Disusun oleh :
Kelompok 4
Nursyamsi Aqmarina (201701082)
Marchelin Cicilia Mouto (201701071)
Sitti Rahma Rositalia (201701088)
Sarah (201701087)
Chanti Ingkiriwang (201701058)
Aldin K Timumun (201701053)
Moh Fahril (20170175)
Fehga Ardianto (20170161)
Rifan (201701084)
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan TOF. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II di STIKes
Widya Nusantara Palu.
Dengan terselesaikannya makalah ini, tidak lupa berkat bantuan, bimbingan
Ibu Sri yulianti selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak II, dan
teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan tenaga, pikiran
sehingga makalah dapat terselesaikan.
Apabila dalam penulisan makalah ini masih ditemukan kekeliruan, Kami
mengharap kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
2. Anatomi Fisiologi
3. Anatomi Tetralogy Of Fallot
4. Aspek Epidemiologi
5. Etiologi
6. Patofisiologi
7. Manifestasi Klinis
8. Klasifikasi
9. Pencegahan
10. Penatalaksanaan
11. Komplikasi
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah salah satu gangguan jantung
bawaan yang paling umum (CHDs). Kondisi ini diklasifikasikan sebagai
gangguan jantung sianosis, karena tetralogi Fallot hasil dalam aliran
yang tidak memadai darah ke paru-paru untuk oksigenasi. Pasien
dengan tetralogy of Fallot awalnya hadir dengan sianosis lama setelah
lahir, sehingga menarik perhatian medis awal (Bhimji & C Mari, 2016).
4 fitur khas tetralogi Fallot termasuk ventrikel kanan (RV) obstruksi
saluran keluar (RVOTO) (stenosis infundibular), defek septum ventrikel
(VSD), dextroposition aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Kadang-
kadang, beberapa anak juga memiliki defek septum atrium (ASD), yang
membentuk angka lima of Fallot. Patologi dasar tetralogi ini disebabkan
oleh keterbelakangan dari infundibulum ventrikel kanan, yang
menghasilkan sebuah malalignment anteriorleftward septum
infundibular. Malalignment ini menentukan tingkat RVOTO (Bhimji &
C Mari, 2016).
b. Fisiologi Jantung
Jantung terdiri dari tiga tipe otot utama yaitu otot atrium, otot
ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai
pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi
dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan otot yang lebih
lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan
berkontraksi dengan lemah sekali, sebab serat-serat ini mengandung
sedikit serat kontraktif. Serat ini menghambat irama dan berbagai
kecepatan konduksi, sehingga serta ini bekerja sebagai suatu sistem
pencetus rangsangan bagi jantung. Fungsi umum otot jantung :
1) Sifat ritmisitas atau otomatis, otot jantung secara potensial
dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung
dapat membentuk rangsangan (implus) sendiri. Pada keadaan
fisiologis sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas
yang tinggi.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas, bila impuls yang di lepas
mencapai ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung
akan berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung
sensitif sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua
bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan
yang sama. Kekuatan kontraksi dapat berubah-ubah
bergantung pada faktor tertentu misalnya serat otot jantung,
suhu, dan hormon tertentu.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik, refraktor absolut pada otot
jantung berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung
merupakan upaya tubuh untuk melindungi tubuh.
4) Kekuatan kontraksi di pengaruhi panjang awala otot, bila
seberkas otot rangka di regang kemudian di rangsang secara
maksimal, otot tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan
tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila
volume diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolik
melampaui batas tertentu kekuatan kontraksi akan menurun
kembali.
4. Aspek epidemiologi
Tetralogy of Fallot merupakan kelainan jantung sianotik kongenital
yang paling sering terjadi dengan perkiraan kejadian 1 per 3500
kelahiran hidup. Sebanyak 7-10% malformasi jantung kongenital
adalah Tetralogy of Fallot.
Sebuah penelitian systematic reviewmenyebutkan bahwa
prevalensi Tetralogy of Fallot lebih tinggi lagi yakni 421 per 1 juta
kelahiran hidup atau 1 per 2375 kelahiran hidup. Angka
pasien Tetralogy of Fallot yang mengalami survival hingga dewasa
bervariasi 20-79%.
