dari infundibulum ventrikel kanan, yang
menghasilkan sebuah malalignment anteriorleftward septum
infundibular. Malalignment ini menentukan tingkat RVOTO (Bhimji &
C Mari, 2016).

2. Anatomi dan fisiologi


a. Anatomi jantung
Jantung merupakan organ muskular berongga, bentuknya
menyerupai piramid atau jantung pisang yang merupakan pusat
sirkulasi darah ke seluruh tubuh, terletak dalam rongga toraks pada
bagian mediastinum. Ujung jantung mengarah ke bawah, dan sedikit
ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru,
pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh darah paru.
Ruang-ruang jantung :
1) Atrium dekstra
Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau krista terminalis. Bagian
utama atrium yang terletak posterior terhadap rigi terdapat
dinding halus yang secara embriologis berasal dari sinus
venosus. Bagian atrium yang terletak di depan rigi mengalami
trabekulasi akibat berkas serabut otot yang berjalan dari krista
terminalis.
2) Ventrikel dekstra
Berhubungan dengan atrium dekstra melalui osteum
atrioventrikular dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui
osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari
atrium kanan.
Valvula trikuspidalis melindungi osteum atrioventrikuler,
dibentuk oleh lipatan endokardium disertai sedikit jaringan
fibrosa, terdiri dari tiga kuspis atau saringan (anterior, septalis,
dan inferior). Basis kuspis melekat pada cincin fibrosa rangka
jantung. Bila ventrikel berkontraksi M. Papilaris berkontraksi
mencegah agar kuspis tidak terdorong ke atrium dan terbalik
waktu tekanan intraventrikular meningkat.
Valvula pulmonalis melindungi osteum pulmonalis, terdiri
dari semilunaris arteri pulmonalis, dibentuk oleh lipatan
endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa. Mulut muara
kuspis arahnya ke atas, ke dalam trunkus pulmonalis. Selama
sistolik ventrikel katup kuspis tertekan pada dinding trunkus
pulmonalis oleh darah yang keluar. Selama diastolik, darah
mengalir kembali ke jantung masuk ke sinus. Katup kuspis terisi
dan menutup osteum pulmonalis.
3) Atrium sinistra
Terdiri dari aurikula, terletak di belakang atrium kanan,
membentuk sebagian besar basis (fascies posterior), di belakang
atrium sinistra terdapat sinus oblig perikardium serosum dan
perikardium fibrosum. Bagian dalam atrium sinistra halus dan
bagian aurikula vena pulmonalis dari masing-masing paru
bermuara pada dinding posterior dan mempunyai valvula
osteum atrioventrikular sinistra, dilindungi oleh valvula mitralis.
4) Ventrikel sinistra
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteum atrioventrikular sinistra dan dengan aorta melalui osteum
aorta. Dinding ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal dari
ventrikel kanan. Tekanan darah intraventrikuler kiri enam kali
lebih tinggi dibanding tekanan dari ventrikel dekstra.

b. Fisiologi Jantung
Jantung terdiri dari tiga tipe otot utama yaitu otot atrium, otot
ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai
pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi
dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan otot yang lebih
lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan
berkontraksi dengan lemah sekali, sebab serat-serat ini mengandung
sedikit serat kontraktif. Serat ini menghambat irama dan berbagai
kecepatan konduksi, sehingga serta ini bekerja sebagai suatu sistem
pencetus rangsangan bagi jantung. Fungsi umum otot jantung :
1) Sifat ritmisitas atau otomatis, otot jantung secara potensial
dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung
dapat membentuk rangsangan (implus) sendiri. Pada keadaan
fisiologis sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas
yang tinggi.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas, bila impuls yang di lepas
mencapai ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung
akan berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung
sensitif sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua
bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan
yang sama. Kekuatan kontraksi dapat berubah-ubah
bergantung pada faktor tertentu misalnya serat otot jantung,
suhu, dan hormon tertentu.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik, refraktor absolut pada otot
jantung berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung
merupakan upaya tubuh untuk melindungi tubuh.
4) Kekuatan kontraksi di pengaruhi panjang awala otot, bila
seberkas otot rangka di regang kemudian di rangsang secara
maksimal, otot tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan
tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila
volume diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolik
melampaui batas tertentu kekuatan kontraksi akan menurun
kembali.

