Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem
saraf,disamping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Tumor otak atau tumor
intrakranial merupakan neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lession
atau space taking lession) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam
kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Tumor otak bersifat jinak maupun
ganas dan timbul didalam otak.1

Tumor otak primer (80%) , sekunder (20%) . Tumor primer kira-kira 50%
adalah glioma, 20% meningioma, 15% adenoma dan 7% neurinoma. Pada orang
dewasa 60% terletak di supratentorial, sedangkan pada anak- anak 70% terletak di
infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah tumor
serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma. Statistic primer adalah 10% dari
semua proses neoplasma dan terdapat 3-7 penderita dari 100.000 orang penduduk.2

Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan


pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan
pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan
tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya
timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak
yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak. Walaupun
demikian ada beberapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi sehingga
memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. Dengan pemeriksaan radiologi dan
patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan tumor benigna dan maligna.3

1
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 %) dibanding
perempuan (39,26 %) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai > 60 tahun (31,85
%) selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan
sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 %)
yang dioperasi dan lainnya (26,9 %) tidak dilakukan operasi karena berbagai alas an,
seperti inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak di lobus
parietal (18,2%), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar dibeberapa lobus otak,
suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontineangle dan
multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, jenis tumor terbanyak yang
dijumpai adalah Meningioma (39,26 %), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan
lain-lani yang tidak dapat ditentukan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi otak

2.1.1 Otak

Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi


25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf
membentuk tiga pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak :
otak depan, otak tengah dan otak belakang.4

1. Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan


diensefalon.
 Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal
ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum.
 Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
2. Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut otak
tengah.
3. Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon
dan mielensefalon.
 Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum.
 Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
Mesencephalon adalah bagian sempit otak yang bekerja melewati incisura
tentorii dan menghubungkan otak depan dan otak belakang. Mesencephalon terdiri
dari dua belahan lateral yang disebut pedunculus serebri. Masing-masing dibagi
dalam pars anterior yaitu curs serebri, dan bagian posterior yaitu tegmentum, oleh
sebuah pita substansia grisea berpigmen yang disebut substansia nigra. Rongga
sempit mesencephalon disebut aqueductus cerebri, yang menghubungkan ventriculus
tertius dengan ventriculus quartus. Tectum adalah bagian mesencephalon yang
3
terletak posterior terhadap aqueductus serebri. Tectum mempunyai empat tonjolan
kecil, yaitu dua colliculus superior dan dua colliculus inferior. Colliculus ini terletak
profunda di antara cerebellum dan hemisphere serebri. Rongga pada tabung saraf
tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel otak dan kanal sentral medulla
spinalis.4

Gambar 2.1 Embriologi otak

a. Lapisan Pelindung4
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang
disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan
durameter.

a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada
otak.
b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung
sedikit pembuluh darah. Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari
piameter dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta

4
jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi araknoid
terhadap piameter di bawahnya.
c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua
lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada
beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di
permukaan dalam kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada
tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai
ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks
serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang
subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla
spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan
lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

Gambar 2.2 Lapisan Pelindung Otak

b. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan
medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis
menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein.
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroid dan sekresi oleh sel-sel
ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral

5
medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk
pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran
nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.

Gambar 2.3 Cairan Serbrospinal

c. Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian
terbesar otak. Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf. Ventrikel I
dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral. Korpus kolosum yang
terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua hemisfer. Fisura dan sulkus.

6
Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal, paritetal,
oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai tempat tulangnya

 Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan


 Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum
 Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
 Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
 Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital. Girus.
Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang disebut
girus.

Gambar 2.4 Hemisfer Otak

7
Cerebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri, yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada
hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia yang bekerja dengan tangan
kanan, dan juga pada lebih dari 85% orang kidal. Hemisfer otak yang mengandung
pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi
bicara (area bicara motorik). Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Pada semua orang
yang bekerja dengan tangan kanan dan sebagian besar orang kidal, lobus temporal
kiri bertanggung jawab dalam kemampuan penerimaan rangsang dan integrasi bicara.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.

d. Area Fungsional Korteks Serebri


1. Area motorik primer pada korteks
Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan
kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di sisi
anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih
dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area premotorik
pada tepi bawahnya.

2. Area sensorik korteks


Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer.
Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).

3. Area asosiasitraktus serebral


Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual,
area wicara

8
4. Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi
putih.

Gambar 2.5 Area Fungsional Korteks Serebri

e. Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik
hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal. Diencephalon hampir seluruhnya tertutup
dari permukaan otak. Terdiri atas thalamus di dorsal dan hipothalamus di ventral.
Thalamus adalah massa substansia grisea besar, yang terletak dikanan dan kiri
ventriculus tertius. Thalamus merupakan stasiun perantara besar untuk jaras sensoris
aferen yang menuju cortex cerebri. Hipotalamus membentuk bagian bawah dinding
lateral dan dasar ventriculus tertius.

Talamus, terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm)
substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing massa
menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga.

9
Hipotalamus, terletak di diding inferior thalamus dan membentuk dasar serta
bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam
pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi vegetatif penting untuk
kehidupan, seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh,
keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas Hipotalamus juga
berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan
kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau
inhibisi hormon kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem
endokrin.

Epitalamus, membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa


berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari
ujung posterior epitalamus.

f. Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang
terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus
singulum, girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic
dalam korteks

g. Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons
dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat
refleks. Otak tengah, pons dan medulla oblongata disebut sebagai batang otak.

h. Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla
yang panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat
respirasi terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan.

10
Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak dalam pons, yang juga menerima
informasi dari saraf

Pons terletak pada permukaan anterior cerebellum, dibawah mesencephalon


dan diatas medulla oblongata. Terutama tersusun atas serabur-serabut saraf yang
menghubungkan kedua belahan cerebellum. Pons juga mengandung serabut-serabut
ascenden dan descenden yang menghubungkan otak depan, mesencephalon, dan
medulla spinalis. Beberapa sel saraf di dalam pons berfungsi sebagai stasiun
perantara, sedangkan yang lain membentuk inti saraf otak. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan.

i. Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak.
Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer
serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan
ketepatan gerakan otot dengan baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang
dicetuskan di suatu tempat di SSP berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan
tidak terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.

Cerebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan


dan berperan penting dalam mengendalikan tonus otot dan mengkoordinasikan gerak
otot pada sisi tubuh yang sama. Cerebellum terletak dalam fosa posterior,
berhubungan dengan medulla spinalis, batang otak dan juga kedua hemisfer serebri.

j. Medulla Oblongata
Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis
dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral.
Pusat medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti

11
frekwensi jantung, tekanan darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei
yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla.

Medulla oblongata berbentuk kerucut dan menghubungkan pons diatas


dengan medulla spinalis dibawah. Fissura mediana terdapat pada permukaan anterior
dan pada setiap sisi terdapat benjolan yang disebut pyramis. Pada medulla oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya.

k. Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut
saraf dan badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan
otak tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan
serta kesadaran.

2.1.2 Medulla Spinalis


a. Fungsi Medulla Spinalis
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh.
Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan
desenden.

b. Struktur Umum
Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun
diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran
jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran, pembesaran lumbal
dan serviks menandai sisi keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan
tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan korda
melalui foramina intervertebral.

12
c. Struktur Internal
Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi
putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya
seperti huruf H. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak
termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas substansi abu-abu.
Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di
antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf
perifer. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan
kanan medulla spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu
radiks ventral.

d. Traktus Spinal
Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi
menjadi funikulus anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat
fasiukulu atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan
tujuannya.

Gambar 2.6 Medula Spinalis

13
2.2 Definisi Tumor Otak

Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila
sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostat,
ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.1,5

Gambar 2.7 Tumor Otak Primer

Berdasarkan gambaran histopatologis, klasifikasi tumor otak yang penting secara


klinis terbagi atas dua yaitu primary brain tumor dan metastatic brain tumors (tabel
2.1).6

Tabel 2.1 Clinical important brain tumors7

14
2.3 Epidemiologi
Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Tumor otak primer berawal di otak dan menetap diotak terjadi pada
semua usia, namun secara statistik tumor otak primer lebih sering terjadi pada anak-
anak dan usia tua. Sedangkan tumor otak sekunder merupakan tumor otak yang
berasal dari bagian tubuh bukan otak yang merupakan penyebaran atau suatu
metastatis tumor yang lebih banyak ditemukan pada usia tua dibandingkan pada anak-
anak.7

Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan


bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke medulla
spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor serebrospinalis.Perbandingan
tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.

Tumor otak sekunder dapat bermetastatis melalui perderan darah yaitu yang
paling sering adalah tumor paru-paru dan prostat, ginjal, tiroid, atau traktus
digestivus, sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke ruang tengkorak melalui
foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik nasofaring.5

Tumor otak secara khas menunjukan empat skenario klinis yaitu : (1) Defisit
nervus kranialis atau fokal serebri secara progresif dalam hitungan minggu hingga
bulan; (2) Kejang; (3) Nyeri kepala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
(papilla edema dan palsi nervus keenam); (4) mimik stroked dengan onset
apokaliptik.7,8

Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 62.930 kasus baru tumor otak primer
yang berhasil didiagnosis di tahun 2010 yang mencakup 23.720 bersifat ganas (20%)
dan 39.210 bersifat jinak (80%).

15
Berdasarkan statistik meningioma merupakan tumor otak primer yang paling
sering dijumpai yaitu 34% dari kejadian tumor otak primer. Berikut adalah insidensi
tumor otak primer secara spesifik.7

40%
34%
35% 32%
30%

25%

20% 17%
15% 13%
9%
10% 7%
5% 2% 2% 1%
0%

Gambar 2.8 Insidensi Tumor Otak Primer

Sedangkan jenis tumor otak metastasis yang paling banyak adalah berasal dari
paru-paru dan mammae.

2.4 Etiologi Tumor Otak


Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:6
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada

16
anggota-anggota sekeluarga (5-10%). Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-
Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor herediter yang kuat pada neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)


Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah
timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien penderita tinea kapitis
yang medapat radiasi kepala jangka panjang

4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti

17
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.

2.5 Klasifikasi Tumor Otak

Tumor otak memiliki banyak klasifikasi :


Klasifikasi tumor, terbagi dua yaitu :9
Tumor Jinak (Benigna) Tumor Ganas (Maligna)
- Tidak terdapat sel kanker - Mengandung sel kanker
- Biasanya dapat diangkat dan tidak - Menganggu fungsi vital dan
berulang mengancam nyawa
- Batas tegas - Tumbuh cepat dan menginvasi ke
- Bersifat tidak menginvasi ke jaringan sekitar otak
jaringan sekitar tapi dapatmenekan - Seperti tanaman, tumor maligna
daerah yang sensitive dari otak dan mempunyai akar yang tumbuhke
mengakibatkangejala dalam jaringan otak yang sehat
Cth: - Tumor otak maligna bisa
a.Acoustic neuroma encapsulated
b.Meningioma Cth:
c.Pituitary adenoma a.Astrocytoma (grade 2, 3, 4)
d.Astrocytoma (grade I) b.Oligodendroglioma
c.Apendymoma

Tabel 2.2 klasifikasi tumor berdasarkan jenisnya

Klasifikasi tumor otak menurut lokasi, yaitu:


 Supratentorial, yaitu tumor yang terletak di atas tentorium serebelli

18
 Infratentorial atau subtentorial, yaitu : Tumor yang terletak dibawah tentorium
serebelli dalam fossa Kranni Posterior

Gambar 2.9 Gambaran letak supratentorial dan infratentorial

Tabel 2.3 : Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi

19
WHO juga mengeluarkan system grading derajat tumor yaitu terdapat 4
grade.

Grade I : tumors are the least malignant and are usually associated with long-
term survival

Grade II : tumors are relatively slow growing and have a slightly abnormal
microscopic appearance

Grade III : tumors are, by definition, malignant although there is not always a
sharp distinction between a grade II and a grade III tumor.

