Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari
di tingkat SD, SMP, SMA/SMK dan bahkan sampai ke Perguruan Tinggi. Mata pelajaran
PKn memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. PKn merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang memahami serta mampu melak-
sanakan hak dan kewajibanya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian
tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan mata pelajaran PKn menjadi suatu keharusan.
Selain itu mata pelajaran Pendidikan Kewarga-negaraan (PKn) mempunyai nilai yang
penting dan strategis dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang unggul, handal dan
bermoral semenjak dini.

Disamping itu, keberhasilan seorang siswa dalam proses pembelajaran tidak saja
ditentukan oleh tenaga pengajar yang baik atau kurikulum yang mantap namun juga
ditentukan oleh metode pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikatakan Elida bahwa metode mangajar dapat menggairahkan serta meraih minat dan
motivasi siswa untuk belajar. Berbagai model mengajar telah dikembangkan oleh para ahli
baik yang berbentuk belajar kelompok, mandiri, studi lapangan dan lainnya. Model-model
atau metode mengajar tersebut menuntut keaktifan siswa sesuai dengan perkembangan siswa
yang tinggi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat belajar mandiri dan melakukan
kegiatan belajar tanpa tergantung banyak terhadap guru.

Berdasarkan observasi yang kami lakukan di SMK Negeri 1 Stabat Kelas X-


Pemasaran, salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya keaktifan siswa di sekolah
tersebut adalah penyampaian materi oleh guru dalam kelas pada umumnya hanya
berlangsung satu arah melalui metode ceramah. Metode ini tidak mampu mengarahkan siswa
untuk berfikir sendiri, sehingga keaktifan siswa dalam proses pembelajaran hanya
mendengar, memperhatikan dan mencatat tanpa mengerti apa yang di catatnya. Sehingga
siswa bosan dalam belajar karena proses pembelajaran yang monoton. Selain itu banyak kami
temukan siswa yang asik sendiri didalam kelas saat guru menerengkan pelajaran, seperti
bermain handphone, tidur dikelas, asik berbicara sendiri dengan teman sebangkunya.
Sehingga pembelajaran Pkn yang dilakukan oleh guru di kelas X-Pemasaran terlihat tidak
optimal dan membosankan, sehingga tujuan dari pembelajaran itu tidak tercapai sebagaimana
mestinya. Guru Pkn yang mengajar di kelas X-Pemasaran SMK NEGERI 1 STABAT telah
mengenal metode-metode pengajaran, tetapi belum diterapkan secara maksimal sehingga
tidak semua siswa kelas X-Pemasaran terlibat dalam pembelajaran. Pada umumnya metode
yang digunakan selama ini adalah metode ceramah.

Disamping itu karakteristik mata pelajaran PKn yang merupakan salah satu mata
pelajaran yang kaya akan konsep mengharuskan siswa bekerja keras dengan menggunakan
metode khusus untuk mempela-jarinya. Untuk itu guru bukan hanya mampu memberikan
penjelasan kepada siswa tentang materi tetapi harus dapat mengaktifkan siswa dan mampu
memperluas interaksi siswa dalam belajar agar dapat meningkatkan keaktifan siswa. Oleh
karena itu perlu dipilih motode pembelajaran yang dapat merangsang dan meningkatkan
keaktifan siswa, sehingga siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran didalam kelas. Salah
satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah metode DISKUSI. Metode
diskusi merupakan suatu metode pengajaran yang mana guru memberi suatu persoalan atau
masalah kepada murid, dan para murid diberi kesempatan secara bersama-sama untuk
memecahkan masalah itu dengan teman-temannya.Dalam diskusi murid dapat
mengemukakan pendapat, menyangkal pendapat orang lain, mengajukan usul-usul, dan
mengajukan saran-saran dalam rangka pemecahan masalah yang ditinjau dari berbagai segi.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di kelas X-Pemasaran SMK NEGERI 1 STABAT