3. Anatomi Tetralogi of fallot


Pasien dengan tetralogi Fallot (TOF) dapat hadir dengan berbagai
cacat anatomi. Fallot awalnya digambarkan 4 cacat utama yang terdiri
dari: (1) stenosis arteri pulmonalis, (2) septum ventrikel cacat (VSD),
(3) deviasi dari asal aorta ke kanan, dan (4) hipertrofi ventrikel kanan
(RV).
Pada hari ini, bagaimanapun, fitur yang paling penting dari tetralogi
Fallot diakui sebagai (1) ventrikel kanan (RV) obstruksi saluran keluar
(RVOTO), yang hampir selalu infundibular dan / atau katup, dan (2)
suatu terbatas VSD terkait dengan malalignment dari septum Conal
(Bhimji & C Mari, 2016).
a. Ventrikel kanan obstruksi saluran keluar
Klinis, kebanyakan pasien dengan tetralogy of Fallot
memiliki resistensi meningkat ke ventrikel kanan mengosongkan
karena obstruksi saluran keluar paru. Perpindahan anterior dan rotasi
septum infundibular menyebabkan RV obstruksi variabel derajat
dan lokasi. Obstruksi mungkin berdekatan dengan katup paru,
menyebabkan obstruksi tambahan (Bhimji & C Mari, 2016).
b. Arteri paru
Arteri paru dapat bervariasi dalam ukuran dan distribusi, dan
mereka mungkin atretic atau hipoplasia. Jarang, arteri paru-paru kiri
tidak ada. Pada beberapa individu, yang berbeda-beda dari stenosis
arteri paru perifer terjadi, yang selanjutnya membatasi aliran darah
paru (Bhimji & C Mari, 2016).
Hasil atresia paru pada tidak ada komunikasi antara RV dan
arteri paru-paru utama; dalam hal ini, aliran darah paru dijaga baik
oleh ductus arteriosus atau sirkulasi kolateral dari pembuluh
bronkial. Dengan RVOTO minimal, penyakit pembuluh darah paru
dapat berkembang sekunder untuk aliran darah paru yang berlebihan
dari shunt lefttoright besar atau agunan aortopulmonary besar
(Bhimji & C Mari, 2016).
Dalam hingga 75% dari anak-anak dengan tetralogy of
Fallot, beberapa derajat stenosis katup pulmonal dapat terjadi.
Stenosis biasanya karena selebaran tethering daripada fusion
commissural. Anulus paru menyempit di hampir setiap kasus
(Bhimji & C Mari, 2016).
c. Aorta
Benar dextroposition dan rotasi abnormal hasil akar aorta di
utama aorta (yaitu, aorta itu, untuk berbagai tingkat, berasal dari
RV). Dalam beberapa kasus, lebih dari 50% dari aorta mungkin
sehingga berasal dari RV. Sebuah lengkungan aorta kanan mungkin
terjadi, yang dapat menyebabkan asal abnormal pembuluh
lengkungan (Bhimji & C Mari, 2016).
d. Anomali terkait
Terkait cacat juga umum. Koeksistensi cacat septum atrium
(ASD) terjadi cukup sering untuk meminta dimasukkan dalam
pentalogy socalled of Fallot. Cacat lain yang mungkin termasuk
paten ductus arteriosus (PDA), defek septum atrioventrikular
(AVSD), otot VSD, anomali balik vena paru, arteri koroner anomali,
katup pulmonal tidak ada, jendela aorticopulmonary, dan
ketidakmampuan aorta (Bhimji & C Mari, 2016).
Anatomi koroner juga mungkin abnormal. Di antara kelainan
ini adalah asal dari descending anterior kiri (LAD) arteri koroner
dari arteri yang tepat proksimal koroner (PRCA), yang melintasi RV
outflow pada jarak variabel dari anulus katup pulmonal. Arteri
koroner anomali LAD diamati di 9% dari kasus tetralogi Fallot, dan
kelainan ini membuat penempatan patch di anulus paru berisiko,
mungkin membutuhkan sebuah saluran eksternal. Selama perbaikan
VSD, LAD arteri koroner anomali rawan cedera. Kadang-kadang,
semua arteri koroner timbul dari ostium koroner utama kiri tunggal
(Bhimji & C Mari, 2016).

