Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut kamus webter’s new international, penelitian adalah penyelidikan yanghati-hati


dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yangamat cerdik untuk
menetapkan sesuatu (Nazir, 2009: 12). Penelitian bertujuan untukmengubah kesimpulan-
kesimpulan yang telah diterima, ataupun mengubah dalil-dalildengan adanya aplikasi baru dari
dalil-dalil tersebut. Dari paparan disamping penelitian dapat diartikan sebagai pencarian
pengtahuan dan pemberi artian yangterus-menerus terhadap sesuatu.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian- bagian
dan fenomena serta hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalahmengembangkan dan
menggunakan model-model matematis, teori-teori, dan/ atauhipotesis yang berkaitan dengan
fenomena alam.

Penelitian kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu alam maupunilmu-ilmu


sosial, dari fisika dan biologi hingga sosiologi dan jurnalisme. Pendekatanini juga digunakan
sebagai cara untuk meneliti berbagai aspek dari pendidikan. Istilah penelitian kuantitatif sering
dipergunakan dalam ilmu-ilmu sosial untukmembedakannya dengan penelitian kualitatif (Hadi,
2015: 1).

Penulisan makalah ini selain ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
metode penelitian kuantitatif, juga sebagai salah satu sumber informasi yang memuat
tentangmasalah penelitian, kajian pustaka, hipotesis serta asumsi.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, diantaranya :
1. Apakah definisi dari Perumusan Masalah ?
2. Bagaimana tahapan membuat Rumusan Masalah ?
3. Apakah definisi dari Hipotesis Penelitian ?
4. Apa saja jenis-jenis Hipotesis ?
5. Apakah definisi dari Kajian Pustaka ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar dapat bermanfaat bagi pembaca secara
umum. Sedangkan tujuan khusus dari penulisan makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Perumusan Masalah.
2. Untuk mengetahui dan memahami tahapan membuat rumusan masalah.
3. Untuk mengetahui dan memahami definisi Hipotesis Penelitian.
4. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis Hipotesis.
5. Untuk mengetahui dan memahami definisi Kajian Pustaka.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERUMUSAN MASALAH
a. Definisi Rumusan Masalah

Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem,
diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang
saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun
sebagai akibat.
Ada beberapa para ahli mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:
1. Menurut Pariata Westra (1981:263) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang
berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu
hingga berhasil.”
2. Menurut Sutrisno Hadi (1973:3) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan
kenapa dan kenapa”.
3. Menurut Stonner (1982) mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat dicari apabila apabila
terdapat penyimpangan antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan
kompetisi.
4. Menurut Suryabrata (1994:60) masalah merupakan kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan antara kebutuhan, antara kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya
dengan yang ada.
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah,
suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini berdasarkan penelitian menurut
tingkat eksplanasi. Rumusan masalah ini pada hakikatnya adalah deskriptif tentang ruang
lingkup masalah, pembatasan dimensi, dan analisis variabel yang tercakup didalamnya. Dengan

3
demikian rumusan masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di dalam proses
penelitian nantinya.
Bentuk masalah dapat dikelompokkan kedalam bentuk masalah deskriptif, komparatif, dan
asosiatif.
1. Rumusan Masalah Deskriptif
Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan
terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih. Dalam
penelitianini, peneliti tidak membuat perbandingan variabel yang satu pada sampel yang lain,
hanya mencarihubungan variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Contoh permasalahan deskriptif :
Seberapa tinggi minat baca dan lama belajar rata-rata per hari murid-murid sekolah di Indonesia
?
Seberapa besar efektifitas model pembelajaran Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa ?
2. Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan
keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu
yang berbeda.
Contoh :
Adakah perbedaan prestasi belajar antara murid dari sekolah SDN Belung 01 dan SDN
Wonmulyo 01 ?
(variabel penelitian adalah prestasi belajar pada dua sampel sekolah SDN Belung 01 dan SDN
Wonomulyo 01).
Adakah perbedaan pemahaman terhadap materi listrik antara siswa di sekolah formal dengan
homeschooling ?
(veriabel penelitian adalah pemahaman terhadap materi listrik pada dua sampel sekolah formal
dengan homeschooling).
3. Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan
hubungan antara dua variabel atau lebih.
Bentuk hubungannya :
a. Hubungan Simetris

4
Yaitu suatu hubungan antara dua variabel atau lebih yang kebetulan munculnya bersama.
Contoh :
Adakah hubungan antara warna rambut dengan kemampuan memmpn negara ?
Adakah hubungan antara jumlah payung yang terjual dengan jumlah murid sekolah ?
b. Hubungan Kausal
Yaitu hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi di sini ada variabel independen (variabel yang
mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi).
Contoh :
Adakah pengaruh pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar anak ?
(pendidikan orang tua merupakan variabel independen, dan prestasi belajar merupakan variabel
dependen).
Seberapa besar pengaruh kurikulum, media pendidikan, dan kualitas guru terhadap kualitas SDM
yang dihasilkan dari suatu sekolah ?
(kurikulum, media, dan kualitas guru sebagai variabel independen, dan kualitas SDM merupakan
variabel dependen).
c. Hubungan interaktif atau timbal balik
Hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam hubungan ini tidak
diketahui mana variabel independen dan mana variabel dependen.
Contoh :
Hubungan antara motivasi dan prestasi belajar anak SD di kecamatan Poncokusumo.
Hubungan antara makan di pagi hari dengan kecerdasan siswa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan masalah yaitu:
a. Dirumuskan secara jelas;
b. Menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternaatif tindakan yang akan dilakukan;
c. Dapat diuji secara empiris;
d. Mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan;
e. Disusun dalam bahasa yang jelas dan singkat;
f. Jelas cakupannya;
g. Memungkinkan untuk dijawab dengan mempergunakan metode atau teknik tertentu.

