Fenomena tak lazim bermula sejak sebelum dan selama fertilisasi, selama diferensiasi jaringan,
dan bahkan setelah diferensiasi jaringan yaitu selama periode pertumbuhan dan perkembangan.
Contoh fenomena tak lazim pada manusia : hermaproditisme sejati, feminizing male
pseudohermaphroditism, masculinizing male pseudohermaprhoditism, guevodoces, female
pseudohermaphroditism, turner syndrome, klinevelters syndrome, serta penyimpangan karena
aneuploidi kromosom yang lain. Biasanya terlihat fenotip alat-alat kelamin yang tak lazim.
Atas dasar macam-macam kejadian yang telah dikemukakan, kariotip chimera juga bermacam-
macam. Yang paling umum chi 46,XX/46,XY. Kariotip-kariotip chimera yang lain, antara lain:
a) Chi 45,XO/46,XY
b) Chi 46,XX/47,XXY
c) Chi 45,XO/46,XY/47,XXY
FEMINIZING MALE PSEUDOHERMAPRHODITISM
PEMBALIKAN KELAMIN
Pembalikan Kelamin Pada Ragi
Pada ragi dikenal kelamin (mating type) yang tersebut sebagai α dan α. Berkenaan dengan
kelamin pada ragi tersebut sudah diketahui bahwa banyak strain ragi tidak memiliki kelamin yang
stabil, cepat beralih antara kelamin α dan α. Untuk ragi yang homotalus, gen-gen kelamin dari sel-
sel haploid berubah (berbalik/beralih) jauh lebih cepat (hampir setiap pembelahan sel lain)
daripada yang dapat diantisipasi oleh mekanisme lain yang mencakup mutasi spontan. Adapun
peralihan (perubahan) yang cepat semacam itu tidak ditemukan pada strain-strain heterotalus.
Untuk sifat ragi homotalus atau heterotalus itu ditentukan oleh alela yang disebut Ho, yang terletak
pada kromosom 4. Pada mulanya peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi itu dinyatakan
bersangkut-paut dengan alela MAT α dan Mat α. Alela-alela itu terletak pada kromosom 3, tepatnya
di lokus MAT. Dinyatakan bahwa alela MAT a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin
α dimanifestasikan bilamana alela MAT α menempati lokus MAT. Adapun dua lokus kelamin
(tidak terekspresikan) yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari lokus MAT . Lokus di sebelah
kiri adalah HML terletak pada posisi 200 kb dari lokus MAT. HML mengandung suatu kopi diam
untuk informasi α. Untuk yang di sebelah kanan adalah HMR. Yang mana HMR merupakan gen
diam, mengandung informasi yang spesifik untuk α. Pemindahan gen-gen tersebut mencakup
pemberian Informasi genetik (disebut suatu kaset) dari salah satu gen yang tidak terekspresi ke
lokus MAT. M
Dalam hal ini, kaset α mengganti kaset α pada lokus kelamin (MAT). Pada gambar tersebut
juga terlihat tanda kurung, yang menunjukkan bahwa gen itu diam. Transposisi suatu kaset dari
sebuah gen diam tidak berakibat hilangnya suatu informasi genetis dari tapak terkait. Dengan
demikian, informasi genetik yang dibutuhkan untuk mendukung (mendorong) pengubahan
kelamin lebih lanjut tetap terjaga. Kerja gen HML adan HMR a sudah diketahui pula peranan dari
gen-gen SIR. Dalam hal ini empat gen SIR (SIR 1, 2, 3, dan 4) yang tidak terletak pada kromosom
3 juga berpengaruh terhadap kerja gen HML α dan HMR α. Jika salah satu dari gen-gen SIR
tersebut tidak bekerja, maka gen HML α dan HMR α ditranskripsikan dengan kecepatan yang sama
dengan gen pada lokus MAT. Pada daerah E di dekat gen HML dan HMR juga ikut berperanan
sehingga gen HML dan HMR tidak terekspresi.
Di dalam daerah E terdapat suatu blok pasangan-pasangan basa yang tampaknya menjadi
tapak tempat bekerjanya produk-produk SIR. Daerah-daerah E hanya bekerja pada kondisi cis atas
gen- gen yang terletak pada kromosom yang sama. Diketahui pula bahwa daerah E dapat bekerja
dalam dua arah (ke arah 3' atau 5) tergantung posisi promoter yang dipengaruhinya. Diduga bahwa
protein-protein SIR bekerja dengan cara mempengaruhi struktur kromatin di dalam gen-gen HML
dan HMR. Dugaan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa bilamana tidak ada kontrol SIR,
kromatin di dalam gen-gen HML dan HMR lebih mudah terkena pengaruh enzim nuclease. Yang
mana sebagai akibat kegagalan pembentukan nukleosom di dalam daerah-daerah ini).
Pembalikan Kelamin Pada Ikan
Pembalikan kelamin pada ikan itu dapat terjadi berupa pembalikan dari kelamin betina
menjadi jantan atau sebaliknya. Pada ikan laut protogynous, individu-individu betina yang sudah
matang secara reproduktif, berbalik kelamin dan menjadi individu-individu jantan yang fungsional
secara reproduktif. Dalam hal ini, pembalikan kelamin termaksud terkait dengan transformasi
struktur dan fungsi hipofise maupun gonad. Spesies ikan yang secara seksual bersifat dichromatis,
pembalikan kelamin terbukti mentransformasikan pola warna individu betina yang sedang berbalik
kelamin.
Pada Labroides dimidiatus. Jika individu jantan mati, maka individu betina yang paling
dominan akan menolak individu-individu jantan (lain) yang akan memasuki kelompok yang
bersangkutan. Apabila upaya itu berhasil, maka individu betina itu akan berubah menjadi individu
jantan; dan dalam jangka waktu dua minggu individu jantan baru itu sudah mampu menghasilkan
sperma yang fertil. Perlakuan yang setara dapat diberlakukan pada kelompok ikan protandrous.
Dalam hal ini penghilangan individu betina (satu-satunya)dari satu kelompok sosial, akan
menyebabkan satu individu jantan berbalik kelamin menjadi individu betina.
Adapun faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok sosial ikan bukan hanya
matinya (penghilangan) individu jantan (pada kelompok protogynous) dan individu betina (pada
kelompok ikan protandrous); pembalikan kelamin juga dapat diinisiasi oleh perubahan-perubahan
fisiologis endogen yang terkait dengan beberapa keadaan atau kondisi. Kondisi-kondisi yang
menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen termaksud adalah "suatu ukuran tertentu",
"umur", "tingkat perkembangan", serta "peningkatan rasio kelamin (dewasa) betina terhadap
jantan". Kondisi-kondisi yang menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen itulah secara
singkat disebut sebagai faktor-faktor penginisiasi pembalikan kelamin sebagaimana yang telah
dikemukakan. Faktor- faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada ikan, yang dapat diobservasi
secara langsung adalah penghilangan individu jantan pada kelompok protogynous atau
penghilangan individu betina pada kelompok protandrous.
Pada ikan karang protogynous Anthias squamipinnis, segera setelah penghilangan satu
individu jantan (dari kelompok sosial laboratorium, satu individu betina berbalik kelamin). Di saat
sedang berlangsungnya pembalikan kelamin, individu betina yang sedang berbals kelamin secara
progresif meningkatkan laju performance maupun resepsi ragam perilaku yang membedakan
kelamin. Kecepatan gerakan hidung meningkat yang dimulai dua hari setelah individu jantan
dihilangkan. Gerakan renang berbentuk huruf U serta tonjolan duri punggung ketiga mulai muncul,
masing-masingnya pada hari ke 4 dan 11 setelah penghilangan individu jantan. Tiga hingga empat
minggu dibutuhkan agar ikan yang sedang berbalik kelamin memperlihatkan ragam perilaku
sebagaimana layaknya seekor individu jantan umumnya. Kontrol perilaku pembalikan kelamin
dari individu betina menjadi jantan lebih rumit, daripada hanya berupa suatu ketergantungan
sederhana pada ada atau tidak adanya suatu individu jantan, atau pada aspek-aspek agresi
sederhana atau dominasi agresif. Dalam hal ini setelah penghilangan jantan, individu-individu
betina yang tersisa mulai memperlakukan ikan yang sedang berbalik kelamin sebagaimana
layaknya yang bersangkutan adalah individu jantan. Pembalikan kelamin buatan pada ikan dengan
bantuan sex inducer tersebut dapat mengubah individu betina menjadi jantan maupun sebaliknya.
Pembalikan kelamin pada ikan dari individu betina menjadi jantan dilakukan dengan bantuan
hormon-hormon steroid yang tergolong inducer jantan; sedangkan pembalikan kelamin dari
individu jantan menjadi betina dilakukan dengan hormon-hormon steroid yang tergolong inducer
betina. Hormon-hormon steroid yang tergolong inducer jantan adalah kelompok androgen,
sedangkan yang tergolong inducer betina adalah kelompok estrogen.
Hormon steroid kelompok estrogen khususnya estrone sudah terbukti pula dapat
menginduksi hermaproditisma sinkronous pada ikan. Hermaproditisma sinkronous memang sudah
berhasil diinduksi secara eksperimental pada ikan rainbow trout dengan bantuan hormon estrone.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa hormon-hormon steroid juga terlibat pada individu-individu
hermaprodit yang terjadi secara alami.
Pembalikan Kelamin Pada Burung
Pada ayam betina (zW) yang sudah bertelur dapat mengalami perubahan ciri-ciri kelamin
sekunder seperti perkembangan bulu jantan, serta kemampuan berkokok, bahkan juga mengalami
perkembangan testis yang terbukti dapat menghasilkan sel-sel sperma. Keadaan tersebut dapat
terjadi sebagai akibat kerusakan jaringan ovarium karena penyakit, dan pada keadaan tanpa
hormon kelamin betina, jaringan testikuler rudimenter yang terdapat di tengah ovarium mengalami
proliferasi. Dalam hal ini individu jantan baru hasil pembalikan kelamin tersebut tetap memiliki
genotip ZW.
Pada mulanya peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi itu dinyatakan bersangkut-paut dengan
alela MAT α dan Mat α. Alela-alela itu terletak pada kromosom 3, tepatnya di lokus MAT.
Dinyatakan bahwa alela MAT a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin α
dimanifestasikan bilamana alela MAT α menempati lokus MAT. Adapun dua lokus kelamin (tidak
terekspresikan) yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari lokus MAT . Lokus di sebelah kiri
adalah HML terletak pada posisi 200 kb dari lokus MAT. HML mengandung suatu kopi diam untuk
informasi α. Untuk yang di sebelah kanan adalah HMR. Yang mana HMR merupakan gen diam,
mengandung informasi yang spesifik untuk α. Pemindahan gen-gen tersebut mencakup pemberian
Informasi genetik (disebut suatu kaset) dari salah satu gen yang tidak terekspresi ke lokus MAT.
M