Berdasarkan estimasi Centers for Disease and Prevention (CDC), di
Amerika Serikat terdapat 1660 kelahiran bayi dengan Tetralogy of
Fallot atau 1 kejadian per 2518 kelahiran bayi per tahun.
Di Indonesia insidensi penyakit jantung kongenital adalah 8 per
1.000 kelahiran hidup. Diasumsikan terdapat penambahan 32.000 kasus
baru penyakit jantung kongenital tiap tahunnya. Namun data insidensi
tersebut hanya estimasi berdasarkan estimasi insidensi penyakit jantung
kongenital global. Data insidensi Tetralogy of Fallot di Indonesia tidak
tersedia.
5. Etiologi
Penyebab dari sebagian besar penyakit jantung bawaan (CHDs)
tidak diketahui, meskipun studi genetik menunjukkan etiologi
multifaktorial. Sebuah studi dari Portugal melaporkan bahwa metilen
tetrahidrofolat reduktase (MTHFR) polimorfisme gen dapat dianggap
sebagai gen kerentanan untuk tetralogi Fallot (Bhimji & C Mari, 2016).
Sebuah penelitian yang lebih baru telah melaporkan bahwa VEGF
polimorfisme genetik, 2578C> A dan 634C> G, mungkin terkait dengan
peningkatan risiko untuk tetralogi Fallot, sedangkan risiko yang
berpotensi mengurangi dengan 936C> polimorfisme T, usia ibu hamil
di atas 40 tahun, Kekurangan gizi selama masa kehamilan (Li X et al.,
2015).
6. Patofisiologi
Faktor prenatal yang berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi
dari tetralogi Fallot (TOF) termasuk rubella ibu (atau penyakit virus
lainnya) selama kehamilan, gizi prenatal miskin, penggunaan alkohol
ibu, usia ibu yang lebih tua dari 40 tahun, fenilketonuria ibu (PKU) lahir
cacat, dan diabetes. Anak-anak dengan sindrom Down juga memiliki
insiden yang lebih tinggi dari tetralogi Fallot, seperti halnya bayi dengan
sindrom hydantoin janin atau sindrom karbamazepin janin (Bhimji & C
Mari, 2016).
Sebagai salah satu malformasi conotruncal, tetralogi Fallot dapat
dikaitkan dengan spektrum lesi dikenal sebagai CATCH 22 (cacat
jantung, facies yang abnormal, hipoplasia timus, bibir sumbing,
hipokalsemia). Analisis sitogenetik dapat menunjukkan penghapusan
dari segmen kromosom Band 22q11 (DiGeorge daerah kritis). Ablasi
sel-sel pial neural telah terbukti mereproduksi malformasi conotruncal
(Bhimji & C Mari, 2016).
Kelainan ini berhubungan dengan sindrom DiGeorge dan kelainan
lengkung branchial (Bhimji & C Mari, 2016).
Hemodinamik dari tetralogi Fallot tergantung pada derajat ventrikel
(RV) obstruksi saluran keluar yang tepat (RVOTO). defek septum
ventrikel (VSD) biasanya nonrestrictive, dan RV dan ventrikel kiri (LV)
tekanan yang menyamakan kedudukan. Jika obstruksi parah,
intracardiac shunt adalah dari kanan ke kiri, dan aliran darah paru dapat
nyata berkurang. Dalam hal ini, aliran darah mungkin tergantung pada
patent ductus arteriosus (PDA) atau jaminan bronkus (Bhimji & C Mari,
2016).
7. Manifestasi klinik
Gambaran klinis tetralogi Fallot (TOF) secara langsung
berhubungan dengan tingkat keparahan cacat anatomi. Kebanyakan bayi
dengan tetralogy of Fallot mengalami kesulitan dengan makan, dan
gagal tumbuh (NTP) umumnya diamati. Bayi dengan atresia paru
mungkin menjadi mendalam cyanotic sebagai ductus arteriosus
menutup kecuali jaminan bronkopulmonalis yang hadir. Kadang-
kadang, beberapa anak memiliki cukup aliran darah paru dan tidak
muncul cyanotic; -orang tetap asimtomatik, sampai mereka mengatasi
suplai darah paru mereka (Bhimji & C Mari, 2016).
