Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Struktur Anatomi
dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis
Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat” adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Judul Penelitian : Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal,
Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista
(Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat
NRP : E24063227
Departemen : Hasil Hutan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
”Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Normal, Kayu Tarik, dan
Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia acidissima L.) Asal Bima Nusa
Tenggara Barat”. Karya tulis yang merupakan hasil penelitian ini dilakukan di
dua laboratorium, yaitu Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi
Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan
Laboratorium Anatomi Kayu PusLitBang Hasil Hutan Gunung Batu dari bulan
Desember 2010 sampai Maret 2011.
Dengan diketahuinya karakteristik struktur anatomi dan kualitas serat dari
bagian kayu normal, tarik, dan opposite dari jenis kawista (L. acidissima L.) asal
Bima Nusa Tenggara Barat diharapkan dapat membantu dalam mengarahkan
penggunaan kayu kawista secara bijaksana.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka
yang memerlukannya.
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bima pada tanggal 7 Juni 1989 sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara pasangan Sarsono, SSos. dan Agustina, SE. Pada tahun 2006
setelah lulus dari SMAN 1 Kota Bima, penulis diterima di IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi / Mayor
Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan
kemahasiswaan antara lain di Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa
IPB “Agriaswara” dan Himpunan Profesi Mahasiswa Departemen Hasil Hutan
(HIMASILTAN). Sebagai anggota Agriaswara IPB, penulis telah berpartisipasi
dalam “The 11th International Choir Competition and Festival” di Budapest,
Hungaria tahun 2007, dan “The 1st ITB International Choir Competition” di
Bandung tahun 2010. Di HIMASILTAN, penulis adalah anggota devisi
Kewirausahaan pada periode 2007/2008 dan anggota devisi Eksternal periode
2008/2009. Pada tahun akademik 2010/2011, penulis juga merupakan asisten
praktikum di dua mata ajaran, yaitu Anatomi dan Identifikasi Kayu di Fakultas
Kehutanan IPB serta Dasar-dasar Komunikasi di Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Kegiatan praktek yang telah dilakukan adalah Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Baturaden-Cilacap tahun 2008, Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),
Sukabumi tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cahaya Sakti
Furintraco, Bogor, Jawa Barat tahun 2010.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul ”Kajian Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu
Normal, Kayu Tarik, dan Kayu Opposite dari Jenis Kawista (Limonia
acidissima L.) Asal Bima Nusa Tenggara Barat” dibawah bimbingan Prof. Dr.
Ir. Imam Wahyudi, MS.
iii
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………….. 1
B. Tujuan Penelitian………………………………………...... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Jenis Kawista (Limonia acidissima L.)……………. 3
B. Kayu Tarik ………………………………………………... 4
C. Ciri Anatomi Kayu ……………………………………….. 5
1. Ciri Makroskopis ………………………………………. 5
2. Ciri Mikroskopis ………………………………………. 6
D. Kualitas Serat ..................................................................... 15
1. Dimensi Serat …………………………………………. 15
2. Turunan Dimensi Serat ………………………………… 16
E. Pulp dan Kertas …………………………………………... 19
BAB III BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat ...……………………………………... 21
B. Bahan dan Alat …………………………………………… 21
C. Metode Penelitian ………………………………………… 21
1. Pembuatan Sediaan Maserasi dan Pengukuran………… 21
2. Pengamatan Struktur Anatomi Kayu ...………………… 21
3. Pengolahan Data ……………………………………….. 23
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengamatan Karakteristik Makro dan Mikroskopis ….….. 25
1. Bagian Kayu Normal ………………………………...... 25
2. Bagian Kayu Tarik ………………………………......... 26
3. Bagian Kayu Opposite ………………………………… 28
B. Dimensi dan Kualitas Serat Kayu Kawista …………….... 32
1. Panjang Serat ………………………………................. 32
2. Runkle Ratio (RR)……………………………………… 34
3. Felting Power (FP)…………………………………….. 35
4. Muhlsteph Ratio (MR) …………………………………. 36
5. Flexibility Ratio (FR) ………………………………….. 36
v
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan
kertas ................................................................................................. 19
2. Perbandingan beberapa karakteristik anatomi kayu kawista................ 31
3. Rata-rata dimensi serat kayu kawista .................................................. 32
4. Rata-rata dan kisaran nilai panjang serat kawista ................................ 32
5. Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan sebaran t-student
pada selang kepercayaan 95% ............................................................ 33
6. Scoring kualitas serat kayu kawista .................................................... 38
7. Perbandingan kualitas serat kayu normal kawista dengan kayu
mangium ........................................................................................... 38
v
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Pohon kawista L. acidissima L. ......................................................... 3
2. Bagian-bagian serat kayu yang diukur ................................................ 22
3. Penyusunan sayatan pada gelas obyek ............................................... 23
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Prosedur pembuatan sediaan mikrotom .............................................. 45
2. Prosedur pembuatan sediaan maserasi ................................................ 46
3. Kriteria pengukuran pori dan jari-jari ................................................ 47
4. Pengukuran hasil preparat mikrotom .................................................. 48
5. Hasil pengukuran dimensi serat kayu ................................................. 51
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang
melimpah. Salah satunya adalah sumberdaya hutan yang sangat luas.
