Anda di halaman 1dari 30

Rumusan Masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang


Setiap penelitian yang akan dimulai pastilah membutuhkan sebuah rangsangan pikiran
yang akan dilakukan peneliti. Jika tidak, si peneliti pastinya akan mengalami kesulitan untuk
memulainya.  Penelitian terbagi menjadi dua bagian,yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian juga memiliki objek – objek yang berbeda , tergantung pada topic dan tema yang
diteliti. Apakah itu berkaitan dengan ilmu soaila atau ilmu pasti. Oleh karena itulah diperlukan
sebuah pemikiran dasar yang akan menjadi kerangka penelitian,tipe penelitian seperti apa yang
akan kita lakukan,metode penelitian apa yang akan digunakan,variable penelitian seperti apa
yang akan kita lakukan.
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari jawaban dari sebuah persoalan melalui
pengumpulan data berdasarkan hasil analisa dalam proses penelitian. Penelitian dipandang
sebagai upaya menjawab pemasalahan secara sistematik dengan metode-metode tertentu melalui
pengmpulan data empiris, mengolah, dan menarik kesimpulan atas jawaban suatu masalah.
Penelitian merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Dengan dilakukan
penelitian maka dihasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Untuk melakukan penelitian maka harus dilewati berbagai tahapan. Hal ini sesuai
dengan pengertian penelitian ilmiah itu sendiri yakni menjawab masalah berdasarkan metode
yang sistematis. hal penting yang dilakukan terutama dalam penelitian adalah perumusan
masalah, perumusan Hipotesis, serta menentukan Variabel penelitian.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan
utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya: Pertama, Hipotesis dapat dikatakan sebagai
piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan
permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui
teori mengenai konflik. Kedua, Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau
tidak benar atau difalsifikasi. Ketiga, hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan
pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis
disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan
pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam penelitian sangat berguna untuk mengatasi
kebingungan kita akan suatu hal, untuk memisahkan kemenduaan, untuk mengatasi rintangan
atau untuk menutup celah antara kegiatan atau fenomena. Karenanya peneliti harus memilih
suatu masalah bagi penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap
maslaah tersebut. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan langkah
yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel ini menjadi sangat penting karena tidak mungkin
peneliti melakukan penelitian tanpa adanya variabel. Namun terkadang banyak hal juga yang
menyebabkan kita lupa mengenai apa dan seperti apa variabel  serta apa saja jenis variabel dalam
penelitian itu. Banyak hal yang menjadi pertanyaan dan itulah sebabnya mengupas dengan benar
variabel akan menjadi suatu hal yang sangat penting.

1.2       Rumusan Masalah


1.    Apa Itu Rumusan Masalah dalam penelitian ?
2.    Apa Itu Hipotesis dalam penelitian ?
3.    Apa Itu Variabel dalam penelitian ?

1.3       Tujuan Penulisan


1.    Untuk Mengetahui dan mempelajari mengenai Rumusan Masalah dalam penelitian.
2.    Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai Hipotesis dalam penelitian.
3.    Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai Variabel dalam penelitian.

1.4       Manfaat Penulisan


Mengacu pada masalah dan tujuannya, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1.    Sebagai sarana untuk menambah dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di
kampus Atro Bali khusunya mengenai Rumusan masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam
penelitian.
2.    Sebagai bahan masukan dan refrensi bagi mahasiswa Atro Bali yang tertarik pada topik
mengenai Rumusan masalah, Hipotesis, dan Variabel dalam penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Rumusan Masalah dalam Penelitian


