Anda di halaman 1dari 104

Bahaya Bucinisme

Terhadap Kader HMI


Kumpulan Artikel YakusaBlog

YakusaBlog E-Paper
Edisi 1

Novel Gadis Pembangkang


Karya: Mualimin Melawan
Untuk pemesanan hubungi: 085891685441
Kata Pengantar
Tulisan-tulisan dalam e-paper ini adalah kumpulan
beberapa artikel yang pernah dimuat di web Yasuka Blog.
Ditulis oleh kontributor tetap YakusaBlog dan sumbangan-
sumbangan tulisan yang ikhlas tidak berbayar. Tulisan ini
semata-mata untuk mengisi kehidupan literasi di HMI.
Semoga ini bermanfaat dan menambah bahan bacaan
kader-kader HMI. Apabila ada yang salah dan kurang
menyenangkan dalam artikel-artikel ini, mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

YakusaBlog, Februari 2020


Ttd
Penguasa YakusaBlog

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 2
HMI-Wati Pemberontak Dalam Novel Gadis Pembangkang

YakusaBlog, 28 Januari 220- Seorang gadis peraih


beasiswa pabrik semen merayakan keperantauannya ke
Jakarta. Ia besar di Randu Alas, desa fiksi yang terletak di
kota imajiner bernama Kabupaten Jawa Pegunungan.
Dengan meninggalkan desanya, ibu, bapak, lingkungannya,
ia sedang membebaskan diri dari kungkungan moral, adat,
norma, standar kebenaran masyarakatnya.
Gadis cantik itu pendebat ulung. Keras. Selama kuliah, ia
gabung organisasi HMI dan terlibat aksi berbahaya
menentang dekan mesum dan kekuasaan yang sewenang-
wenang. Sikap keras menolak segala bentuk hegemoni cuci
otak patriarki yang dilancarkan melalui mulut dosen,
membuatnya selalu berkelahi dengan pengajar di kelas.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 3
Muak dengan budaya patronase yang memperbudak
kaumnya, ia memilih jalan sunyi seorang aktivis idealis yang
tak bisa dibeli. Ia terus menentang, maju, mendobrak,
menerjang tirani.
Ia tak berjilbab, tapi peka sosial. Untuk menuntut balas
rasa sakit hati rakyat yang kena banjir dan musibah
kerusakan alam, Roro Lanjar, nama Si Gadis Pembangkang,
mengacak-acak panggung pernikahan anak Bupati korup. Ia
nekad melempar telor busuk ke jidat bupati saat semua
kamera wartawan sedang meliput pentas seni di Balai Kota.
Aksi inspiratifnya (red; nekad) sungguh berani, viral di media
sosial hingga tersebar ke seantero negeri.
Bupati yang sok terhormat tak terima, ia dendam pada
calon mantu kurang ajar itu. Akhirnya si kepala daerah korup
memenjarakannya karena dianggap memfitnah dan
menganiaya martabat penguasa. Bukannya melemah, Sang
Pembangkang malah makin menantang dan melawan. Ia
benar, maka ia tak mundur.
Bila yang benar mengalah, bumi akan jatuh dipimpin para
bandit. Ia merasa dilahirkan ke dunia semata-mata untuk
berperang melawan koruptor dan lelaki bajingan otak
mesum.
Karena sikap kritis dan kokohnya melawan pejabat korup,
nyawanya terancam. Ia diburu intel. Kematiannya dinantikan
banyak elit. Hingga akhirnya ia ditabrak mobil hitam di suatu

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 4
malam yang hampir melenyapkan jiwanya. Babak belur,
patah tulang, sekarat.
Ia diincar celaka agar cepat mati. Ia dikeroyok The
invisible hand yang terganggu sikap kritisnya. Merasa akan
dibunuh, ia bertekad menuliskan kronologi perjuangan
hidupnya dengan segala pemikiran dan pesannya untuk
kemerdekaan kaum perempuan Indonesia.
Tak sampai di situ, di atas ranjang rumah sakit pun, ia
masih diburu pembunuh bayaran. Hingga akhirnya kejahatan
benar benar menang dan berhasil menghabisinya.
Kematiannya membuat Indonesia berduka. Semua aktivis
HAM menangis mendengar ia dibunuh di atas bangsal.
Penulisnya yang juga Aktivis frontal, cerdik menyelipkan
pesan-pesan perlawanan pada tiap momen. Membaca novel
‘Gadis Pembangkang’ membuat kita paham makna sejati
anarkisme.
Iya, Mualimin nama pengarangnya. Saya kenal dan
menjadi sahabat sudah lebih dari tiga tahun. Sejak pertama
berjumpa hingga hari ini, dia tidak berubah. Tetap
sederhana, kalau bicara provokatif, berani, dan sikap blak-
blakan membuatnya rawan konflik dengan senior yang
terkenal punya pengaruh kuat di HMI.
Saya bangga punya kawan seorang penulis produktif dan
selalu memikirkan arah gerak roda sejarah bangsanya. Saya
pertama mengenal Master Mualimin dalam sebuah training

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 5
dan sejak itu kami menjadi kawan yang akrab. Meski sifat
kita berbeda jauh, perbedaan pandangan tidak menjadikan
itu tembok pembatas.
Dia adalah anak Tuban pengelana, para cucu pewaris
karakter keras Adipati Ronggolawe, pengusung gigih
berdirinya Majapahit yang mati nahas sebagai pemberontak
pertama.
Buku baru ini berjudul; Gadis Pembangkang. Terbit di
Jakarta pada tahun ini, 2020. Penulisnya terkenal di dunia
pergerakan dengan nama Mualimin Melawan alias
Muhammad Mualimin.
Bergenre Novel Realist-Fiction (Re-Fi), novel ini akan
memprovokasi tiap pembaca agar melawan dosen dan
kampus. Itu novel yang sangat berbahaya bagi lelaki
brengsek, dan setiap rektor harus hati-hati bila
mahasiswanya membaca bukunya Mualimin.
Dengan tebal lebih dari 260 halaman, novel pergerakan
itu sangat berat, isinya penuh ajakan berpikir keras, namun
akan memuaskan untuk nutrisi otak aktivis. Terus berkarya
kawan. Aku mendukung setiap gagasanmu memerangi
patriarki di Indonesia.[]

Penulis: Tibayuda Laksana (Ketua Umum HMI Cabang


Tangerang)

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 6
Mengenal Lebih Dekat Penulis Novel Gadis
Pembangkang

YakusaBlog, 02/02/2020- Halo sobat pembaca. Tentu


sudah tidak asing lagi dengan nama Muhammad Mualimin
yang akrab dipanggil Mualimin Melawan, bukan? Apalagi
bagi kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tentu
nama itu sangat familiar. Sosok pemilim nama itu sudah
malang melintang di dunia pergerakan dan aktivisme HMI.
Terlebih-lebih yang kini viral di HMI dengan novelnya yang
bertajuk; Gadis Pembangkang.
Muhammad Mualimin lahir pada 8 November 1992 di
daerah penting pada masa Kerajaan Majapahit, karena
waktu itu berfungsi sebagai pelabuhan dan portal utama
perdagabgan. Berbagai julukan disematkan pada kota
asalnya, misalnya "Kota Seribu Goa" dan "Bumi
Ronggolawe", tepatnya di Kecamatan Rengel, Kabupaten
Tuban, Jawa Timur.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 7
Ia memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi, rambutnya
hitam tebal, badannya tegap, sorot matanya sendu namun
tegas. Pendidikannya ditempuh di MAN 2 Tuban.
Dia tercatat menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di
Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) pada tahun 2011. Strata
1 berhasil dituntaskan hampir 6 tahun, lulus tahun 2017.
Tahun ini, dia sedang menempuh pendidikan strata 2 di
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas) di
Jakarta.
Dunia kemahasiswaan yang diwarnai dengan berbagai
kegiatan membuat nalarnya semakin tajam berpikir. Daya
kritisnya semakin matang ketika menjadi wartawan
investigasi. Selain itu, dia tergabung ke dalam Perhimpunan
Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI). Selama aktif
menjadi mahasiswa, dia pernah mengabdikan diri di salah
satu organisasi mahasiswa Islam pertama di Indonesia, yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dia warga perguruan silat PSHT. Dan aktif di organisasi
kemahasiswaan BEM. Dia tercatat menjadi Ketua Umum
HMI Komisariat Al Azhar periode tahun 2015-2016. Ketua
Umum BPL HMI Cabang Jakarta Selatan tahun 2017-2018.
Saat ini menjadi salah satu Pengurus BPL PB HMI periode
2018-2020.
Kuliah di prodi ilmu hukum, sedikit banyaknya telah
mempengaruhi cara berpikir, dan memantik jiwa protes

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 8
dalam dirinya untuk bangkit. Dalam sejarah hidupnya, tak
terhitung berapa kali mengikuti aksi untuk menyuarakan
ketidakadilan dan mengkritisi apapun yang dianggapnya
salah. Demonstrasi pun adalah hobinya.
Di hadapannya tak ada ketakutan selain kepada Tuhan.
"Sang Pemberontak" begitu lekat pada sosok satu ini.
Dengan nama pena "Mualimin Melawan", dia menciptakan
kultus pada dirinya menjadi sosok yang "nyentrik" dari segi
pemikiran dan ia sering jadi buah bibir.
Tulisan-tulisannya telag terbit di berbagai media massa
dan media online yang ditulis begitu tajam dan menohok.
Gaya tulisannya yang terkesan sarkas dan apa adanya,
membikin tidak sedikit pihak merasa tersindir atau bahkan
sakit hati membacanya. Dia sering mendapat kecaman,
hujatan bahkan cibiran. Tapi dia selalu maju, tak pernah
takut.
Sosok yang menyeramkan, itulah yang terlintas di pikiran
saya ketika pertama kali membaca postingannya di beranda
Facebook. Rasa segan berbalut takut menyurutkan saya
untuk sekedar menyapa dan mengomentari tulisannya di
facebook kala itu. Saya biasa memanggilnya: Abang Ali.
Entah darimana kedekatan kami bermula. Perlahan image
menyeramkan itu sedikit memudar. Awalnya saya menilai
Bang Ali tak lebih dari orang asing. Saat ini, dia sudah saya

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 9
anggap seperti abang sendiri. Tak masalah dia
menganggapku seperti apa. Aku tidak peduli.
Masih jelas teringat pertama kali saya dan Bang Ali
bertemu. Waktu itu ketika training Senior Course di HMI
Cabang Cilegon. Saya hadir untuk membantu screening
peserta, tiba-tiba dapat kabar bahwa dia sedang perjalanan
menuju Kota Baja, Cilegon. Bang Ali datang bersama Sekum
BPL Cabang Jakarta Selatan, Bang Andre Kurniawan.
Kesan pertama kali masih sama. Dingin, bicaranya ceplas-
ceplos, tapi sederhana dan apa adanya. Di balik sosoknya
yang misterius, ia adalah abang yang perhatian. Hal itu saya
rasakan sendiri, meski terkadang perhatiannya berbeda dari
kebanyakan orang.
Sejak pertemuan itu, komunikasi kami berjalan baik. Tak
jarang, ia meminta saya untuk membantu mengelola, namun
selalu bentrok. “sombong sekali kamu ini tidak mau
mengelola ke luar” itu ucapnya.
Untuk menebusnya, saya berjanji bersedia dan
meluangkan waktu. Qodarrullah, kami dipertemukan
kembali di arena training. Waktu itu ketika Intermediate
Training HMI Cabang Tangerang.
Pada Desember 2019, saya diamanahkan untuk menjadi
Koormot pada Basic Training di HMI Komisariat Al-Azhar
(UAI) Jakarta. Awalnya saya tidak percaya diri karena ini
pengalaman pertama menjadi Koormot di cabang luar.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 10
Namun lagi-lagi Bang Ali meyakinkan, mencambuk pikiran
dan keberanian saya untuk terus belajar dan belajar.
Perkenalan yang masih terbilang muda, Bang Ali banyak
memberikan motivasi dan pembelajaran berharga.
Semangat menulisnya terus dia tularkan dan tidak bosan-
bosan mendukung saya untuk terus berkarya. “Tulislah
apapun yang ini kau tulis. Hidup cuma sekali, banyakin
karya." Motivasinya padaku.
Dia sosok kader HMI yang bukan hanya mengandalkan
retorika belaka, namun karya nyata. “Gadis Pembangkang,”
adalah sebuah maha karya novel dari seorang kader
antagonis namun memiliki jiwa yang loyalis dan humanis,
akan segera rilis dalam waktu dekat ini.
Rasa penasaran dan tidak sabar ingin segera membaca
rupanya bukan hanya saya yang mengalami. Buku ini telah
banyak ditunggu oleh para pembacanya, banyak dipesan
bahkan sebelum rampung diterbitkan. Saya pribadi sebagai
perempuan dibuat penasaran dengan tokoh "gadis" dalam
novel itu.
Bagaimana sang penulis menceritakan ganasnya gadis ini
dalam menentang hegemoni kekuasaan, kemerdekaan yang
mati serta kebudayaan yang diterapkan secara tak masuk
akal. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
rupanya tidak merubah image perempuan yang dianggap

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 11
lemah, baperan, ditambah budaya patriarki yang masih
mengakar kuat di negeri ini.
Jelas, novel ini akan menjadi bacaan menarik yang bisa
dinikmati siapa saja untuk membebaskan pikiran-pikiran
yang masih terkungkung doktrin dan egosentris. Akhir kata,
semoga karyanya itu bermanfaat dan mampu membuka
nalar kritis para aktivis flegmatis, menampar secara halus elit
borjuis kapitalis.[]

Penulis: Ana Khairun Nisa (Bendahara Umum HMI Cabang


Serang)
Ket.gbr: Ana Khairun Nisa

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 12
Novel Gadis Pembangkang Akan Menghantui Manusia
Bejat

YakusaBlog, 02/02/2020- Ya, tidak berlebihan jika saya


menyatakan novel yang sebentar lagi resmi beredar itu
(Gadis Pembangkang) menjadi otokritik bagi siapa saja yang
menyembah jabatan atau popularitas sebagai satu-satunya
tujuan hidup. Apa arti sebuah kehormatan dan kekuasaan
yang diperoleh dari menabrak aturan, atau dengan
menelanjangi citra orang lain? "Gadis Pembangkang" ini, kita
bisa tau dari mana lahirnya novel tersebut.
Mualimin Melawan, nama yang gemar menghantui
manusia-manusia bejat, dedengkot tua yang gila hormat dan
petinggi-petinggi Himpunan yang defisit akal dan akhlak.
Saya rasa, lahirnya Novel "Gadis Pembangkang" yang
digadang-gadang akan menggegerkan sebagian tubuh
Himpunan itu tak terlepas dari realitas yang dirasakan oleh
penulisnya.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 13
Dalam sinopsi "Gadis Pembangkang", menggambarkan
sebuah kenyataan di mana perempuan didekati, lalu
dijadikan budak nafsu. Tidak salah jika kita sama-sama
membenarkan bahwa cinta yang hanya mengejar payudara
dan vagina hanya akan menjadikan perempuan sebagai
binatang gembalaan lelaki yang mengejar selangkangan.
Sosok Mualimin, dalam sejarah diri saya bukanlah orang
asing. Ia satu-satunya manusia yang menampar saya dengan
makian sehingga pada akhirnya saya bisa menjadi seorang
Instruktur di Himpunan (baca: HMI).
Perkenalan saya dengan penulis muda ini dimulai
beberapa tahun silam. Kala itu, saya masih ingat, salah
seorang senior satu komisariat mengajak saya untuk ikut
dalam perjumpaan di sebuah minimarket di Jalan Ampera,
Jakarta Selatan. Sampai tulisan ini saya ketik, saya dan
Mualimin merupakan kawan perjuangan.
Lebih lanjut saya ingin katakan, Novel Gadis
Pembangkang adalah karya kedua dari Mualimin, setelah
sebelumnya pada 2016 pernah menulis buku yang berjudul
"Demonstran Payah".
Yang saya dapatkan dari setiap tulisan maupun buku yang
ditulisnya, selalu ada argumen-argumen provokatif yang
senantiasa mengajak pembaca untuk berpikir, merenung,
dan bisa juga senyam-senyum mengiyakan isi tulisan

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 14
tersebut. Mungkin juga tulisan-tulisannya bagai terompet
Sangkakala bagi pejabat-pejabat bejat.
Saya membayangkan, novel Gadis Pembangkang menjadi
salah satu buku yang dibutuhkan Kader HMI untuk
merenovasi rumah tua yang kian hari makin menampakkan
wajah bobrok dan reot. Bayangan itu pun berubah menjadi
sebuah keharusan bagi setiap kader HMI, terkhusus bagi
HMI-Wati.
Akhir kata saya ucapkan selamat Saudaraku, semoga
dengan novel Gadis Pembangkang yang kau tuliskan dengan
spirit penuh pembebasan ini mampu bermanfaat untuk
pembangunan generasi kedepan, khususnya kaum
perempuan di Indonesia.[]

Penulis : Syahrul Rizal (Sekretaris Umum HMI Cabang


Jakarta Selatan, Panglima Tempur dan LAWAN INSTITUTE).
Ket. Gbr: Syahrul Rizal

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 15
Apa Jadinya HMI Jika Kadernya Terlibat di Parpol?