Berdasarkan luasnya, hutan hujan tropis Indonesia menempati urutan ketiga
setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo (FWI/GFW, 2001).
Kekayaan jenis tumbuhan di Indonesia, termasuk di daerah kering
khususnya di Bima Nusa Tenggara Barat juga sangat beragam. Sayangnya,
pemanfaatan kayu dari jenis tumbuhan yang ada di daerah tersebut baru
sebatas sebagai kayu bakar. Bila dilakukan penelitian yang mendalam, bukan
tidak mungkin beberapa diantaranya dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan lain yang mampu memberikan nilai tambah. Hal ini sekaligus
membuka peluang pemanfaatan jenis-jenis potensial sebagai bahan baku
alternatif untuk berbagai industri perkayuan.
Kayu merupakan produk dari proses metabolisme organisme hidup
yaitu pohon. Selama masa pertumbuhannya, pohon dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang sangat kompleks, sehingga sifat-sifat kayu menjadi sangat
bervariasi. Variasi sifat kayu tidak hanya terjadi antar jenis, tetapi dapat
terjadi dalam jenis yang sama, bahkan di dalam satu batang pohon.
Pada pohon terdapat berbagai macam cacat yang terjadi secara
alamiah. Salah satunya adalah kayu tarik (tension wood), yaitu massa kayu
yang terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring
sebgai reaksi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi
semula (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Kayu tarik sangat berbeda dengan kayu normal, dalam hal sifat fisik
maupun struktur anatominya dimana kayu tarik cenderung menghasilkan
permukaan kayu yang tidak rata saat digergaji atau diketam. Selama
pengeringan, sortimen penggergajian yang memiliki kayu tarik cenderung
untuk collapse. Penyusutan arah longitudinal pada kayu tarik juga tidak
normal karena dapat lebih dari 5%, lebih tinggi dari nilai penyusutan
longitudinal pada bagian kayu normal (Haygreen dan Bowyer, 1989).
2
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk mempelajari
karakteristik struktur anatomi dan kualitas serat kayu kawista. Meskipun
merupakan penelitian pionir, bagian kayu tarik, kayu normal dan kayu
opposite dari sebatang pohon kawista asal Bima Nusa Tenggara Barat
digunakan sebagai sampel penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengarahkan
penggunaan kayu kawista secara optimal berdasarkan struktur anatomi dan
kualitas seratnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
gangguan hati, mual-mual, bahkan untuk mengobati luka akibat gigitan serangga
(Anonim 2010).
Di Indonesia pohon kawista belum banyak dibudidayakan. Di beberapa
negara seperti Sri Lanka, kawista telah dibudidayakan bahkan krim dari buahnya
merupakan salah satu komoditas eksport yang handal.
B. Kayu Tarik
Kayu tarik adalah kayu reaksi pada kayu daun lebar (hardwood). Kayu
ini terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring. Kayu
reaksi berfungsi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi
semula. Sifat kayu tarik sangat berbeda dibandigkan sifat kayu normal (Haygreen
dan Bowyer, 1989).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), penyusutan arah sejajar serat
(longitudinal) kayu tarik bisa mencapai lebih dari 5%. Nilai ini lebih besar dari
nilai penyusutan longitudinal kayu normal yang biasanya 1% atau kurang. Adanya
kayu tarik di sepanjang salah satu sisi atau pinggir sebuah sortimen, akan
mengakibatkan terjadinya pelengkungan sepihak atau pemuntiran. Saat
dikeringkan, sortimen kayu yang mengandung kayu tarik cenderung untuk collaps
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk pada sortimen.
Kekuatan tekan kayu tarik umumnya tidak sebanding dengan kayu
normal dewasa. Kebanyakan hasil pengukuran membuktikan bahwa kekuatan
tekan kayu tarik lebih kecil dari pada kekuatan tekan kayu normal pada kerapatan
yang sama, begitu pula dengan kekuatan tekan sejajar seratnya. Pada keadaan
kering udara, kayu tarik sedikit lebih tinggi dalam kekuatan pukulnya (Panshin
and de Zeeuw, 1964).
Dinding serabut kayu tarik sering sangat tebal dengan rongga sel yang
sangat sempit. Ikatan antara dinding sekunder dan dinding primer pada umumnya
lemah. Ikatan yang lemah tersebut akan mengurangi kekuatan kayu. Ikatan yang
lemah tersebut juga mengakibatkan tidak rata (keriting) nya permukaan sortimen
gergajian saat digergaji atau diserut. Permukaan sortimen yang mengandung kayu
tarik biasanya berbulu (fussy grain).