5
Bagian rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan
melalui penelitian.Tentunya masalah-masalah yang dihasilkan itu tidak lepas dari latar belakang
masalah yang dikemukakan pada bagian pendahuluan.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi
sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2. Sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak
berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan.
3. Sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta
jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana
yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan
masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang
bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4. Dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di
dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.

b. Sumber Masalah Penelitian


Permasalahan dapat berasal dari berbagai sumber. Menurut James H. Mac Millan dan
Schumacher (Hajar, 1996 : 40-42), masalah dapat bersumber dari :
1. Observasi
Masalah dalam penelitian dapat diangkat dari hasil observasi terhadap hubungan tertentu yang
belum memiliki penjelasan memadai dan cara-cara rutin dalam melakukan suatu tindakan
didasarkan atas otiritas atau tradisi.
2. Dedukasi atau Teori
Teori merupakan konsep-konsep yang masih berupa prinsip-prinsip umum yang penerapannya
belum dapat diketahui selama belum diuji secara empiris. Penyelidikan terhadap masalah yang
dianggap dari teori berguna untuk mendapatkan penjelasan empris praktik tentang teori.
3. Kepustakaan
Hasil penelitian mungkin memberikan rekomendasi untuk dilakukan penelitian ulang (replikasi)
baik dengan atau tanpa variasi. Replikasi dapat meningkatkan validitas hasil penelitian dan
kemampuan untuk digeneralisasikan lebih luas. Laporan penelitian sering juga menyampaikan

6
rekomendai kepada peneliti lain tentang apa yang perlu diteliti lebih lanjut. Hal ini juga menjadi
sumber untuk menentukan masalah yang perlu diangkat untuk diteliti..
4. Masalah Sosial
Masalah sosial yang ada di sekitar peneliti atau yang baru menjadi berita terhangat dapat menjadi
masalah penelitian. Misalnya :
Adanya tawuran antar sekolah menimbulkan berbagai dampak bagi sekolah dan warga sekitar.
Penggalakan program 3M (Menguras, Mengubur, Menimbun) sebagai upaya pencegahan
penyakit demam berdarah.
5. Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi dapat menimbulkan masalah yang memerlukan jawaban empiris untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam (Purwanto 2010 : 109-111). Masalah dalam
penelitian pendidikan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan bidang
pendidikan.

c. Manfaat Perumusan Masalah


Perumusan masalah memiliki fungsi-fungsi diantaranya diuraikan sebagai berikut :
Fungsi pertama adalah sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan
atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat
dilakukan.
Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian.
Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah
peneliti sampai di lapangan.
Fungsi ketiga dari perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa
yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus
disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak
perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu
mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi
kegiatan penelitiannya.
fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya perumusan masalah
penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan
menjadi populasi dan sampel penelitian.

7
Kegiatan penelitian yang menggunakan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit
semestinya dapat menghasilkan manfaat.Penelitian harus dilaksanakan dengan tujuan
memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan efektivitas kerja.

d. Kriteria-kriteria Perumusan Masalah


Ada setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan
masalah penelitian yaitu ;
Kriteria pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang
bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun
pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih
fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusia.
Kriteria Kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau berhubungan
dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas,
diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-
teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
Kriteria ketiga, adalah bahwa suatu perumusan masalah yang baik, juga hendaknya
dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya
menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi
proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.

e. Ciri-ciri Dan Model Perumusan Masalah


Dalam penelitian diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa ciri masalah
yang baik, yaitu:
1. Mempunyai Nilai Penelitian
Dalam sebuah penelitian, masalah yang sedang diteliti hendaknya mempunyai nilai penelitian.
Dikatakan mempunyai nilai penelitian apabila masalah yang akan diteliti pada akhir penelitian
dapat memberikan manfaat dalam sebuah bidang ilmu tertentu atau dapat digunakan untuk
keperluan yang lain. Dalam memilih masalah yang baik peneliti harus memperhatikan beberapa
hal berikut:

8
2. Masalah harus mempunyai keaslian
Sebuah masalah yang akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to date. Maksudnya
adalah masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti lain. Masalah juga
harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan semakin
berkualitas. Selain itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah masalah-masalah yang terlewatkan
dari perhatian masyarakat selama ini atau bias juga masalah yang akan memunculkan sebuah
teori baru.
3. Masalah harus menyatakan suatu hubungan
Masalah yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan antara variabel-
variabel tertentu yang saling berkaitan.Hal ini perlu diperhatikan agar penelitian yang dilakukan
lebih bermakna.Biasanya variabel-variabel yang dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada
dalam penelitian dilambangkan dengan huruf X, Y, dan Z.
4. Masalah harus merupakan hal yang penting
Masalah yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan masalah yang
sepele untuk diteliti.Karena diharapkan hasil akhir dari penelitian adalah sebuah fakta dan
kesimpulan yang dapat bermanfaat di sebuah bidang tertentu dan dapat diterbitkan di jurnal ilmu
pengetahuan.Tidak hanya itu, hasil penelitian juga dapat menjadi bahan referensi dalam
menyusun buku-buku teks.
5. Masalah harus dapat diuji
Seorang peneliti harus pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti. Masalah yang akan
diteliti hendaknya adalah masalah yang dapat diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah
masalah yang dapat memberikan implikasi untuk dilakukan uji empirisnya.Hal ini dimaksudkan
agar penelitian agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan antar variabel yang saling
berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan dapat tentu saja dapat diukur.
6. Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah yang menarik adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan.Tapi peneliti juga
harus dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan jelas, sehingga tidak
membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan uji untuk menyatakan jawaban
dan kebenarannya.

9
7. Mempunyai fisibilitas
Masalah yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut
harus mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan.Hal ini dimaksudkan agar penelitian
dapat berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti, yaitu:
a. Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia. Peneliti haruslah memperhatikan
ketersediaan data dan metode terhadap masalah yang akan diteliti. Hal ini sangatlah penting,
karena digunakan untuk memecahkan masalah. Data dan metode yang akan digunakan
hendaknya sudah memiliki standard an ukuran yang jelas, sehingga dapat diukur dan akan
menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat akurat.
b. Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan. Biaya
adalah faktor yang diboleh dilupakan oleh seorang peneliti pada saat akan melakukan penelitian.
Seorang peneliti harus bisa memperkirakan biaya yang akan dikeluarkannya dalam penelitian.
Biaya yang terlalu besar dalam penelitian akan dapat memberatkan peneliti dan dianggap kurang
fleksibel.
c. Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar.Seorang peneliti harus dapat memperkirakan
waktu yang akan digunakan dalam penelitiannya. Sebuah penelitian yang baik adalah penelitian
yang tidak memakan waktu yang terlalu lama karena akan tidak efektif.
d. Biaya dan hasil harus seimbang. Penelitian yang baik adalah penelitian yang antara hasil yang
diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang.Hal ini penting karena penelitian harus
tetap memperhitungkan efisiensi di dalammya.
e. Administrasi dan sponsor yang kuat. Masalah yang akan diteliti haruslah memiliki administrasi
dan sponsor yang kuat. Hal ini cukup penting karena penelitian tidak dapat dilakukan tanpa
adanya bantuan dari siapa pun dan seorang pembimbing.
f. Tidak bertentangan dengan hukum dan adat. Masalah yang dipilih untuk diteliti hendaknya tidak
bertentangan dengan hukum dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh
peneliti karena akan berpengaruh pada keberlangsungan proses penelitian.
g. Equipment dan kondisi harus memungkinkan. Seorang peneliti harus memperhatikan kondisi
pada saat akan melakukan penelitian. Penelitian hendaknya dilakukan pada saat kondisi yang
sedang kondusif agar dapat berjalan lancar.Tidak hanya itu, peralatan yang dibutuhkan pada saat
penelitian juga harus diperhatikan.Sebaiknya penelitian menggunakan alat-alat yang mudah
ditemukan dan diperoleh.

10
8. Sesuai Dengan Kualifikasi Peneliti
Masalah yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan dapat
dipecahkan oleh peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang telah dilakukan tidak
terhenti di tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan seorang peneliti untuk
memecahkan masalah yang sedang diteliti sehingga akan sia-sia. Untuk itu, peneliti harus
memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Menarik bagi peneliti
Masalah yang diteliti hendaknya menarik bagi peneliti.Hal ini penting agar peneliti merasa
tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk memecahkannya.Sehingga penelitian
dapat segera diselesaikan.
b. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
Masalah yang diteliti harus sesuai dengan kualifikasi peneliti. Pertimbangan ini penting karena
akan berpengaruh pada kelancaran dan hasil penelitian. Karena jika peneliti tidak cukup
kompeten dalam bidang masalah yang sedang diteliti, maka hasil yang diteliti tidak akan akurat.

f. Pembatasan Dan Analisis Perumusan Masalah


Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan.
Pertanyaan, lebih lanjut harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar tidak menimbulkan
kebingungan dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data apa sebenarnya yang harus
dikumpulkan serta kesimpulan apa yang pada akhirnya dapat diambil pada hasil
penelitian. Masalah penelitian dapat berasal dari berbagai sumber. Dalam hal ini tentu peneliti
terlebih dahulu harus melukiskan masalah seluas mungkin yang dapat dijangkau oleh pikirannya
berdasarkan realitas yang ditemukannya.Namun, karena keterbatasan kemampuan, baik
pengetahuan, waktu, tenaga, biaya dan fasilitas lainnya, maka peneliti harus membatasi
masalahnya.
Masalah dalam penelitian dapat dibatasi dengan bertumpu pada sesuatu fokus.Masalah
adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang
menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya
untuk mencari sesuatu jawaban.Faktor yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa
konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. Jika kedua faktor itu diletakkan secara

11
berpasangan akan menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran yaitu sesuatu yang tidak
dipahami atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu. Sebagai contoh: fokus penelitiannya adalah
ketidakdisiplinan pegawai. Untuk menelaah penyebabnya peneliti mungkin ingin menelaahnya
dari sisi kepemimpinan atasan, tingkat kesejahteraan, lingkungan kerja yang tidak
kondusif.Faktor-faktor tersebut dapatlah dikaitkan untuk menjajaki penyebab terjadinya
ketidakdisiplinan pegawai. Dengan demikian masalah penelitiannya menjadi sebagai berikut:
Apakah ada kaitan antara kepemimpinan atasan dengan dengan ketidakdisiplinan pegawai?
Bagaimanakah pengaruh tingkat kesejahteraan, apakah hal ini menjadi sumber penyebab
ketidakdisiplinan pegawai?, Apakah lingkungan kerja yang tidak kondusif ada kaitannya dengan
etos kerja yang menyebabkan ketidakdisiplinan pegawai?.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor tersebut haruslah dapat diukur dan
dimanage (measurable and managable). Agar dapat diukur maka faktor-faktor tersebut harus
konseptual, artinya faktor tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah
mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan.
Faktor-faktor dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya
atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.
Ada dua maksud tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan masalah penelitian
dengan jalan memaanfaatkan fokus.Pertama, penetapan fokus dapat membatasi masalah. Jadi,
dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inquiri. Jika peneliti membatasi diri dengan upaya
menemukan teori dari dasar, maka lapangan penelitian lainnya tidak akan dimanfaatkan
lagi. Pada contoh tersebut diatas, jelas bahwa subjek penelitian adalah pegawai. Jadi, peneliti
tidak perlu kesana kemari untuk mencari subjek penelitian, karena dengan sendirinya telah
dibatasi oleh fokusnya.Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria iklusi-
eksklusi atau kriteri masuk-keluar (inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru
diperoleh dilapangan. Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus seorang peneliti tahu persis
data mana dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun
mungkin menarik, karena tidak terlalu relevan, tidak perlu lagi dimasukkan kedalam sejumlah
data yang sedang dikumpulkan.
Dalam penelitian kuantitatif, ketiga rumusan masalah tersebut terkait dengan variable
penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian sangat spesifik, dan akan digunakan sebagai
panduan bagi peneliti untuk menentukan landasan teori, hipotesis, insrumen, dan teknik analisis

12
data. Oleh karena itu, rumusan masalah yang merupakan fokus penelitian masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu.
Namun demikian, setiap peneliti baik peneliti kuantitatif mau pun kualitatif tetap harus membuat
rumusan masalah. Pertanyaan penelitian kualitatif di rumuskan dengan maksud untuk memahami
gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang
meggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya akan mengembangkan fokus
penelitian sambil mengumpulkan data. Proses seperti ini disebut “emergent design”. Namun
yang jelas, tidak ada keseragaman model rumusan masalah dalam penyajian, karena para peneliti
berasal dari berbagai macam disiplin ilmu dengan beragam latar belakang metodologi penelitian.
Ada enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1. Apakah rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya, apakah
dirumuskan secara proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau gabungan kedua-duanya?
2. Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya terdapat
rumusan masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika disatukan dengan
tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan penelitian ataukah tujuan
penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah? Apakah rumusan masalah yang disatukan
dengan tujuan penelitian, pada “masalah penelitian” dibahas juga metode penelitianya?
3. Apakah uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian,
ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
4. Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak terpenuhi?
5. Apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah penelitian?
Ataukah hanya dinyatakan secara implisit?
6. Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau
tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?

13
B. HIPOTESIS PENELITIAN

a. Pengertian Hipotesis
Hipotesis berasal dari dua suku kata yaitu, Hypo (belum tentu benar) dan tesis
(kesimpulan). Jadi hipotesis adalah hasil atau kesimpulan yang ditentukan dari sebuah penelitian
yang belum tentu kebenarannya, dan baru akan menjadi benar jika sudah disertai dengan bukti-
bukti.
Adapun definisi hipotesis menurut para ahli, yaitu:
1. Menurut sekaran (2005), mendefinisikan hipotesis sebagai hubungan yang diperkirankan secara
logis di antara dua atau lebih variable yang diungkap dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Dalam hal ini hipotesis
sangat berkaitan dengan perumusan masalah, karena perumusan masalah merupakan pertanyaan
penelitian yang harus dijawab pada hipotesis, dan dalam menjawab rumusan masalah dalam
hipotesis haruslah berdasar pada teori dan empiris.[1]
2. Menurut Atmadilaga (1994), penyusunan hipotesis berupa logika berpikir deduktif dalam rangka
mengambil kesimpulan khusus (hipotesis) dari kesimpulan umum berupa premis-premis. Adapun
kebenaran logika deduktif menganut asas koherensi. Artinya, mengingat bahwa premis-premis
itu merupakan sumber informasi yang tidak perlu diuji lagi kebenaran ilmiahnya, maka dengan
sendirinya hipotesis sebagai kesimpulan dari premis-premis itu mempunyai kepastian kebenaran
pula.
3. Fraenkel dan Wallen (1990: 40), berpendapat bahwa hipotesis merupakan prediksi mengenai
kemungkinan hasil dari suatu penelitian.
4. Dalam Yatim Riyanto (1996: 13), menyetakan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang
sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis belum tentu
benar. Benar atau tidaknya suatu hipotesis tergantung pengujian dari dara empiris.
5. Suharsimi Arikunto (1995: 71), mendefinisikan bahwa hipotesis sebagai alternatif dugaan
jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam penelitiannya.

14
Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan sampai
terbukti melalui data yang terkumpul. Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitian
dengan seksama dan menetapkan anggapan dasar maka ia perlu menguji, ini disebut hipotesis.
Secara garis besar, kegunaan hipotesis adalah sebagai berikut:[3]
1. Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Menyiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta yang kadangkala hilang
begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke
dalam suatu kesatuan penting yang menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta.

b. Jenis-jenis Hipotesis
Adapun jenis-jenis hipotesis, yaitu :
1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah hipotesis yang mengandung pernyataan mengenai hubungan
atau pengaruh, baik secara positif atau secara negatif antara dua variable atau lebih sesuai dengan
teori. Jenis hipotesis ini juga sering disebut sebagai hipotesis yang dilihat dari sifat variabel yang
akan diuji.
Dilihat dari sifat yang akan diuji, hipotesis penelitian dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (1) hipotesis tentang hubungan dan (2) hipotesis tentang perbedaan.
Hipotesis tentang hubungan yaitu hipotesis yang menyatakan tentang saling hubungan
antara dua variabel atau lebih, mengacu ke penelitian korelasional. Hubungan antara variabel
tersebut dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
(a). hubungan yang sifatnya sejajar tidak timbal balik.
(b). hubungan yang sifatnya sejajar timbal balik.
(c). hubungan yang menunjuk pada sebab akibat tetapi tidak timbal balik.

15
Sedangkan hipotesis tentang perbedaan, yaitu hipotesis yang menyatakan perbedaan
dalam variabel tertentu pada kelompok yang berbeda. Hipotesis tentang perbedaan ini mendasari
berbagai penelitian komparatif dan eksperimen.
2. Hipotesis dilihat dari kategori rumusannya (Hipotesis Statistik)
Menurut Yatim Riyanto (1996: 13) hipotesis dilihat dari kategori rumusannya dibagi
menjadi dua, yaitu (1) hipotesis nihil (null hypotheses) yang biasa disingkat dengan Ho, dan (2)
hipotesis alternative (alternative hypotheses) yang biasa disingkat dengan Ha.
Hipotesis nihil (Ho), yaitu hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan antara
suatu variabel dengan variabel yang lain. Contohnya, Tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD.
Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
antara suatu variabel dengan variabel yang lain. Contohnya, Ada hubungan antara tingkat
pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SD.
Hipotesis alternatif ada dua macam, yaitu directional hipotheses (hipotesis terarah) dan
non directional hipotheses (hipotesis tak terarah). (Frankel dan Wallen, 1990: 42; Suharsimi
Arikunto, 1989 :57)
Hipotesis terarah (directional hipotheses) adalah hipotesis yang diajukan oleh peneliti, di
mana peneliti sudah menemukan dengan tegas yang menyatakan bahwa variabel independent
memang sudah diprediksi berpengaruh terhadap variabel dependent. Misalnya : siswa yang diajar
dengan metode inkuiri lebih tinggi prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang diajar
dengan menggunakan metode curah pendapat (diskusi).
Hipotesis tak terarah (non directional hipotheses) adalah hipotesis yang diajukan dan
dirumuskan oleh peneliti tampak belum tegas bahwa variabel independent berpengaruh terhadap
variabel dependent. Frankel dan Wallen (1990: 42) menyatakan bahwa hipotesis tak terarah
menggambarkan bahwa peneliti tidak menyusun prediksi secara spesifik tentang arah hasil
penelitian yang akan dilakukan. Misalnya: Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode
mengajar inkuiri dan curah pendapat terhadap prestasi belajar siswa.

16
3. Jenis hipotesis yang dilihat dari keluasan atau lingkup variabel yang diuji
Ditinjau dari keluasan dan lingkupnya, dapat dibedakan menjadi hipotesis mayor dan
hipotesis minor. Hipotesis mayor adalah hipotesis yang mencakup kaitan seluruh variabel dan
seluruh subjek penelitian. Sedangkan hipotesis minor adalah hipotesis yang terdiri dari bagian-
bagian atau sub-sub dari hipotesis mayor (jabaran dari hipotesis mayor).
Contoh hipotesis mayor :
Ada hubungan antara keadaan social ekonomi (KSE) orang tua dengan prestasi belajar siswa
SMA.
Contoh hipotesis minor :
1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMA.
2. Ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMA,
3. Ada hubungan antara kekayaan orang tua dengan prestasi belajar siswa SMA.

c. Karakteristik Hipotesis Yang Baik


Mengutip pendapat Yatim Riyanto (1996: 16) yang mengatakan bahwa, sebenarnya nilai
atau harga suatu hipotesis tidak dapat diukur sebelum dilakukan pengujian empiris. Namun
demikian, bukan berarti dalam merumuskan hipotesis yang akan diuji dapat dilakukan “semau
peneliti”. Ada beberapa kriteria tertentu yang memberikan ciri hipotesis yang baik.
Cirri-ciri hipotesis yang baik menurut Donald Ary, (Arief Furchan, 1982: 126-129 dan
Yatim Riyanto, 1996: 16) diantaranya:
a. Hipotesis harus mempunyai daya penjelas, suatu hipotesis harus merupakan penjelasan yang
mungkin mengenai apa yang seharusnya dijelaskan atau diterangkan.
b. Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada diantara variabel-variabel. Suatu
hipotesis harus memprediksi hubungan antara dua variabel atau lebih.
c. Hipotesis harus dapat diuji, hipotesis yang diajukan peneliti harus bersifat testability, artinya
terdapat kemampuan untuk diuji.
d. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada. Hipotesis hendaknya tidak
bertentangan dengan teori atau hokum-hukum yang sebelumnya sudah mapan.

17
e. Hipotesis hendaknya sederhana dan seringkas mungkin.
Sedangkan menurut John W. best (1977) dalam Yatim Riyanto (1996: 16) bahwa ciri-ciri
hipotesis yang baik, yaitu:
a. Bisa diterima oleh akal sehat.
b. Konsisten dengan teori atau fakta yang telah diketahui.
c. Rumusannya dinyatakan sedemikian rupa sehingga dapat diuji.
d. Dinyatakan dalam perumusan yang sederhana dan jelas.
Adapun menurut Borg dan Gall (1979: 61-62) dalam Yatim Riyanto (1996: 16) dan
Suharsimi Arikunto (1995: 64-65) mengatakan bahwa hipotesis yang baik harus memenuhi
empat criteria, yaitu:
a. Hipotesis hendaknya merupakan rumusan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.
b. Hipotesis yang dirumuskan hendaknya disertai dengan alasan atau dasar-dasar teoritis dan hasil
penemuan terdahulu. Walaupun hipotesis baru merupakan jawaban atau dugaan yang harus diuji
kebenarannya, dan dari pengujiannya itu ada kemungkinan terbukti atau tidak, namun peneliti
tidak boleh sembarang menduga. Pemilihan alternatif dugaan tersebut harus dilakukan secara
professional ilmiah yang disertai dengan argumentasi yang kokoh.
c. Hipotesis harus dapat diuji. Berdasarkan criteria ini peneliti dituntut agar mampu mencari data
yang akan digunakan untuk membuktikan hipotesisnya.
d. Rumusan hipotesis hendaknya singkat dan padat. Berdasarkan criteria ini hipotesis tidak boleh
menggunakan kiasan kata yang tidak atau kurang bermakna. Hipotesis merupakan pernyataan
suatu kebenaran. Agar kebenaran tersebut dapat dengan cepat dan mudah dipahami maka sudah
selayaknya kalau rumusannya singkat dan padat.[5]
Pendapat lain mengatakan bahwa cirri-ciri hipotesis yang baik, yaitu :[6]
a. Hipotesis harus menyatakan hubungan.
b. Hipotesis harus sesuai dengan fakta.
c. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuh kembangnya ilmu
pengetahuan.
d. Hipotesis harus dapat diuji.

18
e. Hipotesis harus sederhana.
f. Hipotesis harus bias menerangkan fakta.

d. Perumusan Hipotesis
Di dalam hipotesis terkandung suatu ramalan. Ketetapan ramalan itu tentu tergantung
pada penguasaan peneliti itu atas ketetapan landasan teoritis dan generalisasi yang telah
dibacakan pada sumber-sumber acuan ketika melakukan telaah pustaka.[7]
Menggali dan merumuskan hipotesis mempunyai seni tersendiri. peneliti harus sanggup
memfokuskan permasalahan sehingga hubungan-hubungan yang terjadi dapat diterka. Dalam
menggali hipotesis, peneliti harus:
a. Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan cara banyak
membaca literature-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
b. Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat-tempat, objek-objek, serta
hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam masalah yang sedang diselidiki.
c. Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan lainnya yang
sesuai dengan kerangka teori ilmu dan bidang yang bersangkutan.
Perumusn hipotesis yang baik dan tepat setidaknya menurut indrianto dan supomo (
2002: 77) antara lain dengan mempertimbangkan criteria kreteria tertentu sebagai acuannya dan
penjelasan sebagai berikut :
a. Berupa pernyataan yang mengarah kepada tujuan penelitian
Tujuan penekitian adalah memecahkan masalah atau utuk menjawab pernyataan penelitian
hipotesis dalam penelitian kuantitaf, merupakan jawaban rasiional yang deduksi dari konsef
konsef dan teori teori yang sudah ada
b. Berupa perfnyatan yang dirumuskan dengan maksud ingin diuji secara empiris.
Tujujan penelitian ( penelitian Dasar ) adalah menguji teoritis dan hipotesis maka akar dapatt
diuji , hiotesis harus menyatakan secara jelas pariabel variabal yang di teliti atau berupa duaaamn
tettentu pada hubungan antar dua variable

19
c. Berupa pernyataan peryataan yang dikembangakan berdasarkan teori-teori lebih kuat jika
dibandingkan dengan hipotesis lawannya. Berapa teori kemungkinan saling bertentangan satu
sama lain, atau terdapat teori yang satu lebih kuat dengan teori lainnya. Hipotesis yang
dikembangkan oleh peneliti harus mempunyai dukungan landasan teoritis lebih kuat, dari pada
alternatif. Dapat terjadi hipotesis lainnya kemungkinan dikembangakan melalui teori tgeori yang
lainnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa, cara orang merumuskan hipotesis itu tidak ada aturan
umumnya. Namun, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:[8]
a. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih.
b. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
c. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat.
d. Hipotesis hendaklah dapat diuji.

e. Pengujian Hipotesis
Sebagaimana dikemukakan oleh Donald Ary et al (dalam Arief Furchan, 1982: 133) dan
Yatim Riyanto (1996: 16-17) bahwa untuk menguji hipotesis, peneliti perlu:[9]
a. Menarik simpulan tentang konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis itu benar.
b. Memilih metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau
prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat itu benar atau tidak.
c. Mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut
didukung oleh data atau tidak.
Pengujian ini bertujuan sebagai penjajakan (eksplorasi), deskriptif, dan uji hipotesis.
Pengujian hipotesis merupakan proses yang cukup panjang dan memerlukan akurasi yang tepat
dan sistematis, apalagi data yang diteliti adalah data sampel yang merupakan bagian dari
populasi. Pengujian hipotesis ini adalah ekspektasi peneliti mengenai karakteristik tertentu suatu
populasi yang didukung dengan landasan konseptual tertentu untuk diuji kebenarannya. Langkah
selanjutnya yaitu membuat keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis yang diajukan
oleh peneliti tersebut.

20
Suatu uji hipotesis dikatakan ditolak, jika dari uji statistika yang dilakukan, peneliti
memperoleh hasil akhir bahwa hipotesis nihil yang diajukan peneliti ditolak karena perbedaan
hasil variabel yang terjadi bukan disebabkan oleh suatu kebetulan namun didukung dengan data
yang ada di lapangan. Dan dapat pula karena hipotesis pendamping, hasil statistiknya didukung
atau diterima sebagai hal yang benar. Maksudnya dalam suatu hipotesis statistik, antara hipotesis
nol (H0) dan alternatif (Ha), jika salah satu ditolak, maka yang lainnya pasti diterima sehingga
dapat dibuat keputusan secara tegas yaitu H0 =ditolak, dan Ha = diterima.
Dan suatu hipotesis dikatakan diterima, jika hipotesis yang diturunkan dari hasil
kesimpulan kajian teoristis tidak ditolak. Jika tes statistika menerima hipotesis nihil, hal ini
berarti bahwa perbedaan yang dihasilkan dari proses pengkajian pustaka hanya disebabkan oleh
kesalahan tidak disengaja waktu mengambil data di lapangan. Atau hipotesis riset yang telah
diajukan peneliti sebagai hipotesis pendamping, ditolak atau tidak didukung oleh informasi yang
ada.
Untuk itu, sebagaimana dikatakan sebelumnya dalam makalah ini bahwa dalam
merumuskan hipotesis terdapat dua pilihan peneliti, yakni menerima keputusan seadanya saat
hipotesis tidak terbukti atau mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tanda bahwa data
yang terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian berlangsung).[10]

21
C. KAJIAN PUSTAKA

a. Pengertian Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal
papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals, dan karya ilmiah lainnya
yang dikutip di dalam penulisan proposal. Semua referensi yang tertulis dalam kajian pustaka
harus dirujuk di dalam skripsi. Referensi ditulis urut menurut abjad huruf awal dari nama
akhir/keluarga penulis pertama dan tahun penerbitan (yang terbaru ditulis lebih dahulu).

Dalam Penelitian biasanya diawali dengan ide-ide atau gagasan dan konsep-konsep yang
dihubungkan satu sama lain melalui hipotesis tentang hubungan yang diharapkan. Ide-ide dan
konsep-konsep untuk penelitian dapat bersumber dari gagasan peneliti sendiri dan dapat juga
bersumber dari sejumlah kumpulan pengetahuan hasil kerja sebelumnya yang kita kenal juga
sebagai literatur atau pustaka. Literatur atau bahan pustaka ini kemudian kita jadikan sebagai
referensi atau landasan teoritis dalam penelitian.

Penelitian biasanya diawali dengan ide-ide atau gagasan dan konsep-konsep yang
dihubungkan satu sama lain melalui hipotesis tentang hubungan yang diharapkan. Ide-ide dan
konsep-konsep untuk penelitian dapat bersumber dari gagasan peneliti sendiri dan dapat juga
bersumber dari sejumlah kumpulan pengetahuan hasil kerja sebelumnya yang kita kenal juga
sebagai literatur atau pustaka. Literatur atau bahan pustaka ini kemudian kita jadikan sebagai
referensi atau landasan teoritis dalam penelitian.

Kajian pustaka: menjelaskan laporan tentang apa yang telah ditemukan oleh peneliti lain
atau membahas masalah penelitian. Kajian penting yang berkaitan dengan masalah biasanya
dibahas sebagai subtopik yang lebih rinci agar lebih mudah dibaca. Bagian yang kurang penting
biasanya dibahas secara singkat. Bila ada beberapa hasil penelitian yang mirip dengan masalah
penelitian, maka dapat dituliskan: ”Beberapa penelitian juga telah dilaporkan dengan hasil yang
hampir sama (Adam, 1976;Brown, 1980; Cartwright, 1981; Davis, 1985; Frost, 1987)”

Kajian pustaka adalah kegiatan yang meliputi mencari, membaca, dan menelaah laporan-
laporan penelitian dan bahan pustaka yang memuat teori-teori yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan.

22
b. Kriteria Pemilihan Sumber Pustaka

Kriteria pemilihan sumber pustaka mencakup:

1) Ketetapan (adequa-cy)
Isi dari sumber pustaka sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan.

2) Kejelasan (clarity)
Sumber pustaka harus mudah dipahami atau dimengerti oleh peneliti.

3) Empiris (empericalness)
Sumber pustaka itu berdasarkan pada kenyataan bukan hasil imajinasi.

4) Terorganisasi (Organization)
Isi dari sumber pustaka harus terorganisasi dengan baik sehingga memudahkan peneliti untuk
mencari informasi.

5) Kemutakhiran (Recen-cy)
Sumber pustaka harus berdasarkan perkembangan terbaru dalam bidangnya (up to date).

6) Relevansi (relevance)
Sumber pustaka berhubungan dengan penelitian.

7) Meyakinkan (convic-ingness)
Sumber pustaka dapat menjadi acuan yang terpercaya bagi peneliti.

Berdasarkan penggunaan acuan diatas yaitu: sumber acuan umum dan khusus, penelitian
dapat melakukan dua penelaahan atau analisis dalam mengambarkan kajian pustaka yang
berkaitan. Penalaran deduktif dilakuakn berdasarkan teri-teri atau konsep-konsep umum yang
ada dan penalaran induktif dilakukan berdasarkan sintesis atau pemaduan hasil-hasil penelitian.
Secara garis besar sumber bacaan ini dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Referensi umum: sumber yang dijadikan rujukan utama oleh peneliti, misalnya dari artikel
tertentu, karangan ilmiah, buku, dan dokumen lainnya yang berkaitan langsung dengan
pertanyaan penelitian. Referensi umum merupakan indeks, yaitu daftar pengarang, judul buku,
tempat penerbitan artikel atau wacana atau berupa abstrak.

23
2. Sumber primer: adalah publikasi di mana seseorang melakukan penelitian penelitian kemudian
diterbitkan. Penulis mengkomunikasikan temuannya secara langsung kepada pembaca. Sumber
primer penelitian pendidikan adalah journal, misalnya Journal of Research in Science
Teaching. Adajournal yang diterbitkan bulanan, tiga kali dalam setahun, dan artikel yang dimuat
merupakan laporan hasil penelitian.

3. Sumber sekunder: adalah publikasi di mana penulis mendeskripsikan hasil karya orang lain.
Sumber sekunder adalah buku (text books), ensiklopedia pendidikan, kajian penelitian, atau buku
tahunan

c. Cara Melakukan Penelusuran Pustaka


Penelusuran pustaka meliputi:
1. Memilih bidang dan deskriptor yang sesuai dengan minat,
2. Menelusur judul-judul dan abstrak yang relevan,
3. Menempatkan dokumen sumber-sumber primer yang sangat penting.
Penelusuran literatur atau pustaka memerlukan suatu arahan dan fokus. Langkah pertama adalah
mengidentifikasi bidang kajian yang sesuai dan sekaligus termasuk deskriptornya. Langkah
berikutnya adalah menelusur judul-judul dan abstrak yang relevan. Penelusuran yang baik
mencakup tiga kategori dokumen, yaitu:
1. Artikel-artikel yang diterbitkan,
2. Artikel-artikel yang tidak diterbitkan,
3. Disertasi atau tesis.
Diantara tiga dokumen penting yaitu artikel-artikel jurnal, disertasi atau tesis, dan laporan
tak dipublikasikan (laporan penelitian), artikel-artikel jurnal adalah paling ringkas dan secara
teknis paling baik karena adanya tuntutan yang amat tinggi dari jurnal yang akan diterbitkan.
Dalam mengkaji bahan pustaka kita dapat melakukan dengan cara mengidentifikasi sumber atau
bahan yang relevan dengan masalah penelitian, mencari judul-judul hasil penelitian yang
relevan, memilih dan memilah sumber pustaka yang paling relevan dari hasil penelitian,
menyusun bahan pustaka mana yang paling sesuai untuk mendukung penelitian, menuliskan
bagian kajian literatur, dan menyusun bahan acuan

24
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Masalah merupakan kesenjangan antara yang
diharapkan dengan yang terjadi. Maka rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang
akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Namun denikian, karena setiap rumusan
masalah penelitian harus didasarkan pada masalah.
Jika seseorang ingin menyelesaikan suatu masalah, orang tersebut secara umum harus
mengetahui apa permasalahan yang dimaksud. Dapat dikatakan bahwa bagian terbesar suatu
permasalahan adalah terletak pada mengetahui apa yang hendak dicoba dislesaikan oleh
seseorang.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Status hipotesis kerja
ialah sesuatu yang disarankan, bahkan sesuatu yang diuji di antara hubungan kategori dan
kawasannya. Perlu pula dikemukakan bahwa hipotesis kerja senantiasa diverifikasi sepanjang
penelitian itu berlangsung.
Suatu hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan apa yang dapat
diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi empiris yang memberi data
yang diperlukan. Setelah kita mengumpulkan data, selanjutnya kita harus menyimpulkan
hipotesis , apakah harus menerima atau menolak hipotesis.
Langkah awal yang sangat menentukan dalam sebuah penelitan adalah menentukan topik
penelitian yang benar-benar mendesak untuk diteliti. Selain itu akses terhadap partisipan/sampel,
sumber-sumber lain, dan memiliki ketersediaan literatur penting untuk dipertimbangkan.
Kajian pustaka tidak hanya membantu memverifikasi masalah-masalah penelitian, tetapi juga
membantu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan penyusunan instrument penilitian.
Langkah-langkah penting dalam melakukan kajian pustaka adalah mengidentifikasi kata
kunci topik penelitian untuk mencari literatur yang berkaitan seperti jurnal, buku-buku, dan
penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang akan di lakukan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi . 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suhardi. 2011. Bergiat dalam Penelitia Ilmiah Remaja. Flamingo.

http://elidakusumastuti.blogspot.com/2014/12/tugas-makalah-hipotesis-penelitian.html

Hadi, Sutrisno, 1987, “Metode Research:, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada Yogyakata

Moleong, Lexy J.,2013, “Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi”,Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Salim, Agus, 2006, “Teori dan Paradigma Penelitian Sosial”, Yogyakarta: Tiara Wacana

Widi Kartiko Restu, 2010, Asas Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu.

http://www.rosyid.info/2009/09/menyajikan-hasil-tinjauanpustaka-dalam.html

http://one.indoskripsi.com/node/5790

http://catatankuliahdigital.blogspot.com/2009/10/kajianpustaka.html

http://mahasiswauniramalang.blogspot.com/2017/01/makalah-masalah-penelitian.html

http://ismail6033.blogspot.com/2017/10/makalah-rumusan-masalah.html

26

Anda mungkin juga menyukai