Saat lahir, beberapa bayi dengan tetralogy of Fallot tidak
menunjukkan tanda-tanda sianosis, tetapi mereka kemudian dapat
mengembangkan episode kulit pucat kebiruan saat menangis atau
makan (yaitu, "Tet" mantra). Hipoksia tet mantra yang berpotensi
mematikan, episode tak terduga yang terjadi bahkan pada pasien
noncyanotic dengan tetralogy of Fallot. Mekanisme ini diduga termasuk
spasme septum infundibular, yang akut memperburuk ventrikel kanan
(RV) obstruksi saluran keluar (RVOTO). Mantra ini dapat dibatalkan
dengan prosedur yang relatif sederhana (Bhimji & C Mari, 2016).
Sebuah mode karakteristik di mana anak-anak yang lebih tua dengan
tetralogy of Fallot meningkatkan aliran darah paru adalah jongkok.
Jongkok adalah mekanisme kompensasi, signifikansi diagnostik, dan
sangat khas bayi dengan tetralogy of Fallot. Jongkok meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer (PVR) dan dengan demikian
mengurangi besarnya shunt RightToLeft seluruh defek septum ventrikel
(VSD). Dyspnea Exertional biasanya memburuk dengan usia. Kadang-
kadang, hemoptisis akibat pecahnya jaminan bronkial dapat
mengakibatkan anak yang lebih tua (Bhimji & C Mari, 2016).
Pasien jarang dapat tetap marginal dan tak terasa sianosis, atau
acyanotic dan tanpa gejala, dalam kehidupan dewasa (Bhimji & C Mari,
2016).
Sianosis umumnya berlangsung dengan usia dan perkembangan dari
pembuluh darah paru dan menuntut perbaikan bedah. Faktor-faktor
berikut dapat memperburuk sianosis pada bayi dengan tetralogy of
Fallot :
Asidosis Stres Infeksi Postur Latihan Betaadrenergic agonis
Dehidrasi Penutupan duktus arteriosus shunt dominan adalah dari kanan
ke kiri dengan aliran melintasi VSD ke ventrikel kiri (LV), yang
menghasilkan sianosis dan nilai hematokrit. Ketika stenosis pulmonal
ringan, dua arah shunting mungkin terjadi. Pada beberapa pasien,
stenosis infundibular minimal, dan shunt dominan adalah dari kiri ke
kanan, memproduksi apa yang disebut tetralogi merah muda. Meskipun
pasien tersebut mungkin tidak muncul cyanotic, mereka sering memiliki
desaturation oksigen dalam sirkulasi sistemik (Bhimji & C Mari, 2016).
8. Klasifikasi
Terdapat berbagai varian dari TOF, yaitu :
1. TOF dengan atresia pulmonal
2. TOF dengan atresia pulmonal dengan kolateral aortapulmonal
multipel
3. TOF dengan absennya katup pulmonal
4. TOF dengan double outlet RV
5. TOF dengan defek septum atrium
9. Pencegahan
Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini
sebenarnya tidak diketahui tetapi langkah untukk berjaga-jaga bisa
diambil untuk mengurangi risiko mendapat bayi yang mengidap
masalah jantung, yaitu: 8, 9, 10 Sebelum mengandung seseorang wanita
itu perlu memastikan ia telah mendapatkan imunisasi rubella.
Jangan merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan.
Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik seperti Diabetes,
Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu
mengunjungi dokter sebelum hamil.
Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian
antibiotik pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap
endokarditis bakterialis apabila mereka menjalani: 9, 10 Pembedahan
tonsil dan adenoid. Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan
saluran kemih. Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin
2 mg (maksimal 80 mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur
berkenaan. Dan hendaknya diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat
tersebut. Obat ulangan itu boleh diganti dengan Amoxicillin 25 mg
(maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan resiko rendah.
10. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka terapi
ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain
dengan cara :
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena
peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis.
Selain itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung (venous).