4. Aspek epidemiologi
Tetralogy of Fallot merupakan kelainan jantung sianotik kongenital
yang paling sering terjadi dengan perkiraan kejadian 1 per 3500
kelahiran hidup. Sebanyak 7-10% malformasi jantung kongenital
adalah Tetralogy of Fallot.
Sebuah penelitian systematic reviewmenyebutkan bahwa
prevalensi Tetralogy of Fallot lebih tinggi lagi yakni 421 per 1 juta
kelahiran hidup atau 1 per 2375 kelahiran hidup. Angka
pasien Tetralogy of Fallot yang mengalami survival hingga dewasa
bervariasi 20-79%.
Berdasarkan estimasi Centers for Disease and Prevention (CDC), di
Amerika Serikat terdapat 1660 kelahiran bayi dengan Tetralogy of
Fallot atau 1 kejadian per 2518 kelahiran bayi per tahun.
Di Indonesia insidensi penyakit jantung kongenital adalah 8 per
1.000 kelahiran hidup. Diasumsikan terdapat penambahan 32.000 kasus
baru penyakit jantung kongenital tiap tahunnya. Namun data insidensi
tersebut hanya estimasi berdasarkan estimasi insidensi penyakit jantung
kongenital global. Data insidensi Tetralogy of Fallot di Indonesia tidak
tersedia.

5. Etiologi
Penyebab dari sebagian besar penyakit jantung bawaan (CHDs)
tidak diketahui, meskipun studi genetik menunjukkan etiologi
multifaktorial. Sebuah studi dari Portugal melaporkan bahwa metilen
tetrahidrofolat reduktase (MTHFR) polimorfisme gen dapat dianggap
sebagai gen kerentanan untuk tetralogi Fallot (Bhimji & C Mari, 2016).
Sebuah penelitian yang lebih baru telah melaporkan bahwa VEGF
polimorfisme genetik, 2578C> A dan 634C> G, mungkin terkait dengan
peningkatan risiko untuk tetralogi Fallot, sedangkan risiko yang
berpotensi mengurangi dengan 936C> polimorfisme T, usia ibu hamil
di atas 40 tahun, Kekurangan gizi selama masa kehamilan (Li X et al.,
2015).
6. Patofisiologi
Faktor prenatal yang berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi
dari tetralogi Fallot (TOF) termasuk rubella ibu (atau penyakit virus
lainnya) selama kehamilan, gizi prenatal miskin, penggunaan alkohol
ibu, usia ibu yang lebih tua dari 40 tahun, fenilketonuria ibu (PKU) lahir
cacat, dan diabetes. Anak-anak dengan sindrom Down juga memiliki
insiden yang lebih tinggi dari tetralogi Fallot, seperti halnya bayi dengan
sindrom hydantoin janin atau sindrom karbamazepin janin (Bhimji & C
Mari, 2016).
Sebagai salah satu malformasi conotruncal, tetralogi Fallot dapat
dikaitkan dengan spektrum lesi dikenal sebagai CATCH 22 (cacat
jantung, facies yang abnormal, hipoplasia timus, bibir sumbing,
hipokalsemia). Analisis sitogenetik dapat menunjukkan penghapusan
dari segmen kromosom Band 22q11 (DiGeorge daerah kritis). Ablasi
sel-sel pial neural telah terbukti mereproduksi malformasi conotruncal
(Bhimji & C Mari, 2016).
Kelainan ini berhubungan dengan sindrom DiGeorge dan kelainan
lengkung branchial (Bhimji & C Mari, 2016).
Hemodinamik dari tetralogi Fallot tergantung pada derajat ventrikel
(RV) obstruksi saluran keluar yang tepat (RVOTO). defek septum
ventrikel (VSD) biasanya nonrestrictive, dan RV dan ventrikel kiri (LV)