Dinding serabut yang tebal juga mengakibatkan rendahnya kekuatan
kertas yang dihasilkan. Sel-sel yang kaku ini tidak mudah melengkung dan
5
memipih dan karenanya ikatan antar serat menjadi terhalang. Dinding sekunder
kayu tarik yang tebal dan terikat secara lemah hampir seluruhnya merupakan
selulosa murni dengan porsi kritalin yang tinggi. Karena lapisan ini mengandung
sedikit lignin, maka lapisan ini relatif lunak seperti gelatin (G). Disamping hampir
seluruhnya selulosa murni, lapisan G tersusun atas mikrofibril-mikrofibril yang
tersusun hampir sejajar sumbu sel. Variasinya hanya sekitar 5o (Haygreen dan
Bowyer, 1989). Inilah yang mengakibatkan susut longitudinalnya tidak normal.
c. Arah Serat
Arah serat kayu adalah orientasi longitudinal dari sel-sel dominan
penyusun kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap orientasi sel-sel
dominan yang ada di lapisan sebelah atas atau sebelah bawahnya. Dikatakan
berserat lurus jika orientasi sel-sel dominan tadi searah dengan sumbu
batang. Kayu berserat miring apabila orientasi sel-sel dominan tadi
membentuk sudut terhadap sumbu batang pohon (Mandang & Pandit 2002).
d. Kilap
Suatu jenis kayu dikatakan mengkilap jika permukaannya
memantulkan cahaya. Ada jenis-jenis kayu yang kusam, agak mengkilap,
dan sangat mengkilap (Mandang & Pandit 2002).
e. Kesan Raba
Kesan raba dinilai dari licin atau kesat permukaan kayu. Penetapannya
dilakukan dengan menggosok-menggosokan jari ke permukaan kayu.
Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang mempunyai
tekstur halus dan berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang licin.
Kesan yang licin dapat pula bertambah jika kayu mengadung minyak
(Mandang & pandit 2002).
f. Bau dan Rasa
Pada umumnya kayu mempunyai bau dan rasa tertentu apalagi waktu
masih segar, tetapi kebanyakan bau dan rasa tersebut sulit untuk
diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau dan/atau
rasa yang mudah dikenal (Mandang & Pandit 2002).
g. Kekerasan
Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, dan
sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan menyayat kayu pada arah
tegak lurus serat. Kayu yang semakin keras akan semakin sukar disayat dan
bekas sayatannya pun mengkilap (Mandang & Pandit 2002).
2. Ciri Mikroskopis
Sifat mikroskopis adalah sifat yang tidak dapat diamati dengan mata
telanjang tetapi harus menggunakan bantuan mikroskop. Pengamatan
7
c. Serat
Sel-sel yang berbentuk panjang langsing dikenal dengan nama serat.
Dinding umumnya lebih tebal daripada dinding parenkima maupun dinding
pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 µm tergantung pada jenis pohon
dan posisinya dalm batang. Diameternya antara 15 sampai 50 µm. Ketebalan
dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal.
Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya terisi
dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat
berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mondang & Pandit 2002).
Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena
mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Berdasarkan jenis ceruk. Serat
12
pada kayu daun lebar dibagi atas dua macam, yaitu serat libriform (libriform
fiber) dan serat trakeida (tracheid fiber). Serat libriform memiliki ceruk
sederhana yang lebih kecil dan bersifat memberikan kekuatan karena
diantaranya lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat libriform
terlihat lebih ramping bila dibandingkan dengan serat trakeida sehingga
terlihat lebih panjang. Umunya ceruk-ceruk pada serat libriform ini lebih
banyak terdapat pada dinding radial dibandingkan dinding tangensialnya.
Pada dinding vertikal dari sel serat sering terdapat modifikasi-modifikasi
seperti yang terdapat pada serat trakeid. Serat libriform dan serat trakeida
mungkin terdapat secara bersama-sama dalam satu jenis kayu. Perbedaan
antara kedua macam sel ini sangat sedikit, sehingga dalam preparat anatomi
kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat ceruk yang menjadi ciri
kadang-kadang sulit terlihat. Oleh karena itu kedua macam sel ini disebut
sel serat. Sering kali 50% atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun
oleh sel serat (Pandit & Ramdan 2002).
Wheeler et al. (1989) menyebutkan ciri-ciri serat yang digunakan
sebagai dasar identifikasi, sebagai berikut:
1. Jaringan Dasar Serat
Pengamatan terhadap bentuk dan distribusi dari ceruk serat hanya
pada radial dan tangensial karena pengamatan pada bidang lintang tidak
seteliti pada bidang radial atau tangensial. Namun pada bidang radial dan
tangensial maupun bidang lintang dapat ditunjukan jenis ceruk yaitu
berhalaman atau (semuanya) sederhana.
2. Serat Bersekat
Serat bersekaat adalah serat dengan dinding tipis dan tidak berceruk.
Sekat terjadi setelah dinding sekunder telah terbentuk. Oleh karenanya
sekat tidak berhubungan dengan lamela tengah. Antar serat biasanya
tidak terlignifikasi.