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula
diberi Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
3. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu
tepat karena permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi
karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha di atas
diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis berkurang dan anak
menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan
pemberian :
a. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk
menurunkan denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi.
Dosis total dilarutkan dngan 10 ml cairan dalam spuit, dosis
awal/bolus diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi
sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
b. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat
efektif dalam penanganan serangan sianotik. Penambahan
volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga
aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik
membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
11. Komplikasi
a. Abses serebri
TOF yang tidak dioperasi merupakan faktor predisposisi
penting abses serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-
18,7% pada penderita ToF, sering pada anak di atas usia 2 tahun.8
Beberapa patogen penyebabnya antara lain Streptococcus milleri,
Staphylococcus, dan Haemophilus. ToF bisa menyebabkan abses
serebri karena hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas.
Dampaknya adalah terganggunya mikrosirkulasi dan
menyebabkan terbentuk mikrotrombus, ensefalomalasia fokal, serta
terganggunya permeabilitas sawar darah otak.
Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septikemia terjadi
pada 23% anak ToF. Umumnya abses hanya tunggal, bisa ditemukan
abses multipel walaupun jarang. Lokasi tersering di regio parietal
(55%), lokasi lain yang sering adalah regio frontal dan temporal.
Abses multipel terutama ditemukan pada anak luluh imun
(immunocompromised) dan endokarditis.
Pada abses serebri terjadi peningkatan tekanan intrakranial
yang tidak spesifi k, seperti nyeri kepala, letargi, dan perubahan
tingkat kesadaran. Demam jarang ditemukan. Sering muncul
muntah dan kejang pada saat awal terjadinya abses serebri. Makin
banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi akan makin
menonjol. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, kejang fokal,
dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain defi sit
neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI
menyebabkan diplopia, ptosis, hemiparesis. Perubahan tanda vital
yang dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi, dan kesulitan
bernapas. Ruptur abses dapat terjadi, ditandai dengan perburukan
semua gejala. Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi
menemukan leukositosis dan LED meningkat. Untuk menegakkan
diagnosis diperlukan CT-scan kepala atau MRI.
b. Gagal jantung
Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF yang
tidak menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi pada penderita ToF
usia dewasa, juga sering ditemukan pada usia remaja.Penyebab
gagal jantung multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya
pirau antara aorta dan arteri pulmonalis. Gagal jantung juga dapat
disebabkan oleh terapi bedah yang tidak tuntas atau kurang tepat.
Beberapa hal yang sering menyebabkan gagal jantung akibat
terapi bedah adalah kerusakan septum ventrikal yang masih tersisa,
kerusakan pirau antara aorta dan arteri pulmonalis, tidak
berfungsinya ventrikel kanan, gangguan otot septum ventrikel,
regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid, hipertensi arteri
pulmonalis, kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran
darah koroner, heart block, dan regurgitasi katup aorta. Gagal
jantung pada penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi
miokard. Miokard yang terkena tidak hanya di ventrikel kanan,
namun dapat pula di ventrikel kiri akibat hipoksia yang berlangsung
lama.
Selain itu gagal jantung bisa akibat polisitemia berat
menyebabkan trombo-emboli, oklusi koroner, berakibat iskemi atau
infark miokard yang dapat mencetuskan gagal jantung. Hipoksia
berat menyebabkan disfungsi miokard berat. Kondisi yang sering
menyertai terjadinya gagal jantung adalah anemia dan endokarditis
bakterial. Pada kondisi anemia yang berat, gejala gagal jantung
semakin terlihat.
c. Endokarditis
Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada ToF di
antara semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab tersering
adalah streptokokus. Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya
endokarditis pada ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur
abnormal jantung atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan
atau turbulensi bermakna yang menyebabkan kerusakan endotel,
yaitu mikrolesi pada endokardium, dan pembentukan platelet, fibrin,
trombus. Faktor kedua adalah bakteremia. Bakteremia dapat terjadi
karena mikroorganisme di dalam darah menempel pada mikrolesi
sehingga menimbulkan proses peradangan selaput endokardium.
Gejala klinis endokarditis bervariasi. Demam pada
endokarditis biasanya tidak terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu.