2.2.1   Definisi
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem,
diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang
saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun
sebagai akibat.
Ada beberapa para ahli mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:
1.      Menurut Pariata Westra (1981:263) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila seseorang
berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu
hingga berhasil.”
2.      Menurut Sutrisno Hadi (1973:3) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan
kenapa dan kenapa”.
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah,
suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem,
diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam
kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang
saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun
sebagai akibat.
Rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini berdasarkan penelitian menurut
tingkat eksplanasi.
Rumusan masalah ini pada hakikatnya adalah deskriptip tentang ruang lingkup masalah,
pembatasan dimensi dan analisis variabel yang tercakup didalamnya. Dengan demikian rumusan
masalah tersebut sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di dalam proses penelitian nantinya.
Bentuk masalah dapat dikelompokkan kedalam bentuk masalah deskriptif, komparatif,
asosiatif
1.      Rumusan Masalah Deskriptif
Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan
pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih.
2.      Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan
keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu
yang berbeda.
3.      Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan masalah asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan
hubungan antara dua variabel atau lebih.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan masalah yaitu:
1.      Dirumuskan secara jelas
2.      Menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternaatif tindakan yang akan dilakukan
3.      Dapat diuji secara empiris
4.      Menggandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan
5.      Disusun dalam bahasa yang jelas dan singkat
6.      Jelas cangkupannya
7.      Memungkinkan untuk dijawab dengan mempergunakan metode atau teknik tertentu.
Bagian rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui
penelitian. Tentunya masalah-masalah yang dihasilkan itu tidak lepas dari latar belakang masalah
yang dikemukakan pada bagian pendahuluan.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu :
1.      sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi
sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2.      sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak
berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan.
3.      sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta
jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana
yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan
masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang
bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4.      dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di
dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
2.2.2   Manfaat Rumusan Masalah
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi pertama adalah sebagai
pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai
penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai
pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga
mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan. Fungsi
ketiga dari perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan
harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh
peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat
dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang
bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan
penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya
perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam
menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kegiatan penelitian yang menggunakan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit
semestinya dapat menghasilkan manfaat. Penelitian harus dilaksanakan dengan tujuan
memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan efektivitas kerja.
2.2.3   Kriteria Perumusan Masalah
Ada setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan
masalah penelitian yaitu ;
1.      Kriteria pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat
kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan
yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena
atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
2.      Kriteria Kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau berhubungan dengan upaya
pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan
dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru
maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
3.      Kriteria ketiga, adalah bahwa suatu perumusan masalah yang baik, juga hendaknya dirumuskan
di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan
implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan
masalah bagi kehidupan manusia.
2.2.4   Ciri-Ciri Perumusan Masalah
Dalam penelitian diperlukan sebuah masalah yang baik. Terdapat beberapa ciri masalah
yang baik yaitu Mempunyai Nilai Penelitian, maksudnya adalah Dalam sebuah penelitian,
masalah yang sedang diteliti hendaknya mempunyai nilai penelitian. Dikatakan mempunyai nilai
penelitian apabila masalah yang akan diteliti pada akhir penelitian dapat memberikan manfaat
dalam sebuah bidang ilmu tertentu atau dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Dalam
memilih masalah yang baik peneliti harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1.      Masalah harus mempunyai keaslian
Sebuah masalah yang akan diteliti hendaknya adalah masalah yang up to date. Maksudnya
adalah masalah yang diteliti belum pernah diteliti sebelumnya oleh peneliti lain. Masalah juga
harus mempunyai nilai ilmiah atau  aplikasi ilmiah, sehingga penelitian akan semakin
berkualitas. Selain itu, masalah yang diteliti boleh jadi adalah masalah-masalah yang terlewatkan
dari perhatian masyarakat selama ini atau bias juga masalah yang akan memunculkan sebuah
teori baru.
2.      Masalah harus menyatakan suatu hubungan
Masalah yang baik adalah masalah yang menyatakan sebuah hubungan antara variabel-
variabel tertentu yang saling berkaitan. Hal ini perlu diperhatikan agar penelitian yang dilakukan
lebih bermakna. Biasanya variabel-variabel yang dipakai untuk mewakili unsur-unsur yang ada
dalam penelitian dilambangkan dengan huruf X, Y, dan Z.
3.      Masalah harus merupakan hal yang penting
Masalah yang diteliti haruslah merupakan hal yang penting dan bukan masalah yang sepele
untuk diteliti. Karena diharapkan hasil akhir dari penelitian adalah sebuah fakta dan kesimpulan
yang dapat bermanfaat di sebuah bidang tertentu dan dapat diterbitkan di jurnal ilmu
pengetahuan. Tidak hanya itu, hasil penelitian juga dapat menjadi bahan referensi dalam
menyusun buku-buku teks.
4.      Masalah harus dapat diuji
Seorang peneliti harus pandai dalam memilih masalah yang akan diteliti. Masalah yang akan
diteliti hendaknya adalah  masalah yang dapat diuji. Sebaiknya masalah yang dipilih adalah
masalah yang dapat memberikan implikasi untuk dilakukan uji empirisnya. Hal ini dimaksudkan
agar penelitian agar penelitian dapat dilihat secara jelas hubungan antar variabel yang saling
berkaitan dalam masalah yang sedang diteliti dan dapat tentu saja dapat diukur.
5.      Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
Masalah yang menarik adalah masalah yang dapat menimbulkan pertanyaan. Tapi peneliti
juga harus dapat menggambarkan masalah yang sedang diteliti dengan jelas, sehingga tidak
membingungkan orang yang membacanya dan dapat dilakukan uji untuk menyatakan jawaban
dan kebenarannya.
6.      Mempunyai fisibilitas
Masalah yang baik adalah masalah yang mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut harus
mempunyai nilai pemecahan dan dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat
berguna dan tidak sia-sia. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti, yaitu:
A.    Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia. Peneliti haruslah memperhatikan
ketersediaan data dan metode terhadap masalah yang akan diteliti. Hal ini sangatlah penting,
karena digunakan untuk memecahkan masalah. Data dan metode yang akan digunakan
hendaknya sudah memiliki standard an ukuran yang jelas, sehingga dapat diukur dan akan
menghasilkan sebuah pemecahan yang dapat akurat.
B.     Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan. Biaya
adalah faktor yang diboleh dilupakan oleh seorang peneliti pada saat akan melakukan penelitian.
Seorang peneliti harus bisa memperkirakan biaya yang akan dikeluarkannya dalam penelitian.
Biaya yang terlalu besar dalam penelitian akan dapat memberatkan peneliti dan dianggap kurang
fleksibel.
C.     Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar. Seorang peneliti harus dapat memperkirakan