3. Tebal Dinding Serat
Menurut ketebalannya dinding serat dapat dibagi tiga, yakni:
Sangat tipis: jika diameter lumen (l) tiga kali lipat atau lebih dari
tebal dua dinding serat (2w)
13
Tipis sampai tebal: diameter lumen kurang dari 3 kali tebal dua
dinding serat (2w) dan masih terlihat terbuka.
Sangat tebal: jika lumen hampir tertutup.
d. Parenkim
Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serat
mengatur bahan makanan cadangan. Menurut penyusunnya, parenkim
dibedakan menjadi 2 macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal
dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horizontal (Pandit & Ramdan
2002).
Wheeler et al. (1989) menyebutkan jenis parenkim yang digunakan
sebagai dasar identifikasi, yaitu:
1. Parenkim aksial apotrakeal, yaitu parenkim yang tidak berhubungan
dengan pembuluh, terdiri dari parenkim aksial baur (diffuse) dan
parenkim aksial kelompok baur (diffuse in aggregate).
2. Parenkim aksial paratrakeal, yaitu parenkim aksial yang berhubungan
dengan pembuluh atau trakeida vaskular. Parenkim aksial paratrakeal
terdiri dari parenkim aksial paratrakeal jarang, parenkim aksial
vasisentrik, parenkim aksial paratrakeal sepihak.
3. Parenkim aksial bentuk pita, terdiri dari parenkim bentuk pita dengan
lebar lebih dari tiga sel, parenkim bentuk pita tipis 1-3 sel, parenkim
aksial bentuk jala (bentuk retikulat), bentuk tangga (scalariform) dan
parenkim marginal atau menyerupai pita-pita marginal.
4. Untaian parenkim, yaitu jajaran sel-sel parenkim aksial yang terbetuk
melalui pembagian secara transversal terhadap satu sel kambium
fusiform awal.
e. Jari-jari
Jari-jari berfungsi sebagai jalan angkutan bagi cairan pohon dalam
arah horizontal dari dan ke lapisan floem. Sel jari-jari diproduksi dari
pembelahan sel inisial jari-jari dalam kambium. Inisial jari-jari sendiri
berasal dari pembelahan inisial jari-jari sendiri atau yang lain atau dari
pembelahan yang tidak sama dari inisial bentuk kumparan (Haygreen &
Bowyer 1989).
14
1. Lebar Jari-Jari
Jari-jari seluruhnya uniseri
- Lebar jari-jari 1-3 sel
- Lebar jari-jari 4-10 seri
- Lebar jari-jari lebih dari 10 seri
Jari-jari dengan bagian multiseri (berseri banyak) mempunyai lebar
yang sama dengan bagian uniseri (berseri satu).
2. Tinggi Jari-Jari
Jari-jari > 1 mm adalah termasuk jari-jari yang berkategori tinggi.
3. Jari-Jari yang terdiri dari dua ukuran
Jari-jari yang membentuk dua populasi yang tegas dam lebar maupun
tinggi jika dilihat pada penampang tangensial.
4. Komposisi Sel Jari-Jari
Seluruh sel jari-jari baring
Semua sel jari-jari tegak dan atau bentuk persegi
Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan satu baris sel marginal
yang berupa sel tegak dan atau persegi.
Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan 2-4 baris sel marginal
yang berupa sel tegak dan atau persegi.
Badan jari-jari berupa sel-sel baring dengan umumnya punya lebih
dari 4 baris sel marginal yang berupa sel tegak dan atau persergi.
Jari-jari terdiri dari sel campuran antara sel baring, persegi dan sel
tegak.
5. Sel seludang
Sel seludang adalah sel yang terletak di sepanjang kedua sisi jari-jari
yang besar (lebih dari 3 seri) sebagaimana dapat dilihat pada bidang
tangensial. Umumnya lebih besar (lebih tinggi dan lebih lebar) daripada
sel-sel jari bagian tengahnya.
15
f. Inklusi Mineral
Kristal prismatik, yaitu kristal-kristal berbentuk rhomboidal atau
oktahedral yang terdiri dari kalsium oksalat, yang jika dilihat dengan
sinar polarisasi memantulkan warna berkilau.
Butir silika, yaitu butir yang tersusun dari silikon dioksida yang
bentuknya bundar atau tidak teratur.
D. Kualitas Serat
1. Dimensi Serat
Dimensi serat yang diukur terdiri dari panjang, diameter, dan tebal
dinding serat.
a. Panjang Serat
Handayani (1991) dalam Sofyan et al., (1993) menyatakan bahwa
panjang serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan
utama dalam kekuatan sobek. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga
(1974) dan Sofyan et al., (1993) menunjukkan bahwa semakin tinggi
perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi pula
kekuatan sobek dan semakin baik daya tenunnya.
Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti
kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan
antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas
akan semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan
lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang lebih baik karena
memiliki daerah ikatan antar serat (bonding area) yang lebih luas pada saat
penggilingan dan sifat penyebaran tekanan (stres transfer) yang lebih baik.
Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat
adalah ketahanan tarik, ketahanan lipat, terutama ketahanan sobek. Di sisi
lain, serat kayu yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas
yang lebih halus dan seragam (Casey 1980b).
16
b. Diameter Serat
Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp,
pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam
lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu
memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi.
Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen.
Casey (1980b) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu:
serat berdiameter besar (0,025-0,04 mm), serat berdiameter sedang (0,01-
0,025 mm), serat berdiameter keci (0,02-0,01 mm).
Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing
mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat
yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil.
Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan ukuran serat
yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas.
Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang
panjang (Casey 1980b).
Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas
Kriteria Kelas I Kelas II Kelas II
Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
Panjang serat (mm) >2.000 100 1.000-2.000 50 <1.000 25
Runkle Ratio (RR) <0,25 100 0,25-0,50 50 0,50-1,0 25
Felting Power (FP) >90 100 50-90 50 <0,50 25
Muhlsteph Ratio (MR) <30 100 30-60 50 60-80 25
Flexibility Ratio (FR) >0,80 100 0,50-0,80 50 <0,50 25
Coefficient of Rigidity (CR) <0,10 100 0,10-0,15 50 >0,15 25
Nilai 450-600 225-449 <225
Sumber: Rachman dan Siagian (1976)
C. Metode Penelitian
1. Pembuatan Sediaan Maserasi dan Pengukuran
Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode FPL (Forest
Products Laboratory) dengan ukuran contoh uji sebesar batang korek api dari
seluruh riap tumbuh yang ada. Maserasi diawali dengan merebus kayu dalam
larutan 60% asam asetat glasial dan 30% hidrogen peroksida pada suhu ± 60oC
selama 24 jam atau sampai contoh uji berubah warna menjadi putih dan lunak.
Perbandingan volume asam asetat glasial dan hidrogen peroksida yang
digunakan adalah 1:20. Setelah itu sampel dicuci dengan air hingga bebas
asam dan direndam dalam safranin 2% selama 6-8 jam. Kemudian zat warna
dibuang dan dilakukan penghilangan air (dehidrasi) bertingkat menggunakan
22
alkohol berturut-turut 10%, 30%, 50%, 70%, 90% dan absolut masing-masing
selama 2 menit. Setelah didehidrasi, serabut pilihan dipindahkan ke kaca
preparat (Gambar 2) kemudian dilanjutkan dengan pengamatan dengan
mikroskop.
d b c
a
Gambar 2 Bagian-bagian serat yang diukur
Keterangan: Panjang serat (a), Diameter serat (b), Diameter lumen (c), dan Tebal dinding sel (d)
gelas obyek, ditutup dengan gelas penutup, diberi label dan siap untuk
diamati.
b. Pengamatan
Ciri anatomi yang diamati meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh
International Association Of Wood Anatomist (Wheeler et al, 1989).
X R T
Label
3. Pengolahan Data
Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskripsi naratif, sedangkan
data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya
menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% sebagai berikut:
Untuk mengetahui perbedaan panjang serat antar bagian kayu yang diteliti
dilakukan uji beda nyata dengan menggunakan sebaran t-student pada selang
kepercayaan 95%. Rata-rata pengulangan contoh (x) digunakan untuk
menduga nilai tengah populasi (µ). Sedangkan ragam pengulangan contoh per
jenis (s2) digunakan untuk menduga ragam populasi per jenis (σ 2).
24
Nilai rata-rata panjang serat dan nilai turunan dimensi serat yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar kualitas serat untuk bahan
baku pulp dan kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Mikroskopis
Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal
hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 79±9,7 µm, penyebaran pori
sebagian besar bergabung radial 2-3 sel dan beberapa soliter. frekuensi 16±2,5
per mm2, panjang rata-rata 168±28,1 µm, bidang perforasi sederhana dan
bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning
pekat dan saluran minyak, ceruk antar pembuluh berbentuk tangga sampai
berhadapan, berukuran sangat kecil 3±1,7 µm, tidak berumbai, percerukan
pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk
dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan
parenkim marjinal. Jari-jari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas,
didominasi oleh sel baring, tidak dijumpai adanya sel tegak, tinggi sampai 914
µm dengan rata-rata 440±161,7 µm, frekuensi 6±1,6 sel per mm2. Serat:
bersekat dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang
sampai 1428,6 µm dengan rata-rata 1007±209 µm, diameter sampai 29 µm
dengan rata-rata 18,9±3,4 µm, diameter lumen 12,5±3,4 µm, dan tebal dinding
3,2±0,5 µm. Saluran interseluler: tidak ada. Inklusi mineral: tidak ditemukan.
Struktur mikroskopis bagian kayu normal yang diteliti disajikan pada Gambar
4.