Tahun Pelajaran 2018/2019 seperti yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk meneliti
masalah ini dengan judul Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa Belajar PKn Melalui Metode
Diskusi di Kelas X-Pemasaran SMK NEGERI 1 STABAT Tahun Pelajaran 2018/2019.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa masalah
yang muncul, diantaranya yaitu :
1. Kurang efektivitas model pembelajaran yang digunakan guru didalam kelas.
2. Model pembelajaran ceramah yang digunakan guru membuat siswa bosan dan
mengantuk.
3. Siswa pasif karena hanya menerima pembelajaran satu arah dari guru.
4. Banyak ditemukannya siswa yang terlihat asik bermain handphone dan mengobrol
dengan siswa lainnya pada saat guru menjelaskan.
5. Guru tidak memberi kesempatan siswa untuk bertanya sehingga pembelajaran terlihat
tidak optimal.
C. Batasan Masalah
Sesuai dengan kemampuan waktu dan tenaga yang penelitian miliki, maka peneliti
memberikan batasan masalah ”Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa Belajar PKn Melalui
Metode Diskusi di Kelas X-Pemasaran SMK NEGERI 1 STABAT Tahun Pelajaran
2018/2019.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu:
Apakah dengan metode pembelajaran diskusi dapat meningkatkan keaktifan belajar PKn di
kelas X-Pemasaran SMK NEGERI 1 STABAT Tahun Pelajaran 2018/2019 ?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan,secara spesifik tujuan penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini adalah:
Untuk mendeskripsikan peningkatan keaktifan belajar PKn dengan metode pembelajaran
diskusi di kelas X-Pemasaran SMK NEGERI 1 STABAT Tahun Pelajaran 2018/2019.

F. Manfaat Hasil Penelitan


1. Guru SMK. Sebagai guru SMK dapat memperoleh informasi faktual dari hasil penelitian
tindakan kelas (PTK) ini dapat memanfaatkan dengan melakukan uji coba dengan setting
kelas dan siswanya yang lain dalam rangka meningkatkan sikap professional guru SMK.
2. Siswa. PTK dan hasilnya ini diharapkan dapat meningkatkan pengembangan pribadi siswa
disekolah, mengubah persepsi dan menyadari betapa pentingnya pelajaran Pkn bagi
keserasian hidup berbangsa dan bernegara.
3. Peneliti lain. Hasil penelitian tindakan kelas \9ptk) ini dapat menjadi bahan referensi untuk
melakukan penelitian tindakan kelas (ptk) lebih lanjut pada setting kelas, lokasi, waktu dan
subjek yang berbeda, sehingga model Diskusi dapat dibuktikan secara empiris.
4. Kepala Sekolah. Hasil PTK ini dapat menjadi masukan dalam penetapan kebijakan sekolah
dalam rangka meningkatkan menejemen peningkatan mutu pendidikan di satuan
pendidikannya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis
2.1 Pengertian Belajar
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang
ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Lebih–lebih setelah dicanangkannya wajib
belajar. Namun, apa sebenarnya belajar itu, rasanya masing–masing orang mempunyai
pendapat yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya ia telah melaksanakan aktivitas
belajar. Oleh karena itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akitivitas belajar itu
telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar? Jawabannya adalah karena belajar
itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang menyatakan bahwa manusia adalah
makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenarnya di dalam
dirinya terdapat potensi untuk diajar. Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang
tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia
banyak melaksanakan “ ritual–ritual” belajar.
Apa sebenarnya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar
mempunyai sejumlah ciri yang dapat dibedakan dengan kegiatan – kegiatan lain yang bukan
belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut
dengan belajar.
Dalam pengertian umum, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal
dengan guru. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak
belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya didentifikasi sebagai orang yang
sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak
belajar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan
”belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada
kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada
daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”.

Sementara itu, Slameto (2003:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan.
Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang
bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan
dari diri seseorang.
Dalam proses belajar mengajar perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kemauan dan
minat siswa turut menentukan keberhasilan belajarnya. Perbedaan kemampuan siswa
mengakibatkan perbedaan waktu untuk menguasai materi pembelajaran.
Sementara itu Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008)
mengemukakan bahwa ”apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanan terhadap faktor
ketahuan, kesempatan belajar, kualitas pengajaran dan kemampuan memahami pelajaran
maka setiap siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan”.
Dari teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan di dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan,
penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman
dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk
mengumpulkan pengetahuan–pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan
pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar berlangsung terus–menerus dan
tidak boleh dipaksakan tetapi dibiarkan belajar bebas dalam mengambil keputusan dan
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

