Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nur Hidayatullah

NIM : 03031181722019
Shift : Senin (13.30-16.30 WIB)
Kelompok : 1 ( Satu )

MEKANISME COAGULANT AID

Koagulasi adalah proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku
sehingga membentuk campuran yang homogen. Partikel koloid akan saling menarik dan
menggumpal membentuk flok. Partikel-partikel koloid yang terbentuk pada umumnya
terlalu sulit untuk dihilangkan jika hanya dengan pengendapan secara gravitasi. Koloid
tersebut akan tetapi distabilkan dengan cara agregasi atau koagulasi menjadi partikel
yang juga lebih besar maka koloid tersebut dapat juga dihilangkan dengan cepat (Metcalf
dan Eddy, 1978). Coagulant aid adalah bahan kimia yang ditambahkan selama proses
koagulasi berlangsung untuk mencapai hasil :
1) Meningkatkan koagulasi.
2) Membuat flok kuat dan stabil.
3) Mengatasi efek penurunan suhu.
4) Mengurangi jumlah koagulan.
Penggunaan Coagulant aid dapat secara signifikan mengurangi jumlah tawas
yang digunakan dan sesuai dengan jumlah sludge yang dihasilkan. Sludge tawas yang
memiliki karakterisitik sulit untuk dikeringkan dan membuang pengurangan sludge
sering kali menjadi pertimbangan utama dalam keputusan untuk menggunakan
Coagulant aid. Terdapat jenis Coagulant aid yang sangat umum yaitu (AWWA, 1979):
1) Activated silica.
2) Weighting agents.
3) Polyelectrolytes.
Polimer sintetik telah digunakan dalam proses koagulasi-flokulasi untuk
perjenihan air setidaknya selama empat dekade. Dibandingkan dengan tawas, beberapa
keuntungan polimer adalah dosis koagulan yang rendah, peningkatan laju sedimentasi.
Produk berbasis polimer juga meningkatkan pertumbuhan flok. Coagulant aid (polimer
yang menjembatani koloid) untuk meningkatkan efisiensi proses. Polimer sintetik yang
digunakan dalam pengolahan air dan air limbah umumnya timbul dari sisa monomer
yang tidak bereaksi (akrilamida etilenimin dan trimetilolmelamin), bahan kimia yang
tidak ikut bereaksi yang digunakan untuk menghasilkan unit monomer (seperti
epiklorohidrin, formaldehida dan dimetilamina) dan reaksi dari produk polimer dalam
air. Sudah banyak koagulan ramah lingkungan diusulkan sebagai alternatif. Coagulant
aid kadang-kadang digunakan untuk mencapai kondisi optimal untuk koagulasi dan
flokulasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pembentukan flok yang lebih cepat,
menghasilkan flok yang lebih padat dan kuat, mengurangi dosis koagulan dan
meningkatkan penghilangan kekeruhan dan kotoran lainnya. Salah satu bantuan
koagulan alami dalam proses pengolahan air adalah kitosan. Kitosan sebagai kationik
polisakarida adalah biopolimer koagulan alami penting yang diperoleh dari deasetilasi
kitin yang dibuat dari kulit terluar krustasea (terutama kepiting dan udang), kitosan sudah
diusulkan untuk aplikasi dalam pengolahan air minum.
Coagulant aid dapat digunakan untuk koagulasi yang lebih baik dan
mengurangi kekeruhan. Sehingga jika kekeruhan rendah dimungkinkan untuk
membuat flok yang lebih besar dengan menambahkan koagulan untuk membuat
lebih banyak partikel sedimen. Penelitian ini, kitosan sebagai Coagulant aid alami
yang digunakan. Jenis Coagulant aid yang memiliki muatan positif yang tinggi
dalam air menyebabkan pembentukan flok yang lebih cepat dan meningkatkan laju
sedimentasi. Dosis optimal kitosan sebagai bantuan koagulan diperoleh 0,5 mg/l
seperti ditunjukkan pada gambar 1(Hesami dkk, 2015).

Gambar 1. Grafik Hasil Optimal Kitosan


(Sumber: Hesami dkk, 2015)
Coagulant aid digunakan untuk meningkatkan karakteristik pengendapan flok
yang dihasilkan oleh koagulan alumunium atau besi. Coagulant aid yang paling banyak
digunakan selama beberapa tahun adalah activated silica, koagulan lain termasuk
natrium alginat dan beberapa produk pati larut yang masih digunakan. Zat-zat ini
memiliki keuntungan sebagai bahan terkenal yang telah digunakan sehubungan industri
makanan dan bahan ini tidak berbahaya dalam pengolahan air. Polyelectrolytes mulai
digunakan kemudian dan lebih efektif. Coagulant aid sekarang terdiri dari berbagai
produk sintetis, bahan kimia organik rantai panjang (Packham, 1967). Polyelectrolytes
memiliki molekul yang sangat besar yang, ketika didiamkan dalam air, menghasilkan ion
yang sangat tinggi. Berikut ini adalah tiga klasifikasi dasar polielektrolit yang dapat
berupa bahan alami atau sintetis (AWWA, 1979):
1) Cationic Polyelectrolytes
2) Anionic Polyelectrolytes
3) Nonionic Polyelectrolytes
1. Pengaruh Dosin Penambahan Lembung Sebagai Coagulant aid Terhadap
Penyisihan Chemical Oxygen Demand (COD)
Percobaan dilakukan terlebih dahulu menentukan dosis optimum koagulan
(tawas) melalui percobaan jar test. Variasi dosis koagulan yang ditambahkan adalah
sebesar 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 mg/L tawas. Gambar 2 menunjukan hasil jar test
optimum tawas. Grafik 2 dapat disimpulkan bahwa penyisihan Chemical Oxygen
Demand (COD) tertinggi terjadi pada penambahan tawas sebanyak 40 mg/L, yaitu
sebesar 17,24%. Dosis optimum tawas telah diketahui, dilakukan percobaan dengan
penambahan lempung ke dalam proses koagulasi-flokulasi. Dosis tawas yang digunakan
bukan merupakan dosis optimum, melainkan sebanyak satu level dibawah dosis
optimum, yaitu sebesar 30 mg/L. Hal tersebut dilakukan mengingat tujuan penilitian
adalah membuktikan hipotesa penambahan lempung sebagai coagulant aid.

Gambar 2. Grafik Efisiensi Penyisihan Kekeruhan Pada Variasi Penambahan Koagulan


tawas.
(Sumber: Dwipayanidan dan Notodarmodjo, 2013)
Penggunaan lempung sebagai coagulant aid dilakukan untuk membandingkan
efisiensi yang dicapai terhadap proses koagulasi-flokulasi dengan tawas pada dosis 30
mg/L dan 40 mg/L. Untuk penggunaan lempung sawah, penambah dosis sebanyak 15,
20, dan 30 mg/L lempung menghasilkan efisiensi sebesar 1,88%, 11,3%, dan 13,2%
sementara untuk lempung coklat, efisiensinya berturut-turut sebesar 3,77%, 9,43%, dan
16,98%. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan dosis lempung yang lebih
banyak mampu menghasilkan efisisensi penyisihan Chemical Oxygen Demand (COD)
lebih tinggi, baik dalam penggunaan kedua lempung. Hal ini terjadi karena lempung
mampu bertindak sebagai adsorben bagi senyawa organik, sehingga efisiensi penyisihan
senyawa organiknya sebanding dengan dosis lempung yang ditambhankan.
Efisiensi maksimum pada variasi dosis 15, 20, dan 30 mg/L lempung sawah dan
lempung coklat dengan penggunan tawas sebanyak 30 mg/L adalah sebesar 13,2% dan
16,98%. Nilai ini lebih besar daripada koagulasi dengan hanya menggunakan tawas
sebanyak 30 mg/L (efisiensi mencapai 12,06%). Hal ini terjadi karena kombinasi
koagulasi-adsorpsi mampu melengkapi kekurangan satu sama lain. Senyawa organik
yang disisihkan oleh proses koagulasi merupakan senyawa dengan berat molekul yang
tinggi dan memiliki muatan negatif. Penggunaan lempung lebih efeketif untuk
mengadsorpsi senyawa dengan berat molekul yang kecil dan tidak bermuatan. Gambar
3 menunjukkan hasil koagulasi-flokulasi setelah penambahan coagulant aid lempung.
Penggunaan lempung sebagai coagulant aid mampu menghasilkan efisiensi yang lebih
tinggi daripada koagulasi tanpa coagulation aid (Dwipayanidan dan Notodarmodjo, 2013).

Gambar. Grafik pengaruh penambahan lempung pada koagulasi-flokulasi


menggunakan tawas
(Sumber: Dwipayanidan dan Notodarmodjo, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

American Water Works Association. 1979. Water Treatment.USA: AWWA.


Dwipayanidan, R. A. dan Suprihanto N. 2013. Penggunaan Lempung Sebagai
Adsorben Dan Coagulant Aid Dalam Penyisihan COD Limbah Cair Tekstil.
Jurnal Teknik Lingkungan. Vol. 19(2): 130-139.
Hesami, F., Bijan B., dan Afshin E. 2013. The Effectiveness Of Chitosan As
Coagulant Aid In Turbidity Removal From Water. International Journal of
Environmental Health Engineering. Vol. 2(6): 46-51.
Metcalf dan Eddy. 1978. Waste Water Engineering. Singapura: McGraw-Hill
International Engineering.
Packham, R. F. 1967. Polyelectrolytes In Water Clarification. Journal SWTE. Vol.
16(2): 88-102.

Anda mungkin juga menyukai