26
a b
c d
Ciri Mikroskopis
Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal
hingga radial dengan rata-rata diameter lumen 71±13,5 µm, penyebaran pori
sebagian besar bergabung radial 2-3 pori dan beberapa soliter, frekuensi
17±3,0 per mm2, panjang rata-rata 160±33,6 µm, bidang perforasi bentuk
tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning pekat,
27
a b
c d
Ciri Mikroskopis
Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, tersusun secara diagonal
hingga radial dengan diameter lumen rata-rata 79±9,7 µm, penyebaran pori
sebagian besar bergabung radial 2-3 pori dan beberapa soliter, frekuensi
16±2,5 per mm2, panjang rata-rata 167±27,3 µm, bidang perforasi sederhana
dan bentuk tangga, tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna
kuning pekat, ceruk antar pembuluh bentuk tangga sampai berhadapan,
berukuran sangat kecil 2±2,2 µm, berumbai, percerukan pembuluh dengan
jari-jari berhalaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar
pembuluh. Parenkim: aksial paratrakeal jarang dan parenkim marjinal. Jari-
jari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran meski kurang jelas, selain terdapat sel baring juga
terdapat 1 seri sel tegak berupa sel bujur sangkar, tinggi sampai 1114 µm
dengan rata-rata 568±290,4 µm, frekuensi 7±1,3 sel per mm2. Serat: bersekat
dengan ceruk berhalaman, ketebalan dinding sel sedang, panjang sel sampai
1714 µm dengan rata-rata 1023±239,4 µm, diameter sampai 32,3 µm dengan
rata-rata 20,9±5,5 µm, diameter lumen 14,3±5,4 µm, dan tebal dinding 3,3±0,8
µm. Saluran interseluler: tidak ditemukan. Inklusi mineral: tidak ditemukan.
Struktur mikroskopis bagian kayu opposite yang diteliti disajikan pada
Gambar 6.
29
a b
c d
Tabel 2 Lanjutan
Karakteristik Bagian Kayu
No
Anatomi Normal Tarik Opposite
5 Serat:
a Jaringan dasar serat Bersekat dengan Bersekat dengan Bersekat dengan
ceruk berhalaman ceruk ceruk
yang jelas; ceruk berhalaman yang berhalaman yang
umum pada bidang jelas; ceruk jelas; ceruk
radial dan tangensial umum pada umum pada
bidang radial dan bidang radial dan
tangensial tangensial
b Bentuk Ceruk Berhalaman Berhalaman Berhalaman
sangat kecil sangat kecil sangat kecil
c Penebalan ulir/spiral - - -
d Serat bersekat Tidak bersekat Tidak bersekat Tidak bersekat
e Tebal dinding serat Tipis sampai Tipis sampai Tipis sampai
tebal tebal tebal
f Rata-rata panjang 1007±209,7 986±182,1 1023±239,4
6 Inkulsi mineral:
a Kristal prismatic Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1. Panjang Serat
Rata-rata dan kisaran nilai panjang serat per masing-masing bagian kayu
kawista yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan Tabel 5 memuat
hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan seberan t student pada selang
kepercayaan 95%.
Tabel 5 Hasil uji beda nyata panjang serat berdasarkan seberan t student pada
selang kepercayaan 95%
Jenis Kayu Tarik Opposite Normal
Normal -
Tarik -
Opposite -
Keterangan: - = tidak nyata
Gambar 9 Variasi radial panjang serat kayu per masing-masing riap tumbuh
Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan
kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976), nilai panjang serat dari
seluruh bagian kayu kawista yang diteliti masuk ke dalam kelas II.
Gambar 10 memuat contoh serat kayu kawista pada masing-masing
bagian kayu yang diteliti.
a b
Gambar 10 Serat kayu Kawista: a. kayu normal, b. kayu tarik, c. kayu opposite
Berdasarkan kriteria penilaian kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp
dan kertas, maka nilai MR ketiga bagian kayu tersebut juga masuk ke dalam kelas
mutu II dengan nilai terkecil dimiliki oleh bagian kayu opposite.
Tabel 7 Perbandingan kualitas serat kayu normal kawista dan kayu mangium
Jenis Kayu
Kriteria Kawista Limonia acidissima L A. mangium Willd.
Nilai Hitung Scoring Nilai Hitung Scoring
L 1007,5 50 1017,5 50
RR 0,55 25 0,73 25
FP 55,14 50 50,12 50
MR 56,74 50 66,21 25
FR 1,55 100 0,58 50
CR 0,17 25 0,21 25
Total Nilai 300 225
Kelas II II
39
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa serat kayu kawista dan kayu
mangium sama-sama masuk ke dalam kelas kualitas II, namun kayu kawista
memiliki total nilai yang lebih tinggi (300 berbanding 225). Dengan demikian
maka kualitas pulp dan kertas yang dibuat dari kayu kawista akan lebih tinggi
dibandingkan dengan kualitas pulp dan kertas yang dibuat dari kayu mangium.