2.2 Hakikat dan Tujuan Pembelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Arnie Fajar, pendidikan kewarganegaraan (citizenship) meru-pakan mata
pelajaran yang mem-fokuskan pada pembentukan dari yang beragam dari agama, sosio-
kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga Indonesia yang cerdas,
terampil dan berkarakter yang diamanatkan dan dilandasi oleh pancasila dan UUD 1945.
Sejalan dengan hal di atas, Arnie Fajar mengemukakan bahwa isi pengetahuan (body
of knowledge) dari mata pelajaran PKn diorgani-sasikan secara interdisipliner dari
berbagai ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum tata negara, psikologi, dan berbagai kajian
lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia
dengan menekankan pada hubungan antara warga negara dan warga negara, warga negara
dan peme rintahan, serta warga negara dengan warga dunia.
Pembelajaran PKn pada haki-katnya adalah demokrasi, belajar menjadi negara
demokrasi yang warga negaranya demokratis. Pembe-lajaran demokratis dapat diartikan
sebagai suatu sistem pembelajaran yang sejauh mungkin menggunakan prinsip-prinsip
demokrasi dalam men-capai tujuan pembelajarannya. Dalam pembelajaran demokratis,
pembuatan keputusan dan prilaku dilakukan melalui proses dialogis, argumentasi,
negosiasi, dimana siswa memiliki partisipasi dan hak-hak yang sama. Dalam pembelajaran
demokratis, amat penting diciptakan hubungan yang bersifat kemitraan antara guru dengan
siswa.
Menurut Aina, dkk mata pelajaran PKn terdiri dari:
1) Dimensi pengetahuan kewarga-negaraan (civic knowledge) yang mencakup bidang
politik, hukum dan moral, secara terperinci ma-teri pelajaran pendidikan kewar-
ganegaraan meliputi pengetahuan tentang persepsi proses demo-krasi, lembaga pemerintah
dan non pemerintah, identitas nasio-nal pemerintah berdasarkan hukum (rule of law) dan
per-adilan yang bebas dan tidak memihak, sejarah nasional, hak dan kewajiban warga
negara, hak asasi manusia, hak sipil dan hak politik.

2) Dimensi keterampilan kewarga-negaraan (civic skill) meliputi keterampilan


partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan berne-gara misalnya berperan secara
aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), keram-pilan
mempengaruhi dan memo-nitoring jalannya keputusan politik, keterampilan
mengada-kan kondisi, kerja sama dan mengelola konflik.

3) Dimensi nilai-nilai kewarga-negaraan (civic values) mencakup antara lain


percaya diri, komit-men, penguasaan nilai regius, norma dan moral luhur, nilai
keadilan, demokratis dan tole-ransi, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan
perlindungan terhadap minoritas.
Menurut Aina, dkk mata pelajaran pendidikan kewargane-garaan berfungsi
sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
diri-nya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan
UUD 1945.
Jadi tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah menciptakan
warga negara yang baik, mempunyai sifat patriot dan selalu mengutamakan
kepentingan negara, bertanggung jawab, serta mempunyai partisipasi dalam
kehidupan politik serta menghormati konstitusi yang berlaku.
Menurut Semoel mata pelajaran PKn bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertin-dak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lainnya.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percanturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.

2.3 Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran


Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keber-hasilan
proses pembelajaran. Keber-hasilan belajar merupakan situasi yang mengarahkan siswa pada
suatu tujuan pembelajaran, dengan adanya situasi tersebut siswa tidak hanya menerima apa
yang diberikan oleh guru, tapi mereka cenderung berpar-tisipasi aktif dalam kegiatan pembe-
lajaran. Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru terkadang menuntut siswa agar
lebih aktif dalam kegiatan belajar.
Menurut Syaiful Djamarah apabila dalam kegiatan interaksi edukatif terdapat
keterlibatan antara intelektual dan emosional anak didik, dimana intensitas keaktifan siswa
akan meningkat, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Dengan kata lain
dalam

2.4 Metode Diskusi

A. Pengertian Metode Diskusi


Diskusi adalah aktivitas dari sekelompok siswa, berbicara saling bertukar informasi
maupun pendapat tentang sebuah topik atau masalah, dimana setiap anak ingin mencari
jawaban/penyelesaian problem dari segala segi dan kemungkinan yang ada. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan: 1994)
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan
kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain : 2006). Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui sarana
pertukaran pikiran untuk memecahkan persoalan yang dihadapai (Semiwan,
9990:76).Sedangkan menurut Suryosubroto (1997:179) mengemukakan metode diskusi
adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dengan guru memberikan kesempatan kepada
siswa atau kelompok-kelompok untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun ke berbagai
alternatif pemecahan suatu masalah.
Metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran yang mana guru memberi suatu
persoalan atau masalah kepada murid, dan para murid diberi kesempatan secara bersama-
sama untuk memecahkan masalah itu dengan teman-temannya.Dalam diskusi murid dapat
mengemukakan pendapat, menyangkal pendapat orang lain, mengajukan usul-usul, dan
mengajukan saran-saran dalam rangka pemecahan masalah yang ditinjau dari berbagai segi.

B. Ciri-ciri dan Karakteristik Metode Diskusi


Soetomo (1993: 153) menyebutkan bahwa “metode diskusi merupakan suatu metode
pengajaran yang mana guru memberikan suatu persoalan (masalah) kepada murid, dan para
murid diberi kesempatan secara bersama-sama untuk meme-cahkan masalah itu dengan
teman-temannya”.Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang
permasalahan yang sedang dibahas.Perbedaan pendapat sering terjadi. Semakin banyak yang
beda pendapat, maka keadaan diskusi akan semakin hidup.
Slameto (1991: 101) menyebutkan bahwa “diskusi kelompok ialah per-cakapan yang
direncanakan atau dipersiapkan di antara tiga orang siswa atau lebih tentang topik tertentu
dengan seorang pemimpin”.Percakapan diartikan sebagai adanya pendapat dari masing-
masing anggota kelompok dalam ikut memberikan alternatif pemecahan masalah sesuai
dengan pikirannya masing-masing.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa metode diskusi memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Terdiri dari beberapa orang, bisa lebih dari tiga orang.
2. Ada permasalahan yang sedang dicarikan solusi pemecahannya.
3. Ada yang menjadi pemimpin.
4. Ada proses tukar pendapat atau informasi.
5. Menghasilkan rumusan alternatif pemecahan masalah yang sedang dibahas.

C. Tujuan metode diskusi dalam belajar-mengajar


1. Menanamkan dan mengembangkan keberanian untuk mengemukakan pendapat sendiri.
2. Mencari kebenaran secara jujur melalui pertimbangan pendapat yang mungkin saja
berbeda antara satu dengan yang lain.
3. Belajar menemukan kesepakatan pendapat melalui musyawarah.
4. Memberikan kehidupan kelas yang lebih mendekati kegiatan hidup yang sebenarnya.

D. Langkah-langkah Penggunaan Metode Diskusi


Langkah-langkah penggunaan metode diskusi menurut Hasibuan (1985) dan
Sastrawijaya (1988)adalah sebagai berikut:
1. Guru mengemukkan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan
seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.
2. Para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi memilih pimpinan diskusi (ketua,
sekretaris, pelapor) mengatur tempat duduk, ruangan, sarana,dan sebagainya dengan
bimbingan guru.Pimpinan diskusi sebaiknya berada di tangan siswa yang :
a) Lebih memahami masalah yang akan didiskusikan
b) "Berwibawa" dan disenangi oleh teman-temannya
c) Lancar berbicara
d) Dapat bertindak tegas, adil, dan demokratis
Tugas pimpinan diskusi antara lain :
a) Pengatur dan pengarah diskusi
b) Pengatur "lalu lintas" pembicaraan
c) Penengah dan penyimpul berbagai pendapat
3. Para siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masng, sedangkan guru berkeliling
dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberikan
dorongan dan bantuan agar anggota kelompok berpartisipasi aktif dan diskusi dapat berjalan
lancar. Setiap siswa hendaknya, mengetahui secara persis apa yang akan didiskusikan dan
bagaimana caranya berdiskusi.
4. Setiap kelompok harus melaporkan hasil diskusinya. Hasil diskusi dilaporkan ditanggapi
oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberikan ulasan atau penjelasan
terhadap laporan tersebut.
5. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, sedangkan guru menyimpulkan laporan hasil
diskusi dari setiap kelompok.

E. Kelebihan dan kekurangan metode diskusi


Kelebihan metode diskusi adalah:
1. Merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan – prakarsa, dan terobosan baru
dalam pemecahan suatu masalah.
2. Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain
3. Memperluas wawasan
4. Membina untuk terbiasa musyawarah untuk memperkuat dalam memecahkan
Agar metode diskusi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka guru harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a. Menentukan masalah (topik) yang dijangkau oleh taraf berfikir siswa. Artinya siswa
sudah memiliki pengetahuan tentang pemecahan masalah yang diharapkan. Sehingga siswa
dapat menilai, menganalisa dan mencari alternatif pemecahan dari topik yang diberikan oleh
guru.
b. Mengemukakan masalah dengan memberi penjelasan cara-cara pemecahannya dan
menjelaskan hasil apa yang ingin dicapai dalam diskusi.
c. Guru membentuk kelompok dengan murid dan dipilih pula ketua, wakil, penulis,
mengatur tempat duduk, menjelaskan tata tertib dan lain-lain.
d. Murid mendiskusikan masalah dengan kelompoknya masing-masing dengan bimbingan
guru. Guru mendekatkan pada masing-masing kelompok secara bergantian dan memberi
bantuan bila diperlukan, merangsang semua anggota kelompok untuk aktif dalam berbicara,
mengemukakan ide-ide tanpa adanya tekanan atau paksaan.
e. Tiap kelompok melaporkan hasil-hasilnya. Lebih baik dalam laporan itu diajukan selain
secara tertulis juga secara lisan (dibacakan) dab semua siswa diharapkan memberi tanggapan
dan guru berusaha sebagai penengah apabila ada perbedaan (pertentangan) pendapat dan
memberi usulan serta penjelasan sebagai kesimpulan.
f. Akhirnya semua siswa mencatat hasil dari diskusi dan masing-masing ketua kelompok
mengumpulkan hasil diskusinya kepada guru.

Kekurangan metode diskusi adalah:


1. Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
2. Pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
3. Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.
Untuk meminimalisir kekurangan metode ini, maka guru atau murid sebagai pemimpin
diskusi mempunyai peranan sebagai berikut :
1. Sebagai penunjuk jalan
Tugas pemimpin disini ialah memberikan pengarahan kepada anggota tentang masalah yang
akan didiskusikan (ruang lingkup diskusi). Sehingga dengan demikian tidak timbul
pertanyaan-pertanyaan yang menyimpang.
2. Sebagai pengatur lalu lintas
Bertugas mengatur jalannya diskusi agar jalannya menjadi lancar :
a) Dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada anggota kelompok tertentu.
b) Menjaga agar anggota berbicara menurut giliran (tidak serentak).
c) Menjaga agar diskusi tidak dikuasi oleh orang-orang tertentu yang gemar berbicara.
d) Membuka kesempatan kepada orang-orang tertentu (pemalu) untuk mengungkapkan
pendapatnya.
e) Mengatur pembicaraan agar didengar oleh semua anggota.
3. Sebagai dinding penangkis
Disini tugas pemimpin diskusi ialah penerima pertanyaan-pertanyaan dari anggota kemudian
melemparkannya kembali kepada anggota. Jangan sampai terjadi tanya jawab antar kelompok
kecil saja. Usahakan seluruh anggota kelompok aktif berpartisipasi.
Metode diskusi dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa kegunaan, antara lain :
1. Memberi kesempatan pada siswa untuk menyalurkan kemampuan masing-masing, dapat
mendorong anak untuk mengemukakan ide baru.
2. Dapat memanfaatkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
3. Membantu siswa untuk dapat mengetrapkan pengalaman teoritis dan pengalaman praktis
dalam berbagai pengetahuan di sekolah.
4. Membantu siswa untuk dapat menilai kemampuan dirinya, teman-temannya dan juga
siswa dapat menghargai pendapat teman.
5. Mengembangkan inovasi anank untuk belajar lebih lanjut.
B. Kerangka Pikir

Dalam mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) siswa kelas X-


PEMASARAN SMK NEGERI 1 STABAT , siswa cendrung kurang aktif dalam mengikuti
proses belajar mengajar. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang dipergunakan guru
kurang membuat siswa aktif dikelas dan cenderung bosan mendengarkan penjelasan materi
dari guru. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang lebih baik memerlukan dukungan dari
semua komponen yang ada serta menggunakan metode pembelajaran yang tepat, karena
metode pembelajaran yang digunakan guru masih sangat bersifat tradisional yaitu ceramah
mengingat taraf pengetahuan siswa dalam memahami materi pokok belum maksimal maka
disarankan untuk mengubah metode pembelajaran yang sifatnya ceramah ke metode
pembelajaran diskusi guna meningkatkan keaktifan siswa didalam kelas dan membuat tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah dapat diambil hipotesa bahwa penerapan
Metode Pembelajaran diskusi dapat meningkatkan keaktifan siswa belajar Pkn dikelas X-
Pemasaran SMK Negeri 1 Stabat, Tahun Pelajaran 2018/2019.

BAB III

Anda mungkin juga menyukai