YakusaBlog, 27/01/2020- Sudah menjadi rahasia umum


di rumah kita (HMI) bahwa saat ini ada Kader-Kader HMI
yang terlibat dalam Partai Politik (Parpol) tertentu. Baik itu
yang sudah diketahui, maupun yang belum terungkap. Baik
itu yang terlibat sebagai pengurus Perpol (baca: sayap
Parpol), staf dan atau Tenaga Ahli (TA) anggota legislatif dari
Parpol tertenu. Tidak sedikit juga badan konsultasi di tiap
tingkatan HMI (Komisariat, Cabang, dan PB) terlibat aktif di
Parpol.
Tentunya muncul sebuah pertanyaan; apa jadinya HMI
jika Kadernya terlibat di Parpol?
Kita selalu mengatakan bahwa HMI adalah organisasi
independen sebagaimana ditegaskan dalam Anggaran Dasar
HMI pasal 6. Dalam diskursus ini pun sering dijelaskan
bahwa Independensi HMI itu ada dua; Independensi Etis dan

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 16
Independensi Organisatoris. Sudah sampai di manakah kita
memahami dua jenis independensi tersebut? Sudah sampai
implikasi dalam aktivitas kader sehari-hari? Ribuan
pertanyaan lagi jika satu per satu kita catatkan. Kita
simpulkan saja dengan satu pertanyaan yang perlu kita
renungkan; sudahkah kita konsisten menjalankan dua
independensi itu? Bagi yang belum memahminya silahkan
baca Tafsir Independensi HMI sebagaimana yang tertuliskan
dalam Hasil-Hasil Kongres HMI.
Kembali kita bicarakan pertanyaan pertama yang menjadi
tajuk tulisan ini. HMI saat sungguh terasa dinamika yang
bersifat politis. Maksudnya, dinamika politis ini sungguh
terasa menjadi konflik internal di HMI. Seperti saling sikut-
sikutan untuk merebut kekuasaan di HMI. Hiruk pikuk
perebutan jabatan di HMI menghilangkan nilai-nilai etis di
HMI dengan menghalalkan segala cara. Nepotisme semakin
tinggi di HMI. Dan macam semi politik pragmatisme lainnya.
Hal-hal di atas sudah bagai dinamika Parpol, hal ini terjadi
menurut hipotesa saya adalah penguruh dari adanya kader-
kader, adanya seseorang atau sekelompok orang Parpol
(Alumni dan senior) yang mempengaruhi serta terlibat di
dalam HMI. Akibatnya pola-pola di HMI bagai pola-pola di
Parpol, nuansa politik praktis pun semakin menjamur di HMI
dan terbukti dengan tidak sedikitnya kader-kader terlibat
dalam politik praktis di negara ini.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 17
Ditambah lagi dunia perkaderan pun ikut dipolitisir.
Training-training HMI, semisal LK II dan LK III hanya menjadi
panggung politik praktis. Pedoman perkaderan banyak yang
"diperkosa" dan orang-orang yang mengisi training
mayoritas para politisi. Hal ini dapat kita lihat setiap
proposal kegiatan yang menyebar setiap cabang-cabang dan
Badko HMI. Ruh Perkaderan HMI yang ditanamkan lewat
training telah berganti menjadi ruh politik pragmatisme.
Tidak sedikit peserta-peserta training yang kecewa dengan
pemateri atau materi yang disampaikan. Alhamdulillah,
masih ada peserta-peserta yang mengusir pemateri karena
tidak sesuai ekspektasi. Hal itu menurut saya perlu
dilakukan, mengusir pemateri apabila tidak menguasai
materi atau tidak layak jadi pemateri di training-training
HMI, sekalipun itu sekelas yang katanya tokoh nasional.
Mirisnya kita sering menolak bahwa HMI dikatakan
underbow Parpol, tapi dalam praktiknya ada kader-kader
terlibat dalam sayap-sayap Parpol dan atau yang di badan
konsultasi bagian dari orang Parpol. Secara tidak langsung
sebenarnya HMI saat ini adalah underbow salah satu Parpol
bahkan banyak Parpol. Berbeda sekali dengan HMI dahulu
saat dikatakan underbow-nya Partai Masyumi.
Keadaan HMI saat ini perlu kita robah dengan
menegaskan bahwa kita (kader-kader) benar-benar
independen, baik secara tertulis maupun secara aktualisasi.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 18
Kita harus memahami apa dan bagaimana itu Independensi
HMI. Kita harus berani merdeka dan menutup pintu bagi
mereka yang terlibat di Parpol. Jika ada yang terlibat, baik
secara langsung maupun tidak langsung, harus segera
dikeluarkan dari lembaga. Kita harus berani menolak
intervensi yang membuat citra HMI buruk atau yang
bertentangan dengan Independensi HMI. Walau kantong
sekarat, tapi hati dan pikiran kita tetap merdeka.
Jika kita tidak bisa membuat training di tempat mewah,
beralaskan tikar dan beratapkan tenda pun tidak menjadi
permasalahan. Yang terpenting substansi dan esensi
Perkaderan HMI tetap berjalan. Seorang pejuang tentunya
harus jauh dari zona nyaman.
Tidak perlu pemateri yang berlabel "Tokoh Nasional" jika
nyatanya dia penoko (penipu). Indikator pemateri HMI itu
tidak perlu berdasarkan jabatan dan titel. Akan tetapi
berdasarkan indikator keahlian, kefokusan, keseriusan,
keilmuan dan indikator baik lainnya. Kita harus
mengembalikan ruh HMI yang sebenarnya.
HMI harus berani melepaskan diri dari hal-hal yang
menjerat kemerdekaan organisasi dan kader-kader HMI. Kita
fokuskan saja HMI ini menjadi rahim yang melahirkan kader-
kader yang intelektual, agamais, jujur, berani berpihak pada
kebenaran, dan memperjuangkan nasib-nasib umat yang
ditindas.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 19
Di Kongres HMI ke-31 nanti, kiranya kita mendapatkan
sosok pemimpin yang berani melepaskan diri dari jeratan
kader-kader dan senior-alumni HMI yang terlibat dari Parpol
serta melepaskan dari kelompok-kelompok jahat yang
memasuki HMI. Semoga kita mendapatkan Pimpinan PB HMI
yang benar-benar berani menegakkan Konstitusi HMI dan
ajaran-ajaran kebenaran di HMI. Hal ini sebenarnya bukan
hanya untuk Pimpinan PB HMI, akan tetapi untuk kita
semua.
Orang-orang yang terlibat di badan konsultasi PB HMI
pun harus dijauhkan kan dari mereka yang terlibat di Parpol.
Serta pengurus yang disusun benar-benar masih memegang
Independensi HMI.
Hal-hal baik ini pun kita aktualisasikan jika kita memang
menginginkan perbaikan di HMI. Jika tidak, rumah kita akan
tetap seperti saat ini, bahkan lebih parah lagi. Semoga HMI
dan kader-kadernya memegang tegug dan
mengaktualisasikan Independensi HMI. Amin.
Mohon maaf pabila dalam tulisan ini terdapat kesalahan
dan membuat ada yang tersinggung. Tujuan tulisan ini
benar-benar diniatkan untuk usaha kecil memperbaiki
Himpunan kita.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 20
Perlunya Perubahan Tujuan HMI

YakusaBlog, 24/01/2020- Mengutip pendapat A. Dahlan


Ranuwihardjo "Lazimnya yang dijadikan tujuan sesuatu
organisasi adalah sebuah cita-cita besar yang hendak dicapai
oleh organisasi, misalnya cita-cita untuk mencapai suatu
masyarakat atau negara dengan kualifikasi tertentu atau
yang menyangkut suatu ideologi atau agama." Suatu tujuan
tidak hanya memandang sebuah cita-cita saja, akan tetapi
rumusan cita-cita itu yang dijadikan tujuan memiliki sebab
dan musababnya. Ada latar belakang yang menjadikan
sebuah tujuan besar atau cita-cita mulia terumuskan.
Suatu tujuan atau cita-cita sebuah organisasi tidaklah
abadi dari perputaran waktu. Tujuan dapat berjangka
pendek dan berjangka panjang, tidak abadi dari hukum-
hukum perubahan. Suatu tujuan juga dapat berubah
berdasarkan situasi dan kondisi. Artinya, dalam tujuan itu
mengandung waktu dan tempat yang sifatnya temporal dan
teritorial. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bisa
diambil dan dipakai pada waktu lain serta tempat lain jika

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 21
kondisi atau yang dicita-citakan sama. Dalam formulasi
perubahan tujuan (misi) ini pun tentunya memiliki faktor-
faktor tertentu baik dari segi subjek, objek dan fokusnya.
Intinya, tujuan (misi) sebuah organisasi bukanlah hal yang
absolut tanpa perubahan. Tujuan organisasi dapat dirubah
dan dilegalkan dalam sebuah rapat tertinggi di organisasi.
Dalam tulisan sederhana ini, kita akan fokuskan pada
wacana penulis terkait perlunya perubahan Tujuan HMI saat
ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, secara historis
Tujuan HMI telah mengalami perubahan beberapa kali.
Tujuan HMI yang saat ini ada dalam Pasal 4 Anggaran Dasar
HMI (AD HMI) serta dapat kita lafazkan secara lisan tanpa
melihat teks adalah perubahan terakhir dari Tujuan-tujuan
HMI yang sebelumnya.
Tujuan HMI I; "1. Mempertebal dan mengembangkan
agama Islam. 2. Mempertinggi derajat Rakyat dan Negara
Republik Indonesia." adalah putusan Kontes HMI I di
Yogyakarta pada 30 November 1947.
Kemudian, pada Kongres HMI ke-4 di Bandung pada 14
Oktober 1955 merubah Tujuan HMI hasil Kongres I HMI
menjadi; "Ikut mengusahakan terbentuknya manusia
akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam."
Terkait perubahan pertama ini, A. Dahlan Ranuwihardjo
menjelaskan pada saat itu HMI sampai pada pendapat
bahwa HMI yang isinya adalah mahasiswa, calon sarjana

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 22
atau calon intelektual tidaklah tepat jika berfungsi sebagai
organisasi massa, apalagi sebagai organisasi kekuatan politik
praktis. Pada saat itu disepakatilah sebuah Tujuan HMI
untuk memfungsikan HMI sebagai organisasi kader yang
bertujuan membina anggotanya menjadi kader. Karena itu,
yang menjadi fokus dan objek yujuan HMI adalah pribadi-
pribadi, individu-individu para anggota. Sehingga
disahkanlah tujuan HMI yang baru (Hasil Kongres HMI ke-4)
menggantikan tujuan HMI hasil Kongres HMI I.
Jika Tujuan HMI I hanya mampu bertahan selama 8
tahun, Tujuan HMI II hasil Kongres HMI ke-4 mengalami
perubahan kembali, dua kali lipat dari Kongres I, artinya
hanya bertahan selama 16 tahun. Perubahan kedua ini
terjadi pada Kongres HMI ke-10 di Palembang pada 10
Oktober 1971, dengan bunyi redaksinya; "Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat dan
makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata'ala."
Perubahan tersebut serasa sangat perlu setelah melihat
perjalanan HMI selama 16 tahun. Formulasi dalam tujuan
tersebut pun mengandung kekurangan belum disebutnya
fungsi lebih lanjut dari "manusia akademis, pencipta dan
pengabdi yang bernafaskan Islam" itu, serta di bumi apa
insan cita tersebut hidup dan bergerak. Redaksi
"bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 23
makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata'ala" menjadi
fungsi dari "insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam." (Muchriji Fauzi HA dan Ade Komaruddin
Mochamad, 1990:23).
Lebih lanjut A. Dahlan Ranuwihardjo yang pernah
menjabat sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1951-
1953 mengungkapkan bahwa formulasi Tujuan HMI yang
disempurnakan itu (Hasil Kongres HMI ke-10) dikokohkan
dalam kongres-kongres HMI berikutnya. Jika pun saat ini
ditemukan ada sebuah kata yang sedikit berbeda seperti
frasa "dan" itu tidak merubah formulasi sebagaimana yang
sebelum-sebelumnya.

Perlunya Perubahan Tujuan HMI Saat Ini


Mendekati Kongres HMI ke-31 nanti, walau tugas utama
saat ini adalah menyatukan dualisme PB HMI antara Saddam
dan Arya, wacana perubahan Tujuan HMI saya kira perlu
untuk dibahas. Memang ini bukan pekerjaan yang mudah,
diperlukan kajian-kajian yang mendalam apakah Tujuan HMI
saat ini masih relevan atau formulasinya perlu dirubah. Tidak
perlu takut untuk mewacanakan ini.
Lantas, bagian manakah yang ingin penulis kritisi sehingga
perlunya melakukan perubahan dalam Tujuan HMI? Di sini
pun akan penulis bahas secara singkat dan padat saja.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 24
Mungkin dalam kesempatan lain akan kembali dibicarakan
panjang lebar.
Jika A. Dahlan Ranuwihardjo menyebutkan "masyarakat
yang adil dan makmur" yang saat ini kita hilangkan frasa
"dan" dalam pasal 4 AD HMI, itu bersifat fungsional yang ia
sebut sinonim dengan "masyarakat yang berdasarkan
Pancasila", maka formulasi Tujuan HMI yang telah
disempurnakan itu sekaligus telah mengandung
penunjukkan bahwa Insan Cita tersebut hidup dan bergerak
di bumi Negara Republik Indonesia. Dan ini bagian dari
konform dengan bunyi alinea ke-4 dari Mukaddimah AD HMI
yang mencantumkan bahwa HMI bertekad memberikan
dharma baktinya untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila.
Nah, pada bagian inilah yang coba saya fokuskan sehingga
Tujuan HMI perlu dirubah dengan artian menambahi
formulasi fungsional yang saat ini dibutuhkan melihat
kondisi umat dan bangsa sedangkan berhadapan dengan
ancaman perpecah-belahan.
Sehingga perlu kita tambahi dan merubah redaksi Tujuan
HMI menjadi; "Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab
mewujudkan masyarakat adil makmur serta persatuan
bangsa yang diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala." Tujuan ini
menambahi fungsional insan cita HMI melihat kondisi umat
atau bangsa di negara Indonesia saat ini.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 25
Pengajuan Tujuan HMI yang baru ini pun perlu untuk
dikaji kembali jika menurut banyak kader mengalami banyak
kerancuan. Akan tetapi, perlu ditegaskan saat ini kita
membutuhkan peran HMI yang dapat menjaga persatuan
dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara, yang mana
kondisi kita saat ini sedang rentan isu-isu dan fenomena
perpecah-belahan, baik itu antar golongan, agama, suku,
budaya dan ras. Hipotesa ini pun disebabkan oleh kondisi
perpolitikan atau perbuatan kekuasaan, baik tingkat nasional
hingga daerah, saat ini sungguh sangat memprihatinkan.
Tujuan ini pun tidak bertentangan dengan dasar negara,
Mukaddimah AD HMI dan serta azas HMI.