Anoreksia, malaise, artralgia, nyeri dada, gagal jantung,
splenomegali, petekie, nodul Osler, Roth spot, lesi Janeway, dan
splinter hemorrhage dapat dijumpai. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan kultur darah yang positif atau terdapat vegetasi pada
ekokardiografi .
d. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas
Polisitemia pada ToF terjadi akibat hipoksemi kronik karena
pirau kanan ke kiri. Hal ini merupakan respons fi siologis tubuh
untuk meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara
menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan eritropoetin ginjal
guna meningkatkan produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis).
Awalnya, polisitemia menguntungkan penderita ToF, namun
bila hematokrit makin tinggi, viskositas darah akan meningkat yang
dapat mengakibatkan perfusi oksigen berkurang sehingga
pengangkutan total oksigen pun berkurang, akibatnya dapat
meningkatkan risiko venooklusi. Gejala hiperviskositas akan
muncul jika kadar hematokrit ≥65% berupa nyeri kepala, nyeri
sendi, nyeri dada, iritabel, anoreksia, dan dispnea.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama (disesuaikan dengan nama pasien).
2) Umur (pasien dengan Tetralogi Of Fallot biasanya terjadi pada
usia bayi tempat sianosis muncul, misalnya pada mukosa
membran bibir dan mulut)
3) Jenis kelamin (laki-laki – perempuan perbandingannya 70%-
30%)
4) Suku/bangsa, agama, pekerjaan, dll (tidak terlalu signifikan)
(Habriel R & Darmadi, 2013)
b. Keluhan Utama
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi
tampak biru setelah tumbuh. (Habriel R & Darmadi, 2013)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat sakit keluarga: penyakit jantung, kelainan bawaan, diabetes
militus, hipertensi
d. Pola Aktivitas/ istirahat
1) Gejala : keletihan / kelelahan terus menerus sepangjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas. Dispnea pada istirahat
atau pada pengerahan tenaga.
2) Tanda : gelisah, perubahan status mental, misal : letargi. Tanda
vital berubah pada aktivitas
e. Pola Eleminasi
Gejala : penurunan berkemih, berkemih di malam hari
f. Pola Makanan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, pembengkaan
ekstremitas bawah,Tanda : distensi abdomen, edema (umum,
dependen, tekanan, pitting)
g. Pemeriksaan Fisik:
Nadi : 120x/ menit
Kulit : sianosis
Ekstermitas (atas / bawah) : sianosis pada jari tangan dan jari kaki
2. Diagnosa
1. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung yang berhubungan
dengan riwayat penyakit kardiovaskuler pada keluarga ditandai
dengan pembengkakan ekstermitas.
2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan
elektrokardiogram ditandai dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi ditandai dengan pola
pernafasan abnormal.
4. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan ansietas
ditandai dengan dispnea.
(Nanda, 2015)
3. Intervensi
(Nanda, 2015)
4. Discharge Planning
a. Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
b. Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai
dengan usia dan kondisi penyakit
c. Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
1) Teknik pemberian obat
2) Teknik pemberian makanan
3) Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal
yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapayang akan
dihubungi jika membutuhkan pertolongan.
Daftar Pustaka
Habriel R, Darmadi. 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogi Of Fallot. CDK-
202/40/3/2013
Li X, Liu CL, Li XX, Li QC, Ma LM, Liu GL. VEGF gene polymorphisms are
associated with risk of tetralogy of Fallot. Med Sci Monit. 2015 Nov 12. 21:3474-
82
Nanda. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-
Noc Edisi Revisi Jilid 3. 2015. Mediaction
Nikma, Rohmatur & Walid Saiful. 2014. Proses Keperawatan teori & Aplikasi.
2014. Ar-Ruzz Media
Ruslie, Riska, H & Darmadi. 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogi of
Fallot. CDK-202 40/3/2013.
Shabir Bhimji, MDPhD, Yasmine Subhi Ali, MD FACC, FACP MSCI, Mary C
Mancini, MD, PhD, MMM. 2016 september 27. Tetralogi Of Fallot. The heart org
medscape. 23/3/2017