tekanan yang menyamakan kedudukan. Jika obstruksi parah,
intracardiac shunt adalah dari kanan ke kiri, dan aliran darah paru dapat
nyata berkurang. Dalam hal ini, aliran darah mungkin tergantung pada
patent ductus arteriosus (PDA) atau jaminan bronkus (Bhimji & C Mari,
2016).
7. Manifestasi klinik
Gambaran klinis tetralogi Fallot (TOF) secara langsung
berhubungan dengan tingkat keparahan cacat anatomi. Kebanyakan bayi
dengan tetralogy of Fallot mengalami kesulitan dengan makan, dan
gagal tumbuh (NTP) umumnya diamati. Bayi dengan atresia paru
mungkin menjadi mendalam cyanotic sebagai ductus arteriosus
menutup kecuali jaminan bronkopulmonalis yang hadir. Kadang-
kadang, beberapa anak memiliki cukup aliran darah paru dan tidak
muncul cyanotic; -orang tetap asimtomatik, sampai mereka mengatasi
suplai darah paru mereka (Bhimji & C Mari, 2016).
Saat lahir, beberapa bayi dengan tetralogy of Fallot tidak
menunjukkan tanda-tanda sianosis, tetapi mereka kemudian dapat
mengembangkan episode kulit pucat kebiruan saat menangis atau
makan (yaitu, "Tet" mantra). Hipoksia tet mantra yang berpotensi
mematikan, episode tak terduga yang terjadi bahkan pada pasien
noncyanotic dengan tetralogy of Fallot. Mekanisme ini diduga termasuk
spasme septum infundibular, yang akut memperburuk ventrikel kanan
(RV) obstruksi saluran keluar (RVOTO). Mantra ini dapat dibatalkan
dengan prosedur yang relatif sederhana (Bhimji & C Mari, 2016).
Sebuah mode karakteristik di mana anak-anak yang lebih tua dengan
tetralogy of Fallot meningkatkan aliran darah paru adalah jongkok.
Jongkok adalah mekanisme kompensasi, signifikansi diagnostik, dan
sangat khas bayi dengan tetralogy of Fallot. Jongkok meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer (PVR) dan dengan demikian
mengurangi besarnya shunt RightToLeft seluruh defek septum ventrikel
(VSD). Dyspnea Exertional biasanya memburuk dengan usia. Kadang-
kadang, hemoptisis akibat pecahnya jaminan bronkial dapat
mengakibatkan anak yang lebih tua (Bhimji & C Mari, 2016).
Pasien jarang dapat tetap marginal dan tak terasa sianosis, atau
acyanotic dan tanpa gejala, dalam kehidupan dewasa (Bhimji & C Mari,
2016).
Sianosis umumnya berlangsung dengan usia dan perkembangan dari
pembuluh darah paru dan menuntut perbaikan bedah. Faktor-faktor
berikut dapat memperburuk sianosis pada bayi dengan tetralogy of
Fallot :
Asidosis Stres Infeksi Postur Latihan Betaadrenergic agonis
Dehidrasi Penutupan duktus arteriosus shunt dominan adalah dari kanan
ke kiri dengan aliran melintasi VSD ke ventrikel kiri (LV), yang
menghasilkan sianosis dan nilai hematokrit. Ketika stenosis pulmonal
ringan, dua arah shunting mungkin terjadi. Pada beberapa pasien,
stenosis infundibular minimal, dan shunt dominan adalah dari kiri ke
kanan, memproduksi apa yang disebut tetralogi merah muda. Meskipun
pasien tersebut mungkin tidak muncul cyanotic, mereka sering memiliki
desaturation oksigen dalam sirkulasi sistemik (Bhimji & C Mari, 2016).