Penutup
Perubahan Tujuan HMI ini bukanlah daerah terlarang
untuk kita "sentuh". Melihat kondisi kekinian dan
pandangan zaman ke depan, HMI saat ini pun perlu kembali
merumuskan tujuan (misi) atau cita-citanya. Mengutip
hipotesa Samuel P. Huntington bahwa perbenturan
peradaban yang akan terjadi bukan lagi karena benturan
ekonomi dan ideologi, tapi benturan budaya.
Nah, agar benturan budaya ini tidak berdampak buruk
bagi negeri ini ke depan, kita harus terus menyerukan
persatuan ummat dan bangsa sehingga menjadi tujuan kita
mewujudkannya. Persaudaraan sesama agama, sesama

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 26
bangsa dan sesama manusia harus terus kita junjung tinggi
dalam bingkai persatuan. Sehingga, kita pun dapat mejudkan
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu
Wata'ala.
Mohon maaf pabila terdapat banyak kelemahan dalam
tulisan singkat ini. Semoga kita dapat kembali merumuskan
formulasi Tujuan HMI yang baru untuk menjawab tantangan
zaman. Amiin.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 27
Eksistensialisme Kader-Kader HMI

YakusaBlog, 16/01/2020- Saat ini sungguh "asyik"


melihat dan membaca status-status ataupun story-story di
akun media sosial online Kader-kader Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI). Mengapa saya katakan "asyik"? Karena fenoma
ini memberi tanda-tanda bahwa dinamika HMI baik secara
internal maupun eksternal masih hidup. Terlepas dari
berbagai macam penilaian terhadap HMI saat ini yang
membandingkan HMI masa lalu. Dua rilis pers dari saudara
Muallimin Melawan yang diterbitkan mudanews.com dan
satu tulisannya yang "pedas" diterbitkan qureta.com
menjadi perbincangan hangat secara internal bersama
ramainya kader-kader membicarakan Kongres HMI (dalam
HMI di sini adalah HMI Dipo) yang ke-31. Mengapa hal-hal
ini menjadi bahan perbincangan diberbagai grup media

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 28
sosial (medsos) online dan mengudara di story-story atau
status akun mendsos online, tentu memiliki cerita tersendiri.
Secara eksternal, saat ini dan atau beberapa hari lalu,
HMI yang dalam hitungan jari akan berusia 73 tahun (5
Februari 1947 - 5 Februari 2020) mengalami "serangan" dan
kritikan yang cukup "pedas". Kita misalkan salah satu artikel
yang pernah dimuat di website Mojok.co. Alhasil, tidak
sedikit kader-kader yang "kebakaran jenggot" dengan cepat
melakukan apologia.
Autokritik dan kritik ini pun menunjukkan bahwa HMI
secara eksistensi masih ada di negara ini. Dualisme Pengurus
Besar HMI saat ini yang tak kunjung ishlah menjadi salah
satu bahan "sunggingan" orang banyak, tidak terlepas
mereka-mereka yang sengaja dan sukses "menggoyang" HMI
dari intern dan ekstern.
Selain itu, perilaku kader-kader HMI, bagian secara
kolektif maupun individual menjadi bahan perhatian.
Aktivitas harian, mingguan, bulanan hingga tahunan hanya
sekedar angin lalu. Dan ini banyak yang mengatakan hanya
sekedar eksistensi.
Jika demikian, perlu kita mengakaji sedikit tentang
eksistensi ini. Eksistensi yang bagaiamanakah dimaksudkan
itu? Salahkah jika HMI atau kader-kadernya membangun
eksistensinya? Apakah eksistensi itu perlu? Dan eksistensi

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 29
apakah yang seharusnya dibangun oleh kader-kader HMI?
Salahkah jika kita menjadi yang eksistensialisme?

Kader-Kader HMI Dalam Perspektif Eksistensialisme


Tidak sedikit orang yang gagal memahami tentang
eksistensi ini. Kata "eksistensi" dan atau "eksistensialisme"
sering dijadikan berkonotasi negatif tanpa terlebih dahulu
memahami eksistensi itu sendiri. Padahal, eksistensi ini
merupakan hal yang sangat kita perlukan sebagai manusia
yang hidup di muka bumi ini. Untuk itu sangat perlu sekali
kita memahami eksistensi, sehingga kita akan ketahui
eksistensi yang seperti apakah yang buruk itu. Khusus pada
kader-kader HMI agar bisa membangun eksistensi yang baik
dan menghindari yang buruk.
Secara etimologis, eksistensialisme berasal dari kata
eksistensi. Sedangkan eksistensi itu sendiri berasal dari
bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul,
memilih keberadaan aktual. Ada pun pengertian
eksistensialisme itu sendiri adalah gerakan filsafat yang
menentang esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi
manusia. (Lorens Bagus, 2005).
Eksistensialisme ini merupakan paham yang sangat
berpengaruh di abad modern ini. Paham ini pun dapat
menyadarkan manusia betapa pentingnya kesadaran diri
dalam kehidupan di dunia ini. Lorens Bagus dalam Kamus

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 30
Filsafat yang disusunnya menjelaskan bahwa
eksistensialisme itu memiliki ciri-ciri, yaitu: "a). Motif pokok
yakni cara manusia berada, hanya manusialah yang
bereksistensi. Dimana eksistensi adalah cara khas manusia
berada, dan pusat perhatian ada pada manusia, karena itu
berisfat humanistis; b). Bereksistensi harus diartikan secara
dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara
aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencanakan.
Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari
keadaaannya; c). Di dalam filsafat eksistensialisme manusia
dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang
belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya
manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih-lebih pada
sesama manusia; d). Filsafat eksistensialisme memberi
tekanan pada pengalaman konkret, pengalaman eksistensial.
Secara pengertian di atas jelas bahwa eksistensi dan atau
eksistensialisme tidaklah berkonotasi negatif dan secara
filsafat eksistensialisme merupakan gerakan filsafat yang
menyadarkan kita betapa pentingnya keberadaan peran
manusia dalam kehidupan ini. Eksistensi dan atau
Eksistensialisme ini pun merupakan bentuk konkret dari
keberadaan manusia yang harus melakukan sesuatu untuk
melepaskan dirinya dari ikatan dari dunia sekitar yang
membuat dirinya sebagai manusia kehilangan arah. Sehingga

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 31
bereksistensi ini menciptakan diri menjadi manusia yang
aktif.
Selanjutnya, membicarakan terkait eksistensi atau
eksistensialisme ini, kita tidak bisa melepaskan diri dari
seorang pemikir atau filsuf yang bernama Soren Keirkegaard.
Dia adalah seorang tokoh eksistensialisme yang pertama kali
memperkenalkan "eksistensi" di abad ke-20. Keirkegaard
memiliki pandangan bahwa seluruh realitas eksistensi hanya
dapat dialami secara subjek oleh manusia, dan
mengandaikan bahwa kebenaran adalah individu yang
bereksistensi. Keirkegaard juga memiliki pemikiran bahwa
eksistensi manusia bukanlah statis namun senantiasa
dinamis. Maksudnya, manusia selalu bergerak dari
kemungkinan untuk menjadi suatu kenyataan. Melalui
proses tersebut, menurut Keirkegaard, manusia
memperoleh kebebasan untuk mengembangkan suatu
keinginan yang manusia miliki sendiri. Ia memandang
eksistensi manusia terjadi karena adanya kebebasan, dan
kebebasan itu ada disebabkan tindakan yang dilakukan
manusia tersebut.
Singkatnya, eksistensi menurut Keirgaard adalah suatu
pilihan yang berani diambil oleh manusia untuk menentukan
bagaimana hidupnya, dan menerima konsekuensi yang telah
manusia ambil. Jika manusia tidak berani untuk

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 32
melakukannya maka manusia tidak bereksistensi dengan
sebenarnya.
F. Budi Hardiman (2007) menjelaskan Keirkegaard
membagi eksistensi itu menjadi tiga tahap. Pertama, Tahap
Estetis (The Aesthetic Stage). Tahap ini merupakan situasi
keputusasaan sebagai situasi batas dari eksistensi yang
merupakan ciri khas tahap tersebut. Adapun dalam tahap
estetis ini terdapat pengalaman emosi dan sensual memiliki
ruang yang terbuka. Kierkegaard menerangkan adanya dua
kapasitas dalam hidup ini, yakni sebagai manusia sensual
yang merujuk pada inderawi dan makhluk rohani yang
merujuk pada manusia yang sadar secara rasio. Pada tahap
pertama ini manusia cenderung pada wilyah inderawi. Jadi,
kesenangan yang akan dikejar berupa kesenangan inderawi
yang hanya didapat dalam kenikmatan segera. Sehingga
akan berbahaya jika manusia akan diperbudak oleh
kesenangan nafsu, di mana kesenangan yang diperoleh
dengan cara instan. Dalam tahap ini tidak ada pertimbangan
baik dan buruk, yang ada adalah kepuasaan dan frustasi,
nikmat dan sakit, susah dan senang, ekstasi dan putus asa.
Terkait tahap ini Keirkegaard lebih lanjut menjelaskan
bahwa manusia estetis memiliki jiwa dan pola hidup
berdasarkan keinginan-keinginan pribadinya, naluriah dan
perasaannya yang mana tidak mau dibatasi. Sehingga
manusia estetis memiliki sifat yang sangat egois dalam

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 33
mementingkan dirinya sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa
manusia dalam tahap estetis pada dasarnya tidak memiliki
ketenangan. Hal ini dikarenakan manusia ketika sudah
memperoleh satu hasil yang di inginkannya ia akan berusaha
mencapai yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan
inderawinya. Manusia estetis ini juga akan mengalami
kekurangan dan kekosongan dalam kehidupannya, akibatnya
manusia yang seperti ini tidak dapat menemukan
harapannya. Adapun manusia dapat kleluar dari zona ini
yakni dengan mencapai keputusasaan. Di mana Ketika
manusia estetis mencari kepuasan secara terus menerus dan
tidak kunjung menemukannnya, maka diposisi seperti itulah
manusia dapat berputus asa (despair).
Kedua, Tahap Etis (The Ethical Stage). Tahap etis ini
merupakan lanjutan dari tahap estetis. Tahap ini lebih tinggi
dari
tahap estetis yang hanya berakhir dengan keputusasaan dan
kekecewaan. Sedangkan tahap etis ini dianggap lebih
menjanjikan untuk memperoleh kehidupan yang
menenangkan.
Manusia yang berada di tahap ini sangat
mempertimbangkan kaidah-kaidah moral. Dalam tahap etis,
individu telah memperhatikan aturan-aturan universal yang
harus diperhatikan. Di mana individu telah sadar memiliki
kehidupan dengan orang lain dan memiliki sebuah aturan.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 34
Sehingga dalam suatu kehidupan akan mempertimbangkan
adanya nilai baik atau buruk. Pada tahap inilah manusia
tidak lagi membiarkan kehidupannya terlena dalam
kesenangan inderawi. Manusia secara sadar diri menerima
dengan kemauannya sendiri pada suatu aturan tertentu.
Bahkan pada tahap etis manusia melihat norma sebagai
suatu hal yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Dalam
tahap ini manusia telah berusaha untuk mencapai asas-asas
moral universal. Namun, manusia tahap etis masih
terkungkung dalam dirinya sendiri, karena dia masih
bersikap imanen, artinya hanya mengandalkan kekuatan
rasionya saja.
Terakhir, yang ketiga adalah Tahap Religius (The Religious
Stage). Tahap ini adalah tahap eksistensi yang paling tinggi
menurut Keirgaard. Save M Dagun (1990) menjelaskan,
"Keputusasaan merupakan tahap menuju permulaan yang
sesungguhnya, dan bukan menjadi final dalam kehidupan.
Sehingga keputusasaan dijadikan sebagai tahap awal menuju
eksistensi religius yang sebenarnya. Tahap ini tidak lagi
menggeluti hal-hal yang konkrit melainkan langsung
menembus inti yang paling dalam dari manusia, yaitu
pengakuan individu akan Tuhan sebagai realitas yang
absolut dan kesadarannya sebagai pendosa yang
membutuhkan pengampunan dari Tuhan."

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 35
F. Budi Hardiman menambahkahal yang semakna bahwa,
"Pada dasarnya keputusasaan telah dianggap sebagai
sebuah penderitaan yang mendalam dialami oleh individu.
Hal ini dapat terjadi jika keputusasaan dilakukan tanpa
adanya kesadaran atau sadar namun tidak memiliki respon
yang positif atau kehendak dan aksi untuk membenarkan,
sehingga akan menyudutkan manusia pada jurang
kehancuran. Kesadaran untuk membenarkan yang dimaksud
adalah kemauan dari diri individu untuk sadar akan
kekurangannya dan menyerahkan diri pada Tuhan. Di mana
individu mengakui bahwa ada realitas Tuhan yang sebagai
pedoman. Dengan demikian, individu jika mengalami
problematika dalam hidupnya tidak akan mudah tergoyah.
Adapun individu mengalami problem ia akan berpegang
dengan tali yang sangat kuat yakni dengan keyakinan.
Adapun pada tahap ini individu membuat komitmen
personal dan melakukan apa yang disebut "lompatan iman".
Lompatan ini bersifat non-rasional dan biasa kita sebut
pertobatan."
Singkatnya, pada tahap terakhir ini Keirkegaard
mengatakan satu-satunya jalan untuk sampai pada Tuhan
adalah dengan iman atau kepercayaan. Ini lah yang
dikatakannya loncatan kepercayaan. Hal ini tidak memiliki
suatu formula yang objektif dan rasional. Akan tetapi, tahap

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 36
ini berjalan secara subjektivitas individu yang diperoleh
dengan iman.
Nah, dari tiga tahap eksistensialisme menurut Soren
Keirkegaard yang kita bahas di atas tadi, muncul kembali
sebuah pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama, di
tahap manakah HMI atau Kader-kader HMI saat ini?
Apakah di tahap estetis yang cenderung hanya memenuhi
kepuasan hawa nafsunya dalam suatu hal dan tidak
memandang baik dan buruk akan tetapi hanya pada
kepuasan dan frustasi, senang dan susah, ekstasi dan putus
asa? Apakah kader HMI saat ini hanya ingin instan tanpa
proses demi mencapai tujuan pribadinya dan terlena dengan
godaan-godaan duniawi? Ataukah HMI saat ini eksistensinya
ada di tahap etis dan religius?
Menurut saya, saat ini mayoritas Kader-kader HMI
eksistensinya berada pada tahap pertama. Hilangnya
independensi Kader-kader HMI, terjebaknya dalam politik
praktis, saling rebut kekuasaan di HMI, dualisme PB HMI saat
ini yang tak kunjung ishlah, dan adanya kader-kader HMI
menjual HMI, membuktikan bahwa Kader-kader HMI itu
berada dalam tahap pertama sebagaimana maksud
Keirkegaard.
Sedangkan dalam eksistensi tahap kedua dan tahap
ketiga nampaknya sudah mulai terkikis habis. Kader-kader
yang terus mempertahankan eksistensi ini, yang berdampak

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 37
baik pada HMI secara organisasi, perlu untuk dijaga agar
eksistensi HMI sebagai organisasi mahasiswa dan sebagai
anak kandung umat dapat terwujud lagi secara realitas.

Penutup
Kirannya kader-kader yang berada dalam tahap pertama
secepatnya sadar menuju tahap kedua dan ketiga sebelum
keputusasaan "menenggelamkannya" menjadi kader-kader
yang frustasi, putus asa dalam kehidupan sehingga berbuat
negatif dan jangan sampai ditenggelamkan oleh hawa
nafsunya terhadap duniawi. Dan yang berada dalam tahap
dua dan tiga harus tetap menjaga HMI.
Demikian tulisan ini, semoga ada manfaatnya untuk kita
semua. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam tulisan sederhana ini. Wassalam![]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 38
Kemelut-Kemelut HMI Menurut Azhari Akmal
Tarigan

Ket.gbr: Ibnu Arsib dan Azhari Akmal Tarigan

YakusaBlog, 14/01/2020- Dalam prolog buku terbaru


Azhari Akmal Tarigan, yang akrab disapa Bang Akmal, Nilai-
Nilai Dasar Perjuangan HMI; Teks, Interpretasi, dan
Kontekstualisasi, menjelaskan beberapa kemelut-kemelut
yang melanda Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi
tertua di Indonesia saat ini.
Kemelut-kemelut yang dimaksud Penceramah NDP HMI
Tingkat Nasional ini memunculkan pertanyaan yang terlebih
dahulu harus kita ketahui. Bang Akmal dalam prolog
tersebut menyebutkan pertanyaannya seperti; apakah
organisasi ini (HMI) masih layak disebut sebagai organisasi
Himpunan Mahasiswa Islam? Apakah HMI bisa dikatakan
sebagai organisasi pembaru, khususnya dalam konteks
pemikiran Islam? Dan apakah organisasi HMI masih pantas
dilabeli sebagai anak kandung umat?

