Anda di halaman 1dari 10

PROSES PENGELOLAAN LUKA PENDEKATAN HOLISTIK: BIOLOGI,

PSIKOLOGIS, SOSIAL, EKONOMI, SPIRITUAL DAN BUDAYA

1.ASPEK FISIK/BIOLOGI

A.Nutrisi
Ada beberapa evidence base/penelitian yang menyatakan bahwa kekurangan nutrisi akan
mempengaruhi proses penyembuhan luka/leg ulcer ( Wissing,et al,2001). Pada penelitian yang lain
dapat diidentifikasi bahwa dampak dari malnutrisi pada penyembuhan luka operasi,luka bakar dan
luka dekubitus (andel et al,2003,haydock dan hill,1986;Mathus-Vliegen,2004).

Malnutrisi merupakan sesuatu yang pathologis yang mengalami defisiensi secara relatif atau
absolut atau hilangnya satu atau lebih yang terpenting dari nutrisi. Menurut Mc.Whirter dan
Pennington(1994) mengkaji status nutrisi dan mendapatkan bahwa dari 500 pasien yang sakit sebesar
40% ditemukan mengalami gizi buruk pada saat masuk rumah sakit. Pada umumnya,mal nutrisi
jarang sekali diketahui saat pasien masuk rumah sakit,walaupun hal tersebut dapat memberikan suatu
dampak yang besar terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas ( Pablo et al.2003)

B.Infeksi
Pertimbangan dari infeksi antara lain luka infeksi secara local dan sistemik. Pada sistemik
infeksi mempengaruhi penyembuhan sebagai luka yang mempunyai penyebaran infeksi lebih luas.
Penyembuhan luka tidak mungkin diperoleh sampai setelah tubuh terbebas dari infeksi. Sistemik
infeksi merupakan secara terus menerus dalam hubungannya dengan pireksia yang menyebabkan
meningkatnya metabolisme sehingga meningkatnya katabolisme atau kerusakan jaringan. Semua luka
terkontaminasi dengan bakteri khususnya pada luka terbuka. Infeksi yang mengalami perpanjangan
fase inflamasi sebagai sel pembunuh dalam jumlah besar bakteri. Mikroba akan menjadi beban untuk
penyembuhan luka karena aka terjadi metabolisme yang berlebihan. Bila luka pada area permukaan
kulit terkontaminasi dengan bakteri, dan ditambah lagi dengan bakteri yang ada pada luka maka akan
memperberat penyembuhan luka itu sendiri atau rentan terjadi infeksi. Faktor lingkungan local yang
mengkonstribusi bakteri berproliferasi dan berkembang lebih lanjut menggangu penyembuhan
luka,meliputi: jaringan yang tidak sehat,luka yang kotor,abses dan hematoma atau adanya rongga
pada luka.

C.Merokok
Merokok menyebabkan vosokonstriksi yang dihubungkan dengan buerger disease merupakan
suatu kondisi menyebabkan pembuntuan dan ganggren. Merokok menyebabkan depresi. Perokok
mengalami kekurangan vitamin B1,B6,B12 dan C. Karbonmonoksida (CO) , suatu komponen pada
rokok, mengikat hemoglobin dalam darah pada oksigen. Dengan CO mengikat hemoglobin maka
jumlah sirkulasi oksigen dalam bloosdtrem menurun,terjadi penurunan saturasi oksigen yang dapat
menimbulkan penyembuhan luka terhambat. Juga akan terjadi hipoksia karena nikotin,dan hydrogen
sianida ,nikotin mempunyai dampak pada pembuluh darah dan dapat menimbulkan resiko thrombosis
mikrovaskuler dan iskemik.

D.DiabetesMellitus
penyakit diabetes tipe I dan tipe II dapat menyebabkan kegagalan penyembuhan. Menurut
King (2001) menyatakan bahwa sebagian besar alas an kegagalan penyembuhan adalah infeksi
sebagai akibat tingginya glukosa mendorong proliferasi bakteri. Mc Campbell et al (2001)
menemukan bahwa mengalami rata-rata infeksi lebih tinggi pada 181 pasien dengan diabet dengan
luka bakar disbanding dengan 190 pasien luka bakar tanpa diabet. Pada kondisi pasien yang terkait
dengan penyembuhan luka adalah penyakit vaskuler perifer atau Diabetes Mellitus dan kondisi yang
menghasilkan immunokompromise. Pada pasien dengan penyakit vaskuler adalah beresiko untuk
gangguan penyembuhan luka. Tingginya tingkat glukosa menghasilkan perubahan fungsi lekosit dan
resiko infeksi. Pada pasien dengan DM,control glukosa adalah esensial untuk penyembuhan luka.

E.Nyeri
Nyeri dan stress merupakan saling berhubungan karena nyeri dapat meningkatkan stress dan
stress dapat meningkatkan nyeri ( Augustin dan Maier,2003). Hayward (1975) menunjukkan bahwa
pemberian informasi pre-operasi dapat mengurangi stress dan kecemasan dan hasilnya tanpa adanya
nyeri pada post-operasi. Takut nyeri dapat menyebabkan kecemasan pada bagi pasien. Adanya
peningkatan pengenalan efek nyeri bagi pasien dengan luka kronis, khususnya luka pada kaki
(Ebbeskog dan Ekman,2001). Nemeth et al.(2003) melakukan survey pada pasien dengan luka kaki
untuk prevalen nyeri dan menemukan bahwa rata-rata setengah dari mereka mengalami nyeri dan
berkembang berdampak pada kualitas hidup mereka.

F.Istirahat/Tidur
Beberapa orang mempertimbangkan tidur sebagai sesuatu penting untuk menimbulkan
sesuatu penyegaran dan kesehatan. Pada awal tahun ini telah dilakukan penelitian tentang tidur dan
dampaknya. Gangguan tidur menyebabkan seseorang meningkatkan sikap tidak logis dan lekas marah
( Carter,1985). Mereka dapat mengeluh lesuh dan kurang sehat. Aktifitas tidur merupakan bagian dari
siklus mormal rutin. Growth hormon dihasilkan dari pituitary anterior selama tidur dan merangsang
sintesa protein dan poliferasi beberapa sel termasuk sel fibroblast dan endotel ( Lee dan Stotts). Rose
et al.(2001) mengobservasi dampak dari trauma luka bakar terhadap terjadinya gangguan pola tidur
pada anak dan membutuhkan pengobatan growth hormon. Mereka mempertimbangkan bahwa
perbaikan pola istirahat akan meningkatkan kadar growth hormone. Berdasarkan evidence bahwa pola
tidur terganggu selama dirawat dirumah sakit. Hill (1986) menyarankan bahwa kegiatan rutin
ruangan,misalnya bangun tidur lebih awal mencegah pasien untuk mendapatkan tidur yang adekuat.
Juga beberapa pasien terganggu selama malam khususnya diunit intensive care. Menurut Freedman et
al (1999) menemukan bahwa gangguan tidur disebabkan oleh intervensi manusia,tes diagnosis dan
kebisingan lingkungan. Nyeri dan khawatir menyebabkan kesulitan dalam tidur. Beberapa faktor lain
ditemukan untuk mengganggu tidur yaitu: paien lain yang membuat kebisingan,perawat melayani
pasien lain,suara telepon,sinar lampu diruangan,perawat bebicara dengan pasien lain,suara toilet dan
suara sepatu perawat.

G. Obat/steroid

Glucocorticoids atau corticosteroids secara umum digunakan dalam mengobat penyakit


peradangan. Walaupun mereka efektif sebagai anti implamasi, hal ini juga berdampak secara serius
pada proses penyembuhan luka. Sebuah pengamatan oleh Anstead (1998) bahwa efek dari
Glucocorticoids pada semua stadium proses penyembuhan. Semua dampak dari corticosteroids
meliputi, peningkatan resiko infeksi dan terjadinya dehiscence pada luka operasi.