Oleh karena itu, jenis kawista perlu dikembangkan karena berpotensi untuk
dijadikan bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
Meskipun tidak menjadi objek penelitian ini, berdasarkan corak
(tampilan) kayu dengan riap tumbuh yang jelas dan warna yang terang mirip
warna kayu sungkai, penggunaan kayu kawista sebagai bahan baku mebel dan
furniture perlu diteliti. Apalagi mengingat sebagai penghasil buah, pohon kawista
baru akan ditebang setelah tidak lagi produktif sebagai penghasil buah. Saat tidak
lagi produktif, umur pohon tentu sudah sangat tua. Sehingga dari segi efisiensi
waktu, pemanfaatan kayu kawista sebagai bahan baku mebel dan furniture tentu
lebih menjanjikan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tiga bagian kayu kawista L. acidissima L yang diteliti memiliki ciri umum
yang sama, yaitu: kayu teras berwarna kuning jerami sampai coklat serta tidak
tegas batasan antara kayu teras dan kayu gubalnya, tekstur kayu agak kasar,
arah serat berpadu, permukaan tidak mengkilap cukup licin, kayu cukup keras
dan tidak berbau.
2. Ciri struktur anatomi kayu kawista secara umum adalah sebagai berikut:
lingkar tumbuh jelas; pori tata baur, bergabung dalam arah diagonal hingga
radial dengan 2-3 sel, memiliki bidang perforasi sederhana dan bentuk tangga,
tidak memiliki tilosis tetapi memiliki endapan berwarna kuning tua, ukuran
ceruk pada dinding bersama sangat kecil; jari-jari dua ukuran tidak jelas, lebar
1-6 seri, didominasi oleh sel baring; ditemukan adanya sel-sel parenkima
jarang dan parenkima marjinal; tidak ditemukan adanya saluran interselular
dan inklusi.
3. Rata-rata diameter pembuluh sekitar 71-79 µm, dengan frekuensi 16 per mm2,
panjang 160-168 µm, dan ukuran ceruk di dinding bersama ≤ 4 µm. Tinggi
jari-jari rata-rata 440-568 µm, dengan frekuensi 6-8 sel per mm2. Rata-rata
panjang sel serat 1007 µm, dengan diameter serat 18,9 µm, diameter lumen
12,5 µm, dan tebal dinding 3,2 µm.
4. Nilai turunan dimensi serat kayu kawista adalah sebagai berikut: rata-rata nilai
Runkel ratio 0,55; felting power 52-56; Muhlsteph ratio 55-66%; flexibility
ratio 1,54-1,78; dan coeffisien of rigidity 0,17-0,21.
5. Berdasarkan kriteria penilaian serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas,
maka serat kayu kawista secara keseluruhan masuk dalam kualitas II. Total
nilai kayu ini lebih tinggi dibandingkan dengan total nilai kayu mangium yang
dikenal sebagai penghasil pulp kayu daun lebar terbaik.
41
B. Saran
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kualitas pulp dan kertas dari
serat kayu kawista melalui pembuatan pulp dan kertas secara langsung.
3. Mengingat kayu kawista memiliki kesan dekoratif yang tinggi dan berwarna
cerah, penggunaan kayu kawista sebagai bahan baku mebel dan furniture perlu
pula dipertimbangkan.
Anonim. 2010. Manfaat kayu kawista dalam segala bidang dan kegunaan.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/37946-kawista/.[11 Juli 2011]
Casey J. 1980a. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Third
Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc.
--------. 1980b. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Third
Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc.
FWI/GFW. 2002. The State of the Forest: Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest
Watch Indonesia, and Washington DC: Global Forest Watch.
Haygreen JG, JL Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar.
Sutjipta A. Hadikusumo, penerjamah; Soenardi Prawirohatmodjo, editor.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lestari SB, Yoswita. 2003. Sifat Pengolahan dan Sifat Fisik Pulp Sembilan Jenis
Kayu dari Indonesia Bagian Timur. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol.
21 No. 2.Halaman: 91-98.
Mandang YI, IKN Pandit. 2002. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Bogor:
Yayasan PROSEA Indonesia.
Mandang YI. 1996. Anatomi Delapan Jenis Kayu Kurang Dikenal dari Suku-Suku
Flacourtiaceae sampai Jugladanceae. Bulletin Penelitian Hasil Hutan
Vol. 14 No. 1: Halaman 31-45.
Oey DS. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian
Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Soewarsono PH, penerjemah.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Pandit I. K, 1992. Mikroteknik Jaringan Berkayu. Program Studi Ilmu
Pengetahuan Kehutanan. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
43
Pandit IKN, H Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai
Bahan Baku. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Rachman AN, RM Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III.
Bogor: Laporan LPHH No. 75.
Sahri MH, Faridah HI, Nor Aini AS. 1993. Anatomy of acacia mangium grown in
Malaysia. IAWA Bulletin. Vol. 10(4), 1989: 364-373.
Sofyan K, Deded SN, Trisna P. 1993. Sifat Pulp Jenis-Jenis Kayu Cepat Tumbuh.
Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Wheeler EA, P. Baas, PC. Gasson. 1989. IAWA List of Microscopic Features for
Hardwood Identification. IAWA Bull. Vol. 10(3): 219-332.
Lamp i ran 1. Prosedu r p embu atan sediaan mi krotom
Pembuat an sediaan mikrot om menurut met ode yang umum
dilakukan d i Laborat orium dengan urut an ker ja sebagai ber ikut :
a. Cont oh kayu berukur an 2 cm x 2cm x 5 cm dibent uk la lu d i
rebus sampai lunak kemud ian disayat .
b. Pembuat an sayat an dilakukan pada t iga bidang orient asi ( lint ang,
radial, t angensial) dengan menggunakan pisau mikrotom spencer
dengan t ebal sayat an ant ar a 12-20 µm. Selanjut nya sayat a n
direndam dala m alkoho l dengan ko nsent rasi 50%.
c. Selanjut nya perendaman dilakukan bert urut -t urut dengan alco ho l
30%, 20%, 10%, lalu dengan aquades.
d. Kemudian sayat an deber i safranin 2% dan dis impan selama 6 - 8
jam.
e. Safranin dibuang dan digant i bert urut – bert urut dengan alkoho l
30%, 50%, 70%, 90%, 100% dan t erakhir dengan xylo l.
f. Sayat an secepat mungkin dipindahkan ke object glass lalu
dibubuhi canada balsam dan dit ut up dengan cover glass.
Selanjut nya diker ingkan pada alat penger i ng fisher dengan suhu
40-45 o C.
Lamp i ran 2. Prosedu r p embu atan sediaan maserasi
Pembuat an sediaan maser asi dilakukan dengan met ode
Schult ze, dengan urut an sebagai ber ikut :
a. Dibuat cont oh kayu berukuran 3 cm x 1 mm x 1 mm at au sebesar
bat ang korek api sebanyak empat buah dar i set iap co nt oh uji.
b. Potong-potongan sampel dimasukkan kedalam t abung reaksi.
c. Kedala m t abung reaksi dimasukkan kr ist al KCLO 3 dan dit amba h
sedikit lar ut an HNO 3 pekat sampai pot ongan kayu t erendam.
d. Tabung reaksi dipanaskan sampai larut an ber buih dan ser abut
kelihat an t er lepas. Kemudian t abung reaksi segera d i singkirka n
dar i nyala api dan reaksi dihent ikan dengan menyemprot kan
aquades ke dalam t abung reaksi.
e. Serabut yang t er lepas dicuci beber apa kali dengan aquade s
sampai net ral. Selanjut nya diber i zat warna safranin 2% dan
disimpan sela ma 6-8 jam.
f. Zat warna dibuang dan dilakukan penghilangan air (dehidrasi)
dengan cara member ikan alkoho l bert urut -t urut dengan
konsent ras i 30%, 50%, 70%, 90%, dan terakhir 100%, masi ng-
masing sela ma 2 menit .
g. Sesudah didehidrasi, serabut yang t er lepas dipindahkan ke object
glass dan diber i xylo l dan preparat diber i canada balsam la lu
dit ut up.
h. Penger ingan sediaan yang ber is i serabut dilakukan pada alat
penger ing fisher dengan suhu ant ar a 40-45 o C.
Lamp i ran 3. K riteria pengu ku ran pori dan jari -jari
PORI
Jumlah por i a. Sangat jarang a. <2 per mm 2
b. Jarang b. 2-5 per mm 2
c. Agak jarang c. 6-10 per mm 2
d. Agak banyak d. 10-20 per mm 2
e. Banyak e. 20-40 per mm 2
f. Sangat banyak f. >40 per mm 2
JARI- JARI
Lebar jar i- jar i a. Sangat sempit a. <15 µ
b. sempit b. 15-30 µ
c. Agak sempit c. 30-50 µ
d. Agak lebar d. 50-100 µ
e. lebar e. 100-200 µ
f. Sangat lebar f. 200-400 µ
g. Luar biasa lebar g. >400 µ
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.762678637
R Square 0.581678704
Adjusted R Square 0.511958488
Standard Error 2.030842757
Observations 8
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 34.40939499 34.40939499 8.343042194 0.027750305
Residual 6 24.74593381 4.124322302
Total 7 59.1553288
Regression Statistics
Multiple R 0.827581377
R Square 0.684890935
Adjusted R Square 0.632372757
Standard Error 1.762591858
Observations 8
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 40.51494845 40.51494845 13.04102632 0.011214313
Residual 6 18.64038035 3.106730058
Total 7 59.1553288
Regression Statistics
Multiple R 0.649155562
R Square 0.421402943
Adjusted R Square 0.338746221
Standard Error 1.640324597
Observations 9
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 13.71762668 13.718 5.09823 0.05851
Residual 7 18.83465349 2.6907
Total 8 32.55228017
Standard Lower
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95.0% Upper 95.0%
Tarik 840.2829689 64.15381699 13.098 3.5E-06 688.5833 991.9826404 688.5832975 991.9826404
-
Opposite 0.142489558 0.063106392 2.2579 0.05851 -0.00673 0.291712463 0.006733346 0.291712463