8. Klasifikasi
Terdapat berbagai varian dari TOF, yaitu :
1. TOF dengan atresia pulmonal
2. TOF dengan atresia pulmonal dengan kolateral aortapulmonal
multipel
3. TOF dengan absennya katup pulmonal
4. TOF dengan double outlet RV
5. TOF dengan defek septum atrium

9. Pencegahan
Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini
sebenarnya tidak diketahui tetapi langkah untukk berjaga-jaga bisa
diambil untuk mengurangi risiko mendapat bayi yang mengidap
masalah jantung, yaitu: 8, 9, 10 Sebelum mengandung seseorang wanita
itu perlu memastikan ia telah mendapatkan imunisasi rubella.
Jangan merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan.
Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik seperti Diabetes,
Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu
mengunjungi dokter sebelum hamil.
Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian
antibiotik pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap
endokarditis bakterialis apabila mereka menjalani: 9, 10 Pembedahan
tonsil dan adenoid. Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan
saluran kemih. Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin
2 mg (maksimal 80 mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur
berkenaan. Dan hendaknya diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat
tersebut. Obat ulangan itu boleh diganti dengan Amoxicillin 25 mg
(maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan resiko rendah.

10. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi
ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain
dengan cara :
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena
peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis.
Selain itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung (venous).
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula
diberi Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
3. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu
tepat karena permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi
karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha di atas
diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis berkurang dan anak
menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan
pemberian :
a. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk
menurunkan denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi.
Dosis total dilarutkan dngan 10 ml cairan dalam spuit, dosis
awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi
sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
b. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat
efektif dalam penanganan serangan sianotik. Penambahan
volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga
aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik
membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan


operasi yang dilakukan, yaitu :
a. Aastomosis Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt)
Yaitu merupakan posedur shunt yang dianastomosis sisi
sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal. Anastomose
sub clavia pulmoner dari Blalock – Taussig adalah intervensi
palliative yang umumnya dianjurkan bagi anak yang tidak sesuai
bedah korektif. Arteri subklavia yang berhadapan dengan sisi
lengkung aorta diikat,dibelah dan dianastomosekan ke arteria
pulmoner kolateral. Keuntungan pirau ini adalah
kemampuannya membuat pirau yang sangat kecil,yang tumbuh
bersama anak dan kenyataannya mudah mengangkatnya selama
perbaikan definitive.Anastomosis Blalock- Taussig yang
dimodifikasi pada dasarnya sama , namun memakai bahan
prostetik,umumnya politetrafluoroetilen. Dengan pirau ini
ukurannya dapat lebih dikendalikan, dan lebih mudah diangkat
karena kebanyakan seluruh perbaikan tuntas dilakukan pada saat
anak masih sangat muda. Konsekuensi hemodinamik dari pirau
Blalockn-
Taussig adalah untuk memungkinkan darah sistemik
memasuki sirkulasi pulmoner melalui arteria subklavia,
sehingga meningkatkan aliran darah pulmoner dengan tekanan
rendah, sehingga menghindari kongesti paru. Aliran darah ini