Anstead (1998) merangkum beberapa dampak Glucocorticoid pada penyembuhan luka, seperti
dibawah ini :

 Inflamasi terganggu karena terjadi penurunan jumlah neutrofil dan macrophage dan
mengurangi kemampuan untuk mencerna bakteri/kuman.
 Mengurangi terjadinya kontraktur pada luka sebagai hasil dari peningkatan proliferasi
fibroblast.
 Kurangnya kekuatan luka sebagai struktur collagen

Kegagalan proses epitelisasi dan sel menyebabkan kelemahan pada penutupan luka.
Pollack (1982) menyarankan bahwa dosis obat prednisolone lebih dari 40 mg/hari
mempunyai dampak lebih besar pada penyembuhan luka. Vitamin A ditemukan dapat
memulihkan inflamasi normal (Ehrlich et al, 1972), dan juga meregenerasi proses epitelisasi,
poliferasi fibroblast dan collagen (Talas et al. 2003)

H. Radioterapi

Secara efektif tadiasi dapat menghancur sel kanker sehingga mereka lebih radiosensitive dari
pada sel normal. Sebuah dosis cukup tinggi untuk membunuh sel kanker tidak berdampak pada sekitar
sel. Bagaimanapun , jika dosis harus ditingkatkan dapat menyebabkan resiko jaringan nekrotik.
Radiasi potensial berdampak pada penyembuhan luka, luka tampak lebih buruk dapat terjadi saat
radiasi dilakukan sebelum operasi. Lin et al. (2001) menemukan bahwa riwayat radioterapi
merupakan sebuah faktor komplikasi penyembuhan luka pada pasien pos operasi rekonstruksi
payudara. Radiasi kemungkinan memberikan dampak pada kulit sehingga menyebabkan luka akan
sembuh secara perlahan. Kulit mungkin menunjukkan tanda kerusakan dari radiasi selama
pengobatan. Lavenson et al (1984) meneliti bahwa penggunaan suplemen Vitamin A untuk mengatasi
dampak radiasi pada penyembuhan luka.

3. ASPEK PSIKOLOGIS

Perawat selalu mempunyai pemecahan pada penanganan masalah fisik pada pasien. Dan saat
ini pemenuhan kebutuhan emosional pasien memerlukan pertimbangan. Beberapa keadaan dapat
menyebabkan distress psikologis, yang dapa disebut dengan stress. Faktor penyebab distress
psikologis dapat diartikan sebagai stressor. Hal ini secara terinci ada hubungannya dengan luka
pasien.

A. Cemas

Lazarus dan averill (1972) menyatakan bahwa cemas terjadi saat seseorang tidak dapat
memahami secara penuh sekitar dunianya. Hal ini dapat dipertimbangkan dalam hubungannya dengan
penyakit. Lebih lanjut dari Frankenhaeuser (1967) menambahkan bahwa informasi merupakan hal
yang diperlukan untuk pemahaman tetapi persepsi dari informasi dapat di modifikasi sesuai harapan.
Beberapa perawat melihat pasien tidak mendengar dan tidak mengerti apa yang telah di katakana pada
mereka karena derajat kecemasan mereka. Masuk rumah sakit di rencanakan atau tidak dapat
menimbulkan pengalaman stresss yang berat.

B. Motivasi dan Pendidikan

Bentley (2011) berdiskusi tentang pentingnya kerja dengan prinsip kebersamaan pada pasien
dengan luka kronik dalam perawatan sendiri mereka. Hal ini dengan sebuah pendekatan yang dapat
membantu untuk mengurangi perasaan kelemahan dan hilangnya control pada beberapa pasien.
Bantley menggunakan sebuah contoh kasus pasien dengan luka tekan dan luka kaki kronik untuk
mendukung pendapatnya. River et al. (2000) menggunakan pendekatan sama untuk
mendemonstrasikan bagaiman model perilaku yang digunakan untuk memotivasi dan mengajari
seorang pasien dengan luka diabetic pada kaki. Sebuah dokumen/ naskah disiapkan untuk mendukung
pentingnya pendidikan pasien. Penulis menyimpulkan bahwa pendidikan pasien dapat mengurangi
kejadian luka dan amputasi.

C. Body Image

Body image merupakan gambaran mental yang mereka punya. Body image juga berhubungan
dengan harga diri. Shipes (1987) menjelaskan bahwa harga diir dapat di definisikan sebagai jumlah
total dari selurh yang diyakini oleh kita sendiri. Semua pasien dengan luka mempunyai masalah
dengan body image yang mempunyai dampak pada harga diri seseorang dan motivasi. Tipe luka yang
dapat memberikan dampak yang menyebabkan kecacatan, misalnya luka bakar, operasi kepala leher,
mastektomi, amputasi dan colosomi. Beberapa pasien akan jua mengalami cemas pada prognisa
mereka. Luka kronik dapat juga menimbulkan dampakke body image yang di tunjukkan pada study
oleh Ebbeskog dan ekman (2001) yang menemukan bahwa pasien dengan luka kaki yang disulitkan
oleh luka mereka dan balutan.

D. Masalah Psikologi Lain


1. Takut
Merupakan pengalaman manusia secara umum yang mungkin tidak lama atau masa akhir
yang panjang. Penyakit kemungkinan menyebabkan beberapa ketakutan : ketakutan
hospitalisasi, ketakutan penyakit, ketakutan kondisi hidup, ketakutan hilangnya rasa cinta
seseorang, ketakutan tindakan operasi. Ketakutan membuat stress berat bagi penderita.
Pasien akan merespon berbeda-beda tergantung pada penyebab luka, seperti pada luka
kecelakaan yang menyebabkan dia harus diamputasi, dan respon pasien yang belum siap
akan merasa takut. Penulis mempunyai sebuah pengalaman tentang adanya perbedaan
persepsi mengenai tindakan amputasi yaitu pasien dengan kasus buerger’s disesase masih
usia produktif, laki-laki, kondisi badan baik, kondisi kaki hamper hitam semua, mengeluh
nyeri dan akan dilakukan amputasi, pasien sangat depressi. Pasien yang lain seorang
wanita, masih muda dengan soft tissue tumor dengan kondisi luka berat mengalami bone
ekspose,nyeri,berdarah dan berbau, pasien ini sangat mengharapkan operasi.

2. Kesedihan / Dukacita
Merupakan proses normal sebagai suatu adaptasi bagi suatu kehilangan yang besar dalam
kehidupan manusia. Luka pasien dapat menyebabkan kerusakan kulit dari luka bakar,
kehilangan jari tangan atau payudara atau tipe lain dari tindakan operasi. Kubler-
Ross(1969) menjelaskan beberapa jenis proses kesedihan/Duka cita. Dia hubungkan
mereka dengan kematian tetapi mereka dapat dilakukan pada semua jenis kesediha.
Stadium tersebut antara lain : Denial (menolak), Isolation (isolasi), Anger (Marah),
bargaining (tawar-menawar), depression (depresi) dan acceptance (menerima). Dengan
mendengarkan dan menerima tanpa mengadili, perawat dapat membantu dalam proses
sehingga mengurangi stress.

3. Ketidakberdayaan
Taylor dan Cress (1987) menjelaskan ketidakberdayaan merupakan sebagai persepsi yang
hilang dari kekuatan control terhadap apa yang terjadi pada dirinya dan lingkungannya.
Hal ini merupakan sebuah perasaan pengalaman oleh beberapa pasien yang diposisikan
dalam peran sebagai pasien. Hal ini terjadi pada saat melakukan aktifitas sederhana
misalnya saat atau tidur yang dilakukan oleh individu. Adanya suatu tekanan untuk
menyesuaikan dan menjadi seorang pasien yang baik. Walaupun diharapkan perawatan
berubah sejak tahun 1972, beberapa pasien masih menyadari kehilangan status selama
mereka masuk rumah sakit. Beberapan pasien kemungkinan merasa depresi karena
mereka merasa belum ada pertolongan. Perasaan lain adanya kesalahpahaman akibat
kurangnya penyesuaian/ adapaptasi. Beberapa pasien yang mungkin mereka merasa
terganggu karena mereka tidak dapat merawat dirinya. Pada suatu masyarakat dimana
independen sangat dihargai, dependen kemungkinan dapat meningkatkan perasaan marah
dan frustasi. Kondisi pasien yang mereka merasa terganggu karena tidak bias merawat
sendiri. Setiap dukungan merupakan sesuatu yang penting bagi mereka sehingga mereka
merasakan bahwa walaupun adanya keterbatasan secara fisik mereka bisa masih membuat
sesuatu manfaat untuk keadaan yang baik.

4. ASPEK SOSIAL
Lingkungan sosial dimana seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal memainkan peran
penting dalam perkembangan dan identitas kultular mereka. Anak-anak belajar tentang
respons terhadap peristiwa kehidupan dari keluarga mereka dan dari kelompok
lingkungan mereka baik yang lama ataupun baru. Proses sosialisasi ini adalah suatu
bagian warisan yang diturunkan cultural, agama, dan latar belakang etnik. Organisasi
sosial mengacu pada unit keluarga (keluarga kecil, orangtua tunggal, atau keluarga besar)
dan organisasi kelompok sosial (keagamaan atau etnik) yang dapat diindetifikasi oleh
klien atau keluarga.

INTI SARI :

Dukungan sosial meliputi lingkungan keluarga, masyarakat


akan mempengaruhi status kesehatan seseorang

5. ASPEK EKONOMI
Pasien dengan mengalami luka akan berdampak pada kesehatan yang berhubungan
dengan kualitas hidup. Pasien akan kehilangan pekerjaan, kesempatan berkarier, dan
menurunnya produktifitas akibat nyeri dari luka. Pada luka kronis proses waktu yang
akan dijalani lebih panjang dibandingkan dengan acut. Hal ini di sebabka pada luka
kronis dapat melibatkan faktor faktor lain yang mempegaruhi , ,misalnya penyakit dakan
mengalami sebuah krisis ekonomi yang berat.maka dengan demikian dibutuhkan suatu
penaganan yang efektif dalam perawatan luka.dressing yang perlu pertimbangan yaitu
perawatan lukanya lama, kondisi dasar luka lembab /moist,sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup dan mempercepat penyembuhan luka pasien .

6.aspek kultur /budaya


Budaya menggambarkan sifat non fisik seperti nilai ,keyakinan ,sikap,atai adat istihadat
yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari suatu generasi ke
generasi berikutnya .
Kultur adalag juga merupakan kumpulan dari keyakinan ,praktik ,kebiasaan ,keyakinan
,ketidaksukaan, norma ,adat istiadat dan ritual yang dipelajari dari keluarga selama
sosialisasi bertahun tahun .banyak keyakinan ,pikiran ,dan tindakan masyarakat,baik yang
disadari maupun yang tidak disadari,ditentukan oleh latar belakang budaya
[spector,1991].
Pasien sering mempunyai latar belakang etnik ,budaya, dan agama yang berbeda.
Penting artinya bagi perawatan untuk memahami bahwa pasien mempunyai wawasan
pandang dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda didasarkan pada
keyakinan sosial budaya dan agama pasien. Jika kesadaran tentang kepekaan pasien
terhadap keunikan keyakinan dan praktek kesehatan serta penyakitdisampaikan kepada
perawat ,maka akan terbina hubungan yang baik. Hubungan ini meningkatkan pemberian
asukan keperawatan yang aman dan secara budaya efektif .
Terdapat rentang yang luas tentang keyakinan dan praktik kesehatan .banyak dari
keyakinan ini mempunyai akar dari latar belakang budaya ,etnik ,keagamaan ,dan sosial
dari individu,,keluarga atau komunitas.ketika mengantisipasi atau mengalami suatu
kondisi penyakit/luka, individu bisa saja mnggunakan pendekatan modern atau tradisional
untuk mencegah gan penyenbuhan ,atau mungkin menggunakan kedua pendekatan
tersebut.pertanyaan berikut harus diajukan sebagai respek terhadap suatu budaya /kuntur
,yang bisa saja menggunakan latar belakang budaya perawatan dan pasien .

a. Imigrasi dan demograsi


Bangsa Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang mempunyai banyak rayam budaya
/kultur.misalnya sebagian besar banyak kota di Indonesia ,menpunyai penduduk
yang mempunyai karakterustik budaya daerah masing masing ,misalnya kota
Surabaya terdiri corak budaya batak ,Madura ,bugis dan jawa yang merupakan hasil
migrasi . banyak komunitas sekarang menghadapi situasi kritis dalam memberikan
pelayanan kesehatan terutama dalam perawatan luka bagian imigrasibaru.
Setiap kelompok imigrasi memiliki sikap budaya ,keyakinan ,praktik kesehatan dan
sakit sendiri . sehat dan sakit dapat diinterpretasikan dalam bemtuk pengalaman dan
harapan pribadi .banyak sekali cara untuk menjelaskan sehat dan sakit ,dan mereka
berdasarkan respon mereka pada budaya ,keagamaan dan latar belakang etnik .respon
ini bersifat spesifik budaya,berdasarkan pengalaman dan persepsi pasien .
Memasuki abad 21,perawat di pengaruhi oleh berbagai perubahan
demografik,sosial budaya yang memainkan peran besar baik keyakinan dan praktik
pelayanan kesehatan dan penggunaan pelayanan kesehatan terhadav
individu,keluarga dan komunitas. Kompleksitas pemberian perawatan kompeten dan
kongruen secara budaya telah meningkatkan drastis melalui upaya reformasi baik
pelayanan kesehatan dan sistem kesejahteraan. Perawat harus
mengkaji,mengevaluasi dan merawat individu dari semua latar belakang
budaya,termasuk pasien imigran. Asuhan keperawatan khususnya dalam perawatan
luka mungkin menantang bila perawat berasal dari suatu latar belakang etnobudaya
dan pasien dari budaya lain perawat yang tidak mengetahui latar belakang budayanya
pasien mungkin saja mengkaji dan mengevaluasi kebutuhan perawatan kesehatan
secara tidak tepat.

b. Teori heritage Consistency


Salah satu cara menganalisis sistem keyakinan adalah melalui teori melting-
pot,dimana masyarakat menerima budaya (akulturasi) yang dominan melalui
sekolah,televise,radio dan film. Teori lainnya adalah Heritage Consistency,yang
melihat akulturasi sebagai suatu kontinum.
Dengan penggunaan teori ini dikaji,dimana masyarakat menjadi bagian dari kultur
dominan dan tradisional. Adalah mungkin untuk mengkaji keyakinan tentang
kesehatan dengan menentukan ikatan seseorang dengan keyakinan tradisionalnya dan
tahap alkuturasi mereka. Terdapat suatu hubungan antara identitas kuat seseorang
dan warisan budaya atau tingkat alkuturasi dengan keyakinan tentang kesehatan atau
pengambilan keputusan dalam perawatan luka.
Hsritage Consistency Pada awalnya di kembangkan oleh Estes dan Zitzow (1980)
untuk mengkaji dan membimbing pecandu alkohol bersuku
India,Amerika,Eskimo,atau Eleuts dalam kaitannyadengan cultural. Teori ini
menggambarkan tingkat dimana “gaya hidup mencerminkan kontek kultural”. Teori
ini telah di perluas dalam upaya untuk mempelajari tingkat gaya hidup
mencerminkan budaya tradisional .dalam managemen luka kemungkinan kita akan
mendapatkan suatu keadaan nyata dari teori tersebut diatas , misalnya pada luka
diabetik gaya hidup akan mempunyai penyembuhan luka mereka .pada lika kaki
[peripheral artery disease ]yang penyebabakan antara lain akibat merokok,akan sulit
di rubah pada pecanduhan rokok karena hal ini disebabkan proses kulturan atau
budaya .
Dalam praktek perawatan luka,kita sering menghadapi beberapa kejadian sebagai
suatu pengalaman yang dapat mempengaruhi kesembuhan luka pasien,misalnya
seorang pasien luka diabetik kebetulan pasien tersebut pasien tersebut merupakan
seseorang yang mempunyai kehidupan dan budaya tertentu,yang diyakini
mempunyai karakter keras,kurang sabar dan mempunyai tatanan kegotongroyongan
yang kuat juga agama yang kental. Walaupun awalnya dalam perawatan luka tanpa
ada kendala namun karena proses yang lama maka timbul pengaruh kembali ke
keyakinan semula dari lingkungan sekitar dan keluarga,dimana keputusan akhir
tersebut yang kemungkinan prosedur kerjanya sudah tanpa rasional lagi misalnya
datang keseorang kiyai (seorang tokoh agama yang mempunyai pengaruh yang kuat
di daerah tersebut).
Sebagai seorang perawat dia butuhkan suatu pendekatan bagi pasien dan keluarga
terutama penentu keputusan untuk memberikan informasi yang benar tentang
perawatan luka,dengan memberikan bukti-bukti yang ada tentang keberhasilan
perawatan luka yang berdasarkan evidence base. Dengan demikian masyarakat akan
percaya apa yang kita lakukan.

7. Aspek Spiritual
Dewasa ini adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya aspek spiritual pada
kontek pelayanan kesehatan. Walaupun sebagian besar hal ini di tunjukan pada
sekitar perawataan paliatif. Spiritual merupakan sebuah konsep dimana beberapa
perawat mengalami kesulitan untuk mendefinisikan dan mereka merupakan unsure
yang di butuhkan. Spiritual tidak bisa ditempatkan pada kerangka kerja agama. Setiap
manusia pasti mengenal akan tuhannya atau tidak,mempunyai kebutuhan spiritual.
Spiritualitas dapat di artikan bahwa antara kita merespon untuk kenyataan hidup yang
tak terbatas. Narayanasamy (1996) mengelompokan beberapa indikator dari
spirituality,antara lain:
a. Asense of porpuse (tujuan)
b. Hopefulness (harapan),
c. Creativity (memiliki daya cipta),
d. Joy (Kesenangan),
e. Enthuisiam ( semangat),
f. Courage (keberanian),
g. Reverence (penghormatan),
h. Serenity (ketenangan),
i. Humour (kelucuan),
j. Providing meaning in struggle (mempersiapkan pemahaman tentang perjuangan)
dan,
k. Suffering (penderitaan).
Jika kebutuhan spiritual individu tidak terpenuhi dapat menyebabkan nyeri
spiritual atau distress. Hal ini merupakan sebagai stressor sehingga menyebabkan
kegagalan pada proses penyembuhan luka. Kohler (1999) mengartikan distress
spiritual sebagai kurangnya pemahaman tentang kehidupan seseorang. Kawa et
al. (2003) meneliti pasien pada konteks perawatan palliative di jepang dan
menjelaskan distress spiritual sebagai kesadaran yang berbeda antara sebuah
aspirasi individu dan keadaan saat ini mereka. Dimana pasien dipermasalahkan
antara kondisi

Anda mungkin juga menyukai