Anda di halaman 1dari 9

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Campak


Menurut Kemenkes (2018), penyakit Campak dikenal juga sebagai
Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular
(infeksius) dari genus Morbillivirus dan termasuk golongan virus RNA.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak-anak dan kemudian
menyebabkan kekebalan seumur hidup. Penyakit ini menyerang anak
golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara-negara yang belum
berkembang, insidensi tertinggipada umur dibawah 2 (dua) tahun. Depkes
(2006) mendefinisikan penyakit campak sebagai berikut :
1. Tersangka Campak (suspected measles case) yaitu kasus campak
dengan gejala-gejala bercak kemerahan di tubuh didahului dengan
demam/ panas,batuk, pilek, dan mata merah.
2. Kasus Klinis Campak (menurut WHO) yaitu kasus dengan gejala-
gejala bercak kemerahan di tubuh yang terbentuk makulo papolar
selama 3 hari atau lebihdisertai panas badan yaitu lebih dari 38⁰.

2.2 Epidemiologi
Seluruh dunia menyatakan bahwa penyakit campak bersifat
endemik artinya suatu penyakit yang dapat menyerang beberapa orang
dalam suatu wilayah yang luas bahkan dapat menyerang beberapa negara
dalam waktu bersamaan. Tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara
luas, diperkirakan lebih 20 juta orang di dunia terkena campak dengan 2,6
juta kematian setiap tahun yang sebagian besar adalah anak-anak di bawah
usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih dari satu miliar anak di negara-
negara berisiko tinggi telah divaksinasi melalui program imunisasi,
sehingga pada tahun 2012 kematian akibat campak telah mengalami
penurunan sebesar 78% secara global. Indonesia merupakan salah satu dari
negara-negara dengan kasus Campak terbanyak di dunia. (Depkes, 2018).
Halim, 2016 menyatakan bahwa pada tahun 2013 diseluruh dunia terjadi
145.700 kematian yang disebabkan oleh campak yang berkisar 400
kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam pada sebagian besar anak
kurang dari lima tahun. Berdasarkan Depkes RI tahun 2014, kasus campak
di Indonesia mencapai 12.222 kasus. Frekuensi Kejadian Luar Biasa
sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar yang
mengalami kasus campak adalah anak-anak usia pra sekolah dan anak SD
(Sekolah Dasar).

2.3 Etiologi
Penyebab penyakit campak adalah Virus yang bernama
Ribonucleid Acidtermasuk dalam family Paramyxovirus dan genus
Morbilivirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris
tengah 140 mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan
protein, didalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari
bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan sruktur
heliks nukleoprotein yang berada dari myxovirus. Selubung luar sering
menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yangberada di selubung luar
muncul sebagai hemaglutinin. Virus campak ini dapat dilihat pada gambar
Gambar 1. Virus Campak

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Halim, 2016 penampilan klinis campak dapat dibagi
menjadi 3 tahap, sebagai berikut:
1. Fase pertama (stadium prodromal) berlangsung kisaran dua sampai
empat hari ditandai dengan dengan demam yang mencapai 39,50 C
± 1,10 C. selain demam, timbul gejala lain seperti peradangan
mukosa pada rongga hidung, mata merah berair, batuk, mulut
muncul bintik putiih (bercak koplik) dan kadang disertai mencret.
2. Fase kedua (stadium eksantem) keluarnya bercak merah seiring
dengan memuncaknya demam hingga mencapai 400 C. Timbul
ruam makulopapular yang menyebar mulai dari batas rambut di
belakang telinga kemudian ke wajah, leher, dada, pantat, dan
akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama enam-
tujuh hari.
3. Fase ketiga (stadium penyembuhan) setelah 3-4 hari umumnya
ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam
kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan
menghilang dalam 7-10 hari.
Gambar 2. Karakter Campak

2.5 Patofisiologi Penyakit Campak


Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui
saluran pernafasan dan masuk ke sistem retikulo endothelial, berkembang
biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan
menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva
dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit.
Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan
netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut
berperan dalam eliminasi virus.
Tabel 1. Patogenesis Penyakit Campak
Hari Ke- Patogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada
permukaan epitel nasofaring ataupun konjungtiva. Infeksi
terjadi di sel epitel dan virus bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaarigan limfatik regional.
2-3 Viremia Primer
3-5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat
pertama kali, juga disistem retikuloendotelial regional dan
kemudian menyebar.
5-7 Viremia Sekunder.
7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas.
11-14 Virus terdapat didarah, sauran napas, kulit, dan organ-
organ tubuh lain.
15-17 Viremia berkurang dan menghilang.

2.6 Stadium Penyebaran


Virus campak dapat hidup dan berkembang biak pada selaput
lendir tenggorokan, hidung, dan saluran pernapasan. Penularan penyakit
campak berlangsung sangat cepat melalui udara atau semburan ludah
(droplet) yangterisap lewat hidung atau mulut. (Cahyono, 2010).
Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan
satu-satunya reservoir penyakit Campak. Virus Campak berada disekret
nasoparing dan di dalam darah minimal selama masa tunas dan dalam
waktu yang singkat setelah timbulnya ruam. Penularan terjadi melalui
udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan dan
jarang terjadi oleh kontak denganbenda – benda yang terkontaminasi
dengan sekresi hidung dan tenggorokan. Penularan dapat terjadi antara 1–2
hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul
ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus yang
sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi padaseseorang.
2.7 Gambaran Kasus Campak di Indonesia
Menurut Depkes, 2018 menyatakan bahwa dalam kurun waktu
tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus Campak. Kasus
Campak dalam tiga tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan
dibeberapa provinsi. Namun ada juga beberapa provinsi yang mengalami
penurunan.

Gambar 3. Distrbusi Kasus Campak Tahun 2015-2017

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat 18 provinsi (52,9%)


yang mengalami peningkatan kasus dalam tiga tahun terakhir, yaitu
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan
Riau, Jawa Timur, Banten, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Maluku, dan Papua Barat. Provinsi Banten dan Jawa Timur
mengalami peningkatan yang signifikan di antara 18 provinsi tersebut.
Kasus Campak pada pelaporan rutin dan kasus pada Kejadian Luar Biasa
dilaporkan tiap bulan. Kedua jenis kasus tersebut menunjukkan
peningkatan pada bulan-bulan tertentu, namun pola yang ditunjukkan tidak
sama dalam tiga tahun terakhir (2015-2017).
Gambar 4. Jumlah Kasus Campak Menurut Bulan Tahun 2015-2017.

Gambar di atas dapat diketahui bahwa kasus Campak tidak tergantung


musim. Pola yang dapat diidentifikasi adalah jika terjadi peningkatan kasus, maka
akan diiringi dengan peningkatan kasus pada KLB. Pemerintah melaksanakan
imunisasi Campak tambahan pada bulan Agustus 2016. Kampanye imunisasi
tersebut bertujuan untuk untuk memberikan kekebalan tambahan terhadap
Campak sehingga dapat mengurangi kasus dan kejadian KLB Campak.

Hal ini dibuktikan adanya penurunan kasus dan tidak adanya laporan KLB
Campak pada bulan Oktober 2017 sampai dengan Maret 2018 di wilayah
pelaksanaan imunisasi. KLB Campak dalam tiga tahun terakhir hampir di setiap
provinsi dengan jumlah provinsi melaporkan KLB meningkat dari 27 provinsi
tahun 2015 menjadi 30 provinsi tahun 2017. Peningkatan ini di antaranya
disebabkan perbaikan kewaspadaan dini terhadap kasus Campak, yaitu petugas
lebih cepat menangkap adanya peningkatan kasus.

Kecepatan dalam mendeteksi kasus ditindaklanjuti dengan upaya


penanggulangan, antara lain melalui kampanye Campak pada bulan Agustus dan
September tahun 2017 yang sangat signifikan mempengaruhi terjadinya
penurunan KLB (Kemenkes, 2018).
2.8 Pengendalian Campak

Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan bisa menyebabkan


kematian. Namun, penyakit ini dapat dicegah melalui program Imunisasi.
Pengendalian Campak di Indonesia diawali pada tahun 1982. Program Imunisasi
Nasional diperluas dan mulai menerapkan jadwal standar untuk imunisasi rutin
yang mencakup dosis vaksin Campak diberikan pada usia 9 bulan.

Tahun 1990 campak semakin meningkat hingga mencapai lebih dari 90%.
Tahun 2000, dalam rangka mengatasi KLB (Kejadian Luar Biasa) dan
memberikan kesempatan kedua bagi anak yang belum diimunisasi atau pun yang
belum terbentuk kekebalannya, maka ditetapkan 3 strategi pengendalian Campak :

1. Crash program Campak untuk anak balita di daerah risiko tinggi


2. Catch-up campaign Campak untuk anak sekolah.
3. Introduksi pemberian dosis kedua melalui kegiatan rutin BIAS untuk kelas
satu SD pada tahun berikutnya setelah catch-up campaign.

Tahun 2014 untuk lebih meningkatkan kekebalan pada anak-anak, maka


dikeluarkan kebijakan pemberian imunisasi Campak lanjutan pada anak usia 24
bulan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017
pemberian imunisasi Campak lanjutan dosis ke-2 diberikan pada anak usia 18
bulan.
Daftar Rujukan

Cahyono, J.B Suharjo B. 2010.Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.


Yogyakarta: Kanisius.

Departemen Kesehatan RI, 2006, Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi


Campak,Subdit Imunisasi Direktorat Epim & Kesma, Direktorat
Jenderal PP & PLDepartemen Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2018. InfoDatin : Situasi Campak di Indonesia. Jakarta : Jl. HR


Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9.

Depkes RI. 2018. Situsi Campak dan Rubella di Indonesia.


file:///C:/Users/lenovo/Downloads/imunisasi%20campak%202018.pdf
, diakses 21 September 2019

Anda mungkin juga menyukai