memungkinkan stabilisasi status jantung dan paru sampai anak
itu cukup besar untuk menghadapi pembedahan korektif dengan
aman. Sirkulasi kolateral akan muncul untuk menjamin aliran
darah arterial yang memadai ke lengan,meskipun tekanan darah
tidak dapat diukur pada lengan itu.
b. Anastomosis Waterston-cooly
Adalah prosedur paliatif yang digunakan untuk bayi dengan
defek yang menurunkan aliran darah paru, seperti tetralogi fallot
(TF). Prosedur ini merupakan prosedur jantung tertutup, yaitu
aorta desendens posterior secara langsung di jahit pada bagian
anteroir arteri pulmoner kanan, membentuk sebuah fistula.
Walaupun pirau ini sulit di angkat selama perbaikan defrinitif,
prau ini pada umumnya telah menggantikan cara anastomosis
Potts-Smith-Gibson, atau potts, yang merupakan pirau sisi ke
sisi antara aorta desendens dan arteri pulmoner kiri, karena
secara teknis paling mudah di lakukan. Pada tipe ini ahli bedah
harus hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang
dibuat antara bagian aorta asending dengan bagian anterior arteri
pulmonal kanan. Jika anastomosis terlalu kecil maka akan
mengakibatkan hipoksia berat. Jika anastomosis terlalu besar
akan terjadi pletora dan edema pulmonal.
Respons hemodinamik yang di harapkan adalah agar darah
dari aorta mengalir ke dalam arteri pulmoner dan dengan
demikian meningkatkan aliran darah pulmoner. Prosedur ini
akan mengurabgi terjadinya anoksia, sianosis, dan jari tabuh.
Dalam prosedur ini di hasilkan murmur yang mirip dengan bunyi
mesin.
c. Total Korektif
Terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan
reseksi infundibulum yang mengalami hipertrofi.
d. Perbaikan Definitif
Dulu perbaikan tuntas tetralogi fallot di tunda
penatalaksanaanya sampai anak-anak masuk usia pra-sekolah,
tapi sekarang perbaikan tersebut dapat dengan aman dikerjakan
pada anak-anak berusia 1 dan 2 tahun. Indikasi pembedahan
pada usia yang sangat muda ini adalah polisitemiaberat
(hematokrit di atas 60%). Hipersianosis, hipoksia, dan
penurunan kualitas hidup. Pada pembedahan tersebut di buat
insisi sternotomi median, dan bypass kardiopulmoner, dengan
hipotermia profunda pada beberapa bayi. Jika sebelumnya sudah
terpasang pirau, pirau tersebut harus di angkat. Kecuali
perbaikan ini tidak dapat dilakukan melalui atrium kanan,
hendaknya di hindariventrikulotomi kanan karena berpotensi
mengganggu fungsi ventrikel. Obstruksialiran keluar dari
ventrikel kanan di hilangkan dan di lebarkan menggunakan
Dacron dengan dukungan pertikard. Hindari isufisiensi paru,
katub pulmoner di insisi. Defek septum ventrikuli di tutup
dengan tambalan Dacron untuk melengkapi pembedahan. Pada
kasusu obstruksi saluran keluar ventrikel kanan, dapat di pasng
sebuah pipa. ( buku ajar keperawatan pedriatik, 2005 )
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan :
1) Antibiotik : Pemilihan jenisnya tergantung dari hasil krultur
dan uji sensitivitas. Kadang-kadang digunakan untuk
profilaksis.
2) Diuretk (misalnya: furosemid (lasix) : Digunakan untuk
meningkatkan diuresisi, menurangi kelebihan cairan,
digunkan selama pengobatan edema yang berhubungan
dengan gagal jantung kongestif.
3) Digitalis : Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung, isi
sekuncup, dan curah jantung serta menurunkan tekanan vena
jantung. Digunakan untuk mengobati gagal jantung kongesti
dan aritmia jantung tertentu ( jarang diberi sebelum koreksi,
kecuali jika pirau terlalu besar)
4) Besi : Untuk mengatasi anemia
5) Propanolol (inderal), sebuah beta boker : Menurunkan
denyut jantung dan kekuatan kontraksi serta iritabilitas
miokard, dipakai untuk mencegah atau mengobati serangan
hipersianosis.
6) Morfin ( sebuah analgesik) : Meningkatkan ambang rasa
sakit, juga digunakan untuk mengobati serangan
hipersianosis dengan menghambat pusat pernafasan dan
refleks batuk.
7) NaHCO_3 : Sebuah pengalkali sistemik kuat-dipakai untuk
mengobati asidosis dengan mengganti ion bikarbonat dan
memulihkan kapasitas buffer tubuh. ( buku ajar keperawatan
pedriatik, 2005 )

