Anda di halaman 1dari 7

Kota

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Untuk kegunaan lain, lihat Kota (disambiguasi).

Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah administrasi
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan
watak dan ciri kehidupan perkotaan. Sistem kota adalah sekelompok kota-kota yang saling
tergantung satu sama lain secara fungsional dalam suatu wilayah dan berpengaruh terhadap
wilayah sekitarnya. Sistem kota berisi tentang distribusi kota, indeks dan keutamaan kota serta
fungsi kota.[1]

Kota Kinabalu, Malaysia

Pengertian "kota" sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian "town" dan "city"
dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim "Kota" yang merupakan satuan
administrasi negara di bawah provinsi. Artikel ini membahas "kota" dalam pengertian umum (nama
jenis, common name).
Kota dibedakan secara kontras dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan
penduduk, kepentingan, atau status hukum.[butuh rujukan] Desa atau kampung didominasi oleh lahan
terbuka bukan pemukiman.
Kota memiliki tiga ciri utama, yaitu memilki kepadatan penduduk yang tinggi, pusat segala kegiatan,
dan kegiatan utama non pertanian.

Daftar isi

 1Fungsi
 2Ciri-ciri
 3Teori struktur ruang kota
 4Lihat pula
 5Referensi
 6Pranala luar
Fungsi[sunting | sunting sumber]
Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi antara lain
sebagai berikut:

 Sebagai pusat produksi. Contoh: Kediri, Pekanbaru, dan Bontang


 Sebagai pusat perdagangan dan keuangan. Contoh: Medan, Surabaya, Hong Kong, Singapura,
dan Frankfurt
 Sebagai pusat pemerintahan. Contoh: Brasilia (ibu kota Brasil), Washington DC (ibu
kota Amerika Serikat), Canberra (ibu kota Australia)
 Sebagai pusat kebudayaan. Contoh: Yogyakarta dan Surakarta
 Sebagai penopang kota pusat atau kota satelit. Contoh: Tangerang Selatan, Binjai dan, Kota
Batu

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]


Ciri fisik kota meliputi hal sebagai berikut:

 Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan


 Tersedianya tempat-tempat untuk parkir
 Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga
Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:

 Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan
dan jenis pekerjaan.
 Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial di antara warganya.
 Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan
kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
 Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
 Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
 Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial disebabkan adanya
keterbukaan terhadap pengaruh luar.
 Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong
royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini kemudian menyebabkan penduduk kota dan
pendatang mengambil sikap acuh tidak acuh dan tidak peduli ketika berinteraksi dengan orang
lain. Mereka mengabaikan fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan santun dalam
berinteraksi).

Teori struktur ruang kota[sunting | sunting sumber]


Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu:

 Teori Konsentris (Burgess, 1925)


Teori Konsentris

Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah
pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat
kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas
tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian
paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan
jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan
(warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).

1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan
besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak
stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini sering ditemui
kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin.
Namun sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus
menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para
pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh
adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang
dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan
para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih
baik dibandingkan kelas proletar.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan
elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif,
pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang
(hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di
pinggiran.

 Teori Sektoral (Hoyt, 1939)


Teori Sektoral

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang
diungkapkan oleh Teori Konsentris.

1. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kantor, hotel, bank,
bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
3. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
4. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
5. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari
para eksekutif dan pejabat.

 Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)

Teori Inti Berganda

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-
tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung
sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik
spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada
perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda
terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk
bundar.
1. Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2. Kawasan niaga dan industri ringan.
3. Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4. Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5. Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9. Upakota (sub-urban) kawasan industri

 Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).


Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian
bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi,
aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal.
Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities),
karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi
yang paling kuat ekonominya.

 Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)


Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan
bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan
pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis
dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota
Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar
lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan
untuk tempat tinggal sementara para imigran.

 Teori Historis (Alonso, 1964)


DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan
daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.

 Teori Poros (Babcock, 1960)


Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota.
Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan
topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang
menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu
dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan
lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi
yang cepat.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


Cahaya kota-kota dunia dari antariksa. NASA. Oleh Marc Imhoff

 Kota kebun
 Kota (wilayah administratif)
 Kota administrasi
 Kota otonom
 Daftar kabupaten dan kota Indonesia

Referensi[sunting | sunting sumber]


Bibliografi

 Bairoch, Paul (1988). Cities and Economic Development: From the Dawn of History to the
Present. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 0-226-03465-8.
 Chandler, T. Four Thousand Years of Urban Growth: An Historical Census. Lewiston, NY: Edwin
Mellen Press, 1987.
 Geddes, Patrick, City Development (1904)
 Jacobs, Jane (1969). "The Economy of Cities". New York: Random House Inc.
 Kemp, Roger L. Managing America's Cities: A Handbook for Local Government
Productivity, McFarland and Company, Inc., Publisher, Jefferson, North Carolina, USA, and
London, England, UK, 2007. (ISBN 978-0-7864-3151-9).
 Kemp, Roger L. How American Governments Work: A Handbook of City, County, Regional,
State, and Federal Operations, McFarland and Company, Inc., Publisher, Jefferson, North
Carolina, USA, and London, England, UK. (ISBN 978-0-7864-3152-6).
 Kemp, Roger L. "City and Gown Relations: A Handbook of Best Practices," McFarland and
Copmpany, Inc., Publisher, Jefferson, North Carolina, USA, and London, England, UK, (2013).
(ISBN 978-0-7864-6399-2).
 Monti, Daniel J., Jr., The American City: A Social and Cultural History. Oxford, England and
Malden, Massachusetts: Blackwell Publishers, 1999. 391 pp. ISBN 978-1-55786-918-0.
 Mumford, Lewis, The City in History (1961)
 O'Flaherty, Brendan (2005). City Economics. Cambridge Massachusetts: Harvard University
Press. ISBN 0-674-01918-0.
 Pacione, Michael (2001). The City: Critical Concepts in The Social Sciences. New
York: Routledge. ISBN 0-415-25270-9.
 Reader, John (2005) Cities. Vintage, New York.
 Robson, W.A., and Regan, D.E., ed., Great Cities of the World, (3d ed., 2 vol., 1972)
 Rybczynski, W., City Life: Urban Expectations in a New World, (1995)
 Smith, Michael E. (2002) The Earliest Cities. In Urban Life: Readings in Urban Anthropology,
edited by George Gmelch and Walter Zenner, pp. 3–19. 4th ed. Waveland Press, Prospect
Heights, IL.
 Thernstrom, S., and Sennett, R., ed., Nineteenth-Century Cities (1969)
 Toynbee, Arnold J. (ed), Cities of Destiny, New York: McGraw-Hill, 1967. Pan
historical/geographical essays, many images. Starts with "Athens", ends with "The Coming
World City-Ecumenopolis".
 Weber, Max, The City, 1921. (tr. 1958)
Bacaan lanjutan

 Berger, Alan S., The City: Urban Communities and Their Problems, Dubuque, Iowa: William C.
Brown, 1978.
 Glaeser, Edward, Triumph of the City, Penguin, 2011

Anda mungkin juga menyukai