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 39
Pertanyaan-pertanyaan tadi muncul disebabkan
beberapa indikasi, yang disebut Bang Akmal bagian daripada
kemelut HMI masa kini. Pertama, semakin memudarnya
citra HMI sebagai organisasi pembaru pemikiran Islam,
seperti yang pernah ditahbiskan Muhammad Kemal Hasan,
dalam bukunya "Contemporary Muslim Religio-Political
Thought" yang terbit pada tahun 1975. Hal ini sebagaimana
juga disebutkan oleh yang pernah diberi status Anggota
Kehormatan HMI atas jasanya pada HMI, yaitu
Viktor Immanuel Tanja, dalam bukunya yang berjudul "HMI:
Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan
Muslim Pembaharu di Indonesia". Bang Akmal pun
melemparkan pertanyaan yang perlu kita renungkan
bersama, mengapa saat ini HMI sangat sulit melahirkan
kader-kader sekaliber Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra,
Komaruddin Hidayat, Dawam Rahardjo, Fachry Ali, Mahfud
M.D., Johan Efendi, Deliar Noer, dan tokoh-tokoh HMI
lainnya.
Nyatanya ini memang benar, kader-kader HMI saat ini,
mayoritas disibukkan dengan politik praktis sehingga
menguras pemikiran yang seharusnya memikirkan hal-hal
strategis dalam dunia pemikiran baik dalam skop lokal,
nasional dan global. Nuansa politis, saling rebut dan sikut
menyikut mencapai kursi kekuasaan lebih terlihat daripada
dinamika atau "pertarungan" pemikiran di HMI. Khazah

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 40
pengetahuan Islam menjadi tertinggal dan lebih laku kajian-
kajian yang sifatnya praktis. Kader-kader akan susah diajak
berpikir dan berdiskusi dalam ranah pemikiran atau ideologi.
Indikasi kedua menurut Bang Akmal adalah muncul kesan
semakin lunturnya pengamalan dan akhlak Islam di kalangan
kader-kader HMI. Tidak mengherankan jika banyak kader
HMI hijrah ke organisasi lain yang dianggap lebih "Islami"
kendati sebenarnya cenderung eksklusif. Ironisnya, kata
Bang Akmal, fenomena hijrah organisasi tidak hanya terjadi
di kampus-kampus "sekuler" atau kampus-kampus umum,
tetapi juga terjadi secara masif di Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan
Universitas Islam Negeri (UIN). Perlu saya tambahi, bahkan
fenomena ini juga terjadi di Sekolah Tinggi Agama Islam
Swasta (STAIS).
Saya ingin menanggapi sebagai bentuk tambahan
pandangan, bahwa kajian akhlak atau etika hanya sekedar di
forum training saja. Sungguh sangat jarang kita menemukan
HMI di setiap tingkatan melakukan kajian atau diskusi rutin
tentang akhlak dan atau etika sebagai kader HMI yang
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal kita sangat mengenal sebuah hadits mengatakan
bahwa adab itu di atas ilmu. Jadi sebenarnya percuma ilmu
pengetahuan atau intelektualitas kader HMI tanpa akhlak
atau adab.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 41
Dalam pandangan lain, bicara akhlak ini menjadi bahan
kajian yang kurang menarik bagi kader-kader HMI secara
mayoritas sehingga mengimplikasikan ketika terjun dalam
bidang apapun cenderung machiavelis. Dalam berbuat atau
beraktivitas sehari-hari, baik masih kader atau sudah alumni
cenderung pragmatisme. Sebagaimana kita ketahui bahwa
pragmatisme itu indikator atau tolak ukurnya adalah selagi
menguntungkan akan dinyatakan baik atau benar, tapi jika
tidak menguntungkan maka akan dibuang. Mungkin ini
asumsi atau pandangan emosional saya secara pribadi, tapi
hal ini dapat kita temui di lingkungan HMI sekitar kita.
Sebagaimana yang dibenarkan Bang Akmal bahwa Ketua
Umum Pemuda Muhammadiyah periode 1993-
1997 Hajriyanto Y. Thohari dalam tulisannya yang dimuat
oleh Panji Masyarakat Nomor 40 tahun 2000 mengatakan
satu dasawarsa terakhir kader-kader HMI semakin tidak
terlihat sama sekali sibghah keislamannya, baik pada
aktivitas maupun semangat intelektualitasnya. Dalam
ukuran sederhananya, semangat mempelajari Islam dan
mengamalkannya jauh lebih bergelora pada gerakan
mahasiswa Islam kontemporer.
Selanjutnya yang ketiga, rendahnya minat kader-kader
HMI untuk mempelajari dan mendalami Islam, seperti yang
pernah dilakukan "abang-abangnya". Berdasarkan
pengalaman Bang Akmal berkeliling Indonesia bagian Barat

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 42
menyampaikan materi Nilai-Nilai Dasar Perjuangan
Himpunan Mahasiswa Islam (NDP HMI) dalam training
formal HMI seperti Latihan Kader II (LK II) atau Intermediate
Training, beliau merasakan keringnya wawasan keislaman
kader-kader HMI. Terkadang, lanjut beliau, hal-hal yang
bersifat fundamental keagamaan pun tidak terkuasai dengan
baik. Penglihatan Bang Akmal ini adalah "cuaca kemarau"
yang sangat panjang dan belum menunjukkan tanda-tanda
perubahannya. Wacana keislaman tanah air yang selama ini
dikendalikan HMI, kini telah diambil oleh lembaga-lembaga
kajian lainnya.
Yang keempat adalah melihat keadaan akhir-akhir ini
komitmen HMI terhadap persoalan keumatan mulai
mengendur. HMI yang dahulunya sering disebut, hingga
sampai sekarang, bahwa organisasi ini sebagai anak kandung
umat dan harapan masyarakat Indonesia, sebagaimana kata
Jenderal Sudirman, mulai meninggalkan ibu kandungnya.
Ketidak-pekaan HMI terhadap persoalan yang melanda umat
mengakibatkan organisasi HMI tidak lagi populer di mata
ummat. Jika boleh saya menambahi melihat kondisi
kekinian, HMI makin tidak populer atau bahkan tidak
diminati lagi karena konflik berkepanjangan di tubuh HMI
seperti dualismenya Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa
Islam (PB HMI).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 43
Bang Akmal menambahi lagi dengan melihat ironisnya
kader-kader HMI saat ini disebabkan karena seakan-akan
mengalami kelelahan intelektual dan kehilangan
kreativitasnya. Nilai-nilai yang telah tertanam pada diri
kader, tidak lagi berperan sebagai daya tonjok psikologis
sebagaimana istilah Nurcholish Madjid atau yang akrab
disapa Cak Nur, dan tidak lagi berfungsi sebagai api Islam
yang diistilahkan Sayyed Ameer Ali. Akibatnya, kata Bang
Akmal, HMI terjebak pada rutinitas organisasi tanpa
dinamika yang berarti.
Sebagai bentuk tawaran solusi buat kita semua (kader
HMI), Bang Akmal menyarankan supaya HMI perlu segera
melakukan autokritik untuk selanjutnya mengambil langkah-
langkah strategis agar dapat keluar dari kemelut-kemelut di
atas tadi. Sikap-sikap a priori dan berapologi bahwa kritikan-
kritikan tersebut tidak berdasar pada fakta. Apologia itu
hanya akan mempercepat tenggelamnya HMI.
Kemudian, solusi dari Bang Akmal agar nilai-nilai tauhid
yang tertanam dalam diri kader berperan dan berfungsi,
maka hal mendesak yang harus dilakukan kader-kader HMI
adalah mengembalikan tauhid sebagai paradigma gerakan.
HMI harus mampu menerjemahkan kembali wawasan
keislamannya, seperti yang termuat di dalam NDP HMI
untuk melakukan kontekstualisasi dengan persoalan
kekinian, jika boleh saya tambah dengan kedisinian, baik

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 44
yang bersentuhan langsung dengan umat maupun dengan
dinamika bangsa yang terus berubah.
Sebagai tambahan dan sekaligus penutup dari saya dalam
tulisan sederhana ini, kader-kader HMI harus kembali pada
cirinya sebagai organisasi mahasiswa, organisasi kader,
organisasi perjuangan, dan memegang teguh independensi
HMI yang terdiri dari independensi etis dan independensi
organisatoris. Demikian dan semoga bermanfaat.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 45
Kader HMI Harus Berani Melawan

YakusaBlog, 29/01/2020- Jika di usia mudanya HMI, kita


contohkanlah dari 1947-1966, musuh terlihat secara
tampak. Bisa diketahui siapa dan seperti apa gerakannya.
Aktor-aktor bisa dikenal dan kegiatan-kegiatannya bisa
diketahui. Akan tetapi bagaimana dengan saat ini?
Jelas dahulu Lafran dkk sampai Sulastomo dkk mengalami
perlawan yang sangat sengit dari kaum komunis yang secara
legal formal-Politik bernaung di Partai Komunis Indonesia
(PKI) dan underbow-underbownya. Bukan hanya saja HMI
yang terancam bubar, tapi nyawa aktivis HMI pun terancam.
Berdasarkan pengakuan Mas Tom (Panggilan akrab
Sulastomo), ia diberi senjata api untuk melindungi diri dari
Mala petaka bahaya kaum komunis.
Mereka terus dan terus melawan. Di tengah hebatnya
pertarungan fisik, pertarungan ideologi dan politik
kekuasaan pun sangat sengit pada masa itu. Hingga pada

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 46
akhirnya, naungan atau rumah kaum komunis Indonesia pun
hancur setelah gagal atas kudetanya dan dilarangnya PKI
serta ajarannya di Indonesia. HMI tidak jadi dibubarkan dan
selamat hingga saat ini.
Perjuangan kader-kader HMI pada masa itu perlu menjadi
perenungan bagi kita kader HMI saat ini. HMI saat ini perlu
memperhatikan sejarahnya yang lalu. Mereka melawan
kejahatan yang walau nyawa menjadi taruhannya.
Saat ini, tidak sedikit yang kecewa pada HMI atau kader-
kadernya. Tidak sedikit yang menilai bahwa HMI atau kader-
kadernya saat ini tidak bisa mendiagnosa penyakit atau virus
yang masuk ke HMI. Alhasil, HMI hari ini susah mengetahui
siapa-siapa musuh dan virus-virus apa saja yang telah
merusak-rusak HMI. Tidak menutup kemungkinan, HMI akan
bubar jika begini-begini saja.
Menurut saya, salah satu penyakit kita hari ini di HMI
adalah kader-kader HMI terpengaruh godaan materil yang
menghilangkan esensinya sebagai HMI atau kader HMI.
Saling rebut kekuasaan di HMI tidak lain bukan lagi untuk
belajar jadi pemimpin, akan tetapi untuk menambah pundi-
pundi uang atau agar kelak dapat jabatan di pemerintahan,
padahal kualitas diri rendah.
Kemudian, "sel darah putih" Independensi HMI mulai
habis yang berakibatkan luka di HMI susah untuk sembuh.
Antibodi HMI tidak diperkuat sehingga virus-virus jahat

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 47
mudah masuk ke HMI. Kemandirian kader jauh menurun
dibanding kemandirian kader-kader dahulu padahal zaman
semakin canggih. Seharusnya, dengan kemajuan teknologi
dan informasi saat ini, kader HMI harus lebih mandiri.
Kita sering menyalahkan sistem perkaderan, tapi kita
mengaminkan mereka-mereka yang memimpin HMI dengan
jahil dan rakus. Sogok-menyogok dan atau jual-beli suara
saat memilih pimpinan di HMI sudah menjadi biasa. Memilih
pimpinan di HMI bukan berdasarkan latar belakang seorang
tersebut, tapi berapa ikat uang yang bisa ia beri. Praktik jual
beli suara ini tidak susah ditemukan di Himpunan kita ini.
Perhatikan saja saat Konfercab, Musda bahkan terdekat
Kongres HMI. Dan banyak lagi praktek-praktek iblis yang saat
ini diaminkan di HMI yang perlu kita hancurkan.
Kita sebagai seorang kader HMI, jika memang kita mau
menjadi kader-kader HMI sejati, apabila melihat kejahatan di
HMI harus berani kita lawan, sekalipun itu dilakukan alumni
atau senior kita sendiri. Jika senior dan alumni HMI itu jahat,
sebenarnya dia bukan senior atau alumni HMI. Mengapa
demikian? Karena HMI tidak pernah mengajarkan kejahatan.
Mereka yang jahat itu adalah iblis-iblis yang berbentuk
manusia.
Sebagai seorang kader HMI, jangan kita biarkan HMI
perpanjangan tangan senior, alumni HMI dan pemerintahan.
Independensi HMI telah menegaskan bahwa kita hanya

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 48
tunduk dan patuh pada kebenaran. Dalam NDP HMI
menegaskan tunduk dan patuh itulah Islam serta kebenaran
itu adalah Dia Yang Maha Kuasa. Jadi, kita hanya tunduk dan
patuh pada Dia bukan pada iblis-iblis itu.
Kita tidak perlu takut akan nasib hidup, karena yang
mengatur dan yang menentukan bukanlah iblis-iblis itu.
Perlawanan internal ini harus berani kita tegakkan, demi
kebaikan kita ke depan dan kebaikan HMI.
Perjuangan dan perlawanan kita bukan lagi secara fisik,
saat ini perjuangan kita begitu soft. Pembodohan terhadap
kader-kader harus kita hanguskan. Kita ber-HMI dan
kita menjadi kader bukan untuk iblis-iblis itu, tapi untuk
menegakkan kebenaran. Menegakkan kebenaran sama
dengan menegakkan perintah-Nya.
Saat ini kita terlalu fokus pada politik praktis, sehingga
lupa tugas dan fungsi utama kita sebagai kader HMI. Hal itu
harus kita rubah dan kembali fokus pada khittah HMI.
Kita harus berani melawan kejahatan-kejahatan yang
masuk ke rumah kita, HMI![]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 49
Inilah Mereka Kader dan Alumni HMI Gadungan

YakusaBlog, 28/01/2020- Tidak ada lagi yang dapat


menyangkal bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang
tertua di Indonesia hingga sampai saat ini. Dalam hitungan
hari, warga HMI akan merayakan Milad HMI yang ke-73 (5
Februari 1947 M - 5 Februari 2020 M). Secara kuantitas pun,
tidak ada yang menyangkal bahwa hampir di seluruh daerah
yang ada di Indonesia ini ada Kader dan Alumni HMI. Secara
kualitas pun banyak yang mengakui HMI tapi dulu, kalau saat
ini butuh ribuan kali berpikir untuk mengucapkannya.
Dahulu sebelum HMI mulai rusak di periode 1971-1974
yang dipimpin Akbar Tandjung, HMI melahirkan kader-kader
yang benar sesuai ruh HMI, melahirkan kader-kader yang
intelektualis dan pemikir. Saat ini, HMI melahirkan kader-
kader yang menjadi beban pikiran. HMI yang terkenal
sebagai anak kandung umat, saat ini terkesan anak kandung
pejabat.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 50
Saat ini banyak yang mengatakan ia kader HMI bahkan
ada juga yang mengatakan dan mengaku-ngaku alumni HMI.
Yang mengatakan ia kader HMI hanya dimulut saja, tapi
perilaku dan tindakannya tidak mencerminkan sebagaimana
kader HMI itu sebenarnya. Ia mengaku kader HMI, tapi
nyatanya aturan main (AD dan ART HMI) "diperkosa". Saat
ini nilai-nilai moril di HMI telah tergadaikan dengan nilai-nilai
materil oleh kader-kadernya. Ia mengaku kader HMI, tapi
nyatanya berperilaku bukan selayaknya kader HMI. Dan
pada nyatanya ia adalah Kader HMI gadungan.
Yang kedua, ada yang mengatakan dan mengaku-ngaku
Alumni, tapi tega merusak-rusak HMI. Memanfaatkan HMI
untuk kepentingan politik praktis serta untuk
mempertahankan kekuasaannya. Mereka menjadikan Kader-
kader gadungan tadi menjadi kurir kekuasaannya. Dan ini
juga kita sebut alumni-alumni HMI gadungan.
HMI saat ini didominasi Kader-kader gadungan dan
alumni-alumni gadungan. Kader-kader murni serta alumni-
alumni murni disikat habis dari HMI. Kebenaran di HMI saat
ini ukurannya bukan lagi sejatinya kebenaran, tapi karena
keuntungan. Jika menguntungkan, itulah yang benar. Jika
tidak menguntungkan, maka akan dibuang. Dan inilah yang
kebenaran pragmatisme. Imbas dari nuansa politik
pragmatisme, bukan politik moril atau politik idealisme.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 51
Kader-kader gadungan membela yang bayar, bukan yang
benar. Alumni-alumni gadungan mengintervensi untuk
berbuat sesuai kepentingannya dengan menghalalkan segala
cara. Yang melawan kepentingannya akan dibuang dari HMI.
HMI dijadikan berselingkuh dengan kekuasaan yang dzalim.
Kader-kader gadungan ini tidak mau benar-benar
memahami Konstitusi HMI dan menerapkannya. Baginya
ber-HMI hanya untuk meningkatkan popularitas karena HMI
organisasi tertua dan terbesar di HMI. Kader-kader
gadungan ini gila jabatan, lupa akan sejarah untuk apa HMI
didirikan oleh Lafran Pane dkk. Jika Lafran Pane saat ini
hidup kembali, menurutku ia sepakat membubarkan HMI,
atau menyarankan menggantinya jika tidak lagi fokus pada
khittahnya HMI. Dan alumni-alumni gadungan dengan
senang hati memelihara konflik HMI bahkan menjadi aktor
intelektualnya.
Kader-kader gadungan ini tidak lagi mengutamakan
persaudaraan di HMI, tapi sudah bergerbong-gerbong untuk
merebut kuasa di HMI. Sikut-menyikut sudah biasa bagi
mereka. Mendapat jabatan di HMI bukan murni
menjalankan amanah organisasi, tapi mempertebal isi
kantong dan mengaminkan alumni-alumni gadungan.
Independensi HMI adalah racun bagi mereka. Asas HMI
menjadi jerat bagi mereka. Sehingga itu harus mereka
dihanguskan. Perannya bukan lagi perjuangan, tapi per-

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 52
uangan. Fungsinya mereka rubah untuk menciptakan kader-
kader gadungan. Status HMI mereka rubah menjadi
kurir. Hal ini terlihat dan dirasakan dalam praktiknya.
Inilah kader-kader dan alumni-alumni gadungan yang
harus kita basmi, jika kita masih menginginkan HMI tetap
pada ruhnya. Ruhnya yang benar-benar berasaskan Islam,
bersifat independen, berstatus mahasiswa, berfungsi
organisasi kader, dan berperan sebagai organisasi
perjuangan. Semoga kita bisa membasminya. Amin.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 53
Astaga, PB HMI Ternyata Pernah Mendukung
tuhan Orba!

YakusaBlog, 23/01/2020- Menjelang diselenggarakannya


Persidangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada
tahun 1973, satu tahun sebelum persidangan itu, Pengurus
Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 1971-
1974 mengeluarkan Pernyataan tertanggal 13 April 1972
yang salah satunya berisi dukungan agar Sidang MPR
memilih dan menetapkan kembali tuhan Orde Baru (Orba)
Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Hal di atas dituliskan langsung oleh Akbar Tandjung dalam
tulisannya yang berjudul "Partisipasi HMI dalam
Pembangunan Bangsa 1971-1974" kemudian tulisan itu
dimasukkan sebagai salah satu kumpulan tulisan dalam buku
yang sudah tidak asing lagi bagi kita kader dan alumni HMI.
Buku itu berjudul "HMI Menjawab Tantangan Zaman"

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 54
dengan penyuntingnya Muchriji Fauzi HA bersama Ade
Komaruddin Mochamad.
Akbar memberi alasan bahwa pernyataan dikeluarkan itu
demi kepentingan pembangunan nasional sebagaimana
dalam tulisannya. Ia menuliskan "Dalam rangka ikut
menumbuhkan suasana yang menunjang iklim
pembangunan dan pelaksanaannya secara lancar, maka
diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat, kestabilan
sosial serta peran serta masyarakat. Menjelang
diselenggarakannya Persidangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat tahun 1973, setelah melihat situasi tanah air pada
waktu itu, terdapat usaha-usaha untuk mengubah Undang-
Undang Dasar 1945 serta menggoyahkan kepemimpinan
nasional, maka PB HMI mengeluarkan Pernyataan tertanggal
13 April 1972 tentang Lembaga Kepresidenan dan Masalah
UUD 1945."
Pada bagian lain, Akbar sendiri dalam tulisannya
mengatakan dengan tuduhan gerakan Mahasiswa pada
tragedi Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) pada 15
Januari 1974 dan aksi-aksi mahasiswa lainnya ditunggangi
kelompok yang tidak puas dengan kepemimpinan nasional.
Kepemimpinan nasional di sini maksudnya adalah tuhannya
Orba, yaitu Soeharto.
Terlihat sekali dalam tulisan itu, bahwa Akbar yang pada
masa itu sebagai Ketua Umum PB HMI sangat membela

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 55
Soeharto. Dalam tulisan tersebut ia menuliskan
"Sehubungan dengan terjadinya 15 Januari 1974 yang
dikenal dengan Peristiwa MALARI, yang didahului dengan
aksi-aksi protes mahasiswa pada waktu kedatangan Menteri
Promo/Ketua I IGGI pada bulan September 1973 dan
Pertemuan-pertemuan Dewan Mahasiswa di Bandung yang
melahirkan "Petisi 24 Oktober" berisi evaluasi tentang
strategi pembangunan, dinilai PB HMI di luar proporsi. Aksi-
aksi mahasiswa yang meningkat dengan berbagai rangkaian
diskusi, semakin terbukti tidak murni karena masuknya
pengaruh kelompok tertentu yang tidak puas dengan
keadaan pembangunan saat itu."
Nah, sampai di sini Akbar lupa bahwa wajar saja
mahasiswa melakukan aksi-aksi atas kebijakan-kebijakan
pemerintah saat itu. Tidak etis rasanya menuduh bahwa
gerakan mahasiswa ditunggungi, apalagi kemudian
membuat surat pernyataan dari PB HMI untuk menolak
gerakan-gerakan mahasiswa. Herannya PB HMI pada masa
itu mendukung kebijakan Orba pada masa.
Menurut saya, tidak sepenuhnya salah jika Akbar yang
memimpin PB HMI pada masa itu pro terhadap
pembangunan jika itu untuk kebaikan. Akan tetapi, jika
dukungan politik langsung ditujukan pada MPR supaya
Soeharto tetap menjadi Presiden RI adalah merupakan
tindakan yang berlebihan melihat HMI adalah organisasi

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 56
yang independen. Pernyataan 13 April 1972 tersebut
menurut pendapat saya sudah "memperkosa" Independensi
HMI.
Selanjutnya, PB HMI tampak jelas pada masa itu terlalu
pro pada pemerintah Orba. Akbar sendiri memandang
negatif aksi-aksi mahasiswa pada masa itu. Tidak heran jika,
PB HMI pada masa tidak ikut memprotes kebijakan-
kebijakan pemerintah Orba pada peristiwa MALARI 1974.
Alhasil, tidak lama berselang waktu setelah menjadi
Pimpinan PB HMI, Akbar menjadi bagian daripada Golkar
dan telah mendapatkan jabatan-jabatan strategis di Golkar
serta pemerintahan di zaman Orba. PB HMI masa itu Akbar
menurut saya kaki tangannya Orba. Sungguh ini merupakan
catatan buruk HMI sebagai organisasi independen terlibat
politik kekuasaan di zaman Orba. Tidak heran saat ini banyak
pengurus HMI tingkat pusat terlibat dalam Partai Politik, baik
sebagai yang katanya Tenaga Ahli (TA) atau pun dijadikan
"mata-mata" di HMI.
Implikasi ini banyak terlihat beberapa tahun belakangan.
Yang terbaru adalah PB HMI saat ini secara semi meniru
gaya Akbar. HMI pun terkesan mendukung Jokowi. Ini
merupakan catatan yang perlu dievaluasi mengingat kembali
bahwa HMI adalah organisasi Independen, bukan organisasi
massa atau pun organisasi perpanjangan tangan partai serta

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 57
bukan organisasi perpajangan tangan alumni-alumni HMI
atauu orang lain yang berada di lingkaran kekuasaan.
Mungkin banyak kader-kader dan atau pun alumni-alumni
HMI yang mengagumi Akbar Tandjung. Tapi bagi saya, tidak.
Bagi saya Akbar adalah peletak "racun" politik di HMI.
Seorang Lafran Pane sendiri tidak pernah menyatakan
dukungannya terhadap kepentingan politik praktis apalagi
yang berhubungan dengan jabatan kekuasaan seseorang.
Lafran Pane menerima dan mendukung sesuatu hal pabila
itu tidak menciderai Independensi HMI dan kepentingan
ummat.
Apa yang diperbuat PB HMI saat itu menjadi beban berat
HMI saat ini. Untuk mencuci kotoran itu kembali bersih
tidaklah mudah, ditambah kondisi HMI saat ini yang tak
kunjung islah. Kader-kader HMI saat ini harus benar
independen dan tidak tercemari politik praktis, baik itu
perintah senior yang penuh sarat kepentingan politik praktis
maupun "tuhan" di masa kini.
HMI harus tetap menjadi organisasi yang independen dan
organisasi perjuangan. Independen yang bergantung pada
kebenaran, bukan pada pemerintahan. Berjuang untuk
kepentingan ummat, bukan kepentingan pejabat.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 58
Terkadang Ber-HMI Itu Memang Menyebalkan

YakusaBlog, 19/12/2019- Pernah seorang kader


menghampiriku dengan muka masam entah macam apa.
Kutengok-tengok mukanya udah kayak angka lapan.
Kutanya-tanya dia kenapa jawabannya pun entah apa.
Kukorek-korek terus, rupanya dapatlah sebab musababnya.
Eh rupanya dia tak terima kalau jabatannya di
kepengurusan tak jadi Ketua Bidang, bahasa kerennya Kabid.
Keren kan kalau dipanggil Bid.... Bid.... Bid... Untungnya tak
jadi kreta (motor). Ia gondok karena kawan satu
angkatannya semasa LK I udah jadi Bid... Bid... Bid.
Sedangkan dia dibuat Ketua Umum Komisariatnya sebagai
Wakil Sekretaris Umum. Kan kurang keren kalau di singkat
Wasek... Wasek... Wasek. Dipanggil sebutan ujungnya
terdengar tak bagus. Bisa kena dampar muka awak apalagi
diucapkan depan senior-senior yang selalu ingin maha
benar.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 59
Kalau disingkat Wasekum, kemudian dipanggil Kum...
Kum... Kum, itu udah sapaan keren Sekretaris Umum jadi
Sekum yang dipanggil sering Kum... Kum... Kum. Untung saja
tidak dipanggil kumur-kumur atau kumat-kumat.
Aku pun jadinya bingung. Menjadikannya kayak yang
diinginkannya, apalah dikata. Awak tak berani
mengintervensi. Karena mengintervensi tidak membuat
kader jadi baik. Awak bukan Ketum, mana mungkin
mencampurinya. Jadi, aku pun terus memutar-mutar otak
memikirkan apa kata atau bagaimana caraku menanggapi
curhatannya yang mukanya entah udah macam apa.
Setelah memutar-mutar kepala, mencoba merasakan apa
yang dirasakannya. Apa yang terjadi padanya tentu udah
banyak dirasakan oleh kader-kader, baik tingkat Komisariat
hingga PB HMI. Syukurnya pada orang kuceritakan ini tak
pala membuat Komisariatnya jadi dualisme, walau ia banyak
pengaruhnya sebab kepandaiannya berteman.
Aku pun mendapatkan sesuatu yang harus kuceritakan
padanya. Sebelum aku bercakap-cakap, kutinggal ia sejenak.
Aku masuk ke kamar, kemudian kubuka lemariku. Kuambil
dua buah buku. Buku pertema lebih tebal dari buku kedua.
Kupindahkan dan kusuruh dia membaca buku itu tanpa
idiom, "Orang meminjamkan buku adalah orang bodoh. Dan
orang yang mengembalikan buku adalah orang gila."

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 60
Kuberi ia limit waktu dua Minggu untuk melahap dua
buku itu. Ia begitu senang kali saat menerimanya.
Nampaknya ia seorang kader yang suka baca buku. Memang
benar, kudengar-dengar cerita bahwa ia kader yang sangat
cerdas dan luas wawasannya.

"Coba kau baca ini semua. Kau akan tau apa yang kau
alami saat ini belum mempan dengan yang di alami Lafran
Pane."

"Kenapa rupanya Lafran Pane, Bang?"

"Kau bacalah dulu. Nanti kalau udah siap baru kita


diskusikan."
"Asyiaaaapppp, Bang." Senyum bibirnya.
***
Hari berganti hari, tidak terasa rupanya sudah dua
Minggu kurang. Kader itu pun datang menghampiriku. Aku
pikir ia akan datang dengan muka cerah meriah.
Eh....rupanya, mukanya masam lagi entah macam apa.
"Kenapa lagi kau?"

"Tak kenapa-kenapa, Bang."


"Jadi mukamu udah kayak macam apa."

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 61
Ia pun mulai bercerita. Dalam ceritanya ia tidak lagi mau
gila jabatan. Tak pala harus di panggil Tum... Tum, Kum...
Kum, Dum..., Dum, dan atau Bid..., Bid. Lafran Pane saja
pernah mengikhlaskan jabatannya untuk seorang kader yang
baru masuk langsung jadi Tum..., Tum. Bahkan pernah dari
Sekretaris I jadi Sekretaris II. Kalau kita tarik ke sekarang dari
Sekum atau Sekjend jadi Wasekum atau Wasekjend.
Padahal, Lafran Pane pendiri HMI, tapi ia tidak gila jabatan
tapi tetap menjaga HMI. Tak pala buat dualisme itu Lafran.
Dengan kisah Lafran Pane itu, katanya membuat ia
semangat ber-HMI lagi. Tak pala harus berjabatan strategis
yang penting berproses dan mengabdi pada ummat, bukan
pada pejabat. Dan macam lagi kata-katanya yang membuat
ia semangat.
"Jadi kenapa mukamu tidak bersemangat?"
Ia terdiam dan menunduk. Bukan terdiam karena
intervensi atau ketakutan, bukan pula menunduk pada
kekuasaan atau yang berjabatan.
Lama jarum jam berdetik. Akhirnya pun membuka mulut.
Katanya, kadang-kadang ber-HMI itu menyebalkan. Orang-
orang baik dan berkualitas di HMI ini dibuang serta
disingkirkan. Tidak sedikit yang membuat HMI alat politik
praktis dengan menggadaikan independensinya serta
norma-norma di HMI.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 62
Tidak sedikit juga kader-kader yang jauh dari pelaksanaan
sebagaimana visi-misi HMI. Sikut-sikutan untuk merebut
kursi Tum-tum. Lobi-lobi babi biar jadi Kum-kum. Atau
barjen-barjen biar mendapatkan Dum-Bid. Prestasi bukan
lagi indikator jadi indikotor yang harus dibersihkan. Macam-
macamlah pokoknya.
Belum lagi Tum-tumnya, serta yang lainnya lebih sibuk
bahas-bahas politik praktis seolah-olah Timses. Mendadak
jadi pengamat politik, sok-sok jadi konsultan, padahal urusan
internal tidak motan di urusi.
"Kadang-kadang ber-HMI ini menyebalkan, Bang."
Katanya padaku. "Dan aku pun menyebalkan karena belum
dapat bersungguh-sungguh di HMI." Lanjutnya.
Aku diam seribu kata. Ia tersenyum lebar hingga terlihat
semua giginya. Memang dasar menyebalkan![]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 63
Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI

YakusaBlog, 16/11/2019- Bucinisme adalah sebuah


fenomena ideologi yang menjadi pembahasan hangat di
ruang-ruang mahasiswa, terkhususnya kita-kita yang sedang
berproses di Hijau-Hitam. Bahkan, tidak sedikit yang sepakat
bahwa Kader-kader HMI telah banyak terpapar ideologi ini.
Menurut aku sebagai pengamat yang teramat sangat
memandang bahwa, Bucinisme lebih berbahaya daripada
radikalisme versi penguasa. Seharusnya, pemerintah,
kalangan akademisi, ormas-ormas dan lembaga-lembaga
mahasiswa lebih memfokuskan pada penangkalan ideologi
bucinisme ini. Terkhususnya lagi, kita di Hijau-Hitam.
Mengapa demikian? Dan ada apa dengan cinta, oh salah.
Maksud aku, ada apa dengan Bucinisme?
Untuk mengetahui lebih jauh, jangan lupa terlebih dahulu
like and share tulisan ini. Khususnya bagi teman-teman kita

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 64
yang terpapar Bucinisme. Dilarang mengirim kembali tulisan
ini kepada penulisnya. Hahahaha. Mari kita lanjutkan!
Oke manteman, jika kita membicarakan tentang
Bucinisme ini, terlebih dahulu kita pahami asal muasal kata
susunannya sehingga secara etimologi dan terminologinya
nanti dapat kita pahami. Jika belum paham, mohon maaf
lahir dan batin. Aku berarti belum bisa memuaskan
manteman semua.
Bucinisme adalah sebuah ideologi atau paham yang
perasaan cintanya terhadap seseorang secara berlebihan
sehingga seseorang tersebut tidak merdeka lagi. Seseorang
perasaan yang cintanya berlebihan itu menjadikan ia seperti
budak yang bekerja secara paksa tanpa mendapatkan
kemerdekaan ekspresi hidup. Bucinisme juga adalah
romantisme yang berlebihan.
Seseorang yang Bucinisme disebut Bucinis. Kata "Bucinis"
dan "Bucinisme" ini berasal dari kata "Bucin". Kata "Bucin"
adalah gabungan dua suku kata, yaitu "Budak" dan "Cinta".
Sampai di sini manteman paham? Kalau tak paham, ya
paham-pahamkanlah. Tak paham juga? Matilah kita. Kader
HMI kok susah mikir. Makanya jangan jadi kader HMI yang
Bucinis. Hehehe
Budak Cinta atau Bucin, dalam paham di sini adalah kata
yang berkonotasi negatif atau juga bernilai negatif.
Maksudnya adalah sebagaimana yang telah kita bicarakan di

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 65
atas tadi. Walau pun di sini memang, kata "Cinta" itu baik,
tapi mengaktualisasikan, mengartikan atau memahami cinta
itu banyak yang salah. Sehingga, perasaan cintanya kepada
seseorang (katakanlah pada seseorang yang disukai dan
sayangi) sungguh sangat berlebihan. Akibatnya, dirinya
sebagai manusia lupa akan hakikat cinta itu, lupa akan
kemerdekaan dirinya, lupa akan potensinya yang
berprestasi, jadi penakut pada yang disukainya, de el el lah
pokoknya.
Jika kita hubungkan dengan aktivitas di HMI, Kader-kader
yang terpapar Bucinisme ini membuat ia tidak maksimal
prosesnya di HMI, dan bahkan sama sekali tidak aktif lagi
karena pengaruh perasaan cinta yang berlebihan terhadap
seseorang yang disukainya.
Saat Kader HMI terpapar Bucinisme, ia akan rela
meninggalkan atau tidak mau ikut aktivitas-aktivitas di HMI
karena takut Adindanya atau Kandanya marah. Yang paling
anehnya, harus terlebih dahulu minta ijin ikut aktivitas di
HMI atau aktivitas positif lainnya bagai suami-istri saja. Jadi
percuma saja Sang Kader HMI itu belajar Independensi dan
NDP HMI.
Selanjutnya, bahaya Bucinisme ini terhadap kader yaitu
rela tidak datang rapat karena mau jalan-jalan, malam
mingguan, malam kamisan, malam jumatan dan atau bahkan
pergi bermalam-malam sehingga tinggallah kawan-kawanya

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 66
yang jomblo dan Kader yang profesional. Seperti apa
maksud kader profesional itu? Mohon maaf, kesempatan
kita kali ini hanya membahas tentang Kader HMI yang
terpapar Bucinisme.
Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin aku celotehan
dalam tulisan ini. Tapi, karena dinginnya Sibolangit, aku tak
bisa menulis lebih lama. Jadi harap maklum saja. Mengingat
ini juga malam Minggu, aku tak mau mengganggu kawan-
kawan yang lagi malam mingguan sambil berdiskusi dan
berceloteh ilmu pengetahuan. Tapi yang bucinis-bucinis
malam ini perlu dikasih perhatian lebih khusus dan
menyadarkannya.
Yang terakhir, pengaruh dari Bucinisme bagi kader-kader
HMI adalah dapat menumpulkan keintelektualan kader-
kader HMI, karena unsur perasaanya yang berlebihan.
Karena, segala kebenaran dan kebahagiaan baginya adalah
Adinda itu atau Kanda itu. Sehingga, waktunya tersita
banyak dari membaca, diskusi, menulis (bukan nulis chatt
ya) dan berkumpul dengan kader-kader HMI lainnya.
Cukup sekian dan terimakasih. Semoga terhibur dan
bermanfaat. Jangan lupa like and share tulisan ini. Tetap
semangat berproses di HMI. Dia yang kamu suka, kalau
jodoh takkan ke mana. Tapi, jangan lupa mendekatinya.
Setelah dekat jangan sampai menjadi Bucinis.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 67
Udah la ya, dingin kali di sini. Yang menghangat hanya
jaket yang sudah sebulan tak dicuci-cuci dan pembicaraan
yang mulai memanas bersama manteman. Mohon maaf
apabila ada kata yang salah dan membuat tersinggung.
Sampaikan pada Pemerintah, ormas-ormas, lembaga-
lembaga mahasiswa dan segenap masyarakat luas,
terkhususnya HMI semua tingkatan, jangan hanya fokus
bahas radikalisme dan terorisme. Bahaya Bucinisme perlu
dibahas dan ditanggulangi penyebarannya.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 68
Si Udin Berhimpun

YakusaBlog, 28/10/2019- Udin seorang mahasiswa baru


disebuah perguruan tinggi swasta. Diawal semester udin
dicoba dirangkul beberapa organisasi eksternal maupun
internal, akan tetapi segala upaya dan "intrik tipu daya"
dalam merekrut anggota tidak dapat diterapkan kepada si
Udin. Dia bersikukuh, bersikeras bahkan sampai "anti"
dengan organisasi. Karena memegang teguh untuk
menuntaskan perkuliahannya tepat waktu.
Disuatu ketika seiring berjalannya waktu, Udin yang
sudah naik tingkatan semesternya dicoba lagi untuk
merekrutnya. Kebetulan ada senior fakultasnya yang datang
bersilaturahmi dan "entah apa yang merasukinya" dengan
seketika mengambil keputusan untuk bergabung disebuah
organisasi mahasiswa eksternal yang bercirikan "YAKUSA"
Yakin Usaha Sampai.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 69
Dia mencoba mencari tahu, kapan ada open recruitmen
ormawa eksternal itu. Kemudian Udin dapat informasi ada
MAPERCA (Masa Perkenalan Calon Anggota) yang diadakan
oleh sebuah komisariat.
Udin mengikuti seluruh rangkaian Maperca, hingga Udin
dinyatakan sebagai "anggota muda" Himpunan Mahasiswa
Islam atau disingkat HMI.
Tidak sampai sebatas Maperca, Udin mencoba
mengeksplor keinginan sejauh mana untuk ikut
berorganisasi. Hal itu ternyata direalisasikannya, karena
ingin mengoptimalkan diri berproses dan bukan ikut-ikutan
atau ajakan senior semata.
Beberapa minggu kemudian, Udin membaca brosur HMI
tentang Latihan Kader I yang diadakan sebuah komisariat. Di
waktu yang bersamaan, tidak diduga kawan Udin sesama
fakultas juga mengikuti kegiatan tersebut.
Singkat cerita, Udin setelah satu minggu kemudian
menuntaskan Latihan Kader I (LK I) tersebut. Dia kembali ke
komisariatnya dan berproses.
Beberapa bulan berproses, Udin menjumpai titik jenuh
dalam berorganisasi yang hampir membuatnya untuk
menyatak berhenti berproses.
Seketika itu, Udin mengikuti kontestasi untuk memimpin
ormawa internal fakultas dan alhamdulillah diberi amanah
untuk memimpin.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 70
Kemudian setelah beberapa waktu berproses baik
diinternal dan eksternal, Udin mendapatkan kesempatan
untuk menempuh pendidikan lanjutan di HMI. Ditahapan
proses inilah Udin melihat, betapa besar HMI atau diluar
ekspektasi yang Udin bayangkan selama ini.
Udin menempuh pendidikan "S2" di HMI disebuah daerah
yang banyak menghasilkan ulama, pemimpin atau tokoh
bangsa serta dengan ciri khas makanan rendangnya.
Udin heran, kok sampe segitu banyaknya dan besarnya
HMI ada yang dari pulau Sumatera dan Jawa. Tidak pernah
ketemu dan saling kenal, tapi dalam tempo dan waktu yang
sesingkat-singkatnya suasana itu terjalin seperti sudah
pernah ketemu. Ternyata benar juga "Berteman lebih dari
bersaudara" serta memilik darah yang sama yaitu hijau-
hitam. Dan benar saja tidak dijumpai sekatan atau batasan.
Setelah menjalani pendidikan itu, Udin merasa nyaman
berproses di HMI. Dan tanpa diduga dari proses yang
dijalani, berkat di HMI, Udin menginjakkan kakinya ke Pulau
Jawa lebih tepatnya di sebuah daerah dengan julukan "Kota
Pendidikan" untuk pertama kalinya sebagai utusan ormawa
internal kampus .
Meskipun berbeda almamater, Udin melihat tanda-tanda
anak HMI. Dan benar saja, mayoritas peserta
berlatarbelakang ormawa eksternal HMI. Di setiap sudut
dijumpai HMI, di sana HMI, di sini HMI dan di mana-mana

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 71
HMI. Terbesit di hati dan seketika Udib berucap Subhanallah
(dengan mata yang berkaca-kaca), "segitu besarkah
himpunanku ini." Ucapnya dalam hati. "dan mengapa sempit
sekali Indonesia ini yaa Tuhan, di mana-mana aku jumpai
anak HMI." Lanjutnya.
Udin bertanya dengan jarak waktu yang tidak bersamaan
dengan pertanyaan "ikut organisasi eksternal apa bang?"
kepada beberapa delegasi seperti dari Palu, Makassar,
Mataram, Aceh, Jakarta, Bandung, Pontianak dan lain
sebagainya, dengan menghasilkan jawaban organisasi
mahasiswa tertua yang didirikan Ayahanda Lafran Pane yaitu
Himpunan Mahasiswa Islam.
Dan hingga sejauh melangkah dan dikarenakan yang
diperoleh dari HMI, sehingga Udin berpikir apa yang bisa
diberikannya untuk himpunannya, maka Udin memutuskan
untuk mengabdikan diri sebagai "guru" yang merawat
perkaderan supaya jantung organisasinya tetap berdetak
agar terwujudnya tujuan Himpunan Mahasiswa Islam yang
termuat dipasal 4 Anggaran Dasar HMI : "Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhai Allah STW".
Dengan kebesaran Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan taufik kepada Udin untuk memilih dan dapat
berproses diorganisasi yang terlalu besar yang membuat

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 72
Indonesia terlalu sempit untuk si Udin dikarenakan tidak lain
dan tidak bukan ialah Himpunan Mahasiswa Islam.
Semoga kader Himpunan Mahasiswa Islam, dapat
merefleksikan diri untuk terus berproses di HMI dan pada
akhirnya mewujudkan tujuan HMI.[]

Penulis: Iful (Instruktur HMI Cabang Kisaran-Asahan].

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 73
HMI dan Secangkir Kopi

YakusaBlog, 26/10/2019- Hari ini, adalah hari di mana


banyak warga Insan Cita, mengucapkan selamat kepada
beberapa Alumni HMI yang dilantik oleh Presiden Indonesia
Joko Widodo menjadi Menteri dan atau Pejabat Setingkat
Menteri. Ucapan itu memenuhi jagat raya Facebook,
Instagram, WhatsApp, dan media-media online.
Pengangkatan pejabat negara itu juga menjadi
pembicaraan hangat di mana-mana. Dari Sabang hingga
Merauke, sari tempat training HMI hingga tempat ngopinya
para kader-kader HMI, dan dari saat ini hingga nanti.
Gejolak rasa kebanggaan pun ada di mana-mana. Ucapan
selamat yang mencantumkan logo HMI pun menjadi
sorotan. Terkhususnya bagiku, mengundang pertanyaan.
Pertanyaan apa itu? Hanya aku dan Tuhanku lah yang tahu.
Kamu cukup menebak-nebak saja. Kalau tebakanmu salah,

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 74
tak apa. Jika tebakanmu benar, mohon maaf aku tak dapat
memberi hadiah.
Mari kita doakan agar kiranya Alumni HMI yang diangkat
menjadi Menteri dapat amanah dan membantu rakyat
sebagaimana amanah HMI.
Lanjut saja keinti coletahanku malam ini, goresan pena
dari secarik kertas yang kupindahkan ke mesin huruf
sehingga tersaji dan siap untuk kamu santap. Tak enak, tak
apa. Kalau enak, jangan lupa bagikan ke teman-teman yang
lain.
Celotehan ini kutuliskan saat ucapan selamat itu
bergelora dalam dunia maya. Sambil menikmati secangkir
kopi dan setelah membaca beberapa judul tulisan si Ibnu
Arsib dalam buku yang ia beri judul; Secangkir Kopi Untuk
Semangat Ber-HMI. Mohon maaf, saat ini aku tak sempat
untuk menceritakan apa isi buku tersebut padamu. Karena
saat ini, aku ingin sedang membicarakan HMI saat ini dalam
kaca mataku sendiri sambil ditemani secangkir kopi.
Pertanyaan dasar sebagai bahan pembicaraanku adalah;
mengapa kita ber-HMI? Apa hakekat kita ber-HMI?
Pertanyaan tersebut kiranya menjadi bahan renungan
bagi kita yang saat ini sedang berproses di HMI.
Setiap kita pastinya mempunyai tujuan yang berbeda-
beda saat ingin ber-HMI. Akan tetapi, setelah masuk di
dalam HMI, tujuan kita secara individual harus disingkirkan

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 75
dan mengutamakan tujuan komunal. Tujuan yang parsial
harus disingkirkan menjadi tujuan universal.
Mengapa demikian? Jawaban simpel. HMI didirikan
bukan untuk kepentingan sekelompok orang atau bukan
untuk kepentingan orang-orang yang berjabatan di HMI.
Bukan untuk kepentingan Alumni dan atau pun senior. Tapi,
untuk kepentingan umat, bangsa dan negara.
Mungkin kita sudah mengetahui itu, tapi nyatanya
pengetahuan kita itu masih banyak yang tidak
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik saat
ber-HMI atau pun saat sudah gantung gordon-muts
(Alumni).
Tidak sedikit yang menjadikan HMI sebagai alat pemuas
nafsu harta dan kekuasaan. Tidak sedikit yang
memanfaatkan nama baik HMI untuk tujuan-tujuan yang
sesuatu dalam tanda kutip. Sehingga mengakibatkan nama
baik HMI kehilangan tuahnya, sebagaimana pernah
dikatakan sejarahwan HMI, Agussalim Sitompul dan kata
Eks. Ketua Umum PB HMI Ridwan Saidi.
Tidak sedikit pula yang menjadi HMI ini sabagai tangga
untuk naik menyentuh, menjilat dan merebut kekuasaan.
Padahal, secara hakikatnya (menurutku) HMI adalah tangga
Mahasiswa Islam yang bergabung di HMI untuk turun ke
bawah (baca: masyarakat dan umat).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 76
Saat ia (Kader HMI) turun ke bawah, maka ia akan
mendengar suara masyarakat, kemudian mampu
membawanya atau menyuarakannya ke pejabat negara
lewat tangga naik HMI. Jadi HMI bisa sebagai tangga untuk
turun dan naik. Karena, kita sebagai mahasiswa, dalam
piramida masyarakat bahwa mahasiswa berada di posisi
tengah. Di bawah kita ada masyarakat dan di atas ada
pejabat negara. Pandanganku ini secara sisi hakikat sosial-
politiknya.
Dari sisi intelektualnya, HMI sebagai mana kata Romo
Franz Magnis Suseno adalah dapur intelektual bangsa
Indonesia. Pandangan Romo tersebut mempunyai dasar
yang kuat melihat tradisi-tradisi intelektual kader HMI yang
selama ia perhatikan. Tapi, muncul suatu pertanyaan; masih
kuatlah pandangan itu melihat kader-kader HMI masa kini?
Mari merenungkannya dan menjawabnya.
Jika aku dipaksa untuk berpendapat, aku akan
mengatakan bahwa tradisi-tradisi intelektual HMI saat ini
jauh menurun jika dibandingkan dengan tradisi intelektual
kader-kader masa sebelum kita. Nuansa intelektual meredup
dibanding nuansa politiknya. Hal itu dibuktikan dengan
masalah-masalah struktural di level Komisariat hingga ke
Pengurus Besar. Silahkan mengembangkan pembicaraan
selanjutnya terkait masalah struktural ini.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 77
Sebentar, aku seruput dulu kopiku sambil menikmati
hisapan-hisapan terakhir rokok Surya ku.
Mari kita lanjutkan! HMI sangat menekankan rasa
kekeluargaan dan persaudaraan. Perkataan ini pasti kita
semua menyepakatinya. Tapi, mohon jawab ini; sudahkan
kita secara mayoritas mengaktualisasikannya dalam aktivitas
kita ber-HMI? Jika belum, maka kita harus terus menerus
berusaha untuk mewujudkan nuansa kekeluargaan dan
persaudaraan kita sebagaimana asas HMI (Islam)
mengajarkannya.
Jika kita menguraikan apa kira-kira faktor penyebab
menipisnya kekeluargaan dan persaudaraan di HMI, maka
sedikitnya kita akan mendapatkan bahwa faktor penyebab
adalah seperti; hawa nafsu untuk berkuasa yang sangat kuat,
adanya kepentingan yang buruk, tidak menghargai prestasi
teman-teman kita, nopotisme yang mulai subur, buta dari
kebenaran, egoisme yang tinggi, sombong, angkuh, dan
tidak lagi taat pada aturan organisasi serta tak takut lagi
pada Tuhan.
Mungkin itu sajalah untuk sementara ini yang dapat aku
persembahkan pada teman-teman. Lain kali kita sambung
lagi. Mohon maaf aku tak menuliskan kesimpulannya.
Karena, pembicaraan seperti ini tak boleh berkesimpulan
supaya dapat kita bicarakan secara terus menerus tentang
kondisi organisasi yang kita cintai ini.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 78
Jangan lupa seduh kopi dan menikmatinya. Jika beramai-
ramai, jangan lupa berdiskusi dan merekatkan kekeluargaan
serta persaudaraan. Jika kamu sendiri, bukalah buku untuk
menambah khazanah ilmu pengetahuan. Jika kamu suka
pada si dia, kirimkan tulisan ini padanya. Jika kamu tak suka
padanya, kirimkan juga tulisan ini untuknya.
Sekian dan terimakasih!
Kisaran, 26 Oktober 2019.

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 79
Kader HMI Macam Apanya Kau?

YakusaBlog, 29/09/2019- Bicara soal Kader-kader HMI,


sungguh amat menarik. Kenapa begitu? Karena, ya begitu.
Kalau gak begitu, ya begini. Kalau ada yang nanya kader
macam apa aku, jawab saja bukan siapa-siapa hanya
manusia biasa.
Tapi, ijinkah lah aku bertanya; Kader HMI macam apanya
kau? Belajar sejarah perjuangan HMI, tapi mengapa per-
uang-an yang kau cari?
Kader HMI macam apanya kau? Belajar Konstitusi HMI,
tapi mengapa di HMI semaumu dan kroni-kronimu?
Bergerak atas perintah tuhan-tuhan, bukan atas kebenaran.
Kau lebih tau pada senior atau alumni ta'ala daripada Allah
Ta'ala.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 80
Kader HMI macam apanya kau? Belajar mission (tujuan)
HMI, kok yang kau jalankan tujuan hawa nafsumu? Saling
sikut menyikut dan "bunuh". Tujuan HMI yang Insan
Akademis kau ganti menjadi Insan Artis, Insan Pencipta kau
ganti dengan Insan Pencuri, Insan Pengabdi kau ganti
dengan Insan Pengolah, yan Bernafaskan Islam kau ganti
dengan Bernafaskan Isi Lambung, yang Bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur kau ganti dengan
Bertanggung jawab atas terwujudnya pejabat dzalim lagi
makmur.
Kader HMI macam apanya kau? Belajar Nilai-nilai Dasar
Perjuangan HMI (NDP HMI), tapi kok menerapkan Nilai-nilai
Dasar Per-uangan. Bab I kau ganti dengan Dasar-dasar
Penghianatan, Bab II kau ganti dengan Dasar-dasar
Kemunafikan, Bab III kau ganti dengan Hawa Nafsu dan Ego,
Bab IV kau ganti dengan Pejabat yang maha esa dan
Keserakahan, Bab V kau ganti dengan Aku dan Kroni-kroniku,
Bab VI kau ganti dengan Kedzaliman Sosial dan Kedzaliman
Ekonomi, Bab VII kau ganti dengan Kebodohan dan Ilmu
Merampok, dan Penutup/Kesimpulan NDP HMI kau ganti
dengan Hawa Nafsu, Ego dan Uang.
Ah, Kader HMI macam apanya kau? HMI berasaskan
Islam, tapi kau ganti dengan berasaskan Keuntungan. Usaha-
usaha HMI kau ganti dengan Usaha-usaha kotormu. Sifat
HMI kau ganti dengan dependensi. Status HMI kau ganti

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 81
dengan Mafia. Fungsi HMI kau ganti dengan organisasi
Massa. Peran HMI kau ganti dengan Per-uangan. Kader HMI
macam apanya kau?
Kader HMI macam apanya kau? YAKUSA kau ganti
menjadi YAKUZA.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 82
Mari Menarik Pelajaran Dari Kanda-Kanda di
DPR RI

YakusaBlog, 28/09/2019- Tidak dapat dipungkiri bahwa


banyak Kanda Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
yang menjadi pejabat pemerintahan. Ada di lembaga
Legislatif, Eksekutif, Yudikatif (bukan Yudi Latif yaa), dan
profesi lainnya.
Ini salah satu kebanggaan adik-adiknya di HMI selain
kebanggaan HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua di
Indonesia, dan kuantitasnya yang bisa ditemui dari Sabang
hingga Merauke. Bahkan tidak sedikit yang mendewa-
dewakan Sang Kanda, hal itu dibuktikan banyaknya flayer-
flayer kegiatan HMI yang memajang foto Sang Kanda.
Pemujaan-pemujaan terhadap Sang Kanda yang jadi
pejabat pun banjir dan berlebihan. Sang Kanda yang

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 83
berprofesi biasa-biasa saja, atau status jabatannya
menengah ke bawah, hanya sedikit Kader HMI yang
mengenal dan menemuinya. Hal ini bukan berarti saya anti
terhadap Sang Kanda yang jadi pejabat, akan tetapi
bagaimana kita dapat meletakkan sesuatu yang seharusnya
diletakkan.
Jika sikap kita berlebihan, maka kita akan takut untuk
mengkritisinya apabila salah dalam perilakunya sebagai
pejabat negara yang seharusnya melayani rakyat. Bahkan,
kemerdekaan atau independensi kader bisa terkikis. Saya
ingin bertanya pada kita semua, seberapa kritis kader-kader
HMI saat ini mengkritisi Sang Kanda yang ada di lembaga
legislatif, khususnya DPR RI yang saat ini dipimpin oleh Sang
Kanda yang pernah ber-HMI, Bambang Soesatyo?
Sebenarnya, jika publik menghujat mereka, siapakah yang
dihujat? Jika boleh berkata, kitalah yang seharusnya paling
bertanggungjawab atas tingkah mereka di DPR RI saat ini.
Kita perlu pertanyakan kepada mereka, apakah mereka tidak
lagi memegang nilai-nilai kebaikan yang pernah mereka
dapatkan saat ber-HMI? Yang tak habis pikirnya, ada juga
dari HMI yang masih pro pada Sang Kanda itu padahal jelas-
jelas telah membuat gaduh negeri ini lewat regulasi hukum
yang mereka lahirkan.
Seperti, Bambang Soesatyo saat ini sudah mensahkan
RUU KPK yang kontroversial. Seharusnya, dalam AD/ART

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 84
HMI, harus diatur pemecatan Alumni HMI supaya HMI tidak
kotor namanya. Kita pun tidak dapat mengelak lagi, Sang
Kanda yang banyak menjadi pejabat tidak sedikit yang
tersandung kasus korupsi. Lantas apa yang kita lakukan?
Tidak ada, hanya diam melotot karena uang korupsinya
tak kita sadar telah masuk ke dalam perut kita atau telah
membantu kegiatan-kegiatan HMI. Masihkah kita menutup
hal-hal buruk ini? Masihkah membanggakan mereka,
terkhusus Sang Kanda yang di Gedung Senayan?
Apakah kita akan menjadi generasi penerus mereka?
Sepertinya tidak. Kader-kader HMI saat ini, setelah selesai
ber-HMI dan kelak mendapat status sosial yang tinggi,
misalnya menjadi pejabat negara, tidak lagi mengulangi
penghianatan pada HMI seperti yang mereka lakukan. Untuk
apa kita belajar Sejarah Perjuangan HMI, Mission HMI, Tafsir
Independensi, dan terpopulernya NDP HMI, jika kita tidak
dapat menerapkannya saat ber-HMI dan setelah selesai ber-
HMI (menjadi Sang Kanda atau Alumni HMI).
Pernah kita mendengar, hancurnya negara Indonesia saat
ini, akibat ulah Kader dan Alumni HMI? Apakah kamu
sepakat dengan perkataan itu?
Sepertinya perkataan tersebut mengandung kebenaran.
Yang pertama, hancurnya negara ini karena kader-kader
HMI, mayoritas tidak lagi memahami tujuan HMI didirikan.
Tidak sedikit telah menghianati nilai-nilai Independensi HMI

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 85
dalam ber-HMI. Organisasi hanya dijadikan untuk mencari
money. Hanya sedikit Kader dan alumni yanga masih
mempertahankan nilai-nilai yang diajarkan HMI, nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan.
Kedua, lihat mayoritas pejabat negara dari daerah hingga
pusat yang bermasalah kita sulit menemukan adanya Alumni
HMI di sana, belum lagi yang tidak terbongkar.
Sudah cukuplah kita terlalu "menyembah" Sang Kanda
sehingga membuat kita tidak mendapat proses sebenarnya.
Mari kembali kita membuka buku sejarah HMI, agar kita
dapat mengambil hikmah dari sana. Lafran Pane telah
menunjukkan pada kita bahwa, seorang kader dan alumni
harus menjadikan HMI untuk kepentingan umat, bangsa dan
negara. Bukan untuk diri pribadi, alumni-alumni, apalagi
untuk para pejabat-pejabat negara yang dzalim.
Jenderal Soedirman pernah berkata dalam peringatan
Milad HMI I di Yogyakarta, bahwa HMI harus menjadi
Harapan Masyarakat Indonesia. Semoga![]

Penulis: Ibnu Arsib (Penulis bukanlah siapa-siapa, hanya


manusia biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 86
Enak Kali Abang Itu Bah, Pulang Dari Beijing
Lansung Masuk Tv

YakusaBlog, 26/09/2019- Tadi malam aku nonton bebera


vidio di youtube, entah kenapa aku tertarik ke luar
kontrakan sendirian membawa tas berisi laptop dan
beberapa buku bacaan. Pas keluar dari kontrakan menuju
salah satu warung kopi di kotaku, aku sempat khawatir dan
takut-takut keluar dari kontrakan, karena dengar-dengar
banyak aktivis mahasiswa yang menjadi depe o, karena
belakangan hari ini aktivis-aktivis mahasiswa “berperang”
terus dengan kelompok berbaju warna coklat.
Aku keluar pelan-pelan dari kontrakan, kukunci pintu
pelan-pelan bagai maling sedang bergembira dalam hati
setelah berhasil mengeksekusi beberapa barang mewah dari

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 87
dalam rumah. Setelah kukunci, aku pun meletakkan kunci di
tempat biasa kami menaruhnya, kawan-kawan yang lain
sudah tahu tempat biasa itu, tinggal maling yang belum
mengetahuinya. Tapi kalau maling kelas kakap, maling yang
berdasi sudah pasti tahu, kuncinya adalah melemahkan
kapeka.
Setelah itu aku pun melihat ke kiri dan ke kanan, entah
seseorang yang melihatku terus kemudian aku
ditangkap. Alhamdulillah, ternyata ada. Tapi itu si Manis,
kucing oren yang sempat mengeong karena meminta jatah
makanan. Tak terrem, mulutku pun gong-gong, “Hush, nanti
baru makan. Sekarang cari dulu itu Tikus-tikus berdasai yang
telah menghianati rakyat.” Palak aku, langsung kusepak sapu
lidi. Aduh, sakit juga ternyata. Ujung lidi-lidi itu masuk ke
sepatuku yang bolong dan mengenai jari-jari kakiku.
Kuhidupkan mesin kretaku, kalau di kotaku namanya
kreta walau rodanya dua. Aku Tarik gas, jadinyalah melaju.
Di jalan aku perhatikan juga kiri dan kanan, entah ada yang
mengikutiku. Aku tetap waswas, kreta membawaku melaju
dengan cepat, himbanglah larinya dengan bebek. Wajarlah
kecepatannya imbang dengan seekor bebek, karena kretaku
kreta bebek (kreta kecil). Sepanjang jalan aku waswas.
Sesampai di Warkop, tempat biasa aku ngopi dengan kawan-
kawan, aku melihat lahi ke arah kanan, mana tau ada kreta

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 88
melaju dengan cepat. Oh ternyata tak ada, kalau ada itu
lebih berbahaya dari yang mengawasiku.
Sesampai di Warkop, aku pun merasa tenang. Kalau aku
diciduk di tempat itu, rasanya tidak masuk akal sehat.
Seperti yang dibilang Bang Rocky. Alhamdulillah, aku aman.
Setelah itu baru aku sadari, wajarlah aku aman, karena aku
tidak ikut aksi dan rusuh sama makhluk berbaju warno
coklat. Bagaiamana mungkin aku jadi depe o, iya toh.
Hehehe.
Aku memesan kopi kesukaanku, jenis kopinya ada
Arabica, Robusta, Japanesa, Rusia, Indonesia dan banyak
pilihan lainnya, tapi aku lebih memilih jenis kopi Arabica.
Kemudian labtop kubuka, rencana ingin menulis skripsi. Tapi,
karena kata kawan-kawan yang turun ke jalan, skiripsi bisa
nanti, jadi aku batal ngerjain skiripsi. Kawan-kawan
mengajak turun ke jalan, tapi karena aku tidak bisa ikut
turun ke jalan karena faktor sesuatu, aku pun melihat video
dari Youtube kawan-kawan yang turun ke jalan setelah di
upload bebara chanel youtube. Setidaknya ada aku yang
menonton aksi mereka, itu juga mungkin sudah bagian dari
dukungan pada mereka. Sayang juga kan jika tidak ada yang
menonton dan mendengar tuntutan mereka. Belum tentu,
bapak-bapak yang duduk di Dewan Penghianat Rakyat (DPR)
mau mendengar mereka. Buktinya sudah terlihat dan
terdengar bahwa sampai sekarang mahasiswa belum

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 89
mendapatkan hasil dari tuntutannya, malah kawan-kawan
mahasiswa yang mendapat tindakan represif. Begitu sih kata
media-media, aku tak ngerti apa itu represif, tapi rep aku
tahu, sejenis genre musik. Tapi karena penasaran, akhirnya
aku minta juga bantuan dari syekh gugel.
Saat nonton chanel tivi di youtube, aku melihat pimpinan-
pimpinan organisasi besar di Indonesia ini masuk tivi dan
mereka memberikan pendapat terkait gerakan kawan-
kawan yang melakukan aksi di jalan, yang sedang berjuang di
jalan.
Setahu aku, sebelumnya salah satu pimpinan pusat
organisasi yang kuikuti sekarang berada di Beijing, tapi eh
ternyata udah sampai di Indonesia udah masuk tivi aja. Aku
pikir akan ikut di jalanan Bersama kader-kader atau
mahasiswa yang sedang berjuang di jalan atau di depan
Gedung Dewan Penghianat Rakyat (DPR), eh rupaya masuk
tivi. Enak kali jadai Abang itu ya, baru pulang dari Beijing
langsung masuk tivi. Ruangannya sejuk, berpakaian rapi,
habis itu mungkin lanjut ngopi entah di mana.
Mungkin itu sajalah dulu bacotko. Kita tunggulah dia
entah di mana Abang tu ngopinya.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 90
Sepucuk Surat Cinta yang Menyakitkan dari PB HMI

YakusaBlog, 24/09/219- Di saat banyaknya Kader HMI


yang ikut turun ke jalan menuntut Pemerintah dan Wakil
Rakyat terkait regulasi yang tidak pro rakyat dan pelemahan
KPK de el el, di situ pula beredar sepucuk surat cinta di bawa
burung merpati online dari Point Blank (PB), oh salah,
maksudnya Power Bank (PB), aduh salah lagi, maksud saya;
Pengurus Besar HMI (PB HMI).
Surat itu awalnya dikatakan hoaks, tapi melihat story Ig
saudara Naila surat itu resmi di keluarkan PB HMI walau
sempat ada kesalahan dalam surat pertama yang beredar.
Surat itu pun sudah menjadi bahan pembicaraan. Komentar-
komentar pun sangat beragam tanggapannya. Sebenarnya
ini sangat menarik untuk kita bicarakan dalam waktu
sebentar sambil releksasi bersama secangkir kopi, yang gak
suka kopi, ya teh atau minuman lain aja. Sambil mengisap
rokok, atau menemani sekaligus menghibur teman kita yang

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 91
terkena pukul Tyson, teman-teman kita yang sedang
ditahan, mudah2an tidak down (aku pernah merasakannya
bagaiamana diperlakukan di sana, tapi keluar juga kok).
Teman-teman yang lelah, rehatlah barang sejenak, atau
kalau bosan, main game aja dulu, atau telfon si yunda. Kalau
yang jomblo, soryy bro tak bisa bantu. Hahaha...
Mengenai surat pertama, rasanya mengundang
kejanggalan. Seperti makanan yang tak serifikasi halal atau
tidak ada sertifikasi Depkesnya. Walau pun di surat itu ada
stempelnya, tapi mengundang keanehan dari berbagai isi
surat.
Oke, sekarang kita bahas secara pelan-pelan ya. Ini tak
ada unsur kebencian atau unsur pro kepada siapa. Tapi aku
pro pada mereka yang bergerak sesuai hati nuraninya. Tak
perlu menunggu surat-suratan, tak perlu kaji-kaji sehingga
ketua yang gajian, tak perlu rapat-rapat lama sehingga ketua
yang mendapat dan rakyat menjerit. Asyeekk, bijak kali kata-
kataku. Hahaa.
Jadi, melihat isu surat tersebut, lupa aku entah nomor
berapa, jadi yang seingatku ja ya kita bicarakan. Kalau ada
nanti yang salah, tanpa menunggu Idul Fitri, aku mohon
maaf.
Jadi lagi, lagi-lagi jadi. Melihat isu surat pertama tersebut,
pertama kita lihat dari kode surat. Kode surat tersebut
adalah kode B. Sedangkan, tujuan surat tersebut kepada

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 92
Seluruh Badko dan Cabang HMI di Indonesia. Seharusnya,
sebagaimana aturan surat menyurat, kode suratnya harus
kode A. Karena surat dilayangkan untuk internal HMI itu
sendiri. Teman-teman yang jago dalam surat-menyurat HMI,
dapat memperhatikannya, mana tahu aku salah, iya kan...!
Jadi ada indikasi bahwa yang membuat surat ini bukan
Sekjen, saudara Naila. Walau surat itu di tetede oleh Saddam
Al Jihad sebagai Ketua Umum PB HMI dan Naila sebagai
Sekretaris Jenderal. (Lebih hebat kayaknya Kak Naila ini
daripada Saddam. Kak Naila jabatannya sekretaris Jenderal.
Jenderal siapa ya? Mudah2an tidak Jenderal-Jenderal yang di
Istana Pak Jokowi).
Kalau pun yang membuat surat ini kader HMI, mislanya
Wasekjen, karena Kak Naila lagi capek baru dari Beijing, jadi
dia tinggal tetede aja. Tak baca dan perhatikan pula
kodenya. Nah, Wasekjen itu perlu di up grading lagi sama
anak-anak Komisariat. Jangan2 Sekjen/Wasekjen tak pernah
dapat materi Administrasi dab Kesekretariatan (Adm-Kesek).
Ketawa aku lihat suratnya. Hahahaa.
Setelah viral, saudara Naila pun mengupload kembali
surat yang diperbaiki. Seluruh isinya sama, tinggal kodenya
yang berbah menjadi Kode A.
Selanjutnya, mengenai dua poin yang membuat banjir
komentar miring. Khususnya pada poin pertama, aik

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 93
makjang membuat perutku terpanggil-pangil, eh salah,
maksudnya terpingkal-pingkal.
PB HMI dengan keadaan sudah darurat, mahasiswa sudah
bergerak, masyrakat sudah mendukung, de el el lah
pokoknya, PB HMI malah menyarakan tidak perlu aksi. PB
HMI menyarankan supaya buat kajian dan nanti baru
bersialog langsung dengan DPR RI dan Pemerintah.
Heh, yang buat surat! Kalau kau kader HMI atau aktif di
PB HMI saat ini, selama ini kau ngapain. Asyik ngopi main
game, atau membahas yang setumpuk, ikut pejabat korup
bagi-bagi proyek. Itu, kau udah pegang smart phone,
mengapa kepala stupid phone. Percuma PB HMI tapi tak
paham situasi nasional saat ini. Adik-adik komisariat malah
lebih mau bergerak, terlepas lah kami tak sepintar kanda,
setidak kami tak seterjajah dan ketergantungan seperti
kanda.
Hahaha, aneh juga kalau masih kajian. Supaya apa?
Supaya gajian? Seharusnya kanda-kanda support adik-adik
yang sedang berjuang.
Untuk apa rapat atau dialog bersam Wakil Rakyat dan
Pemerintah yang sudah tak pro pada rakyat? Rapat punya
rapat, ketua yang mendapat. Lucu rasanya melihat surat
himbaun dari PB itu.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 94
Seharusnya PB HMI membuat surat seruan aksi dan atau
surat dukungan pada gerakan mahasiswa. Ini yang ada surat
cinta dari PB HMI yang menyakiti Kader-kader HMI.
Dengan sepucuk surat tersebut, maka cukup kita tahu
saja sikap PB HMI hari ini. Tak perlu dihujat, cukup
mentertawakannya saja. Hahaha... wkwkwkwk....
hehehee....
Cukup sekianlah bacotku kali ini. Kalau ada yang salah-
salah tik, aku mohon maaf. Tapi kalau ada dari PB HMI yang
marah, mohon maaf, kamu turun saja dari jabatanmu.
Untuk manteman-manteman yang turun aksi, tetap
semangat. Darah juang tetaplah darah juang, jangan sampai
darah uang. Idealisme tetaplah idealisme, jangan sampai
dealisme. Tapi jangan lupa, dalam pergerakan harus ada
strategi dan taktik. Karena lawan kita adalah kedzaliman
yang terorganisir.
Demikianlah dulu, banyak-banyak kali pun nanti tak baik.
Sampai ketemu di forum-forum dan jalanan. Bahagia HMI,
kita dapat HMI-Wati/HMI-Wan. Yakin Usaha Sampai!!![]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 95
HMI Tempat Berhimpunnya Mahasiswa Islam

YakusaBlog, 10/09/2020- Sudah pasti dengan hangat dan


penuh senyum kita menyambut teman-teman mahasiswa
baru secara umumnya, juga teman-teman mahasiswa baru
yang beragama Islam khususnya, di seluruh perguruan tinggi
yang ada di Indonesia, baik perguruan tinggi negeri maupun
swasta. Selamat bergabung menjadi mahasiswa, generasi
pengganti dan sumber daya manusia berkualitas, dan
menjadi insan-insan pembangunan agama juga bangsa.
Berbicara tentang mahasiswa akan tidak ada habis-
habisnya. Mengapa demikian? Karena ketika membicarakan
tentang dunia kemahasiswaan berbagai sudut menjadi
bahan-bahan pembicaraan, berbagai aspek menjadi bumbu-
bumbu cerita dan berbagai cita-cita kemahasiswaan menjadi

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 96
indoktrinitas sebagai bentuk perjuangan. Apa yang
diperjuangkan? Hal itu tergantung persfektif masing-masing.
Yang terpenting persfektif itu masih dalam koridor dunia
kemahasiswaan.
Menjadi mahasiswa, khususnya mahasiswa yang
beragama Islam, adalah perubahan status dari siswa. Dari
sudut status sosialnya juga akan menjadi kaum atau
kelompok tengah. Maksudnya kelompok tengah adalah
menjadi penyambung antara kepentingan rakyat kepada
pemerintah. Ini memang teori dari mahasiswa pergerakan,
tapi kiranya tak salah kita pakai.
Jika kita mengikuti bahasa dalam UU Pendidikan Tinggi, di
sana menyebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik
yang terdafatar di sautu perguruan tinggi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), di sana disebutkan
mahasiswa mahasiswa adalah orang yang belajar di
perguruan tinggi. Dua pengertian tersebut sangat tidak
memuaskan sehingga sering dikritisi oleh aktivis-aktivis
mahasiswa.
Muncul kritikan tersebut janganlah menjadi sesuatu
benda yang membuat kita alergi, apalagi para pihak
perguruan tinggi. Muncul kritikan tersebut memiliki
landasan sejarah yang kuat. Di mana para pelopor-pelopor
kemerdekaan, atau pejuang-pejuang kemerdekaan tidak
bisa dilepaskan dari kaum muda yang notabenanya mereka

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 97
pada saat itu adalah mahasiswa, atau setidaknya mulai
berjuang saat menjadi pelajar, baik di negeri sendiri seperti
Bung Karno bersama teman-temannya, dan Bung Hatta di
Belanda bersama teman-temannya. Hingga sampai saat ini,
gerakan mahasiswa masih menjadi suatu sorotan dan
menjadi penggerak perubahan kondisi, baik dalam urusan
politik, budaya, sosial, agama dan aspek sosial lainnya.
Bermahasiswa tidaklah cukup belajar di ruang kelas
secara un sich, tapi harus mempunyai ruang-ruang belajar di
tempat lain. Metode atau cara mahasiswa mendapatkan
ilmu pengetahuan, cara mendalami bidang studi yang dipilih,
tidak lagi sama dengan sewaktu di sekolah. Keaktifan di luar
jam kuliah menjadi tuntutan penuh jika tidak mau tertinggal.
Untuk itu kita membutuhkan sebuah wadah yang bisa
membantu atau mengembangkan minat dan bakat selama
bermahasiswa. Di organisasi kita dapat melatih kemampuan
kita, atau mendalami sesuatu yang ingin kita gapai.
Bermahasiswa tidak dapat hidup sendiri, kita harus
mempunyai suatu wadah atau organisasi.

HMI Tempat Berhimpunnya Mahasiswa Islam


Himpunan Mahasiswa Islam atau terkenal dengan nama
HMI, adalah organisasi mahasiswa tertua di Indonesia. HMI
berdiri dua tahun setelah kemerdekaan negara yang kita
cintai ini, Indonesia. HMI didirikan oleh sekelompok

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 98
mahasiswa dari Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta–
sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta, pada tahun 1947. Mahasiswa menjadi pelopor
pendirian HMI bernama Lafran Pane, dan telah menjadi
Pahlawan Nasional. Tanpa menyombongkan diri, setahu
penulis, Lafran Pane lah satu-satunya di Indonesia ini,
mungkin juga di dunia ini, yang diangkat menjadi Pahlawan
Nasional yang hanya mendirikan organisasi bagi kaum muda.
Artinya, setelah HMI menunjukkan visi misinya yang
bermanfaat bagi umat dan bangsa, bahwa HMI yang
dipelopori Lafran Pane, bukanlah organisasi main-main,
apalagi dimainkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab. HMI seiring perjalanannya hingga saat
ini, telah membuktikan kecintaannya pada umat, bangsa dan
kemahasiswaan. HMI bertujuan tidak lepas dari Islam
sebagai azasnya (Keislaman), Indonesia sebagai negaranya
(Keindonesiaan), dan Mahasiswa Islam sebagai
pengemban/pelaksana tujuannya (Kemahasiswaan).
Sebenarnya, membicarakan sejarah HMI dalam tulisan ini
sangat tidak memungkinkan. Mengapa demikian? Hal itu
dipengaruhi beberapa faktor; Pertama, mengingat
pembicaraan tulisan ini memang sengaja untuk dibuat tidak
panjang, karena ada kekhawatiran bahwa teman-teman
malas membacanya. Tapi, jika dirasa tulisan ini terlalu
singkat, teman-teman bisa lebih lanjut membaca dalam

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 99
beberapa tulisan saya, baik yang sudah pernah ada dan yang
akan saya tulis (mohon menunggu).
Kedua, mengingat sejarah HMI sudah sangat panjang
untuk diceritakan, padahal tulisan ini sedikit singkat, maka
saya saran agar dapat membacanya dalam buku-buku HMI
yang pernah ditulis oleh Agussalim Sitompul, sangat
gampang dicari, tinggal minta tolong pada Syekh Google.
Selanjutnya, jika teman-teman mahasiswa baru tertarik
dengan sejarah HMI, silahkan mengikuti MAPERCA HMI
(Masa Perkenalan Calon Anggota HMI) di manapun kamu
mendengarnya akan di adakan. Karena dalam MAPERCA
HMI, teman-teman mahasiswa akan mendapatkan materi
diskusi tentang sejarah HMI.
Ketiga, ini agak pribadi. Saya masih memiliki antrian
tulisan yang segera diselesaikan. Dan juga betapa
terbatasnya wawasan saya dalam menjelaskan sejarah HMI,
jika lewat tulisan ini. Kebiasaan saya menjelaskannya dalam
forum-forum HMI, baik MAPERCA, LK I, LK II dan forum
informal. Sekali-kali bisalah di Warung Kopi.
Lalu, mengapa saya katakan bahwa HMI adalah tempat
berhimpunnya mahasis Islam? Sebelum teman-teman
membacanya penjelasan saya, harapannya teman-teman
menyimpulkan dengan jernih jika ada yang sesuatu sulit
untuk dimengerti. Selanjutnya, siapkan dulu secangkir kopi
atau apa pun yang menjadi minuman favorit teman-teman.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 100
Yang merokok, tarik hisapan rokoknya dengan cita rasa
tembakau bercampur cengkeh dengan suara kretek yang
khas, lalu hembuskan dengan suara yang khas juga. Nikmat
tiada tara, dan tulisan ini enak dibaca.
HMI menjadi tempat berhimpunnya mahasiswa Islam,
karena secara aturan organisasi ini bahwa yang dapat
menjadi anggota HMI adalah harus mahasiswa Islam. Perlu
diingat teman-teman, bahwa HMI tidak membatasi dari
golongan Islam mana kamu berangkat. Latar belakang
organisasi keislaman keluarga kita tidak menjadi faktor
penghambat masuk HMI.
Teman-teman yang dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Al-Washliyah, dan kelompok Islam lainnya
tidak menjadi masalah di HMI. Apa pun golongannya atau
latar organisasi keislaman keluarga kita, HMI dapat
menampungnya. Mengapa demikian? Karena HMI didirikan
untuk semua golongan Islam yang ada di Indonesia, selama
golongan Islam itu tidak menyimpang dari ajaran Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah Saw. HMI tidak terikat dengan
mazhab (aliran-aliran) yang dianut oleh suatu golongan Islam
di Indonesia. Karena, HMI memfokuskan pada persatuan dan
kesatuan umat Islam (Ukhuwah Islamiyah), dan setiap
bangsa yang ada di Indonesia. Mengenai mazhab yang
dianut, kembali kepada kader-kadernya masing-masing.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 101
Tidak ada saling menyalahkan mazhab atau ajaran yang
sifatnya fiqih sesama kader HMI. HMI tidak mau terlibat
dalam perdebatan cabang-cabang, tapi memfokuskan pada
hal-hal pokok, seperti keimanan, keilmuan, kemanusiaan
dan bagaimana amal saleh dapat diaplikasikan. Karena, HMI
yakin sekali, apa pun golongan atau mazhabnya tidak akan
mengajarkan keburukan. Toleransi di HMI sangat dijunjung
tinggi. Menyatakan diri yang paling benar, sesuatu hal yang
dijauhkan, karena kebernaran mutlak adalah milik Allah Swt.
Di HMI ini juga tempat berhimpunnya mahasiswa Islam,
karena tidak memandang suku, ras, warna kulit, bahasa, dan
sekte-sekte lainnya. Yang terpenting mahasiswa itu
beragama Islam. Sebagaimana ajaran agama Islam bahwa,
perbedaan adalah rahmat. Diciptakannya manusia dengan
segala perbedaan adalah supaya saling mengenal. Dan
agama Islam tidak mengenal perbedaan bangsa, negara,
suku atau apapun, seluruhnya bersaudara apabila telah
mejadi agama Islam. Sedangkan yang tidak beraga Islam saja
adalah saudara kita, yaitu saudara sesama manusia.
HMI menjadi tempat yang sangat menjunjung tinggi
kebersamaan. Di HMI, anak NU dan anak Muhammadiyah
dapat berbincang-bincang dengan kepala dingin,
menyamakan persepsi dalam hal-hal pokok. Anak NU dan
anak Al-Washliyah dapat duduk sama dalam membicarakan
kemajuan umat Islam yang akan datang. Dan segenap anak

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 102
golongan Islam lainnya dapat duduk satu tikar
membicarakan dan mempersiapkan diri untuk kemajuan
agama dan negara, serta menjunjung tinggi nilai-nilai
ketuhanan dan kemanusiaan di atas bumi ini.
Oppss, nampaknya tak siap-siap tulisan ini jikalau penulis
lanjutkan. Rasanya mengalir bagai air terjun. Tapi, kita
usaikan saja sampai di sini. Saya pikir sedikit sudah terjawab
kenapa HMI menjadi tempat berhimpunnya mahasiswa
Islam. Untuk itu, silahkan berhimpun di HMI dan jangan lupa
ajak teman-teman mahasiswa Islam lainnya.
Mohon maaf jika tulisan ini ada yang typo dan tanpa
penutup atau apalah itu namanya. Mungkin di tulisan
selanjutnya kita dapat berbincang lagi. Sekali lagi, selamat
datang dan bergabung teman-teman mahasiswa baru secara
umumnya, dan teman-teman mahasiswa baru yang
beragama Islam secara khususnya selamat berhimpun di
HMI. Insya Allah, saya (Ibnu Arsib) akan bertemu dengan
teman-teman jika bergabung di HMI. Semoga.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 103
Terimakasih Telah Membaca
Tunggu Edisi Selanjutnya
Kunjungi Terus Web YakusaBlog

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 104

Anda mungkin juga menyukai