11. Komplikasi
a. Abses serebri
TOF yang tidak dioperasi merupakan faktor predisposisi
penting abses serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-
18,7% pada penderita ToF, sering pada anak di atas usia 2 tahun.8
Beberapa patogen penyebabnya antara lain Streptococcus milleri,
Staphylococcus, dan Haemophilus. ToF bisa menyebabkan abses
serebri karena hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas.
Dampaknya adalah terganggunya mikrosirkulasi dan
menyebabkan terbentuk mikrotrombus, ensefalomalasia fokal, serta
terganggunya permeabilitas sawar darah otak.
Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septikemia terjadi
pada 23% anak ToF. Umumnya abses hanya tunggal, bisa ditemukan
abses multipel walaupun jarang. Lokasi tersering di regio parietal
(55%), lokasi lain yang sering adalah regio frontal dan temporal.
Abses multipel terutama ditemukan pada anak luluh imun
(immunocompromised) dan endokarditis.
Pada abses serebri terjadi peningkatan tekanan intrakranial
yang tidak spesifi k, seperti nyeri kepala, letargi, dan perubahan
tingkat kesadaran. Demam jarang ditemukan. Sering muncul
muntah dan kejang pada saat awal terjadinya abses serebri. Makin
banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi akan makin
menonjol. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, kejang fokal,
dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain defi sit
neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI
menyebabkan diplopia, ptosis, hemiparesis. Perubahan tanda vital
yang dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi, dan kesulitan
bernapas. Ruptur abses dapat terjadi, ditandai dengan perburukan
semua gejala. Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi
menemukan leukositosis dan LED meningkat. Untuk menegakkan
diagnosis diperlukan CT-scan kepala atau MRI.
b. Gagal jantung
Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF yang
tidak menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi pada penderita ToF
usia dewasa, juga sering ditemukan pada usia remaja.Penyebab
gagal jantung multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya
pirau antara aorta dan arteri pulmonalis. Gagal jantung juga dapat
disebabkan oleh terapi bedah yang tidak tuntas atau kurang tepat.
Beberapa hal yang sering menyebabkan gagal jantung akibat
terapi bedah adalah kerusakan septum ventrikal yang masih tersisa,
kerusakan pirau antara aorta dan arteri pulmonalis, tidak
berfungsinya ventrikel kanan, gangguan otot septum ventrikel,
regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid, hipertensi arteri
pulmonalis, kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran
darah koroner, heart block, dan regurgitasi katup aorta. Gagal
jantung pada penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi
miokard. Miokard yang terkena tidak hanya di ventrikel kanan,
namun dapat pula di ventrikel kiri akibat hipoksia yang berlangsung
lama.
Selain itu gagal jantung bisa akibat polisitemia berat
menyebabkan trombo-emboli, oklusi koroner, berakibat iskemi atau
infark miokard yang dapat mencetuskan gagal jantung. Hipoksia
berat menyebabkan disfungsi miokard berat. Kondisi yang sering
menyertai terjadinya gagal jantung adalah anemia dan endokarditis
bakterial. Pada kondisi anemia yang berat, gejala gagal jantung
semakin terlihat.
c. Endokarditis
Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada ToF di
antara semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab tersering
adalah streptokokus. Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya
endokarditis pada ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur
abnormal jantung atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan
atau turbulensi bermakna yang menyebabkan kerusakan endotel,
yaitu mikrolesi pada endokardium, dan pembentukan platelet, fibrin,
trombus. Faktor kedua adalah bakteremia. Bakteremia dapat terjadi
karena mikroorganisme di dalam darah menempel pada mikrolesi
sehingga menimbulkan proses peradangan selaput endokardium.
Gejala klinis endokarditis bervariasi. Demam pada
endokarditis biasanya tidak terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu.
Anoreksia, malaise, artralgia, nyeri dada, gagal jantung,
splenomegali, petekie, nodul Osler, Roth spot, lesi Janeway, dan
splinter hemorrhage dapat dijumpai. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan kultur darah yang positif atau terdapat vegetasi pada
ekokardiografi .
d. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas
Polisitemia pada ToF terjadi akibat hipoksemi kronik karena
pirau kanan ke kiri. Hal ini merupakan respons fi siologis tubuh
untuk meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara
menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan eritropoetin ginjal
guna meningkatkan produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis).
Awalnya, polisitemia menguntungkan penderita ToF, namun
bila hematokrit makin tinggi, viskositas darah akan meningkat yang
dapat mengakibatkan perfusi oksigen berkurang sehingga
pengangkutan total oksigen pun berkurang, akibatnya dapat
meningkatkan risiko venooklusi. Gejala hiperviskositas akan
muncul jika kadar hematokrit ≥65% berupa nyeri kepala, nyeri
sendi, nyeri dada, iritabel, anoreksia, dan dispnea.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama (disesuaikan dengan nama pasien).
2) Umur (pasien dengan Tetralogi Of Fallot biasanya terjadi pada
usia bayi tempat sianosis muncul, misalnya pada mukosa
membran bibir dan mulut)
3) Jenis kelamin (laki-laki – perempuan perbandingannya 70%-
30%)
4) Suku/bangsa, agama, pekerjaan, dll (tidak terlalu signifikan)
(Habriel R & Darmadi, 2013)
b. Keluhan Utama
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi
tampak biru setelah tumbuh. (Habriel R & Darmadi, 2013)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat sakit keluarga: penyakit jantung, kelainan bawaan, diabetes
militus, hipertensi
d. Pola Aktivitas/ istirahat
1) Gejala : keletihan / kelelahan terus menerus sepangjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas. Dispnea pada istirahat
atau pada pengerahan tenaga.
2) Tanda : gelisah, perubahan status mental, misal : letargi. Tanda
vital berubah pada aktivitas
e. Pola Eleminasi
Gejala : penurunan berkemih, berkemih di malam hari
f. Pola Makanan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, pembengkaan
ekstremitas bawah,Tanda : distensi abdomen, edema (umum,
dependen, tekanan, pitting)
g. Pemeriksaan Fisik:
Nadi : 120x/ menit
Kulit : sianosis
Ekstermitas (atas / bawah) : sianosis pada jari tangan dan jari kaki