waktu yang akan digunakan dalam penelitiannya. Sebuah penelitian yang baik adalah penelitian
yang tidak memakan waktu yang terlalu lama karena akan tidak efektif.
D.    Biaya dan hasil harus seimbang. Penelitian yang baik adalah penelitian yang antara hasil yang
diperoleh dengan biaya memiliki porsi yang seimbang. Hal ini penting karena penelitian harus
tetap memperhitungkan efisiensi di dalammya.
E.     Administrasi dan sponsor yang kuat. Masalah yang akan diteliti haruslah memiliki administrasi
dan sponsor yang kuat. Hal ini cukup penting karena penelitian tidak dapat dilakukan tanpa
adanya bantuan dari siapa pun dan seorang pembimbing.
F.      Tidak bertentangan dengan hukum dan adat. Masalah yang dipilih untuk diteliti hendaknya tidak
bertentangan dengan hukum dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh
peneliti karena akan berpengaruh pada keberlangsungan proses penelitian.
G.    Equipment dan kondisi harus memungkinkan. Seorang peneliti harus memperhatikan kondisi
pada saat akan melakukan penelitian. Penelitian hendaknya dilakukan pada saat kondisi yang
sedang kondusif agar dapat berjalan lancar. Tidak hanya itu, peralatan yang dibutuhkan pada saat
penelitian juga harus diperhatikan. Sebaiknya penelitian menggunakan alat-alat yang mudah
ditemukan dan diperoleh.
7.      Sesuai Dengan Kualifikasi Peneliti
Masalah yang akan diteliti hendaknya dalah masalah yang nantinya akan dapat dipecahkan
oleh peneliti. Mengapa demikian, karena agar penelitian yang telah dilakukan tidak terhenti di
tengah proses pengerjaan karena ketidakmampuan seorang peneliti untuk memecahkan masalah
yang sedang diteliti sehingga akan sia-sia. Untuk itu, peneliti harus memperhatikan beberapa hal
berikut:
A.    Menarik bagi peneliti
Masalah yang diteliti hendaknya menarik bagi peneliti. Hal ini penting agar peneliti merasa
tertantang untuk melakukan penelitian dan berusaha untuk memecahkannya. Sehingga penelitian
dapat segera diselesaikan.
B.     Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
Masalah yang diteliti harus sesuai dengan kualifikasi peneliti. Pertimbangan ini penting
karena akan berpengaruh pada kelancaran dan hasil penelitian. Karena jika peneliti tidak cukup
kompeten dalam bidang masalah yang sedang diteliti, maka hasil yang diteliti tidak akan akurat.
2.2.5   Pembatasan Masalah
Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan. Pertanyaan,
lebih lanjut harus dirumuskan dan dibatasi secara spesifik agar tidak menimbulkan kebingungan
dalam mengetahui dengan jelas keterangan dan data apa sebenarnya yang harus dikumpulkan
serta kesimpulan apa yang pada akhirnya dapat diambil pada hasil penelitian. Masalah penelitian
dapat berasal dari berbagai sumber. Dalam hal ini tentu peneliti terlebih dahulu harus melukiskan
masalah seluas mungkin yang dapat dijangkau oleh pikirannya berdasarkan realitas yang
ditemukannya. Namun, karena keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan, waktu, tenaga, biaya
dan fasilitas lainnya, maka peneliti harus membatasi masalahnya.
Masalah dalam penelitian dapat dibatasi dengan bertumpu pada sesuatu fokus. Masalah
adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang
menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya
untuk mencari sesuatu jawaban. Faktor yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa
konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. Jika kedua faktor itu diletakkan secara
berpasangan akan menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran yaitu sesuatu yang tidak
dipahami atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu. Sebagai contoh: fokus penelitiannya adalah
ketidakdisiplinan pegawai. Untuk menelaah penyebabnya peneliti mungkin ingin menelaahnya
dari sisi kepemimpinan atasan, tingkat kesejahteraan, lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Faktor-faktor tersebut dapatlah dikaitkan untuk menjajaki penyebab terjadinya ketidakdisiplinan
pegawai. Dengan demikian masalah penelitiannya menjadi sebagai berikut: Apakah ada kaitan
antara kepemimpinan atasan dengan dengan ketidakdisiplinan pegawai?, Bagaimanakah
pengaruh tingkat kesejahteraan, apakah hal ini menjadi sumber penyebab ketidakdisiplinan
pegawai?, Apakah lingkungan kerja yang tidak kondusif ada kaitannya dengan etos kerja yang
menyebabkan ketidakdisiplinan pegawai?
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor tersebut haruslah dapat diukur dan
dimanage (measurable and managable). Agar dapat diukur maka faktor-faktor tersebut harus
konseptual, artinya faktor tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah
mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan.
Faktor-faktor dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya
atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.
Ada dua maksud tertentu yang ingin dicapai dalam merumuskan masalah penelitian dengan
jalan memaanfaatkan fokus. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi masalah. Jadi, dalam hal
ini fokus akan membatasi bidang inquiri. Jika peneliti membatasi diri dengan upaya menemukan
teori dari dasar, maka lapangan penelitian lainnya tidak akan dimanfaatkan lagi. Pada contoh
tersebut diatas, jelas bahwa subjek penelitian adalah pegawai. Jadi, peneliti tidak perlu kesana
kemari untuk mencari subjek penelitian, karena dengan sendirinya telah dibatasi oleh fokusnya.
Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria iklusi-eksklusi atau kriteri masuk-
keluar (inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan. Dengan
bimbingan dan arahan suatu fokus seorang peneliti tahu persis data mana dan data tentang apa
yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun mungkin menarik, karena tidak
terlalu relevan, tidak perlu lagi dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan.
2.2.6   Model Perumusan Masalah
Berdasarkan level of explanation suatu gejala, Loncoln dan Guba sebagaimana yang dikutip
Muhadjir, membagi model rumusan masalah secara umum dalam tiga bentuk rumusan masalah,
yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif dan assosiatif.
1.      Rumusan masalah deskriptif
Merupakan suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau
memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.
2.      Rumusan masalah komparatif
Merupakan rumusan masalah yang memandu peneliti untuk membandingkan antara konteks
sosial atau domain satu dibandingkan dengan yang lain.
3.      Rumusan masalah assosiatif
Merupakan hubungan rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengkonstruksi
hubungan antara situasi sosial atau domain satu dengan yang lainnya. Rumusan masalah
assosiatif dibagi menjadi tiga yaitu, hubungan simetris, kausal dan reciprocal atau interaktif.
Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Selanjutnya hubungan interaktif
adalah hubungan yang saling mempengaruhi. Dalam penelitian kualitatif hubungan yang diamati
atau ditemukan adalah hubungan yang bersifat reciprocal atau interaktif.
Dalam penelitian kuantitatif, ketiga rumusan masalah tersebut terkait dengan variable
penelitian, sehingga rumusan masalah penelitian sangat spesifik, dan akan digunakan sebagai
panduan bagi peneliti untuk menentukan landasan teori, hipotesis, insrumen, dan teknik analisis
data. Oleh karena itu, rumusan masalah yang merupakan fokus penelitian masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu.
Namun demikian, setiap peneliti baik peneliti kuantitatif mau pun kualitatif tetap harus membuat
rumusan masalah. Pertanyaan penelitian kualitatif di rumuskan dengan maksud untuk memahami
gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang
meggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya akan mengembangkan fokus
penelitian sambil mengumpulkan data. Proses seperti ini disebut “emergent design”. Namun
yang jelas, tidak ada keseragaman model rumusan masalah dalam penyajian, karena para peneliti
berasal dari berbagai macam disiplin ilmu dengan beragam latar belakang metodologi penelitian.
2.2.7   Analisis Perumusan Masalah
Ada enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu :
1.      Apakah rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya, apakah
dirumuskan secara proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau gabungan kedua-duanya?
2.      Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya terdapat
rumusan masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika disatukan dengan
tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan penelitian ataukah tujuan
penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah? Apakah rumusan masalah yang disatukan
dengan tujuan penelitian, pada “masalah penelitian” dibahas juga metode penelitianya?
3.      Apakah uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian,
ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
4.      Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak terpenuhi?
5.      Apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah penelitian?
Ataukah hanya dinyatakan secara implicit?
6.      Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau
tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?

2.2.8   Prinsip-Prinsip Perumusan Masalah


1.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Teori Dari Dasar
Peneliti hendaknya senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya
didasarkan atas upaya menemukan teori dari-dasar sebagai acuan utama. Dengan hal itu berarti
bahwa masalah sebenarnya terletak dan berada di tengah-tengah kenyataan, atau faktam atau
fenomena.
2.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Maksud Perumusan Masalah
Pada dasarnya inti hakikat penelitian kualitatif terletak pada upaya penemuan dan
penyusunan teori baru.
3.      Prinsip Hubungan Faktor
Fakus atau masalah merupakan rumusan yang terdiri atas dua atau lebih faktor yang
menghasilkan kebingungan. Faktor-faktor itu dapat berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau
fenomena. Definisi tersebut mengarah pada tiga aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan oleh
peneliti pada waktu merumuskan maslah, yaitu :
A.    Adanya dua atau lebih factor
B.     Faktor-faktor itu dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna, dan
C.     Hasil pekerjaan menghubungkan tadi berupa suatu keadaan yang membingungkan, suatu
keadaan berupa tanda tanya, yang memerlukan pemecahan atau untuk menjawab.
4.      Fokus Sebagai Wahana Untuk Membatasi Studi
Penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak mengharuskan peneliti menganut suatu
orientasi teori tertentu. Dalam penelitian kualiatatif, pilihan subjektif peneliti dihormati dan
dihargai. Pilihan itu bisa didasarkan pada paradigma ilmiah atau alamiah.
5.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Kriteria Inklusi-Ekslusi
Perumusan masalah yang baik adalah yang dilakukan sebelum terjun kelapangan dan yang
mungkin disempurnakan pada awal ia terjun kelapangan akan membatasi peneliti guna memilih
data mana yang relevan dan mana pula yang tidak.
6.      Prinsip Berkaitan Dengan Bentuk dan Cara Perumusan Masalah
Ada tiga bentuk perumusan masalah, yaitu :
A.    Secara diskusi, yakni yang disajikan secara diskriptif tanpa pertanyaan-pertanyaan peneliti.
B.     Secara proporsisional, yakni secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan
logis dan bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif dan
ada pula yang langsung dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan peneliti.
C.     Secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi, kemudian ditegaskan
lagi dalam bentuk proposisioanal.
7.      Prinsip Sehubungan Dengan Posisi Perumusan Masalah
Yang dimaksud dengan posisi di sini tidak lain adalah kedudukan unsur rumusan maslah di
antara unsur-unsur penelitian lainnya. Unsur-unsur penelitian lainnya yang erat kaitannya dengan
perumusan masalah adalah “latar belakang masalah”, “tujuan’, dan “metode penelitian”.
8.      Prinsip Yang Berkaitan Dengan Hasil Kajian Kepustakaan
Pada dasarnya perumusan masalah itu tidak dapat dipisahkan dari hasil kajian kepustakaan
yang berkaitan.
2.2       Hipotesis dalam Penelitian
2.3.1   Definisi
Hipotesis berasal dari dua penggal kata, hypo=di bawah; thesa=kebenaran. Jadi hipotesis
secara etimologis artinya kebenaran yang masih diragukan. Hipotesis dapat diartika sebagai
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti
kebenarannya melalui data yang terkumpul.
Pengertian Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban
sementara atas masalah yang dirumuskan.
Hipotesis merupakan salah satu unsur teori yang didapat melalui analisis perbandingan.
Analisis perbandingan antara kelompok tidak hanya menganalisis kategori, tetapi mempercepat
adanya hubungan yang disimpulkan antara kelompok tersebut, dan hal itu dinamakan hipotesis
kerja. Yang perlu ditekankan di sini ialah bahwa status hipotesis kerja ialah sesuatu yang
disarankan, bahkan sesuatu yang diuji di antara hubungan kategori dan kawasannya. Perlu pula
dikemukakan bahwa hipotesis kerja senantiasa diverifikasi sepanjang penelitian itu berlangsung.
Menurut Nana Sudjana, hipotesis berasal dari kata hipo, artinya bawah dan tesis, artinya
pendapat. Hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih belum meyakinkan. Kebenaran
pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan.
Contohnya adalah Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang
dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit
mendung, maka…) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudian
hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis.
Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan,
perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisiyang
mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungantertentu Proposisi inilah yang akan
membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya
yaituPenelitian sosial.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-
tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan
dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan
satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
2.3.2   Karakteristik Hipotesis
Suatu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.  Kegagalan
merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi
syarat secaraproporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan
prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata. Untuk dapat memformulasikan
hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1.      Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskanmasalah dan dinyatakan
dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara
atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
2.      Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan
untuk, menguji satu hipotesis secara empirisadalah harus mendefinisikan secara operasional
semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel
dependen.
3.      Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empirisdan memberikan
gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara
jelas menyatakan kondisi,ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang
dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4.      Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas
tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5.      Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang
akan menggambarkan ukuran yang valid darivariabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat
diuji dengan metodeyang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat
merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada
metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada
eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data,
analisisdata, maupun generalisasi.
6.      Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya.
Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus
memilikihubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah(seperti, positif
dan negatif).
Sementara menurut Moh.Nazir ciri-ciri hipotesis yang baik yaitu mempunyai
1.      Harus menyatakan hubungan.
2.      Harus sesuai dengan fakta.
3.      Harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan.
4.      Harus dapat diuji.
5.      Harus sederhana.
6.      Harus bisa menerangkan fakta.
Dengan demikian secara umum, hipotesis yang baik harus mempertimbangkan fakta-fakta
yang relevan, harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam yang telah
diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi dediktif atai induktif untuk
verifikasi.
Selain itu hipotesis juga dapat dibagi menjadi beberapa macam jenis dan tergantung dari
pendekatan kita dalam membaginya. Hipotesis dapat kita bagi sebagai berikut:
1.      Hipotesis tentang perbedaan vs hubungan
Hipotesis dapat kita bagi dengan melihat apakah pernyataan sementara yang diberikan
adalah hubungan ataukah perbedaan. Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang
menyatakan tentang saling berhubungan antara dua variable atau lebih, yang mendasari tekhnik
korelasi atau regresi. Sebaliknya hipotesis yang menjelaskan perbedaan menyatakan adanya
ketidaksamaan antarvariabel tertentu disebabkan oleh adanya pengaruh variable yang berbeda-
beda. Hipotesis ini mendasari tekhnik penelitian yang komparatif. Hipotesis tentang hubungan
dan perbedaan merupakan hipotesis hubungan analitis. Hipotesis ini, secara analitis menyatakan
hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat yang lain.
2.      Hipotesis kerja vs hipotesis nul
Dengan melihat pada cara seorang peneliti menyusun pernyataan dalam hipotesisnya,
hipotesis dapat dibedakan antara hipotesis kerja dan nul. Hipotesis nul, yang mula-mula
diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher diformulasikan untuk ditolak sesudah pengujian.
Dalam hipotesis nul ini, selalu ada implikasi “tidak ada beda”. Perumusannya bisa dalam bentuk:
“Tidak ada beda antara…dengan…” Hipotesis nul dapat juga ditulis dalam bentuk: “…tidak
mem…”
Hipotesis nul biasanya diuji dengan menggunakan statistika. Seperti telah dinyatakan diatas,
hipotesis nul biasanya ditolak. Dengan menolak hipotesis nul, maka kita menerima hipotesis
pasangan, yang disebut hipotesis alternatef. Hipotesis nul biasanya digunakan dalam penelitian
eksperimental. Akhir-akhir ini hipotesis nul juga digunakan dalam penelitian social, seperti
penelitian dibidang sosiologi, pendidikan, dan lain-lain.
3.      Hipotesis common sense dan ideal
Hipotesis acapkali menyatakan terkaan tentang dalil dan pemikiran bersahaja dan common
sense (akal sehat). Hipotesis ini biasanya menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan.
Contohnya, hipotesis sederhana tentang produksi dan status pemilikan tanah, hipotesis mengenai
hubungan tenaga kerja dengan luas garapan, hubungan antara dosen pemupukan dengan daya
tahan terhadap insekta, hubungan antara kegiatan-kegiatan dalam industry, dan sebagainya.
Sebaliknya, hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis jenis
ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan logis antara keseragaman-
keseragaman pengalaman empiris. Hipotesis ideal adalah peningkatan dari hipotesis analitis.
Misalnya, kita mempunyai suatu hipotesis ideal tentang keseragaman empiris dan hubungan
antar daerah, jenis tanah, luas garapan, jenis pupuk, dan sebagainya.
2.3.3   Jenis-Jenis Hipotesis
Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian. Bila
dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada tiga yaitu:
rumusan masalah deskriptif (variabel mandiri), komparatif (perbandingan) dan asosiatif
(hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada tiga yaitu:
1.      Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif,
2.      Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif.
Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda, atau keadaan
itu terjadi pada waktu yang berbeda.
3.      Hipotesis Asosiatif
Hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu
yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.
2.3.4   Dasar Perumusan Hipotesis
Secara sederhana, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara dirumuskan atas dasar
terkaan atau conjecture peneliti. Namun demikian, terkaan tersebut harus didasarkan pada acuan,
yakni teori dan fakta ilmiah.
Untuk menjadikan teori sebagai acuan penelitian, biasanya peneliti menurunkan dari teori
tersebut sejumlah asumsi dan postulat. Asumsi-asumsi ini merupakan anggapan atau dugaan
yang mendasari hipotesis, sedangkan hipotesis itu sendiri adalah dasar untuk memperoleh
kesimpulan, setelah diuji menggunakan data yang diperoleh melalui penelitian (Muhammad Ali,
1992 : 33).
Selain menggunakn teori sebagai acuan, dalam merumuskan hipotesis dapat pula
menggunakan acuan fakta. Dalam pengertian umum, fakta adalah kebenaran yang dapat diterima
oleh nalar dan sesuai dengan kenyataan yang dapat dikenali dengan panca indera. Fakta yang
dimaksud dapat diperoleh dengan cara :
1.      Memperoleh dari sumber aslinya      
2.      Fakta yang diidentifikasi dengan cara menggambarkan dan menafsirkannya dari sumber yang
asli.
3.      Fakta yang diperoleh dari orang mengidentifikasi dengan jalan menyusunnya dalam bentuk
abstract reasoning (penalaran absrtak).
Selain itu semua, Good dan secates secara khusus memberikan beberapa sumber yang dapat
dijadikan sebagai dasar bagi perumusan hipotesis, yaitu sebagai berikut:
1.      Kebudayaan dimana ilmu tersebut dibentuk
2.      Ilmu itu sendiri yang menghasilkan teori dan teori memberi arah kepada penelitian
3.      Analogi merupakan sumber hipotesis
4.      Reaksi individu terhadap sesuatu dan pengalaman.
2.3.5   Cara Merumuskan Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah,
tetapi masih memerlukan pengujian. Oleh karena itu, hipotesis dibuat berdasarkan hasil
penelitian masa lalu atau berdasarkan data-data yang telah ada sebelum penelitian dilakukan
secara lebih lanjut yang tujuannya menguji kembali hipotesis tersebut. Akan tetapi, peneliti tidak
boleh memanipulasi data sedemikian rupa sehingga mengarah ketidakterbuktian hipotesis. Ia
harus bersikap objektif terhadap data yang terkumpul.
Maka dari itu, merumuskan hipotesis bukanlah hal yang mudah. Seperti yang sudah
disinggung sekurang-kurangnya ada tiga penyebab kesukaran dalam memformulasikan hipotesis,
yaitu:
1.      Tidak adanya kerangka teori atau pengetahuan tentang kerangka teori yang terang,
2.      Kurangnya kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang sudah ada, dan
3.      Gagal berkenalan dengan tekhnik-tekhnik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-
kata dalam membuat hipotesis secara benar.
Hipotesis dibentuk dengan suatu pernyataan tentang frekuensi kejadian atau hubungan
antarvariabel. Dapat dinyatakan bahwa sesuatu terjadi dalam suatu bagian dai seluruh waktu,
atau suatu gejala yang diikuti oleh gejala lain, atau sesuatu lebih besar atau lebih kecil dari yang
lain. Bisa juga dinyatakan tentang korelasi satu dengan yang lain.
Selain kita mengetahui cara mengenai merumuskannya kita juga harus mengetahui kegunaan
dari sebuah hipotesis, yaitu secara garis besar adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2.      Menyiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang
begitu saja dari perhatian peneliti.
3.      Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke
dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Namun, tinggi rendahnya kegunaan hipotesis sangat bergantung dari hal berikut:
1.      Pengamatan yang tajam dari si peneliti
2.      Imajinasi serta pemikiran kreatif dari si peneliti
3.      Kerangka analisis yang digunakan oleh si peneliti
4.      Metode serta desain penelitian yang dipilih oleh si peneliti
2.3.6   Tahap-tahap Pembentukan Hipotesis Secara Umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:
1.      Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena
sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan
hukum atau teori ataudalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya
dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut,
penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2.      Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah.
Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatukonklusi,
karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit,
dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun
merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian
sebenarnya dilaksanakan.
3.      Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih
fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada
ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4.      Formulasi hipotesa
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata
apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah
fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa,
diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat
olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
5.      Pengujian hipotesa
Artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi dalam istilah ilmiah
hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka
disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi (penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam
pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka
hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang
sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6.      Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan(dalam istilah ilmiah disebut
prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat
diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Maka dari itu kita juga harus mengetahui manfaat dari sebuah hipotesis, karena hipotesis
banyak memberikan manfaat, baik dalam proses dan langkah penelitian maupun dalam
memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Manfaat hipotesis bagi proses dan langkah
penelitian, terutama dalam menentukan proses pengumpulan data, seperti metode penelitian,
instrument yang harus digunakan, sampel atau sumber data, dan teknik analisis data. Unsur-
unsur tersebut dapat ditetapkan berdasarkan rumusan hipotesis. Dengan kata lain, hipotesis dapat
member petunjuk yang baik terhadap kegiatan penelitian, khususnya proses pengumpulan data.
Adapun manfaat hipotesis dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari
pernyataan hubungan variable-variabel penelitian. Manfaat lain dari hipotesis ialah memudahkan
peneliti dalam menarik kesimpulan penelitian, yakni menarik pernyataan-pernyataan hipotesis
yang telah teruji kebenarannya. Dengan demikian, akan mempermudah peneliti maupun
pembaca menangkap makna kesimpulan penelitian.
2.3.7   Kegunaan atau Fungsi Hipotesis
Secara garis besar, hipotesis memberikan beberapa kegunaan dalam sebuah penelitian yaitu
sebagai berikut:
1.      Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja peneliti;
2.      Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta;
3.      Sebagai alat sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi kedalam
suatu kesatua penting dan menyeluruh;
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta (M. Nazir,
1999 : 183).
2.3.8   Prosedur Pengujian Hipotesis
Fungsi hipotesis adalah untuk memberi suatu pernyataan terkaan tentang hubungan tentatif
antara fenomena-fenomena dalam penelitian. Kemudian hubungan tentatif ini akan diuji
validitasnya melelui teknik-teknik yang sesuai untuk keperluan pengujian. Bagi seorang peneliti,
hipotesis bukan merupakan suatu hal yang menjadi vested interes, dalam artian bahwa hipotesis
harus selalu diterima kebenarannya. Jika hipotesis ditolak berarti tidak sesuai dengan datanya.
Untuk menguji hipotesis, diperlukan data atau fakta-fakta. Kerangka pengujian harus ditetapkan
terlebih dahulu sebelum sipeneliti mengumpulkan data. Pengujian hipotesis memerlukan
pengetahuan yang luas mengenai teori, kerangka teori, penguasaan, penggunaan teori secara
logis, statistik dan teknik-teknik pengujian. Cara pengujian hipotesis bergantung dari metode dan
desain penelitian yang digunakan. Salah satu cara yang sering dipakai adalah berdasarkan uji
statistik.         
Dalam menguji hipotesis ini, ada beberapa langkah yang harus dilalui, dikenel dengan
prosedur pengujian hipotesis, yaitu sebagai berikut.
1.      Menentukan formulasi hipotesisnya, meliputi Hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha)
2.      Menentukan syaraf nyata dan nilai tabel.
3.      Menentukan kriteria pengujian.
4.      Melakukan uji statistik.
5.      Membuat kesimpulan.

2.3       Variabel dalam Penelitian


2.3.1   Definisi
Sebagian besar para ahli mendefinisikan variabel penelitian sebagai kondisi-kondisi yang
oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol, atau diobservasikan dalam suatu penelitian. Selain itu,
beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan
menjadi obyek pengamatan penelitian. Dari dua pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa
variabel penelitian meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti.
Variabel penelitian ditentukan oleh landasan teoritisnya dan kejelasannya ditegaskan oleh
hipotesis penelitian. Oleh karena itu, apabila landasan teoritis suatu penelitian berbeda, akan
berbeda pula variabelnya.
Variabel-variabel yang ingin digunakan perlu ditetapkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan.
Jumlah variabel yang digunakan bergantung pada luas serta sempitnya panelitian yang akan
digunakan
Dalam ilmu-ilmu eksakta, variabel-variabel yang digunakan umumnya mudah diketahui
karena dapat dilihat dan divisualisasikan. Tetapi, variabel-variabe dalam ilmu sosial, sifanya
lebih abstrak sehingga sukar dijamah secara realita. Variabel-variabel ilmu sosial berasal dari
suatu konsep yang perlu diperjelas dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan
dipergunakan secara operasional.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan Variable sebagai berikut :
1.      Hatch & Farhady (1981)
Variable didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara
satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
2.      Kerlinger (1973)
Variable adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Misalnya : tingkat
aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin, golongan gaji, produktifitas kerja,
dll.
Variable dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda
(different values). Dengan demikian, variabel itu adalah suatu yang bervariasi.
3.      Kidder (1981)
Variable adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik
kesimpulan darinya.
4.      Bhisma Murti (1996)
Variable didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi nilai itu bisa
diukur secara kualitatif atau kuantitatif. Variasi nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau
kuantitatif.
5.      Sudigdo Sastroasmoro
Variable merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke
subyek lainnya.
6.      Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variable adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah
penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal
mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable. Dengan demikian, variable
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
7.      Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variable mengandung pengertian ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota – anggota
suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
Variable adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. Misalnya : umur,
jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit,
dsb.
8.      Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara
memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional yang dibuat dapat berbentuk
definisi operasional yang diukur, ataupun definisi operasional eksperimental.
Dalam suatu penelitian, variebel perlu diidentifikasi, diklasifikasikan dan diidentifikasi
secara operasional dengan jelas dan tegas agar tidak menimbulkan kesalahan dalam
pengumpulan dan pengolahan data serta dalam pengujian hipotesis.
Dari keterangan-keterangan diatas, maka dapat disimpulkan tiga buah pola dalam
memberikan definisi operasional dalam suatu variabel . Ketiga pola tersebut adalah sebagai
berikut:
A.    Definisi yang disusun atas dasar kegiatan lain yang terjadi, yang harus dilakukan atau yang tidak
dilakukan untuk memperoleh variabel yang didefinisikan.
B.     Definisi yang disusun berdasarkan bagaimana sifat serta cara beroperasinya hal-hal yang
didefinisikan.
C.     Definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu muncul.
2.3.2   Jenis-Jenis Variabel
1.      Variabel Dependen atau variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah atau
muncul ketika penelitian mengintroduksi, pengubah atau pengganti variabel bebas. Menurut
fungsinya variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain atau Variabel Independent.
Contoh : Pengaruh Suhu Ruangan kamar Gelap terhadap kualitas film Radiografi
Variabel Dependent : Kualitas Film Radiografi
2.      Variabel Independen atau variabel bebas, adalah kondisi-kondisi atau karakteristik yang oleh
peneliti dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungan-hubungan dengan
fenomena yang diobservasi. Menurut fungsinya variabel ini mempengaruhi variabel lain, jadi
secara bebas berpengaruh dalam variabel lain.
Contoh : Pengaruh Suhu Ruangan kamar Gelap terhadap kualitas film Radiografi
Variabel Independent : Suhu Ruangan Kamar Gelap
3.      Variabel intervening, Yaitu variabel yang berfungsi menghubungkan variabel satu dengan
variabel lain. Hubungan itu dapat menyangkut sebab akibat ataupun pengaruh atau terpengaruh.
Variabelini merupakan variabel penyela/antara yang terletak di antara variabel independen dan
dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau
timbulnya variabel dependen dan dapat memperkuat atau memperlemah Hubungan antara
Variabel Independent dan Variabel Dependent yang tidak dapat diukur.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOH Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf
Variabel Intervening : Suasana Hati saat Pengukuran Nilai Densitas Radiograf
4.      Variabel Moderator, adalah variabel yang mempengaruhi, memperkuat dan memperlemah
hubungan antara variabel independen dengan dependen yang dapat diukur. Variabel tersebut juga
sebagai variabel independen ke dua.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOh Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf.
Variabel Moderator : Kadar NaOH yang ditambahkan
5.      Variabel kontrol adalah variabel yang dibuat konstan untuk mengawasi hubungan antara
Variabel Independent dengan Variabel Dependent. Variabel ini berfungsi sebagai kontrol
terhadap variabel lain terutama yang berkaitan dengan variabel moderator dan bebas, ia juga
berpengaruh terhadap variabel terikat.
Contoh : Pengaruh Penambahan NaOh Pada Developer terhadap nilai Densitas Radiograf.
Variabel Kontrol : Pesawat Sinar X yang sama, mesin Automatic Processing yang sama, Jenis
Developer yang sama, Jenis NaOH yang sama, dll.
2.3.3   Pengukuran Variabel
Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran, yaitu
1.      Skala Nominal
Adalah Suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang mempunyai kesamaan tiap
anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain yang tidak dapat
dioperasikan dengan rumus matematika dan tidak memiliki tingakatan. Misalnya :
A.    Jenis Kelamin : dibedakan antara laki – laki dan perempuan
B.     Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
C.     Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
D.    Ras : dapat dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
E.     Suku Bangsa : dpt dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
2.      Skala Ordinal
Skala Ordinal Adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan. Skala Ordinal
Adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat atau jabatan. Skala
Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.
Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi nilai yang
lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai tersebut lebih tinggi, sama atau
lebih rendah daripada nilai yang lain. Contoh :
A.    Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
B.     Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
C.     Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III. Hal ini dapat dikatakan
bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan Stadium III lebih berat daripada Stadium
II. Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
D.     Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju.
3.      Skala Interval
Skala Interval Adalah Skala Data Kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain
jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan nilai
pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal
(Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil, dsb), tetapi Nilai Mutlaknya Tidak Dapat Dibandingkan secara
Matematis, oleh karena itu batas – batas Variasi Nilai pada Skala Interval bersifat ARBITRER
(ANGKA NOL-nya TIDAK Absolut). Contoh :
A.    Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360 Celcius jelas lebih panas daripada
suhu 240 Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360 Celcius 1½ kali lebih panas
daripada suhu 240 Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00 Celcius Tidak Absolut (=00Celcius
tidak berarti Tidak Ada Suhu / Temperatur sama sekali).
B.     Jarak, dsb.

4.      Skala Rasio = Skala Perbandingan


Skala Ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya
memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai NOL ABSOLUT ). Misalnya :
A.    Tinggi Badan : sebagai Skala ratio, tinggi badan 180 Cm dapat dikatakan mempunyai selisih 60
Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan bahwa : tinggi badan 180 adalah
1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
B.     Denyut Nadi : nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan tidak ada sama sekali denyut nadinya.
C.     Berat Badan
D.    Dosis Obat, dsb
Dari uraian di atas jelas bahwa Skala Ratio, Interval, Ordinal dan Nominal berturut – turut
memiliki nilai kuantitatif dari yang paling rinci ke yang kurang rinci. Skala ratio mempunyai
sifat – sifat yang dimiliki skala interval, ordinal dan nominal. Skala interval memiliki ciri – ciri
yang dimiliki skala ordinal dan nominal, sedangkan skala ordinal memiliki sifat yang dimiliki
skala nominal.
Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya transformasi skala ratio
dan interval menjadi ordinal atau nominal. Transformasi ini dikenal sebagai Data Reduction atau
Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat menerapkan metode statistic tertentu, terutama
yang menghendaki skala data dalam bentuk ordinal atau nominal.
      Sebaliknya, skala ordinal dan nominal tidak dapat diubah menjadi interval atau ratio. Skala
nominal yang diberi label 0,1 atau 2 dikenal sebagai Dummy Variable (Variabel Rekayasa).
Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan 2 untuk perempuan tidak mempunyai arti
kuantitatif (tidak mempunyai nilai / hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat
dikatakan 1 lebih banyak dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah
kategori huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan analisis
data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).
2.3.4   Korelasi Antar Variabel
Korelasi antar Variabel, ada 3 yaitu :
1.      Korelasi Simetris
Korelasi Simetris terjadi bila antar dua variable terdapat hubungan, tetapi tidak ada
mekanisme pengaruh – mempengaruhi ; masing – masing bersifat mandiri. Korelasi Simetris
terjadi karena :
A.    Kebetulan.
Misalnya :  Kenaikan gaji dosen dengan turunnya hujan deras.
B.     Sama – sama merupakan akibat dari faktor yang sama (Sebagai akibat dari Variabel Bebas)
Contoh : Hubungan antara berat badan dan tinggi badan. Keduanya merupakan variable terikat
dari variable bebas yaitu “Pertumbuhan”.
C.     Sama – sama sebagai Indikator dari suatu konsep yang sama.
Misalnya : Hubungan antara kekuatan kontraksi otot dengan ketahanan kontraksi otot ;
Keduanya merupakan indikator “Kemampuan” Kontraksi Otot.
2.      Korelasi Asimatris
Korelasi Asimatris ialah Korelasi antara dua variable dimana variable yang satu bersifat
mempengaruhi variable yang lain ( Variable Bebas dan Variable Terikat ) Contoh : Semakin
Panas Suhu Ruangan kamar Gelap akan mengakibatkan Base Fog pada Film Radiografi
Meningkat.
3.      Korelasi Timbal Balik
adalah Korelasi antar dua variable yang antar keduanya saling pengaruh – mempengaruhi.
Contohnya : Korelasi antara Malnutrisi dan Malabsorbsi. Malabsorbsi akan mengakibatkan
Malnutrisi, sedangkan Malnutrisi mengakibatkan atrofi selaput lendir usus yang akhirnya
menyebabkan malabsorbsi.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Perumusan masalah adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik
dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai
penyebab maupun sebagai akibat. Perumusan masalah memiliki beberapa fungsi siantaranya
sebagai berikut; sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan, sebagai
pedoman/penentu arah atau fokus dari suatu penelitian, sebagai penentu jenis data macam apa
yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus
disisihkan oleh peneliti, dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti
menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel
penelitian.
Kriteria-kriteria dalam perumusan masalah adalah; kriteria pertama berwujud kalimat tanya
atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif,
maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Kriteria Kedua bermanfaat atau
berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori. Kriteria ketiga, suatu
perumusan masalah hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang
aktual.
Ciri-ciri masalah yang baik: Mempunyai Nilai Penelitian; Masalah harus mempunyai
keaslian; Masalah harus menyatakan suatu hubungan; Masalah harus merupakan hal yang
penting; Masalah harus dapat diuji; Masalah harus dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan;
Mempunyai fisibilitas; serta Sesuai Dengan Kualifikasi Peneliti.
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah,
tetapi masih memerlukan pengujian.Maka dari itu, merumuskan hipotesis bukanlah hal yang
mudah, yaitu; tidak adanya kerangka, kurangnya kemampuan untuk menggunakan kerangka teori
yang sudah ada, dan gagal berkenalan dengan tekhnik-tekhnik penelitian yang ada untuk dapat
merangkaikan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya ialah; penentuanmasalah, hipotesis
pendahuluan atau hipotesis preliminer, pengumpulan fakta, formulasi hipotes, pengujian
hipotesa, dan aplikasi/penerapan.
Secara garis besar, hipotesis memberikan beberapa kegunaan dalam sebuah penelitian yaitu
seperti; memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja peneliti,
mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, sebagai alat sederhana
dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi kedalam suatu kesatua penting
dan menyeluruh, sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar
fakta.
Dalam menguji hipotesis ini, ada beberapa langkah yang harus dilalui, dikenel dengan
prosedur pengujian hipotesis, yaitu menentukan formulasi hipotesisnya, menentukan syaraf nyata
dan nilai table, menentukan kriteria pengujian, melakukan uji statistik, dan membuat kesimpulan.
Tetapi selain itu, karakteristik dari sebuah hipotesis juga merupakan dugaan terhadap keadaan
variabel mandiri, dan dinyatakan dalam kalimat yang jelas, dan dapat diuji dengan data yang
dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan hubungannya variabel dibagi menjadi enam yaitu variabel dependen atau
variabel tidak bebas Variabel Independen atau variabel bebas, variabel intervening, variabel
moderator, variabel control,  variabel acak atau random.  Sedangkan korelasi antar Variabel, ada
3 yaitu : korelasi simetris, korelasi asimatris, korelasi timbal balik dan
Yang tidak kalah penting dalam bagian ini adalah paradigma penelitian merupakan
kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan
sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan
bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk
menjawab masalah penelitian.
Jadi memang bagi seorang peneliti,  variabel sangatlah penting, kerena bagaimanapun
keberhasilan penelitian seseorang ditentukan oleh pemilihan variabel yang tepat bagi
penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai