Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HEMAPRODITISMA DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT ANEUPLOIDI


KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA

Fenomena tak lazim bermula sejak sebelum dan selama fertilisasi, selama diferensiasi jaringan,
dan bahkan setelah diferensiasi jaringan yaitu selama periode pertumbuhan dan perkembangan.
Contoh fenomena tak lazim pada manusia : hermaproditisme sejati, feminizing male
pseudohermaphroditism, masculinizing male pseudohermaprhoditism, guevodoces, female
pseudohermaphroditism, turner syndrome, klinevelters syndrome, serta penyimpangan karena
aneuploidi kromosom yang lain. Biasanya terlihat fenotip alat-alat kelamin yang tak lazim.

HERMAPRODITSMA SEJATI (TRUE HERMAPRODITISM)

Pemeriksaan histologis maupun sitologis biasanya memperlihatkan bahwa jaringan individu


hermaprhodit sejati terdiri dari dua tipe sel yang berbeda (Maxson dkk.,1985). Individu-individu
tersebut memiliki dua macam kariotip yang berbeda, satu untuk setiap jalur sel. Bahwa tubuh
individu sejati tersusun dari dua tipe sel yang memiliki kariotip berbeda, hal itu dapat dijelaskan
sebagai hasil mekanisme fusi sel (Maxson dkk.,1985). Individu-individu hasil fusi semacam itu
juga disebut chimera. Individu-individu hermaprhodit sejati dapat muncul sebagai suatu akibat
dari kejadian gagal berpisah mitosis (Maxson dkk.,1985). Kejadian gagal berpisah tersebut
berlangsung pada awal perkembangan suatu embrio berkromosom kelamin XY atau XXY, yang
menghasilkan suatu mosaic dari galur-galur sel XO/XY,XX/XY,dan sebagainya. Kebanyakan
chimera ditemukan karena zigot-zigot yang mengalami fusi berkelamin berbeda (Maxson
dkk.,1985). Kariotip chimera semacam itu adalah chi 46XX/46XY. Chimera dapat juga terbentuk
melalui cara yang lain. Pada beberapa contoh suatu polar body dibuahi oleh sperma pada waktu
bersamaan disaat ovum atau sel telur dibuahi oleh sel sperma yang lain (Maxson dkk.,1985).

Atas dasar macam-macam kejadian yang telah dikemukakan, kariotip chimera juga bermacam-
macam. Yang paling umum chi 46,XX/46,XY. Kariotip-kariotip chimera yang lain, antara lain:

a) Chi 45,XO/46,XY
b) Chi 46,XX/47,XXY
c) Chi 45,XO/46,XY/47,XXY
FEMINIZING MALE PSEUDOHERMAPRHODITISM

Feminizing male pseudohermaprhoditism adalah pseudohermaprhoditisma jantan yang bersifat


kebetinaan. Feminisasi tersebut dengan suatu gen mutan dominan autosomal yang dipengaruhi
kelamin disamping menghubungkannya dengan suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom
kelamin X (Suryo, 1989 atas dasar Boczkowsky,1967 dan Barclay,1966). Kariotip dari macam
pseudohermaprhoditisma ini adalah 46,XY (Burns,1983), sekalipun ada juga yang berkariotip
46,XY/45,X (atau lainnya;Mosaik). Secara keseluruhan pengidap Feminizing male
pseudohermaprhoditism berfenotip perempuan ; seringkali karakteristik kelamin sekunder kurang
berkembang.

MASCULINIZING MALE PSEUDOHERMAPHRODITISM

Pada feminizing male pseudohermaphroditism, kariotip Kariotip macam


pseudohermaproditisma ini lebih sering adalah 46, XY atau mosaik 46, XY/45, X. Secara umum
individu pseudohermaprodit ini tidak jelas tampak sebagai laki-laki ataupun perempuan; testis
tidak sempurna, penis meragukan, tetapi payudara tidak berkembang dan tubuh berambut seperti
laki-laki. Informasi-informasi tentang feminizing male pseudohermaphroditism maupun
masculinizing male pseudohermaphroditism bersangkutan dengan testicular feminization.
Guevodoces
Terdapat 24 Individu pseudohermaprodit berkariotip 46, XY. Frekuensi macam
pseudohermaprodit tersebut yang tinggi terjadi karena perkawinan sedarah. Pada ke 24 individu
pseudohermaprodit itu, scrotum tampak sebagai labia, ada kantung vagina buntu, dan penis serupa
clitoris. Pada mulanya ke 24 individu pseudohermaprodit itu berkembang menjadi gadis.
Guevodoces merupakan individu pseudohermaprodit berkariotip 46, XY yang mempunyai alat
kelamin tidak jelas. Pada masa pubertas ke-24 individu pseudohermaprodit itu memperlihatkan
virilisasi struktur kelamin sekunder eksternal. Adapun ciri yang memperlihatkan Guevodoces
yaitu: suara menjadi besar, perkem bangan otot bersifat maskulin, dan clitoris membesar menjadi
suatu penis. Secara harfiah Guevodoces berarti "penis pada usia ke-12". Para guevodoces tersebut
akhirnya fungsional penuh sebagai jantan (laki-laki/pria), berorientasi psikologis maskulin serta
fertil. Untuk kariotip, alat kelamin eksternal yang semula membingungkan serta virilisasi selama
masa pubertas sangat mendukung karakter masculinizing male pseudohermaphroditism. Kelainan
yang diidap pada guevodoces disebabkan adanya suatu alela autosomal resesif yang
mempengaruhi penggunaan testosteron. Testosteron sebelum menyebabkan virilisasi alat-alat
kelamin eksternal, secara biokimiawi harus diubah menjadi suatu senyawa serumpun yaitu
dihydrotestosteron. Seorang individu jantan (laki-laki) bergenotip homozigot resesif untuk alela
yang mengontrol enzim yang mengkatalisir testosteron menjadi dihydrotestosteron, tidak
memperlihatkan virilisasi struktur alat kelamin eksternal.
Female Pseudohermaphroditism
Kariotip pseudohermaproditisma ini adalah 46, XX. Atas dasar kariotip semacam ini
seharusnya individu pseudohermaprodit semacam itu berkelamin betina (perempuan). Akan tetapi
tanda-tanda kelamin mengarah kepada ciri jantan (pria). Fenotip umum individu
pseudohermaprodit ini adalah seperti pria; alat kelamin eksternal meragukan, sedangkan ovarium
ada, tetapi tidak sempurna. Adapun penyebab dari female pseudohermaphroditism adalah
proliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan atau ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum
kelahiran anak pseudohermaprodit tersebut. Proliferasi kelenjar anak ginjal sebagai suatu alternatif
penyebab female pseudohermaphrotism seperti tersebut. Apabila mengalami proliferasi atau
pertumbuhan berlebih adalah korteks kelenjar anak ginjal, akibatnya adalah hormon laki-laki
berlebih. Jika pertumbuhan berlebih dari korteks anak ginjal janin itu disebabkan oleh
homozigositas gen-gen resesif. Yang mana gen tersebut bertanggung jawab pada enzim-enzim
pada metabolisma steroid. Pada umur lanjut dapat pula muncul female pseudohermaphroditism,
dan penyebab utamanya kadang-kadang adalah tumor kelenjar.
Sindrom Turner
Sindrom turner terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin. Frekuensi sindrom
Turner adalah 1/5000 atau satu di dalam 5000 kelahiran. Untuk kariotip individu pengidap sindrom
Turner adalah 45, XO. Fenotip yang bersangkutan betina (perempuan) tetapi ovarium kurang
berkembang, serta karakteristik kelamin sekunder berkembang tidak sempurna. Selain
memperlihatkan karakteristik seperti yang dikemukakan, para pengidapsindrom Turner juga
mempunyai tubuh pendek, leher bergelambir, serta mengalami keterbelakangan mental. Untuk
Individu betina (perempuan) pengidap sindrom Turner biasanya bersangkut-paut dengan peristiwa
gagal berpisah selama meiosis pada gametogenesis. Akan tetapi dapat pula bersangkut paut dengan
peristiwa gagal berpisah selama mitosis pada masa perkembangan embrional awal. Apabila
sindrom Turner itu bersangkut-paut dengan peristiwa gagal berpisah selama mitosis, maka tubuh
individu pengidapnya merupakan mosaik jaringan XX dan XO. Oleh karena itu, individu
perempuan pengidap sindrom Turner tergolong hemizigot untuk kromosom kelamin X seperti
layaknya pria, serta memperlihatkan suatu peningkatan frekuensi ekspresi sifat-sifat terpaut
kromosom kelamin X.
Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelterjuga terjadi karena aneuploidi kromosom kelamin. Frekuensi sindrom
Klinefelter adalah 1500 atau satu di antara 500 pria yang terlahir. Pengidap sindrom Klinefelter
pada dasarnya berkelamin jantan (pria). Kariotip pengidap sindrom Klinefelter yang umum
(trisomi) adalah 47, XY. Akan tetapi dalam kasus ini, konstitusi kromosom kelamin lain seperti
XXYY (tetrasomi), XXXY (tetrasomi), XXXXY (pentasomi), dan XXXXYY (heksasomi)
berkaitan dengan sindrom Klinefelter. Untuk konstitusi kromosom kelamin seperti XXXYY
(pentasomi) dan XXXXY (heksasomi) dikaitkan juga dengan sindrom tersebut (Gardner dkk.,
1991).
Beberapa ciri kelamin sekunder:
1. Testis kecil yang tidak normal, dan tidak mampu mengalami spermatogenesis
2. Steril
3. Sering berinteligensi rendah
4. Cenderung mempunyai anggota gerak yang lebih panjang daripada biasanya.
Untuk pria pengidap sindrom KIinefelter yang mempunyai konstitusi kromosom kelamin
XXXY dan XXXXY (berkariotip 48, XXXY dan 49, XXXXY) hampir selalu mengalami
keterbelakangan mental. Apabila konstitusi kromosom kelamin XXYY dan XXXYY (berkariotip
48, XXYY dan 49, XXXYY) cenderung lebih tinggi daripada tinggi rata-rata pria normal, serta
agak kurang cerdas.
Pria XYY
Sindrom pria XYY terjadi pula karena aneuploidi kromosom kelamin. Frekuensi sindrom
pria XYY adalah satu dalam 1000 pria yang terlahir hidup. Utnuk kariotip sindrom ini adalah 47,
XYY. Secara umum pria XYY terlihat sebagai pria normal termasuk fertil, tetapi cenderung lebih
tinggi daripada tinggi rata-rata pria normal umumnya. Dalam hal ini, IQ para pria XYY agak
rendah yaitu antara 85-90, ada juga pendapat lain yaitu antara 80-118. Terkadang pada beberapa
pria XYY ditemukan kelainan alat kelamin eksternal maupun internal.
Adapun ciri pria XXY:
1. Bersifat antisosial, agresif
2. Cenderung berbuat jahat dan suka melanggar hukum
Penyimpangan Karena Aneuploidi Kromosom Kelamin Yang Lain
Individu perempuan yang berkariotip 47, XXX (trisomi), 48, XXXX (tetrasomi), serta 49,
XXXXX (pentasomi) juga bersangkut-paut dengan aneuploidi kromosom kelamin. Secara
bersama para individu perempuan tersebut (trisomi, tetrasomi, dan pentasomi) disebut sebagai
"betina super" atau metafemales. Untuk individu perempuan berkariotip 47,XXX memiliki alat
kelamin yang kurang berkembang, kesuburan terbatas, serta biasanya mengalami keterbelakangan
mental. Adapun pendapat lain yang menyatakan bahwa individu perempuan berkariotip 47,XXX
memiliki fenotip yang relatip normal, tetapi bersama dengan yang berkariotip 48, XXXX sering
bersifat fertil, dan untuk individu perempuan berkariotip 48, XXXX maupun 49, XXXXX hampir
selalu mengalami keterbelakangan mental.

PEMBALIKAN KELAMIN
Pembalikan Kelamin Pada Ragi
Pada ragi dikenal kelamin (mating type) yang tersebut sebagai α dan α. Berkenaan dengan
kelamin pada ragi tersebut sudah diketahui bahwa banyak strain ragi tidak memiliki kelamin yang
stabil, cepat beralih antara kelamin α dan α. Untuk ragi yang homotalus, gen-gen kelamin dari sel-
sel haploid berubah (berbalik/beralih) jauh lebih cepat (hampir setiap pembelahan sel lain)
daripada yang dapat diantisipasi oleh mekanisme lain yang mencakup mutasi spontan. Adapun
peralihan (perubahan) yang cepat semacam itu tidak ditemukan pada strain-strain heterotalus.
Untuk sifat ragi homotalus atau heterotalus itu ditentukan oleh alela yang disebut Ho, yang terletak
pada kromosom 4. Pada mulanya peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi itu dinyatakan
bersangkut-paut dengan alela MAT α dan Mat α. Alela-alela itu terletak pada kromosom 3, tepatnya
di lokus MAT. Dinyatakan bahwa alela MAT a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin
α dimanifestasikan bilamana alela MAT α menempati lokus MAT. Adapun dua lokus kelamin
(tidak terekspresikan) yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari lokus MAT . Lokus di sebelah
kiri adalah HML terletak pada posisi 200 kb dari lokus MAT. HML mengandung suatu kopi diam
untuk informasi α. Untuk yang di sebelah kanan adalah HMR. Yang mana HMR merupakan gen
diam, mengandung informasi yang spesifik untuk α. Pemindahan gen-gen tersebut mencakup
pemberian Informasi genetik (disebut suatu kaset) dari salah satu gen yang tidak terekspresi ke
lokus MAT. M
Dalam hal ini, kaset α mengganti kaset α pada lokus kelamin (MAT). Pada gambar tersebut
juga terlihat tanda kurung, yang menunjukkan bahwa gen itu diam. Transposisi suatu kaset dari
sebuah gen diam tidak berakibat hilangnya suatu informasi genetis dari tapak terkait. Dengan
demikian, informasi genetik yang dibutuhkan untuk mendukung (mendorong) pengubahan
kelamin lebih lanjut tetap terjaga. Kerja gen HML adan HMR a sudah diketahui pula peranan dari
gen-gen SIR. Dalam hal ini empat gen SIR (SIR 1, 2, 3, dan 4) yang tidak terletak pada kromosom
3 juga berpengaruh terhadap kerja gen HML α dan HMR α. Jika salah satu dari gen-gen SIR
tersebut tidak bekerja, maka gen HML α dan HMR α ditranskripsikan dengan kecepatan yang sama
dengan gen pada lokus MAT. Pada daerah E di dekat gen HML dan HMR juga ikut berperanan
sehingga gen HML dan HMR tidak terekspresi.
Di dalam daerah E terdapat suatu blok pasangan-pasangan basa yang tampaknya menjadi
tapak tempat bekerjanya produk-produk SIR. Daerah-daerah E hanya bekerja pada kondisi cis atas
gen- gen yang terletak pada kromosom yang sama. Diketahui pula bahwa daerah E dapat bekerja
dalam dua arah (ke arah 3' atau 5) tergantung posisi promoter yang dipengaruhinya. Diduga bahwa
protein-protein SIR bekerja dengan cara mempengaruhi struktur kromatin di dalam gen-gen HML
dan HMR. Dugaan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa bilamana tidak ada kontrol SIR,
kromatin di dalam gen-gen HML dan HMR lebih mudah terkena pengaruh enzim nuclease. Yang
mana sebagai akibat kegagalan pembentukan nukleosom di dalam daerah-daerah ini).
Pembalikan Kelamin Pada Ikan
Pembalikan kelamin pada ikan itu dapat terjadi berupa pembalikan dari kelamin betina
menjadi jantan atau sebaliknya. Pada ikan laut protogynous, individu-individu betina yang sudah
matang secara reproduktif, berbalik kelamin dan menjadi individu-individu jantan yang fungsional
secara reproduktif. Dalam hal ini, pembalikan kelamin termaksud terkait dengan transformasi
struktur dan fungsi hipofise maupun gonad. Spesies ikan yang secara seksual bersifat dichromatis,
pembalikan kelamin terbukti mentransformasikan pola warna individu betina yang sedang berbalik
kelamin.
Pada Labroides dimidiatus. Jika individu jantan mati, maka individu betina yang paling
dominan akan menolak individu-individu jantan (lain) yang akan memasuki kelompok yang
bersangkutan. Apabila upaya itu berhasil, maka individu betina itu akan berubah menjadi individu
jantan; dan dalam jangka waktu dua minggu individu jantan baru itu sudah mampu menghasilkan
sperma yang fertil. Perlakuan yang setara dapat diberlakukan pada kelompok ikan protandrous.
Dalam hal ini penghilangan individu betina (satu-satunya)dari satu kelompok sosial, akan
menyebabkan satu individu jantan berbalik kelamin menjadi individu betina.
Adapun faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok sosial ikan bukan hanya
matinya (penghilangan) individu jantan (pada kelompok protogynous) dan individu betina (pada
kelompok ikan protandrous); pembalikan kelamin juga dapat diinisiasi oleh perubahan-perubahan
fisiologis endogen yang terkait dengan beberapa keadaan atau kondisi. Kondisi-kondisi yang
menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen termaksud adalah "suatu ukuran tertentu",
"umur", "tingkat perkembangan", serta "peningkatan rasio kelamin (dewasa) betina terhadap
jantan". Kondisi-kondisi yang menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen itulah secara
singkat disebut sebagai faktor-faktor penginisiasi pembalikan kelamin sebagaimana yang telah
dikemukakan. Faktor- faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada ikan, yang dapat diobservasi
secara langsung adalah penghilangan individu jantan pada kelompok protogynous atau
penghilangan individu betina pada kelompok protandrous.
Pada ikan karang protogynous Anthias squamipinnis, segera setelah penghilangan satu
individu jantan (dari kelompok sosial laboratorium, satu individu betina berbalik kelamin). Di saat
sedang berlangsungnya pembalikan kelamin, individu betina yang sedang berbals kelamin secara
progresif meningkatkan laju performance maupun resepsi ragam perilaku yang membedakan
kelamin. Kecepatan gerakan hidung meningkat yang dimulai dua hari setelah individu jantan
dihilangkan. Gerakan renang berbentuk huruf U serta tonjolan duri punggung ketiga mulai muncul,
masing-masingnya pada hari ke 4 dan 11 setelah penghilangan individu jantan. Tiga hingga empat
minggu dibutuhkan agar ikan yang sedang berbalik kelamin memperlihatkan ragam perilaku
sebagaimana layaknya seekor individu jantan umumnya. Kontrol perilaku pembalikan kelamin
dari individu betina menjadi jantan lebih rumit, daripada hanya berupa suatu ketergantungan
sederhana pada ada atau tidak adanya suatu individu jantan, atau pada aspek-aspek agresi
sederhana atau dominasi agresif. Dalam hal ini setelah penghilangan jantan, individu-individu
betina yang tersisa mulai memperlakukan ikan yang sedang berbalik kelamin sebagaimana
layaknya yang bersangkutan adalah individu jantan. Pembalikan kelamin buatan pada ikan dengan
bantuan sex inducer tersebut dapat mengubah individu betina menjadi jantan maupun sebaliknya.
Pembalikan kelamin pada ikan dari individu betina menjadi jantan dilakukan dengan bantuan
hormon-hormon steroid yang tergolong inducer jantan; sedangkan pembalikan kelamin dari
individu jantan menjadi betina dilakukan dengan hormon-hormon steroid yang tergolong inducer
betina. Hormon-hormon steroid yang tergolong inducer jantan adalah kelompok androgen,
sedangkan yang tergolong inducer betina adalah kelompok estrogen.
Hormon steroid kelompok estrogen khususnya estrone sudah terbukti pula dapat
menginduksi hermaproditisma sinkronous pada ikan. Hermaproditisma sinkronous memang sudah
berhasil diinduksi secara eksperimental pada ikan rainbow trout dengan bantuan hormon estrone.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa hormon-hormon steroid juga terlibat pada individu-individu
hermaprodit yang terjadi secara alami.
Pembalikan Kelamin Pada Burung
Pada ayam betina (zW) yang sudah bertelur dapat mengalami perubahan ciri-ciri kelamin
sekunder seperti perkembangan bulu jantan, serta kemampuan berkokok, bahkan juga mengalami
perkembangan testis yang terbukti dapat menghasilkan sel-sel sperma. Keadaan tersebut dapat
terjadi sebagai akibat kerusakan jaringan ovarium karena penyakit, dan pada keadaan tanpa
hormon kelamin betina, jaringan testikuler rudimenter yang terdapat di tengah ovarium mengalami
proliferasi. Dalam hal ini individu jantan baru hasil pembalikan kelamin tersebut tetap memiliki
genotip ZW.

1. Jelaskan mengenai Feminizing male pseudohermaprhoditism!

Feminizing male pseudohermaprhoditism adalah pseudohermaprhoditisma jantan yang bersifat


kebetinaan. Feminisasi tersebut dengan suatu gen mutan dominan autosomal yang dipengaruhi
kelamin disamping menghubungkannya dengan suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom
kelamin X (Suryo, 1989 atas dasar Boczkowsky,1967 dan Barclay,1966). Kariotip dari macam
pseudohermaprhoditisma ini adalah 46,XY (Burns,1983), sekalipun ada juga yang berkariotip
46,XY/45,X (atau lainnya;Mosaik). Secara keseluruhan pengidap Feminizing male
pseudohermaprhoditism berfenotip perempuan ; seringkali karakteristik kelamin sekunder kurang
berkembang.

2. Bagaimana awal mulanya peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi ?

Pada mulanya peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi itu dinyatakan bersangkut-paut dengan
alela MAT α dan Mat α. Alela-alela itu terletak pada kromosom 3, tepatnya di lokus MAT.
Dinyatakan bahwa alela MAT a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin α
dimanifestasikan bilamana alela MAT α menempati lokus MAT. Adapun dua lokus kelamin (tidak
terekspresikan) yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari lokus MAT . Lokus di sebelah kiri
adalah HML terletak pada posisi 200 kb dari lokus MAT. HML mengandung suatu kopi diam untuk
informasi α. Untuk yang di sebelah kanan adalah HMR. Yang mana HMR merupakan gen diam,
mengandung informasi yang spesifik untuk α. Pemindahan gen-gen tersebut mencakup pemberian
Informasi genetik (disebut suatu kaset) dari salah satu gen yang tidak terekspresi ke lokus MAT.
M

Anda mungkin juga menyukai