Rumput laut merupakan merupakan salah satu tumbuhan yang masuk ke dalam
divisi Thallophyta (tumbuhan berthallus) yaitu suatu tumbuhan yang akar, batang
dan daun yang merupakan bentuk dari batang (thallus). Rumput laut memiliki alat
perekat atau penempel yang disebut holdfast. Holdfast bukan merupakan akar
seperti yang dimiliki tumbuhan tingkat tinggi yang berfungsi menyerap air atau
nutrien. Holdfast hanya berfungsi sebagai alat penempel pada substrat yang keras.
Selain itu, rumput laut memiliki jaringan yang sederhana; mereka tidak
menghasilkan bunga atau benih seperti yang dimiliki tumbuhan tingkat tinggi
(Sverdrup et al., 2000). Menurut Pulido dan Mc Cook (2008) rumput laut dapat
diklasifikasikan menjadi 3 divisi berdasarkan kandungan pigmennya yang
digunakan dalam proses fotosintesis, yaitu: Chlorophyta (hijau),
Phaeophyta(cokelat) dan Rhodophyta (merah)
Tabel 1. Jumlah Spesies dan Sifat Hidup Divisi Alga (Soegiharto et al., 1992)
Crysophyta
6.000-1000 96% Planktonik
-Diatome
-
2 Coccolithophoroid 200 30-50% Planktonik
3
Phyrophyta
Keanekaragaman alga cokelat mencapai lebih dari 250 genus dan 1500 spesies
(Norton, et al., 1996 dalam Graham dan Wilcox, 2000). Selain itu biomassa dari divisi
Phaeophyta sangat besar baik di perairan laut maupun tawar. Bentuk struktur alga
ini terdiri dari ukuran filamen mikroskopik hingga ukuran raksasa seperti giant kelp.
Kelp raksasa dapat menghasilkan tingkat produktivitas hingga mencapai 1 kg C m -
2
yr -1, dengan tingkat pertumbuhan terbesar pada musim dingin. Alga cokelat dapat
membentuk biomassa pada daerah intertidal dan subtidal di seluruh dunia. Daerah
pantai yang kaya akan kepadatan Phaeophycean berada di negara seperti Jepang,
Amerika utara, Australia bagian Selatan, dan Inggris. Selain itu Phaeophycean
tumbuh optimal di perairan tropis dan subtropis (Graham dan Wilcox, 2000)
Rumput laut cokelat atau disebut juga dengan Phaeophyta umumnya hidup di air
laut, khusunya laut yang agak dingin dan sedang. Biasanya hidup pada perairan
sublitoral yaitu alga yang berada di bawah permukaan air dan intertidal yaitu alga
secara periodik muncul kepermukaan karena naik turun air akibat pasang surut
(Graham dan Wilcox, 2000).
Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “rhodo” yang berarti cokelat dan
“phyton” tumbuhan: alga merah (Pulido dan Mc Cook, 2008). Menurut
Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis rumput
laut merah di Indonesia Rumput laut dari divisi Rhodophyta atau alga merah
memiliki ciri thallus berbentuk silindris, pipih dan lembaran. Thallus tersebut
berwarna merah, ungu, pirang, cokelat dan hijau (Toni, 2006). Beragamnya warna
yang dihasilkan makroalga ini disebabkan oleh pigmen caroten, fuxoxanthin serta
klorofil-a dan c. Dilihat dari bentuknya kelompok rumput laut ini memiliki ukuran
dan bentuk yang beragam. Kelompok makroalga merah sebagian besar bersifat
epifit, tumbuh di permukaan substrat yang keras seperti batu dan cangkang kerang.
Alga merah hidup di daerah intertidal dan sub-tidal perairan yang dalam
(Dhargalkar dan Kavlekar, 2004).
Lobban dan Wynne (1981) melaporkan bahwa terdapat sebanyak 4100 spesies
dalam 675 genus Rhodophyta atau alga merah di dunia. Namun di Indonesia
menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) terdapat sebanyak 17 marga dari 34 jenis
rumput laut merah di Indonesia. Rhodophyta terbagi menjadi 2 kelas yaitu
Florideophyceae dan Bangiophycidae. Menurut Dixon (1973) dalam Lobban dan
Wynne (1981) kelas Florideophyceae memiliki 12 famili dimana 3 famili dari kelas
ini (8 genus dan 90 spesies) hidup di periran tawar. Selebihnya sebanyak 8 famili
dari kelas Florideophyceae hidup di laut. Sementara itu 1 famili, Acrochaetaetiaceae
tersebar baik di perairan tawar maupun laut. Kelas Bangiophycidae memiliki 5 ordo,
30 genus dan 110 spesies. Sebagian besar spesies dari kelompok ini hidup di
perairan tawar. Rhodophyta umumnya bersifat autotrof, ada juga yang heterotrof,
yaitu yang tidak memiliki kromatofora dan biasanya parasit pada ganggang
lain. Rumput laut dari jenis ini hidup di perairan yang lebih dalam dibandingkan
rumput laut cokelat (Phaeophyta) (Luning, 1990)
Istilah Rhodophyta berasal dari bahasa yunani “chloro” yang berarti hijau dan
“phyton” tumbuhan: alga hijau (Pulido dan Mc Cook, 2008). Rumput laut hijau
dikenal sebagai Chlorophyta karena mereka tampak berwarna hijau seperti
kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi dan bersifat uniseluler maupun multiseluler.
Dilihat dari ukurannya, jenis alga hijau ini terdiri dari berukuran mikroskopik dan
makroskopik (Dhargalkar dan Kavlekar, 2004). Rumput laut ini memiliki thallus
berbentuk membran, filamen, dan tabung (Toni. 2006). Hal ini disebabkan
keberadaan klorofil yang terdapat pada alga hijau tersebut.
Rumput laut hijau tersebar luas di lingkungan perairan tepi pantai dan menempal pada substrat di dasar
perairan laut, seperti karang mati, pasir, dan pecahan karang. Hidup di air laut, keberadaannya dapat dijumpai di
paparan terumbu karang dengan kedalaman 1 – 200 m. Penyebaran rumput laut ini terutama di mintakat litorial bagian
atas, khususnya dibelahan bawah dari mintakat pasang surut dan tepat di daerah bawah pasang surut sampai
kedalaman 10 meter atau lebih, sehingga beberapa rumput laut dari jenis Chlorophyta mendapat penyinaran matahari
yang bagus (Romimohtarto dan Juwana, 2007).
2.2. Morfologi
2.3. Substrat
1. Mud (lumpur), berasal dari aliran (run off) yang berasal dari daratan yang
kemudian terendap di dasar perairan. Substrat ini memberikan pengaruh
negatif berupa gangguan pernafasan bagi organisme perairan dan memiliki
kandungan oksigen terlarut yang rendah
2. Sand (pasir), kandungan pasir tergantung letak geografis suatu daerah. Wilayah
perpantai yang memiliki substrat ini memiliki kandungan oksigen terlarut
cukup tinggi
3. Rock (batu), areal bebatuan biasanya di tempati oleh berbagai organism, sebagai
tempat untuk tumbuh dan berlindung. Cakupan oksigen terlarut dan
persediaan nutrient di substrat ini cukup banyak.
Rumput laut hidup sebagai fitobentos yaitu dengan cara menancapkan atau
melekat pada substrat, pasir, lumpur, karang mati, kayu dan batu. Selain itu,
ditemukan juga jenis rumput laut yang bersifat epifitik yaitu melekat pada
tanaman lain (Soegiarto et al, 1992). Wilayah sebaran rumput laut tersebar di
hampir seluruh perairan laut Indonesia yang memiliki hamparan atau rataan
terumbu karang (Anggadiredja et al., 2006). Tumbuhan ini melekat pada substrat
seperti batu, karang mati, kerang dan beberapa melekat pada tumbuhan lain
(Kannan, 2011).
Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa air.
Arus merupakan salah satu faktor terpenting dalam mempengaruhi kesuburan laut.
Arus dapat membawa nutrisi dari suatu perairan ke perairan lainnya. Adanya arus
di lautan sangat penting dalam membawa unsur hara atau nutrisi dari satu perairan
ke perairan lainnya. Oleh karena itu arus merupakan faktor terpenting dalam
mempengaruhi kesuburan daerah suatu perairan laut (Sverdrurp et al., 2004).
Kecepatan arus di suatu perairan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dan
mengontrol pertumbuhan rumput laut. Selain dapat menyediakan nutrien bagi
rumput laut, arus juga dapat mengontrol peningkatan suhu air (Radiarta et al,
2007dalam Tiensongrusmee, 1990). Pengaruh arus cukup besar dalam menghalau
sisa-sisa metabolisme atau limbah, percampuran dan penyebaran nutrien serta gas-
gas. Oleh karena itu arus dapat dijadikan sebagai indikator tingginya laju
produktivitasperairan. Selain itu, kenaikan kecepatan arus meningkatkan proses
fotosintesis, tetapi pada level tertentu laju fotosintesis tetap (Supriharyono,
2008). Menurut Mubarak et al., (1990) kecepatan arus yang optimal bagi
pertumbuhan rumput laut di suatu perairan pantai adalah berkisar antara 20-40
cm/detik.
2.4.2 Temperatur
2.4.3 Salinitas
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan
di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari
kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang
dibutuhkan untuk kehidupannya (Fardiaz, 1992). Konsentrasi oksigen terlarut
bervariasi berkisar antara 0-10 ml/L di dalam laut. Kandungan oksigen terlarut
lebih dari 2 ppm bagi organisme akuatik yang mendukung pertumbuhannya
(Pescod,1973) sedangkan (Larger (1962), menyatakan bahwa kadar oksigen yang
baik untuk kehidupan organisme air berkisar 4-12 ppm