PENDAHULUAN
NSAIDs bekerja dengan menginhibisi dua enzim yaitu cyclooxygenase-1 (COX1) dan
cyclooxygenase-2 (COX2). Kedua-dua enzim ini memproduksi prostaglandin, substansi kimia
di dalam tubuh yang berperan dalam mekanisme nyeri dan inflamasi. Namun, COX1 juga
menghasilkan prostaglandin yang berperan memproteksi mukosa lambung dari asam lambung
serta membantu mengatasi pendarahan. Oleh sebab itu, penggunaan NSAIDs dikatakan dapat
meningkatkan kecenderungan untuk menghidap tukak peptik. Resiko untuk menghidap tukak
peptik meningkat dengan meningkatnya dosis dan frekuensi penggunaan NSAIDs,
penggunaan lebih dari satu obat NSAIDs, lama masa penggunaan obat, umur 60 tahun dan ke
atas, serta perokok dan pengguna alkohol (Scott, 2002). Salah satu efek samping pemakaian
NSAIDs adalah penyakit tukak peptik. Tukak peptik adalah lesi yang terjadi karena
ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif (Suyono, 2001; Anwar, 2000;
Guyton, 1990). Menurut Harisson(1994), tukak peptik didefinisikan sebagai kerusakan
integritas mukosa lambung dan/atau duodenum yang menyebabkan gangguan lokal atau
1
ekskavasi yang disebabkan proses inflamasi. Tukak peptik dapat dibagi lagi menjadi dua
yaitu, tukak lambung dan tukak duodeni. Penyebab tersering tukak peptik adalah infeksi
bakteri Helicobacter pylori (H.Pylori) dan efek samping penggunaan Nonsteroidal Anti-
Inflammatory Drugs (NSAIDs). Di Amerika Syarikat, prevalensi tukak peptik mencecah
angka 350 000 pertahun.
Angka kematian disebabkan tukak peptik ialah 6000 penderita per tahun dengan
masingmasing 3000 dari penderita tukak duodeni dan 3000 lagi penderita tukak lambung
(Num,2011). Prevalensi tukak peptik di Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan antara
6-15 % terutama pada usia 20-50 tahun (Suyono, 2001). Distribusinya pada pria lebih tinggi
dengan 10-15% serta pada wanita mencapai 4-15%. Di Medan, kira-kira 20,01% penduduk
yang menghidap tukak peptik. Tukak peptik merupakan lesi yang hilang timbul dan paling
sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini
mungkin sudah muncul sejak usia muda (Robinson, 2004).
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa itu farmakovigilance.
Untuk mengetahui apa itu obat NSAID.
Untuk mnegetahui proses pelaporannya
Untuk mengetahui apa saja obat – obat NSAID yang ditarik dari pasaran.
2
II. ISI
2.1 Farmakovigilance
4
Tengah, 2015) sehingga ada kemungkinan bahwa penggunaan NSAIDs di Kota Surakarta
juga tinggi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu menyediakan data mengenai prevalensi
dan profil penggunaan NSAIDs yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya gangguan
gastrointestinal dan gangguan ginjal. Dengan demikian, penelitian ini turut terlibat dalam
farmakovigilans di Indonesia.
Pelaporan ADR suatu obat akan menentukan berhasil atau tidaknya farmakovigilans.
Beberapa cara pelaporan ADR antara lain:
1. Laporan spontan oleh tenaga profesional kesehatan maupun industri farmasi kepada
pusat farmakovigilans nasional.
2. Metode lain seperti case-control study, record linkage, dan prescription event
monitoring.
3. Pusat farmakovigilans nasional.
4. WHO Programme for International Drug Monitoring.
Manifestasi klinik ROTD yang sering menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di
ruang perawatan penyakit dalam IRNA B RSCM adalah perdarahan saluran cerna (6
kejadian). Semua kejadian perdarahan saluran cerna disebabkan penggunaan obat anti
inflamasi non steroid (NSAID). Rata-rata NSAID digunakan dalam waktu yang lama yaitu 3
minggu sampai lebih dari tiga tahun. Terdapat dua pasien yang sebelumnya juga pernah
dirawat karena perdarahan saluran cerna yang dicurigai juga disebabkan oleh efek samping
NSAID. Durasi terpendek penggunaan NSAID yang menyebabkan perdarahan saluran cerna
ini adalah 3 hari, dimana pasien ini mempunyai riwayat pecah varises esofagus beberapa
tahun sebelumnya.
Berdasarkan penelitian ini jenis obat yang sering berhubungan ROTD yang membuat
pasien usia lanjut dirawat di ruang perawatan penyakit dalam adalah obat golongan NSAID.
NSAID merupakan obat yang sering terkait dengan kejadian ROTD yang menyebabkan
pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit dengan manifestasi klinik terbesar berupa gejala
saluran pencernaan seperti perdarahan saluran cerna, nyeri perut serta mual dan muntah.
Sebanyak 30% ROTD yang menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit
disebabkan oleh NSAID
5
2.4 Obat – Obat NSAID Yang Telah di Tarik Dari Pasaran
Dari jurnal yang didapatkan obat yang ditarik karena alasan farmakovigilans di UE
dari tahun 2002 hingga 2011 (tabel 1). Salah satu contoh (obat antiinflamasi non steroid 4/19
(obat antiinflamasi non steroid) (NSAID)
Daftar reaksi obat yang merugikan yang dilaporkan dalam EudraVigilance, berkorelasi
dengan masalah keamanan yang diberikan sebagai alasan penarikan untuk setiap produk obat
yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini
6
Contoh lain, nimesulide NSAID, ditarik di Spanyol, Finlandia, Belgia dan Irlandia tetapi
masih tersedia di 15 negara anggota UE.
Bromfenak
Bromfenak (Duract), obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), yang telah diperkenalkan pada
tahun 1997 sebagai analgesik jangka pendek untuk pasien ortopedi. Meski disetujui untuk
masa pemberian dosis kurang dari 10 hari, pasien menggunakannya untuk waktu yang lebih
lama. Hal ini mengakibatkan lebih dari 50 kasus luka hati parah, dan obat tersebut harus
ditarik pada tahun 1998.
Oksifenilbutazon
Oksifenilbutazon adalah metabolit-hidroksi (1955) dengan khasiat dan sifat hampir sama,
kecuali tidak berdaya urikosuris. Pada tahun 1985, di kebanyakan Negara barat, obat ini telah
ditarik dari peredaran, karena banyak disalahgunakan sebagai analgetik umum.
Rofecoxib
VIOXX (Merck) obat yang diganti oleh FDA tahun 1999, terbukti harus ditarik disaat
berumurnya baru 5 tahun, pada tanggal 30 September tahun 2004. Alasan obat yang diambil
adalah obat yang bias menyebabkan toksisitas jantung.VIOXX mengandung zat aktif
rofecoxib, merupakan salah satu antiinflamasi non steroid yang mengandung anti inflamasi,
analgetik dan antipiretik. Cara menunda adalah dengan menghentikan sintesis prostaglandin
melalui penghambatan cyclooxygenase-2 (COX-2). Merck menarik diri rofecoxib dari pasar
karena kekhawatiran tentang peningkatan risiko serangan jantung dan stroke yang terkait
dengan jangka panjang, penggunaan dosis tinggi.Merck menarik obat setelah pengungkapan
bahwa itu menyembunyikan informasi tentang risiko rofecoxib ini dari dokter dan pasisen
selama lebih dari lima tahun, sehingga antara 88.000 dan 140.000 kasus penyakit jantung
yang serius.
Valdecoxib
Valdecoxib diproduksi dan dipasarkan dengan nama merek Bextra oleh GD Searle &
Company sebagai obat arthritis anti-inflamasi. Hal itu disetujui oleh Amerika Serikat Food
and Drug Administration pada tanggal 20 November 2001, untuk mengobati radang sendi dan
kram menstruasi.Dan tersedia dengan resep dalam bentuk tablet sampai tahun 2005 ketika
FDA meminta Pfizer menarik Bextra dari pasar Amerika.The FDA dikutip "potensi
peningkatan risiko untuk kardiovaskular yang serius (CV) efek samping," sebuah
7
"peningkatan risiko reaksi kulit yang serius" dan "fakta bahwa Bextra belum terbukti untuk
menawarkan keuntungan yang unik selama NSAID lain yang tersedia”. Berdasarkan temuan
efek samping yang fatal tersebut, Pfizer Inc. memutuskan untuk menghentikan peredaran dan
menarik produuknya yang mengandung valdecoxib secara sukarela dari pasar dibeberapa
Negara seperti US, Inggris, Canada, dan New Zealand. Untuk menyikapi hal tersebut, Badan
POM telah mengambil langkah membekukan izin edar produk yang mengandung valdecoxib
di Indonesia terhitung sejak tanggal 15 April 2005 sampai ada perkembangan baru mengenai
keamanan obat tersebut.
Celecoxib
Dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah jantung. Pengunaan obat studi di sidang
kanker juga terhenti pada 17 Desember.
Aspirin
Aspirin (asam metilsalisilat atau acetosal) merupakan nsaid yang punya 3 efek yaitu:
analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Efek toksik aspirin sering terjadi pada anak-anak
(karena rasanya yang enak sehingga anak sering minta lagi). Efek toksiknya yaitu hipertermi,
asidosis metabolik (sesak). Aspirin memiliki efek urikosurik (seperti probenecid,
sulfinpirazone), artinya pada dosis tinggi meningkatkan asam urat di dalam urin. Namun
tablet aspirin yang disediakan dosis 500mg sehingga tidak lazim untuk digunakan terapi asam
urat karena butuh minum 10 tablet agar mencapai efek (dosis 5g per hari). Jadi, aspirin dosis
antipiretik tidak bisa digunakan untuk terapi gout artritis karena pada kadar tersebut belum
bisa meningkatkan ekskresi asam urat. Aspirin cocok digunakan pada pasien dm karena
memiliki efek insulin like activity. Aspirin dapat meningkatkan sensitivitas reseptor insulin,
sehingga dapat menimbulkan hipoglikemia. Aspirin juga digunakan sebagai antiplatelet untuk
terapi stroke. Aspirin bekerja dengan menghambat pembentukan tromboksan.
Alopurinol
Alopurinol digunakan untuk penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan
jangka panjang dapat mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi,
memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. Efek samping tersering adalah adanya
raksi kulit. Bila adanya kemerahan pada kulit, penggunaan alopurinol harus dihentikan,
karena gangguan akan menjadi berat.
Asam mefenamat
Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai nsaid. Asam
mefenamat dapat digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering
8
diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, dan nyeri sendi. Sebagaimana obat-obat
lainnya, asam mefenamat dapat menyebabkan berbagai efek samping. Sejumlah efek samping
asam mefenamat yang biasanya muncul adalah kelelahan, mengantuk, sakit kepala, muntah,
mual, tidak nafsu makan, gangguan pencernaan dan nyeri pada ulu hati.
Kolkisin
Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam waktu 48 jam pada
sebagian besar pasien. Kolkisin mengontrol gout secara efektif dan mencegah fagositosis
kristal urat oleh neutrofil, tetapi seringkali membawa efek samping, seperti mual, muntah dan
diare.
Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat, yang diperkenalkan pertama kali dibanyak
negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Indikasi
Ibuprofen antara lain reumatik arthtritis, mengurangi rasa nyeri, kekakuan sendi, dan
pembengkakan. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan. Ibuprofen tidak dianjurkan
diberikan pada ibu hamil dan menyusui.
Piroksikam
Indikasi dari piroksikam yaitu rheumatoid arthritis dan osteoarthritis sebagai anti inflamasi
dan analgetik. Piroksikam berfungsi hanya untuk penyakit inflamasi sendi. Pikroksikam tidak
dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung, dan pasien yang sedang minum
antikoagulan. Sejak Juni 2007 karena efek samping serius di saluran cerna lambung dan
reaksi kulit yang hebat, oleh EMEA(badan POM se Eropa) dan pabrik penemunya,
piroksikam hanya dianjurkan penggunaannya oleh para spesialis rematologis, inipun
digunakan sebagai pengobatan lini kedua.
Dipiron (Metampiron)
Dipiron (metampiron seperti antalgin dan novalgin) punya sifat hidrofilik. Metampiron masih
digunakan di indonesia sebagai nsaid. Namun di luar negeri sudah tidak digunakan karena
adanya efek agranulocytosis dan depresi sumsum tulang yang sangat besar.
Phenylbutazone
Phenylbutazone, nsaid yang efek anti-inflamasinya sangat kuat. Phenylbutazone tidak
digunakan untuk analgesik dan antipiretik. Obat ini sering menyebabkan stephen-johnson
syndrome. Penggunaannya dengan glibenclamid menimbulkan efek hipoglikemia.
9
Lumiracoxib
Nimesulide
10
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Farmakovigilans didefinisikan sebagai ilmu dan kegiatan yang berhubungan dengan
pendeteksian, penilaian, pemahaman, serta efek samping obat dan masalah terkait
obat yang mungkin ada.
Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) adalah obat-obatan yang sering
digunakan sebagai obat bagi mengatasi nyeri yang bersifat ringan sedang serta sebagai
anti inflamasi seperti pada pasien dengan kronik artritis.
Pelaporan ADR suatu obat akan menentukan berhasil atau tidaknya farmakovigilans
yaitu Laporan spontan oleh tenaga profesional kesehatan maupun industri farmasi
kepada pusat farmakovigilans nasional. Metode lain seperti case-control study, record
linkage, dan prescription event monitoring. Pusat farmakovigilans nasional. WHO
Programme for International Drug Monitoring.
Beberapa contoh obat yang sudah ditarik dari pasaran diantaranya Rofecoxib,
Valdecoxib, Lumiracoxib, Nimesulide dan lainnya.
3.2 Saran
Diharapkan untuk para pembaca agar lebih mencari tahu lebih luas lagi tentang obat –
obatan NSAID yang telah ditarik dari pasaran maupu obat-obat yang belum ditarik tetapi
memiliki toksissitas tinggi bagi tubuh.
11
DAFTAR PUSTAKA
Maigetter, et.al. 2015. Pharmacovigilance in India, Uganda and South Africa with reference
to WHO’s minimum requirement.s Int J Health Policy Manag 2015, 4(5), 295–305
Naranjo CA, U Busto, et al. 1981. A method for estimating the probability of adverse drug
reactions. Clinical Pharmacology and Therapeutics; 30(2): 239-45.
Nofiarny, Dwi. 2016. Pengenalan farmakovigilans: apa dan mengapa di perlukan?. Medical
review. Vol 29 No 1
12