Grade IV : The most malignant tumors

Gambar 2.10 Grading system tumor otak WHO

20
Tabel 2.4 Klasifikasi tumor otak berdasarkan World Health Organization (WHO):

1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii.Astrositoma Anaplastik
iv. Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi. Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii.Ependimoma
iv. Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii.Gliomatomosis serebri
2.Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
a. Ganglisitoma
b. Gangliglioma
c. Astrositoma desoplastik Infantile
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)

21
e. Neurositoma operasi
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3.Tumor Non-glial
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercamputan
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hiposifif
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma

22
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS

1. TUMOR EPITHELIAL
1.1 Tumor Glial
a. Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer
dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari
seluruh tumor otak. Tumor ini berasal dari sel astrosit yang merupakan
bagian dari jaringan penunjang otak. Sel ini dinamakan astrosit karena
bentuknya yang menyerupai bintang.10

Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-tipe:


piloid, gemistositik dan difus; namun system grading yang popular adalah
pembagian atas Grade I sampai IV (bukan berdasarkan tipe di atas).
Kernohan dan kawan-kawan menggabungkan Grade III dan IV dan
menamakannya menjadi astrositoma anaplastik atau glioblastoma (sesuai
dengan derajat anaplasianya). WHO membagi astrositoma atas subtype:
fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan tipe-tipe pilositik,
subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik. 10

Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur


dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma yang
diferensiasinya baik cenderung pada kelompok usia yang lebih muda;
sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia menengah.
Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa didominasi oleh laki-laki.10
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan sedangkan
Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah bukanlah

23
merupakan keluhan yang tersering, namun 72% astrositoma serebrum
mempunyai keluhan ini, dimana 11% diantaranya cenderung melibatkan
nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap tumor). Muntah
dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal yang sering adalah kejang
(40-75%), baik kejang umum maupun fokal. Kejang ini merupakan akibat
insufisiensi aliran darah yang sesaat menimbulkan elektrik yang
berlebihan. 19% penderita menunjukkan gejala paresis atau paralisa, 55%
parese fasial dan 41% parese tungkai.10
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah
memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.
Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam
mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100% pada low grade
astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan sedikit atau bahkan
tidak terdapat massa tumor.

Gambar 2.11 Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma

Gambar 2.12
Gambaran CT-Scan Low Grade
Astrocytoma

24
Gradasi Astrositoma :
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista. Tumor ini
sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda. Tumor ini merupakan
tumor glial yang tersering pada anak, sekitar 10% melibatkan bagian serebral
dan 85% mengenai serebellum. Lokasi yang paling sering dijumpai, pada:
nervus optikus, kiasma optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer
serebri, serebellum, dan batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-sel
bipolar dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar yang tampak
kehilangan teksturnya dengan mikro kista dan granular bodies.

b. Grade II (Astrositoma Difus)


Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan menginfiltrasi
struktur otak di dekatnya. Sekitar 35% tumor otak astrositik adalah jenis ini.
Biasanya mengenai orang-orang usia dewasa muda dan cenderung untuk
menjadi ganas ke arah astrositoma anaplastik dan glioblastoma. Lokasi
tumor ini bisa di mana saja, namun paling sering di daerah serebelar.

Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang


berdiferensiasi baik atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat varian
histologis: astrositoma fibrilari, astrositoma gemistositik.

c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV (Glioblastoma


Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna. Biasanya muncul secara sporadik
tanpa kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor lingkungan. Akan
tetapi, keduanya dapat menjadi faktor penyulit pada beberapa kelainan
genetic seperti neurofibromatosis tipe 1 dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan
syndrome Turcot. Gambaran mikroskopis tumor ini; tampak adanya
peningkatan selularitas, nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat
dibandingkan dengan astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada
glioblastoma multiforme, secara mikroskopik akan tampak bersifat

25
anaplastik, seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan juga seringkali terlihat
sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas mitosis
yang tinggi.

Manifestasi klinis astrositoma

Gejala-gejala yang umumnya terjadi pada tumor astrositoma ialah hasil


daripeningkatan tekanan intrakranium. Gejala-gejala tersebut antara lain sakit
kepala, muntah, dan perubahan status mental. Gejala lainnya, seperti mengantuk,
letargi, penurunan konsentrasi, perubahan kepribadian, kelainan konduksi dan
kemampuan mental yang melemah terlihat pada awal-awal timbulnya gejala.
Biasanya terdapat pada satu dari empat penderita tumor otak maligna.

Pada anak kecil, peningkatan intra kranium yang disebabkan oleh tumor
astrositoma bisa memperbesar ukuran kepala. Perubahan-perubahan (seperti
pembengkakkan) dapat diobservasi di bagian belakang retina mata, dimana
terdapat bintik buta, yang disebabkan oleh terjepitnya Nn.Optici. Biasanya tidak
terdapat perubahan pada temperatur, tekanan darah, nadi atau frequensi
pernafasan kecuali sesaat sebelum meninggal dunia. Kejang-kejang juga dapat
ditemukan pada astrositoma diferensiasi baik.

Gejala-gejala daripada tumor astrositoma juga memiliki variasi yang


tergantung pada bagian mana dari otak yang terkena. Terkadang tipe dari kejang-
kejangnya dapat membantu untuk menentukkan lokasi mana tumor tersebut
berada.

Diagnosis Astrositoma

a. Computed Tomography (CT)- scan

1. Astrositoma Gradasi Rendah :

Dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk yang ireguler


dan tepinya bergerigi. Astrositoma yang lain ber bentuk bulat atau oval dengan
tepi yang tegas yangdapat disertai dengan kista. Adanya tumor kistik akan
26
lebih nyata bila ditemukan fluid level di dalam lesi atau adanya kebocoran
kontras media ke dalam tumornya. Kalsifikasi tampak pada 81% dan efek masa
tampak pada 50%. Enhancement terlihat pada 50%, biasanya merata dan tidak
tajam.

2. Astrositoma Anaplastik :

CT polos, tampak sebagai gambaran hipodens atau densitas campuran


yang heterogen. Enhancement media kontras tampak pada 78%, dapat berupa
gambaran lesi yang homogen, noduler atau pola cincin yang kompleks.

3. Glioblastoma Multiforme:

Gambaran CT bervariasi, hal ini merefleksikan gambaran patologinya


yang heterogen. Pola yang khas, lesi berdensitas campuran yang heterogen atau
hipodens, yang pada pemeriksaan paseakontras menunjukkan bentuk yang
ireguler dengan pola enhancement cincin yang ketebalannya bervariasi, dan
biasanya ada efek masa. Adanya penebalan dan pelebaran dari septum
pelusidum yang tampak path enhanced sean sangat spesifik untuk neoplasma
intraaksial. Hal ini tampak pada glioma dan metastasis tetapi tidak tampak pada
meningioma atau adenoma hipofisis.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI Scan dengan penampakan tumor pada potongan axial dan sagital
ialah metode pilihan pada kasus-kasus curiga astrositoma. MRI memberikan garis
batas tumor lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan, dan MRI Scan yang
teratur dapat dilakukan sebagai follow up pasca penatalaksanaan. Dengan CT
Scan, Astrositoma biasanya terlihat sebagai daerah dengan peningkatan densitas
dan menunjukkan peningkatan setelah penginfusan dari bahan kontras. Pergeseran
struktur-struktur garis tengah dan penipisan daripada dinding ventrikel lateralis di
sisi tumor dapat terlihat.

27
c. Patologi Anatomi
Tampilan makroskopis suatu astrositoma fibriler adalah berupa neoplasma
difus, lunak berwarna kelabu-putih yang menginfiltrasi luas kedalam otak, serta
sering kali mengandung kista yang kecil.

Tampilan mikroskopis astrositoma fibriler berupa kumpulan sel-sel kecil


yang cacat dan uniform dengan latar belakang serabut-serabut neuralgia. Mitosis
tidak ada dan bentuk serta konten nucleus hamper cukup baik. Kadang kala ada
degenerasi kistik atau defosit garam kalsium pada dinding kapiler. Diferensiasi
antara gliosis otak dengan astrositoma yang tumbuh lambat sering kali sulit.
Astrositoma cenderung mempunyai densitas yang sedikit lebih padat
dibandingkan otak normal. Nucleus nya sedikit lebih besar dan ireguler serta
hiperkromatik ringan. Demikian pula pembuluh-pembuluh kapilernya menjadi
sedikit lebih prominen.

Scherer mengemukakan adanya suatu peubahan sekunder yang merupakan


konfigurasi tumor oleh jaringan otak yang diinvasi, berupa akumulasi sel tumor
subpial dan subependimal serta pengumpulan sel tumor sekitar neuron dan batas
jaringan otak yang diinfiltrasi. Astrositoma fibriler yang menginfiltrasi serabut –
serabut traktus system saraf menampilkan sel-sel tumor yang cenderung tersusun
berbasis searah dengan serabut-serabut traktus sehingga ia akan membentuk
gambaran sel-sel bipolar yang memanjang disebut sebagai tampilan polisitik.

Penatalaksanaan Astrositoma

Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnosis pasti dan


perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan gejala serta memperpanjang harapan
hidup. Radioterapi tampaknya cukup berperan bagi tumor-tumor ini, dimana
banyak peneliti yang mengemukakan adanya harapan hidup yang lebih panjang
pada penderita-penderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi .

28
 Operasi:
Reseksi agresif dengan pengangkatan seluruh massa yang
mengganggu ialah tujuan utama dari operasi. Pada kebanyakan pasien, eksisi
total secara umum meningkatkan fungsi neurologis, mengurangi oedema
didaerah sekitar dan memperpanjang ketahanan hidup. Walau ketika tumor
melibatkan area yang penting di otak, evaluasi pre-operasi dengan fungsional
MRI (fMRI) dan pemetaan intra-operatif terkadang dapat memudahkan ahli
bedah saraf yang terampil untuk mengeksisi lesi-lesi ini secara keseluruhan.
Eksisi total juga memudahkan ahli Patologi Anatomi untuk menegakkan
diagnosis yang akurat. Batas reseksi harus diukur dengan post-operatif MRI,
dilakukan 72 jam post-operatif, karena pengangkatan tumor intra-operatif
terkadang tidak akurat. Tumor yang bersifat multifokal, bilateral, atau yang
melibatkan struktur yang peka seperti thalamus, tidak boleh diangkat pada
operasi. Pada pasien-pasien tersebut dilakukan biopsy stereotaktis pada
jaringan tumor.

 Radioterapi:
Merupakan penatalaksanaan non operatif yang paling penting untuk
glioma grade tinggi. Tampaknya cukup berperan karena adanya harapan
hidup yang lebih panjang pada penderita tumor yang pasca bedahnya
diberikan radiasi. Perbaikan klinis pascaradiasi dijumpai pada 90 % pasien
yang masih hidup > 3 bulan, namun memang sulit dipastikan apakah ini
merupakan hasil dari radioterapi saja, hasil tindakan operasi atau karena
resolusi edema oleh terapi medikamentosa yang diberikan. Dosis radiasi yang
diberikan berkisar antara 4500-6000 rad (whole brain) dengan booster 1000
rad pada tumornya sendiri.

 Kemoterapi:
Dari penelitian yang dilakukan para ahli, 20% dari pasien yang
memakai kemoterapi nitrosourea terlihat memiliki angka ketahanan hidup
yang lebih panjang. Namun banyak dokter sekarang ini memakai
temozolomide. Temozolomide ialah obat yang bersifat alkylating agent,
29
diberikan per oral. Secara empiris sangat baik pengaruhnya untuk perawatan
pasien yang menderita glioma ganas yang kambuh kembali dan telah menjadi
standard pengobatan untuk kasus-kasus seperti itu.

 Radio surgery ( Gamma knife surgery)


Radio surgery yang merupakan salah satu alternatif bagi tumor-tumor
astrositoma yang terletak didaerah sulit (seperti di batang otak) dan tidak bisa
dijangkau dengan pisau.

Gambar 2.13 Gambaran MRI T1 – Axial. Preoperatif dan postoperatif

b. Tumor Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit.
Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden
antara dekade ke empat dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia
yang sedikit lebih muda. Pada laki-laki sedikit lebih dominan
dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan tumor yang
pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang. Jika

30
lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik).
Bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti kelemahan, hilangnya rasa
dan langkah yang goyah.Tumor oligodendroglioma juga sering
berkalsifikasi.

c. Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira 5%
dari seluruh glioma. Pada ependimoma klasik, secara makroskopisnya
tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan berasal dari lantai
ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas hingga sudut serebro
pontin melalui foramen Luscka, sisterna magna, dan foramen
magendi.serta dapat mencapai batang otak jika sudah melalui foramen
magnum. Secara histologis akan tampak sel kolumnar uniform dan sel
astrosyte like fibriler yang membentuk barisan ependimal roossete. Gejala
yang ditemukan mual, muntah, dan nyeri kepala dengan intensitas yang
terasa lebih berat di pagi hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis
nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak kontras
mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati mengalami
hidrosefalus.Tumor jenis ini memang dapat menutupi saluran cairan
serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar,
jaringan otak tipis)

Gambar 2.14 Gambaran


Penumpukan zat Kontras pada
Tumor di Ventrikel Lateral –
Ependimoma

31
d. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
Gangliglioma
Tumor ini berisi sel ganglion dan neuron abnormal. Tumor ini jarang
terjadi terhadap seseorang

e. Tumor Non-Glial
a. Tumor Primitive Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi yang
divergen dengan derejat yang bervariasi yang berasal dari matriks
germinal dari primitive neural tube.
b. Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan ependimal
tabung neural. Tumor ini dapat terjadi pada semua kelompok usia
termasuk bayi. 35-45% usia< 20 tahun dan kasus tertua 74 tahun.
Rasio pria dan wanita seimbang. Persentasi gejala tumor pleksus
khoroid biasanya hanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial tanpa disertai gejala neurologis fokal. Tumor
intraventikel IV kadang juga menimbulkan gejala nistagmus dan
ataksia. Secara makroskopis, permukaan tumor plexus khoroideus
berwarna kuning kecoklatan, dengan struktur yang tampak seperti
brokoli dengan batas tegas pada ventrikel, dan disertai adanya
kalsifikasi. Penanganan tumor ini berupa operasi pengangkatan
tumor.

Gambar 2.15 Gambaran MRI


T1 – Sagital. Postkontras.
Tumor Plexus Khoroideus.

32
c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan tumor
primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%. Sekitar 75%
kasus tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun. Sedangkan pada
orang dewasa, meduloblastoma sangat jarang yaitu sekitar 1%. Di
Amerika Serikat, insiden tahunan dari tumor ini diperkirakan sekitar 0,5
setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar berasal dari vermis
serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV dan dapat mengisi
seluruh ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi pada bagian lateral
serebelum. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema, nistagmus,
dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI. Selain itu, dapat terjadi
ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria. Pada bayi, keluhan klinis
dapat berupa letargi, irritable, dan dapat terjadi makrosefali yang progresif
dengan fontanella anterior yang membonjol. Durasi rata-rata gejala
sebelum operasi adalah 4-5 bulan yang kemudian akan secara progresif
memburuk setelah onset. Penanganan pada tumor ini dapat berupa operasi
yang dikombinasikan dengan radiasi. Tindakan operasi pengangkatan
diharapkan minimal dilakukan sampai sumbatan saluran likuor dapat
lancer kembali. Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five
years survival penderita.

Gambar 2.16 Gambaran MRI Meduloblastoma di Cerebellum

33
Gambar 2.17 Gambaran Histopatologik Sel Rosette – pseudorosette pada pasien
dengan Meduloblastoma

2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak
(meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada
lokasi pertumbuhannya. Para ahli masih belum memastikan apa penyebab
meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar
menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya
meningioma.Di antara 40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22
yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak
begitu menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan
penciuman, penonjolan matadan gangguan penglihatan. Pada penderita
lanjut usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir,
mirip dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.

Manifestasi Klinis Meningioma

Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala klinis lain
yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut :

 kejang-kejang (±48%)
 gangguan visus (± 29%)
 gangguan mental (± 13%)

34
 gangguan fokal (± 10%)
Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor
dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak
tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang
ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut LEAVEN
gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini. Gejala-gejala ini timbul
akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer atau dari otak
kedalam tumor.

Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :

 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai


 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

Klasifikasi Meningioma

Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu Meningioma


meningotheliomatosa (syncytial, endothclimatous), Meningioma fibroblastic dan
Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai
haemangioperisitoma. Tipe transisional atau tipe campuran digolongkan ke dalam
kelompok meningioma meningotheliomatosa.

35
WHO juga membuat suatu klasifikasi untuk meningioma, lihat table 2.1.

Tabel 2.5 Klasifikasi Meningioma menurut WHO

Low risk of Recurrence and Aggressive Growth

Grade I

Meningothelial meningioma

Fibrous (fibroblastic) meningioma

Transitional (mied) meningioma

Psammomatous Meningioma

Angiomatous meningioma

Mycrocystic meningioma

Lymphoplasmacyte-rich meningioma

Metaplastic meningioma

Secretory meningioma

Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a


High Proliferative Index

Grade II

Atypical meningioma

Clear cell meningioma (Intracranial)

Choroid meningioma

Grade III

Rhabdoid meningioma

36
Papillary meningioma

Anaplastic (malignant) meningioma

Gambaran histopatologi Meningioma

Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital,


selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis
spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini
mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk
ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil
yang berasal dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan
jaringan tulang baru.

Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi


dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah
kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika
ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron atau terdapat
peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi,
uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan
ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas
pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat
membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80%
menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain
negatif untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary
acidid protein (GFAP).

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa meningioma dapat ditentukan atas beberapa pemeriksaan sebagai


berikut :

 Elektroensefalografi (E.E.G.).
37
 X ray foto tengkorak.
 Angiografi
 Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi.
 Brain Scan.
 Computerized Tomography Scan (CT scan).
 Histopatologik.
 Tissue Culture

a. Elektroensefalografi (EEG)
Tumor otak memberi EEG abnormal pada 75–85% dari kasus dan 15 —
25% dari penderita dengan tumor otak mempunyai EEG yang normal. Tumor otak
sendiri tidak memberi aktivitas listrik abnormal. Hanya neuron-neuron yang
membuat ini pada daerah dekat tumor menjadi abnormal sedemikian rupa
sehingga hypersynchronisasi dari pelepasan-pelepasan listrik dari beribu-ribu atau
berjuta-juta sel saraf membentuk gelombang lambat atau gelombang runcing pada
EEG. Mungkin tumor ini memberi kelainan metabolik dari neuron-neuron
didekatnya, mungkin dengan tekanan langsung, oedema atau mengacau (merusak)
innervasi daerahnya. Meningoma menunjukkan sedikit abnormalitas pada E.E.G.
Pada kasus-kasus didapatkan 53% dengan focus abnormal. Pada meningioma
intraventriculer enam dari delapan kasus menunjukkan EEG yang abnormal.

b. Foto Tengkorak
Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perubahan dari X foto
tengkorak pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5% abnormal. Kelainan
radiologis tersebut adalah:

 Hyperostosis : 25% – 44,1%


 Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri meningiamedia (foramen
Spinosum) : 25%
 Perkapuran dari tumor : 3% — 20%
 Kerusakan dari tulang : 1,5% – 16,1%

38
 Pembuatan specule : 4,3% adalah pembuatan tulang-tulang baru sebagai
tiang yang ramping tegak lurus pada permukaan tulang yang normal.
 Penebalan tulang yang difus
Hyperostosis dan kalsifikasi tumor terutama Psammomatous merupakan
tanda yang paling penting untuk diagnosa meningioma disamping peningkatan
Vascularisasi dan kerusakan tulang.

c. Angiografi
Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah
adanya pembuluh darah yang memberi darah pada neoplasma oleh cabang-cabang
arteri sistim karotis eksterna. Bila mendapatkan arteri karotis ekstema yang
memberi darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali
neningioma.

Meningioma menunjukkan ciri-ciri paling khas sebagai berikut:: (i)


Mendapat darah dari sistim karotis eksterna. (ii) Homogenous akan tetapi sharphy
sircumscribed cloud, ya itu adanya tumor cloud yang homogen dari cairan kontras
pada seluruh tumor. Batas vaskuler intrinsik dari meningioma sering jelas sekali
dan konfigurasinya berbentuk bulat-bulatan (lobulated). Dan (iii). Tetap adanya
cairan kontras dalam tumor.

Terdapat tetap adanya tumor cloud untuk waktu yang agak lama pada
serialogram. Tumor Stain masih terlihat pada film terakhir ialah delapan sampai
sembilan detik setelah permulaan dari injeksi cairan kontras. (iii) lebih dapat
dipercaya daripada (ii).

d. Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi


Pneumografi dapat menunjukkan paling jelas tumor intraventrikuler dan
tumor yang letaknya dalam, dekat pada ventrikel atau mengadakan invasi pada
struktur di garis tengah (invading midline structures).

39
e. Brain Scan
Brainscan biasanya kurang cermat untuk diagnosa dari tumor yang tumbuh
lambat dan berasal dari glia. Mungkin tak lebih dari separo menunjukkan
Brainscan yang positip. Keterbatasan atau kejelekan dari radionucleide brainscan
ini ialah tak dapat memberi petunjuk yang dapat dipercaya mengenai jenis atau
macam nature dari lesi. Ia hanya menunjukkan suatu daerah dengan uptake yang
abnormal dalam kepala, yang dapat sebagai neoplasma, vaskuler, radang atau
trauma. Ia tak memberi informasi mengenai status dari otak dan derajad dari
deformitas atau adanya edema otak, dilatasi ventrikel atau tekanan intrakranial
yang tinggi. Dalam hal ini, C.T. scan dari otak lebih superior dibandingkan
dengan isotop brainscan.7

f. Computerized Tomography scan (CT scan)


Meningioma biasanya lebih padat dibandingkan dengan otak oleh karena adanya
Calcium dalam tumor. Nilai absorpsi mungkin antara 20 – 300 Um, dan lesi-lesi
itu dengan densitas sedang, bertambah jelas dengan penyuntikan, kontras walau
dengan jumlah yang sedikit (20 – 40 cc). Bila meningioma dengan densitas sangat
mendekati otak,maka kita dapat salah menerka edema sebagai tumor dan dapat
mendiagnosis salah sebagai glioma. Sesuai dengan laporan BECKER dkk (1) bila
meningioma mengandung banyak calcium, ia sangat padat dan diagnosisnya
jelas.7

CT. Scan dapat menunjukkan ventrikel dan ruangan subarachnoid, juga massa
tumor, sering dapat memberi informasi tentang lokalisasi secara terperinci.
Histopatologik. Histopatologi dari meningioma menunjukkan gambaran yang
beraneka ragam. Beberapa sarjana membagi menjadi gambaran yang sederhana
didasarkan jenis yang paling sering didapatkan

40
Gambar 2.18 Gambaran CT-Scan venogram – potongan koronal Meningioma di
Sinus Sagitalis Superior

Penatalaksanaan Meningioma

Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan penanganan terpilih untuk


tumor ini, peranan radiasi untuk meningioma yang tidak berhasil diangkat
seluruhnya masih belum terlalu jelas, mengingat secara umum meningioma
merupakan tumor yang relatif radioresisten. Pada umumnya prognosa
meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan
memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya relatif
lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun
adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih
besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-
pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan
kekambuhannya tinggi.

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan


dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2
antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan.

Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada


semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin
41
generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta
pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau
mastoid.

Tabel 2.6 Klasifikasi Simpson untuk reseksi meningioma intrakranial

Grade I Gross total resection of tumor, dural attachments and abnormal bone

Grade II Gross total resection of tumor, coagulation of dural attachments

Grade III Gross total resection of tumor, without resection or coagulation of


dural attachments, or alternatively of its extradural extensions ( e.g
invaded sinus or hyperostotic bone)

Grade IV Partial resection of tumor

Grade V Simple decompression (biopsy)

Drainage ventrikel

Cara ini digunakan umpamanya pada neoplasma dari fossa posterior


dengan obstruksi akut dari sistem ventrikel, tekanan intrakranial meningkat secara
massif dan oedema otak yang ikut menyertainya.

Penutupan vaskuler

Cara ini digunakan paling sering pada meningioma dengan banyak sekali
pembuluh darah (highly vascular meningioma). Biasanya dilakukan ± 24 jam
sebelum operasi yaitu penutupan dari arteria karotis eksterna yang memberi darah
pada tumor dengan macam-macam tehnik embolisasi.

Prognosis Meningioma

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan


tumor yang sempurna akan memberikan peyembuhan yang permanen. Pada orang
dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan
42
survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan
menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada
penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila


letaknya mndah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada:

 invasi dan kerusakan tulang


 tumor tidak berkapsul pada saat operasi
 invasi pada jaringan otak.
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan tehnik dan pengalaman operasi para ahli bedah
maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post
operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966)
adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitn
perdarahan dan oedema otak.

2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan terapi
definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma, peranan angiografi dan
embolisasi juga diharapkan akan meningatkan efektifitas dan keamanann dari
reseksi yang dilakukan.

3. TUMOR SELLA
a. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan tumor
epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal dari sisa sel
epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu keempat gestasi,
divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum oral akan membentuk
kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan bermigrasi kea rah cranial
membentuk vesikel Rathke dan bersatu dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini
43
akan membentuk adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan
intermedia pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus
kraniofaringeal.

Gambar 2.19 Gambaran MRI T1 – Postkontras Potongan Koronal (A) dan Sagital
(B) Tumor Kistik Selar dan Supraselar Kraniofaringioma.

b. Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada yang menyatakan
sebagai jenis tumor ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma. Beberapa
literature menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor primer
intrakranial. Insiden pertahunnya sekitar 0,5-8,2% per 100.000 individu dengan
perbandingan kejadian pada pria dan wanita yang tidak berbeda.

Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam fossa hiposfisis


atau sela tursika, dan mempunyai berat sekitar 0,5 gr. Organ ini terdiri dari dua
bagian yang berasal dari sel embrional yang berbeda, yaitu adenohipofisis yang
merupakan lobus anterior kelenjar hipofisis, yang berasal dari kantung Rathke;
lobus posteriornya, neurohipofisis yang berasal dari hipothalamus ventral.

Tanda dan gejala klinis yang tampil pada penderita adenoma hipofise
diakibatkan oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone

44
hipofise. Keluhan gangguan penglihatan perlahan dannyeri kepala pada 20%
penderita. Penanganan adenoma pituitari mempunyai tujuan: (1) dekompresi
struktur saraf khususnya traktus penglihatan dan (2) restorasi sekresi hormonal
yang normal.

Gambar 2.20 Gambaran Adenoma Hipofise

Gambar 2.21 Akromegali pada Seorang Penderita Tumor


Adenoma Hipofise

45
Gambar 2.22 Gigantisme pada
Seorang Penderita Tumor
Adenoma Hipofise

2.6 Tingkah Laku Biologis dan Keganasan Tumor Otak


Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosisnya
didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan
dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan otak secara klasik didasari
oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma,
dikelompokan atas kategori-kategori:

1. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis


menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-
organ sekitarnya. Di samping itu, biasanya juga dijumpai adanya
pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologisnya
menunjukkan struktur sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa mitosis,
densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas
parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi yang baru.
2. Maligna (ganas), ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrative
atau ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta
cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total.
46
Gambaran histologis menunjukkan meningkatnya selularitas,
pleomorfisme walaupun susunan sel dan jaringannya masih baik,
diferensiasi sel kurang begitu jelas , disporporsi rasio nukleus terhadap
sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh cepat dengan
mitosis yang banyak, area nekrosis, pertumbuhan patologis dan
neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula atau sinusoidal (pintas
arteri-vena).

2.7 Manifestasi Klinis Tumor Otak10,11,12


Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional akan
menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan
gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat
neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan,
gangguan mental, gangguan endokrin, dan sebagainya. Persentasi klinis sering
kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan lokasi tumor otak. Secara umum
persentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otakmerupakan manifestasi dari
peninggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat
progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial,
perlu dicurigai adanya tumor otak.

Tekanan Tinggi Intrakranial

Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri
kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini cenderung
bersifat intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di pagi
hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga
mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral Blood Flow) dan dengan demikian
mempertinggi tekanan intrakranial. Juga lonjakan sejenak seperti karena batuk,
mengejan atau berbangkis memperberat nyeri kepala. Nyeri dirasa berlokasi di
sekitar daerah frontal atau oksipital. Penderita sering kali disertai muntah yang
“menyemprot” (proyektil) dan tidak didahului oleh mual. Hal ini terjadi oleh

47
karena tekanan Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, akibat
PCO2 serebral meningkat. Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor
serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang
progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan pada anak-anak yang
lebih besar di mana suturanya relative sudah merapat, biasanya gejala papiledema
terjadi lebih menonjol. Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang
meninggi atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung.
Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas, dengan papil yang
berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.

Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:

1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga menghalangi


liquor cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak
terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang
kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti
pada “papiloma plexus”.

Kejang

Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat


berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kejang dapat merupakan
gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk
beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

48
 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
Perdarahan Intrakranial

Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.

Gejala Disfungsi Umum

Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan


fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum
dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan
pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau
hidrosefalus sekunder yang terjadi.

Gejala Neurologis Fokal

Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-


tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering
kali penderiita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau
fungsionil. Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada
di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus dan
hpotalamus dapat mengganggu akuitas visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius
merupakan tampilan khas dari tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya tekanan
intracranial yang meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf abdusens.
Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior; sedangkan tumor-
tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan
gejalapatognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan

49
mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya
saling berlawanan. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan
gangguan sensorik serta kadang ada efek visual merupakan refleksi kerusakan
yang melibatkan kapsula interna atau korteks yang terkait. Ataksia trukal adalah
pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di garis tengah. Gangguan
endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.

Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal
 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
 Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese
kontra lateral, kejang fokal
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
 Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
 Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
 Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada
girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
 Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
 Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
 Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.

50
4. Lobus oksipital
 Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
 Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
 Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri
kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
 Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya
berupa gangguan fungsi pendengaran
 Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
 Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
 Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguanseksuil
pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan
8. Tumor di cerebelum
 Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi
disertai dengan papil Ude
 Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme
dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
 Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

51
2.8 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak
Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan sken tomografi computer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial. Dalam
hal ini dapat diketahuisecara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya
terhadap jaringan sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga
jenisnya dengan akurasi yang hamper tepat. Pemeriksaan konvensional seperti:
foto polos kepala, EEG, ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostic
yang invasive seperti: angiografi serebral, pneumoensefalografi sudah jarang
diterapkan, kecuali pada keadaan-keadaan darurat dengan Kendala fasilitas
pemeriksaan mutakhir di atas tidak ada atau sebagai pembantu perencanaan teknik
pembedahan otak.

2.9 Diagnosis Tumor Otak1,14


 Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah
dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya,
hubungannya dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital
otak misalnya; sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan
periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan
non invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila perlu diberikan kontras agar dapat
mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral
yang dapat memberikan gambaran sistem pendarahan tumor, dan hubungannya
dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.

Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari anamnesis
kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin
sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya; ada tidaknya
nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.

52
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik
untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

 Elektroensefalografi (EEG)
 Foto polos kepala
 Arteriografi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor
yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa
yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.

Penilaian CT Scan pada tumor otak:

Tanda proses desak ruang:

 Pendorongan struktur garis tengah otak


 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
 Kelainan densitas pada lesi:
 Hipodens
 Hiperdens atau kombinasi
 Kalsifikasi, perdarahan
 Edema perifokal

53
2.10 Penanganan Tumor Otak9
Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita
tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
 Kondisi umum penderita
 Tersedianya alat yang lengkap
 Pengertian penderita dan keluarga
 Luasnya metastasis
Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup
tindakan-tindakan:

 Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK.
Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek
samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid
lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,
hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
 Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak
dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan
pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap
tumor otak.
 Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson.

54
Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh
beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.

o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang
menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-
tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan
astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di
kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),
PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada
susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga
perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat
mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,
via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan
55
restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan
tumor.

2.11 Prognosis Tumor Otak


Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-
negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui
pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5
years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10 years
survival) berkisar 30-40%.9

56
BAB III

KESIMPULAN

Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).

Tumor otak secara khas menunjukan empat skenario klinis yaitu : (1)
Defisit nervus kranialis atau fokal serebri secara progresif dalam hitungan minggu
hingga bulan; (2) Kejang; (3) Nyeri kepala dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial (papilla edema dan palsi nervus keenam); (4) mimik stroked dengan
onset apokaliptik.

Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, yaitu herediter, sisa-sisa sel
embrional, radiasi, virus dan substansi-substansi karsinogenik.

Tumor otak dibagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan tumor ganas.
Sedangkan klasifikasi tumor otak berdasarkan lokasi dibagi menjadi tumor
supratentorial dan infratentorial.

Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak


yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Setelah diagnosa klinik
ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk memperkuat
diagnosa dan mengetahui letak tumor, diantaranya : Elektroensefalografi (EEG),
Foto polos kepala, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
Computerized Tomografi (CT Scan).

Prognosis tumor otak tergantung jenis tumor spesifik.

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Satyanegara. Tumor Otak. dalam : Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke – tiga.


Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. 1980. Hal. 115,126,207-49.
2. Informasi tentang Tumor Otak access on http://www.medicastore.com
April, 13th 2017
3. Mahar,M. Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Meurologis Klinis
Dasar edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta,2000:390-402.
4. Uddin,Jurnalis. Kerangka Umum Anatomi Susunan Saraf dalam Anatomi
Susunan Saraf Manusia. Langgeng sejati. Jakarta;2001:3-13.
5. Amstrong ST, et al. Brai Tumor Primer : a comprehensive introduction to
brain tumors, 9th ed. 2010. United State;ABTA.
6. Mayer.SA. Management of Increased Intracranial Pressure In Wijdicks
EFM.Diringer MN, et.al. Continuum Critical Care Neurology.2002.
7. Harsono Tumor otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
8. Hansen TJ., David RL. Netter’s Clinical Anatomy. 2005. USA:Elsevier.
9. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM 1991 (324):1471-1472.
10. Netter FH. Netters Neurology 2nd Ed. 2012. USA:ELSEVIER. p. 458-482
11. Ausman. Intra Cranial Neoplasma in AB Barker (ed.) Clinical Neurology.
Philadelphia:WB Sounders, 1990: 3250-3303.
12. Youmans JR. Neurological Surgery. Philadelphia:WB Sounders, 1990:
3250-3303.
13. Guthrie BL. Neoplasm of the meningens, in Youmans JR (ed)
Neurological Surgery. Philadelphia:WB Sounders, 1990: 3250-3303.
14. Adams and Victors, Intracranial Neoplasm and Paraneoplastic Disorders
in Manual of edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002:258-263.

58

Anda mungkin juga menyukai