2. Diagnosa
1. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung yang berhubungan
dengan riwayat penyakit kardiovaskuler pada keluarga ditandai
dengan pembengkakan ekstermitas.
2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan
elektrokardiogram ditandai dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi ditandai dengan pola
pernafasan abnormal.
4. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan ansietas
ditandai dengan dispnea.
(Nanda, 2015)
3. Intervensi

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI


1 Resiko penurunan perfusi jaringan jantung Cardiac Care
yang berhubungan dengan riwayat penyakita. Evaluasi adanya nyeri dada
kardiovaskuler pada keluarga ditandai b. Catat adanya distrimia jantung
dengan pembengkakan ekstermitas. c. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
Tujuan: resiko penurunan perfusi jaringan cardiac output
jantung teratsi setelah dilakukan d. Monitor status kardiovaskuler
pemeriksaan 2x24 jam. e. Monitor status pernafasan yang
Kriteria Hasil: menandakan gagal jantung
- Tekanan systole dan diastole dalam Vital Sign Monitoring
rentang yang di harapkan a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Nadi perifer kuat dan normal b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi c. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
dalam batas normal atau berdiri
- Bunyi jantung abnormal tidak ada d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
- Nyeri dada tidak ada bandingkan
e. Monitor jumlah dan irama jantung

2 Intoleransi aktivitas yang berhubungan Activity Therapy


dengan perubahan elektrokardiogram a. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitas
ditandai dengan ketidakseimbangan antara medik dalam merencanakan program terapi
suplai dan kebutuhan oksigen. yang tepat
Tujuan: intoleransi aktivitas teratasi setelahb. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
dilakukan pemeriksaan 2x24 jam. yang mampu dilakukan
Kriteria Hasil: c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa yang sesuai dengan kemampuan fisik,
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan psikologi dan social
RR
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari d. Bantu untuk mengidentifikasi dan
(ADLs) secara mandiri mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
- Tanda-tanda vital normal aktivitas yang di inginkan
- Energi psikomotor e. Bantu untuk mendapatkan alat bantu
- Mampu berpindah dengan atau tanpa aktivitas seperti kursi roda dan krek
bantuan alat f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
di sukai
3 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan Airway Manajemen
dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusia. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
ditandai dengan pola pernafasan abnormal. atau jaw thrust bila perlu
Tujuan: gangguan pertukaran gas teratasi b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
setelah dilakukan pemeriksaan 2x24 jam. ventilasi
Kriteria Hasil: c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
- Mendemonstrasikan peningkatan alat jalan nafas buatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat d. Pasang mayo bila perlu
- Memelihara kebersihan paru dan bebas e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dari tanda-tanda distress pernafasan f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis tambahan
dan dipsneu (mampu mengeluarkan sputum,h. Berikan bronkodilator bila perlu
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
- Tanda tanda vital dalam rentang normal
4 Ketidakefektifan pola nafas yang Airway Manajemen
berhubungan ansietas ditandai dengan a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift
dispnea. atau jaw thrust bila perlu
Tujuan: Ketidakefektifan pola nafas teratasi
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
setelah dilakukan pemeriksaan 2x24 jam. ventilasi
Kriteria Hasil: c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis e. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dan dispnea f. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Menunjukkan jalan nafas yang paten tambahan
- Tanda-tanda vital dalam rentang normalg. Berikan bronkodilator bila perlu
h. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
lembab

(Nanda, 2015)
4. Discharge Planning
a. Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
b. Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai
dengan usia dan kondisi penyakit
c. Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
1) Teknik pemberian obat
2) Teknik pemberian makanan
3) Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal
yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapayang akan
dihubungi jika membutuhkan pertolongan.
Daftar Pustaka

Febriana S, 2013. WOC Tetralogi Of Fallot. 18/9/2013

Habriel R, Darmadi. 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogi Of Fallot. CDK-
202/40/3/2013

Kusmiyati, Y. 2010. Perawatan Ibu Hamil. Cetakan ke VI. Yogyakarta: Fitramaya

Li X, Liu CL, Li XX, Li QC, Ma LM, Liu GL. VEGF gene polymorphisms are
associated with risk of tetralogy of Fallot. Med Sci Monit. 2015 Nov 12. 21:3474-
82

Nanda. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.2015-2017.


JakartaEGC

Nanda. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-
Noc Edisi Revisi Jilid 3. 2015. Mediaction

Nikma, Rohmatur & Walid Saiful. 2014. Proses Keperawatan teori & Aplikasi.
2014. Ar-Ruzz Media

Ruslie, Riska, H & Darmadi. 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogi of
Fallot. CDK-202 40/3/2013.

Shabir Bhimji, MDPhD, Yasmine Subhi Ali, MD FACC, FACP MSCI, Mary C
Mancini, MD, PhD, MMM. 2016 september 27. Tetralogi Of Fallot. The heart org
medscape. 23/3/2017

Syaifuddin, H, AMK, 2014. Anatomi Fisiologi. 2014. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai