Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi, Kementerian/ Lembaga/


Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi lainnya pasti membutuhkan
barang/jasa. Kebutuhan barang/jasa tersebut merupakan hasil dari identifikasi
kebutuhan. Berdasarkan identifikasi kebutuhan akan didapatkan daftar kebutuhan
barang/ jasa pemerintah. Untuk mendapatkan barang tersebut dibutuhkan
kegiatan pengadaan barang/jasa. Berdasarkan Perpres 16 tahun 2018, Pengadaan
barang/jasa pemerintah adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang
prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil
pekerjaan. Pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakan pemerintah
merupakan perwujudan pelaksanaan tugas dan fungsi negara dalam memberikan
pelayanan umum yang bersumber dari Anggarapan Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) ataupun melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) bagi pemerintahan daerah sehingga harus dapat dipertanggungjawabkan
(Hadiyati 2017, 1-2).

Tentunya dalam pengadaan baarang dan jasa tersebut, pemerintah sebagai


sebuah institusi kementerian/lembaga tentu saja membutuhkan barang dan jasa
yang terjangkau dan berkualitas. Ketersediaan barang/jasa berkualitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan akan sangat berpengaruh dalam meningkatkan
pelayanan publik. Dalam upaya memperoleh barang/jasa berkualitas, pengadaan
barang/jasa harus dilakukan secara transparan melalui persaingan yang sehat,
terbuka dan adil sehingga dapat tercapai efisiensi dan efektifitas pengadaan
barang/jasa yang dapat dipertanggung jawabkan kepada pubik (akuntabel).

Dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, ada beberapa


tahapan yang mesti dilaksanakan. Dimulai dari perencanaan pengadaan, proses
pemilihan penyedia kemudian dilanjutkan dengan proses pelaksanaannya.
Keberhasilan dari proses itu diawali dengan perencanaan yang baik.
Dalam perencanaan ada beberapa hal yang harus ditetapkan, diantaranya
spesifikasi teknis yang sesuai dengan kebutuhan dan perhitungan Harga
Perkiraan Sendiri (HPS) yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang

1
2

diinginkan. Dalam banyak hal, spesifikasi dan HPS berperan penting, salah
satunya seperti yang terdapat pada artikel publikasi yang ditulis oleh Hartoyo
mengatakan:

“Perkembangan dunia bisnis akhir-akhir ini menunjukkan bahwa


membeli barang/jasa dengan berpedoman yang paling murah belum tentu
efisien, bila kemudian terbukti biaya operasi dan pemeliharaan
barang/jasa tersebut sangat tinggi. Atas dasar itu, penyusunan Spesifikasi
dan HPS hendaknya akan mampu menghasilkan barang/jasa yang tepat
dalam jumlah, mutu, harga, waktu, lokasi dan dapat
dipertanggungjawabkan”.
II. Selain itu spesifikasi dan HPS juga berperan mendorong
pencapaian prinsip-prinsip dasar dalam pengadaan barang/jasa (efisien,
efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, akuntabel) , membantu promosi
dan mendorong penggunaan produk Indonesia serta sebagai alat untuk
menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya dan sebagai dasar untuk
menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan
konsultan.PEMBAHASAN

2.1 SPESIFIKASI

II.1.1 Pengertian Spesifikasi


Menurut Lembaga Kebijakan pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah (LKPP), Spesifikasi adalah karakteristik dari Barang/ Jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna Barang/ Jasa
yang dinyatakan secara tertulis.

Spesifikasi berfungsi sebagai media komunikasi antara pengguna


barang/jasa dengan penyedia barang/jasa. Kejelasan spesifikasi barang atau
jasa merupakan langkah awal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pengadaan barang/jasa.

II.1.2 Informasi Spesifikasi Barang/Jasa


Dalam spesifikasi barang/jasa (Modul Pelatihan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah, LKPP 2015), tertuang beberapa informasi
tentang hal-hal berikut ini :

a) Barang/jasa seperti apa yang sesungguhnya dibutuhkan (dalam hal


mutu, tipe, ukuran, kinerja, dan sebagainya).

b) Bagaimana mutu barang/jasa tersebut akan diukur.

c) Berapa banyak barang/jasa tersebut akan diperlukan.

d) Kapan banyak barang/jasa tersebut diperlukan.

e) Dimana banyak barang/jasa tersebut harus diserahkan.\

3
4

f) Moda transportasi dan cara pengangkutan barang seperti apa yang


harus dipersyaratkan.

g) Persyaratan seperti apa yang harus dimiliki oleh penyedia


barang/jasa agar mampu memasok dengan efektif.

h) Tanggung jawab penyedia barang/jasa yang harus dipenuhi dan


informasi seperti apa yang akan diberikan kepada Penyedia/jasa,

II.1.3 Spesifikasi Barang/Jasa

Saat melakukan pengadaan barang/jasa, PPK harus melihat terlebih


dahulu apakah spesifikasi barang/jasa tersebut sudah terpenuhi atau belum.
Adapun spesifikasi barang/jasa tersebut menurut Peraturan Peresiden No.
16 Tahun 2018 pasal 19 yaitu :

a. menggunakan produk dalam negeri


Dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 Pasal 66,
Kementrian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk
dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
Kewajiban tersebut dilakukan jika terdapat peserta yang menawarkan
barang/jasa dengan nilai Tingkat Komponen Dalan Negeri (TDKN)
ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40%.
Namun, pengadaan impor dapat dilakukan dalam hal :

 Barang tersebut belum dapat diproduksi di


dalam negeri

 Volume produksi dalam negeri tidak mampu


memenuhi kebutuhan

 LKPP dan/atau Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah


memperbanyak pencatuman produk dalam negeri dalam katalog
elektronik.

b. menggunakan produk bersertifikat SNI


Dalam menyusun spesifikasi, pejabat pembuat komitmen harus
5

memeriksa apakah barang/jasa yang akan dibeli sudah bersertifikat


SNI atau belum. Spesifikasi semaksimal mungkin mengacu pada SNI
dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional. Pemenuhan
penggunaan produk dalam negeri ini dilakukan sepanjang tersedia dan
mencukupi, namun jika tidak penggunaan standard lain yang berlaku
dan/atau standard internasional setara dan ditetapkan oleh instansi yang
berwenang diperbolehkan.

c. memaksimalkan penggunaan produk industri hijau;


Menurut UU RI No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,
Industri hijau adalah industry yang dalam proses produksinya
mengutamakan upaya efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber
daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan
pembangunan industry dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Pengadaan barang dan
jasa harus memperhatikan aspek berkelajutan lingkungan hidup
meliputi pengurangan dampak negative terhadap kesehatan, kualitas
tanah, air udara, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dengan memaksimalkan penggunaan
industri hijau untuk pengadaan barang dan jasa maka akan membantu
menjaga kelestarian lingkungan hidup serta memajukan poduk dalam
negeri itu sendiri.

d. dimungkinkan melakukan penyebutan merek


Dalam pengadaan barang/jasa, tidak diperbolehkan menyebutkan
merek/produk tertentu kecuali untuk :

1) komponen barang/jasa, contohnya pekerjaan konstruksi


menggunakan keramik merek Ramon

2) suku cadang, contohnya kompresor AC merek Daikan

3) bagian dari 1 (satu) sistem yang sudah ada, contohnya


server merek Lenava
6

4) barang/jasa dalam katalog elektronik, contohnya Laptop


merek ASUS, atau

5) barang/jasa melalui Tender Cepat, contohnya alat


laboratorium merek SHIMADU.

II.1.4 Menyusun dan Menetapkan Spesifikasi Teknis

Menyusun spesifikasi teknis merupakan salah satu tahapan dalam


dalam perencanaan pengadaan barang dan jasa baik melalui swakelola
maupun melalui penyedia. Berdasarkan Perlem LKPP No.7 Tahun 2018
tentang Pedoman Pelaksanaan PBJ Pemerintah, spesifikasi teknis dibuat
berdasarkan kebutuhan barang/jasa dari Kementerian/ Lembaga/ Perangkat
Daerah masing-masing yang mana spesifikasi teknis tersebut digunakan
untuk pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, dan jasa lainnya.

Adapun langkah-langkah dalam menyusun dan menetapkan


spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :

(1) Review Spesifikasi Teknis


Tahapan reviu spesifikasi teknis/KAK bertujuan untuk memastikan
bahwa spesifikasi/KAK pada saat penyusunan anggaran belanja atau
perencanaan Pengadaan Barang/Jasa masih sesuai dengan kebutuhan
barang/jasa dan ketersedian anggaran belanja sesuai hasil persetujuan.
Reviu tersebut meliputi: kuantitas, kualitas, waktu akan
digunakan/dimanfaatkan, dan ketersediaan di pasar. PPK melakukan
reviu spesifikasi teknis/KAK yang telah disusun pada tahap
perencanaan Pengadaan Barang/Jasa. Reviu dilakukan berdasarkan
data/informasi pasar terkini.

(2) Penetapan Spesifikasi Teknis


Informasi mengenai spesifikasi mutu barang harus diberikan dan
7

dijelaskan kepada penyedia barang/jasa untuk menghindari multi tafsir


atau kesalahpahaman. PPK menetapkan spesifikasi teknis/KAK yang
telah disetujui oleh PA/KPA berdasarkan hasil reviu. Penetapan
spesifikasi teknis/KAK dicantumkan dalam Dokumen Spesifikasi
Teknis/KAK.
Berdasarkan Peraturan LKPP No.7 Tahun 2018 Pasal 23(5)
menyebutkan Spesifikasi teknis ditetapkan sesuai dengan ketentuan
berikut :

(a) Mutu Barang/Jasa


Spesifikasi mutu barang didefinisikan dalam
berbagai factor: kemampuan menghadirkan fungsi tertentu, desain,
kapasitas, warna, keandalan, fleksibilitas, ukuran, keamanan
pengguna, dan masih banyak lagi. Spesifikasi mutu jasa
didefinisikan dalam citra jasa tersebut di pasar, fleksibilitas layanan
kepada pelanggan, kecepatan respon, kenyamana dan sebagainya.
Terdapat berbagai macam cara penetapan spesifikasi mutu
barang/jasa:

1) Merek
Merek ( brand or trade name) merupakan spesifikasi yang
paling sederhana dan paling mudah untuk menyatakan mutu
barang/jasa. Tiap merek memiliki citra yang berbeda di benak
pengguna barang/jasa. Kadang-kadang barang dengan merek
yang sama tetapi dari distributor yang berbeda juga memiliki
harga yang berbeda. Pada umumnya, merek-merel terkenal
memiliki harga yang mahal. Dalam hal tidak ada keharusan
untuk menggunakan merek tertentu, sangat dianjurkan untuk
tidak memilih barang yang memiliki merek mahal. Atau
digunakan istilah “yang SETARA” sehingga memungkinkan
memberikan alternatif barang. Contoh: pengadaan laptop
dengan menyebutkan merek Acer.
8

2) Standarisasi
Standarisasi yaitu menyatakan mutu barang/jasa
berdasarkan standard yang sudah ada dan ditetapkan oleh pihak
yang berwenang. Pada saat menyusun spesifikasi, pejabat
pembuat komitmen dapat membuat standar sendiri (standarisasi
internal) atau mengacu pada standar yang sudah ada ( standar
eksternal). Contoh: Pengadaan heml bersertifikat SNI.

3) Sampel/Contoh
Sampel sering digunakan bila spesifikasi agak sulit
dijelaskan dalam kata-kata misalnya warna yang spesifik.
Sehingga penyedia barang/jasa sering juga diminta memberikan
sampel sebelum menyerahkan barang yang hendak dipasoknya.
Contoh: pengadaan baju batik dan makanan.

4) Teknis
Teknis digunakan untuk menyatakan mutu barang/jasa
dengan menggambarkan karakteristik fisik Untuk mengurangi
penjelasan yang terlalu panjang, biasanya spesifikasi teknis
dilengkapi dengan gambar desain yang detail dan penjelasan
singkatnya. Contoh: pengadaan meja dan kursi.

5) Komposisi
Komposisi merupakan bentuk spesifikasi yang
menyatakan susunan zat suatu barang dengan karakteristik
masing-masing unsur pembentuknya. Spesifikasi komposisi
sangat dianjurkan disusun oleh ahli yang kompeten di
bidangnya dan juga harus dites atau diverifikasi pada saat
barang diterima. Tes atau verifikasi harus dilakukan oleh pihak
ketiga (ahlinya) yang independen. Contoh: pengadaan obat-
obatan.

6) Fungsi dan Kinerja


Spesifikasi ini dilakukan dengan menyebutkan fungsi dan
9

kinerja dari produk barang/jasa yang menggunakan teknologi


canggih yang mana komponen bahan material masih menjadi
rahasia teknologi. Contoh : kendaraan yang mampu
mengangkut barang sebesar 5 metrik ton (MT) di daerah
pegunungan (spesifikasi fungsi) dengan konsumsi bensin
maksimum 11 km per liter (spesifikasi kinerja).

(b) Jumlah dan Waktu

Jumlah merupakan spesifikasi yang digunakan untuk


menyatakan kuantitas barang/jasa yang diperlukan oleh pengguna.
Sedangkan waktu adalah :

 waktu barang/jasa tersebut sampai ke lokasi, Spesifikasi


waktu dianjurkan memuat waktu kedatangan barang/jasa, lokasi
kedatangan barang, dan bila memungkinkan memuat lead time
( waktu tenggang ) antaa penandatanganan kontrak sampai
dengan kedatang barang.

 waktu pelaksanaan instalasi,

 dan waktu barang/jasa tersebut siap digunakan

c) Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam kontrak dan berdampak biaya bagi penyedia
barang/jasa, sehingga akan mempengaruhi besarnya nilai
penawaran. Untuk itu perlu dinyatkan dengan jelas, lengkap, dan
rinci dalam spesifikasi. Tingkat layanan yang harusi diberikan oleh
penyedia barang/jasa sampai barang/jasa tersebut siap untuk
digunakan.

II.2 HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS)

II.2.1 Pengertian HPS


10

Menurut Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018, Harga Perkiraan Sendiri


(HPS) adalah harga perkiraan barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK.

II.2.2 Ketentuan Umum HPS

Adapun ketentuan umum HPS adalah sebagai berikut :

(1) HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang


dapat dipertanggungjawabkan

(2) HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak


langsung (overhead cost)

(3) Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia

(4) Total HPS merupakan hasil perhitungan HPS ditambah


Pajak pertambahan Nilai (PPN)

(5) HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian

(6) Penyusunan HPS dikecualikan untuk pengadaan


barang/jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000,
E-Purchasing, dan Tender pekerjaan terintegrasi

(7) Penetapan HPS paling lama 28(dua puluh delapan) hari


kerja sebelum batas akhir untuk pemasukan penawaran
(pemilihan dengan pascakualifikasi) dan pemasukan dokumen
kualifikasi (pemilihan dengan prakualifikasi)

II.2.3 Kegunaan HPS


HPS digunakan sebagai :

a) Alat untuk kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran


harga satuan

b) dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah


dalam pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya
11

c) dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan


bagi penawaran yang nilainya lebih rendah 80% (delapan puluh
persen) dari nilai HPS

II.2.4 Menyusun dan Menetapkan HPS

1) Menyusun HPS
Dalam Perlem LKPP No. 9 Tahun 2018, PPK menyusun
HPS Berdasarkan :

a) hasil perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang


telah disusun pada tahap perencanaan pengadaan;

b) pagu Anggaran yang tercantum dalam DIPA/DPA atau


untuk proses pemilihan yang dilakukan sebelum penetapan
DIPA/DPA mengacu kepada Pagu Anggaran yang tercantum
dalam RKA K/L atau RKA Perangkat Daerah; dan

c) hasil reviu perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB)


termasuk komponen keuntungan, biaya tidak langsung
(overhead cost), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Penyusunan dan Penetapan HPS PPK dapat menetapkan tim atau


tenaga ahli yang bertugas memberikan masukan dalam penyusunan
HPS. HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data/informasi
yang dapat dipertanggungjawabkan. PPK dapat menetapkan tim atau
tenaga ahli yang bertugas memberikan masukan dalam penyusunan
HPS.
Data/informasi yang dapat digunakan untuk menyusun HPS antara
lain:

(a) harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi


barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang
dilaksanakannya pemilihan Penyedia;
12

(b) informasi biaya/harga satuan yang dipublikasikan secara


resmi oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah;

(c) informasi biaya/harga satuan yang dipublikasikan secara


resmi oleh asosiasi. Yang dimaksud dengan asosiasi adalah
asosiasi profesi keahlian, baik yang berada di dalam negeri
maupun di luar negeri. Informasi biaya/harga satuan yang
dipublikasikan termasuk pula sumber data dari situs web
komunitas internasional yang menayangkan informasi
biaya/harga satuan profesi keahlian di luar negeri yang berlaku
secara internasional termasuk dimana Pengadaan Barang/Jasa
akan dilaksanakan; daftar harga/biaya/tarif barang/jasa setelah
dikurangi rabat/ potongan harga (apabila ada) yang dikeluarkan
oleh pabrikan/distributor/agen/pelaku usaha;

(d) inflasi tahun sebelumnya, suku bunga pinjaman tahun


berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia valuta asing
terhadap Rupiah;

(e) hasil perbandingan biaya/harga satuan barang/jasa sejenis


dengan Kontrak yang pernah atau sedang dilaksanakan;

(f) perkiraan perhitungan biaya/harga satuan yang dilakukan


oleh konsultan perencana (engineer’s estimate);

(g) informasi biaya/harga satuan barang/jasa di luar negeri


untuk tender/seleksi internasional; dan/atau

(h) informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Perhitungan HPS untuk masing-masing jenis barang/jasa sebagai


berikut:

1) Barang
Perhitungan HPS untuk barang harus memperhitungkan
komponen biaya antara lain Harga barang, Biaya pengiriman;,
13

Keuntungan dan biaya overhead, Biaya instalasi, Suku cadang,


Biaya operasional dan pemeliharaan, atau Biaya pelatihan.

2) Pekerjaan Konstruksi
Perhitungan HPS untuk Pekerjaan Konstruksi berdasarkan
hasil perhitungan biaya harga satuan yang dilakukan oleh
konsultan perencana (Engineer’s Estimate) berdasarkan rancangan
rinci (Detail Engineering Design) yang berupa Gambar dan
Spesifikasi Teknis. Perhitungan HPS telah memperhitungkan
keuntungan dan biaya overhead yang wajar untuk Pekerjaan
Konstruksi sebesar 15% (lima belas persen).

3) Jasa Konsultansi
Perhitungan HPS untuk Jasa Konsultansi dapat
menggunakan:

 Metode Perhitungan berbasis Biaya (cost-based


rates) (Biaya langsung personel (Remuneration); dan Biaya
langsung non personel (Direct Reimbursable Cost)).

 Metode Perhitungan Berbasis Pasar (market-based


rates)

 Metode Perhitungan Berbasis Keahlian (value-


based rates).

4) Jasa Lainnya
Perhitungan HPS untuk Jasa Lainnya harus
memperhitungkan komponen biaya sesuai dengan ruang lingkup
pekerjaan antara lain Upah Tenaga Kerja, Penggunaan
Bahan/Material/Peralatan, Keuntungan dan biaya overhead,
Transportasi, dan Biaya lain berdasarkan jenis jasa lainnya.

2) Menetapkan HPS
PPK menetapkan HPS dengan menandatangani pada lembar
persetujuan/penetapan. HPS yang sah adalah yang telah ditandatangani
14

oleh PPK. Nilai HPS paling tinggi sama dengan nilai Pagu Anggaran.
Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja
sebelum batas akhir.

II.3 Permasalahan Spesifikasi dan HPS


Seiring dengan meningkatnya APBN, anggaran yang
dibelanjakan untuk barang dan jasa juga meningkat. Sekitar 30% anggaran
belanja di APBN akan digunakan untuk belanja pengadaan barang dan jasa.
Sejak sepuluh tahun lalu hingga saat ini peningkatan anggaran mencapai
hingga 300 persen. Peningkatan anggaran ini dapat dilihat sebagai wujud
keseriusan pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tetapi, bersamaan dengan itu patut dicermati potensi terjadinya korupsi
dalam pengelolaan anggaran yang sangat besar ini. Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan bahwa
lebih dari 80 persen perkara korupsi di daerah menyangkut pengadaan
barang dan jasa dengan nilai kerugian negara Rp 680 miliar dan nilai suap
Rp 23,2 miliar.

Titik rawan dalam tindakan korupsi Pengadaan Barang dan Jasa


pemerintah di Indonesia adalah: (1) Pada proses perencanaan yang dimulai
dengan identifikasi proyek dan studi kelayakannya (feasibility study); (2)
Pada sistem yang dipakai; (3) Pada proses tender; (4) Pada penggunaan
wewenang pejabat; dan (5) Pada pengisian Daftar-Isi-Proyek (DIP) dan
pada pencairan DIP yang menjadi sasaran. Pada proses perencanaan
anggaran dan persiapan PBJ Pemerintah, unsur-unsur yang berpotensi
terlibat korupsi meliputi DPR/DPRD, Kepala di Kementerian/ Lembaga/
Pemerintah Daerah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Pejabat Pembuat
Kontrak (PPK), Pimpinan Proyek/Kelompok Kerja Unit Layanan
Pengadaan (Pimpro/ Pokja ULP), Pengusaha/ Vendor.

Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan modus perkara


korupsi terbanyak adalah terjadi pada pengadaan barang dan jasa karena
sering dilakukan "mark up" atau menaikkan anggaran (Herry, 2018) . Salah
satu kasus mark up tersebut yaitu terjadi pada 41 Kementrian/Lembaga.
15

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kementerian dan lembaga


(K/L) yang melakukan penggelembungan kebutuhan dana untuk perjalanan
dinas. Temuan ini terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I
(IHPS I) Tahun 2019 BPK menemukan biaya perjalanan dinas ganda atau
tidak sesuai ketentuan di 41 K/L senilai Rp 25,43 miliar.

Rinciannya adalah pembayaran perjalanan dinas ganda/melebihi


ketentuan pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, di antaranya belanja perjalanan dinas dibayarkan ganda
kepada pegawai sebesar Rp 4,91 miliar, belanja perjalanan dinas berindikasi
tidak riil sebesar Rp 993,56 juta, belanja perjalanan dinas luar negeri tidak
sesuai SBM sebesar Rp 184,03 juta. Selanjutnya kelebihan pembayaran
biaya perjalanan dinas pada KPU atas pembayaran belanja perjalanan dinas
dalam negeri tidak sesuai dengan SBM sebesar Rp 3,06 miliar. Pembayaran
belanja perjalanan dinas luar negeri antara lain terdapat selisih harga tiket
dibandingkan harga konfirmasi ke maskapai penerbangan, kesalahan
perhitungan jumlah hari perjalanan, dan ketidaksesuaian dengan SBM
sebesar Rp1,28 miliar. Berikutnya kelebihan pembayaran atas biaya
perjalanan dinas sebesar Rp 2,17 miliar pada Kementerian Pertahanan.
Antara lain bukti tiket perjalanan tidak sesuai dengan bukti yang
dikeluarkan oleh penyedia jasa, selisih harga tiket yang
dipertanggungjawabkan dengan yang dikeluarkan oleh pihak penyedia jasa,
serta pembayaran biaya perjalanan tidak berdasarkan perincian pengeluaran
riil. Terakhir adalah permasalahan biaya perjalanan dinas ganda dan/atau
melebihi ketentuan juga terjadi pada 38 K/L lainnya sebesar Rp 11,37
miliar.

Selain mark up, salah satu kasus korupsi dalam pengadaan barang
dan jasa yaitu berhubungan dengan spesifikasi teknis. Koordinator Divisi
Investigasi Indonesia Corruption Watch Febri Hendri mengungkap celah
oknum untuk melakukan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.
“Korupsi pengadaan barang dan jasa diawali perencanaan dan
penganggaran. Jadi penganggaran sudah dikapling-kapling, sekian jatah
16

buat pihak tertentu”. Spesifikasi teknis juga bisa dimainkan dengan


menaikkan spesifikasi sehingga anggaran menjadi besar (Movanita, 2017).

Salah satu contoh korupsi mengenai spesifikasi teknis yaitu kasus


korupsi paket proyek perbaikan jalan Rinjani Raya-jalan Bromo dan jalan
Mahoni Raya di Cirebon. Polres Cirebon kota menetapkan 5 tersangka yaitu
Plt Kepala Dinas PUPR, pejabat setingkat kabid di dinas PUPR dan 3
kontraktor dari CV Rajawali. PLT kepala dinas PUPR menetapkan kontrak
yang tidak sesuai prosedur lelang dan mengurangi spesifikasi pekerjaan
proyek yaitu tebalnya aspal yang dibangun untuk perbaikan jalan tersebut
dikurangi. Penyidik telah memeriksa 33 saksi dan memperoleh perhitungan
kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),
serta perhitungan dari ahli Teknik Sipil Universitas Gunung Jati (UGJ).

Korupsi - korupsi yang terjadi di sektor PBJ Pemerintah ini


setidaknya akan mengakibatkan 3 (tiga) hal yaitu rendahnya kualitas barang
dan jasa pemerintah, kerugian keuangan negara, dan rendahnya nilai
manfaat yang didapatkan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan Peraturan
Presiden No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No. 54
Tahun 2010 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan era digital seperti
sekarang. Peraturan ini diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah
dan memberikan value for money, serta mudah dikontrol dan dipahami
sehingga penyimpangan yang kerap dialami dapat dicegah atau setidaknya
dapat diminimalisir. Perpres ini mensyaratkan pengadaan barang dan jasa
bebrabis digital dengan menggunakan system elektronik yang akan cepat
mengetahui apabila ada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang tidak
sesuai dengan prosedur (Kredibel, 2018: 10-11).
III. PENUTUP

Dalam rangka menjalankan tupoksi K/L/PD/ Institusi lainnya pasti


membutuhkan barang/jasa yang diperoleh dari kegiatan pengadaan
barang/jasa. Kegiatan ini merupakan perwujudan pelaksanaan tugas dan
fungsi negara dalam memberikan pelayanan umum yang bersumber dari
APBN/APBD sehingga harus dapat dipertanggungjawabkan.

Seiring dengan meningkatnya APBN, anggaran yang dibelanjakan


untuk barang dan jasa juga meningkat. Peningkatan anggaran ini dapat
dilihat sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat. Tetapi, bersamaan dengan itu patut dicermati potensi
terjadinya korupsi dalam pengelolaan anggaran yang sangat besar ini. Salah
satu Titik rawan dalam tindakan korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
pemerintah di Indonesia adalah pada proses Perencanaan yaitu saat
penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) (terjadinya mark up) dan proses
penetapan spesifikasi teknis (barang/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan).

Korupsi - korupsi yang terjadi di sektor PBJ Pemerintah ini


setidaknya akan mengakibatkan 3 (tiga) hal yaitu rendahnya kualitas barang
dan jasa pemerintah, kerugian keuangan negara, dan rendahnya nilai
manfaat yang didapatkan. Oleh karena itu pemerintah berupaya
menghilangkan atau meminimalisir penyimpangan yang terjadi dengan
mengeluarkan peraturan baru yang mensyaratkan pengadaan menggunakan
system elektronik. Namun system ini tidak akan berjalan dengan lancar
tanpa didukung oleh semua pihak. Oleh karena itu kedepan perlu di dorong
kembali keterbukaan informasi publik di sektor pengadaan barang dan jasa.
Keterbukaan ini perlu dilakukan mulai dari proses perencanaan hingga tahap
pengawasan dan pertanggungjawaban. Langkah ini merupakan salah satu
langkah yang sangat penting agar upaya pemberantasan korupsi tidak hanya
dilakukan secara represif yakni ketika korupsi tersebut telah dilakukan.

17
18

Akan tetapi juga dilakukan secara preventif artinya mencegah terjadinya


korupsi yang mana lebih lanjut akan mencegah terjadinya kerugian negara.

Anda mungkin juga menyukai