Monitoring Efek Samping Obat
Monitoring Efek Samping Obat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut bagian farmakologi klinik fakultas kedokteran Universitas Gadjah
Mada dalam pengembangan suatu obat, calon obat mengalami serangkaian
uji/penelitian yang sistematis dan mendalam, untuk mendukung keamanan dan
kemungkinan kemanfaatan kliniknya sebelum digunakan pada manusia. Dalam tahap
praklinik ini, penelitian-penelitian toksikologik, farmakokinetik dan farmakodinamik
mutlak harus dilakukan secara mendalam, untuk menangkap setiap kemungkinan efek
samping yang dapat terjadi. Bila efek samping terlalu berat relatif terhadap manfaat
yang diharapkan, maka calon obat ini dibatalkan. Efek samping yang terdeteksi pada
uji praklinik dan dalam batas yang masih bisa ditolerir, merupakan pegangan pada
waktu melakukan uji klinik.
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh
karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil
interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam
sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipun
akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik tubuh.
Efek obat yang tidak diinginkan menjadi suatu persoalan yang kompleks bagi
petugas kefarmasian untuk menangani masalah ini. Oleh karena itu perlu dilakukan
suatu pemantauan terhadap efek tersebut dalam hal ini dikenal dengan istilah MESO
(Monitoring Efek Samping Obat).
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan efek samping obat (ESO) dan monitoring efek samping
obat (MESO) ?
C. Tujuan
Menjelaskan efek samping obat (ESO) dan monitoring efek samping obat (MESO).
1
BAB II
ISI
2
reaksi obat yang muncul selama terapi, tidak hanya untuk keselamatan dan
kenyamanan pasien tetapi juga untuk meminimalkan pengeluaran biaya dan
mengatasi ADRs.
3
Penjelasan kemungkinan mekanisme interaksi antara Clopidogrel dan
PPI adalah bahwa PPI menghambat konversi Clopidogrel menjadi bentuk
aktifnya dalam tubuh, sehingga mengurangi keefektifan obat tersebut, dan
meningkatkan risiko serangan jantung atau kondisi lain yang membahayakan
seperti stroke. Namun demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap kemungkinan mekanisme lainnya, karena kemampuan masing-
masing obat PPI dalam mempengaruhi metabolisme Clopidogrel berbeda-
beda.
c. Piroxicam
Health Canada menerbitkan notifikasi kepada health care professional
dan juga konsumen tentang updating labelling yaitu pembatasan penggunaan
obat in. Disampaikan bahwa Piroxicam tidak lagi diperbolehkan untuk
digunakan sebagai terapi short term pain and inflammation, karena adanya
peningkatan risiko efek samping serius pada kulit. Sementara itu efek samping
pada saluran cerna atau gastrointestinal tidak lebih baik dibandingkan dengan
obat AINS lain.
Apabila piroxicam digunakan pada pasien yang mempunyai riwayat
sensitif terhadap thiosalycilic acid, efek samping pada kulit biasanya dapat
terjadi segera setelah pasien meminum obat. Manifestasi efek samping pada
kulit tersebut dapat berupa: rash, urticaria, vasculitis, toxic epidermal
necrolysis, erythema multiforme, pemphigus, dan fixed drug eruption.
d. Metformin
Metformin merupakan obat antidiabetes yang banyak diresepkan dan
digunakan oleh pasien, biasanya dalam jangka waktu panjang. Di Indonesia
obat ini tersedia baik produk yang bermerek dagang, maupun yang generik.
Pada saat pasien merasa tidak enak badan, sementara dia dalam
pengobatan metformin, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya lactic
acidosis. Metformin dikontra-indikasikan pada pasien dengan kondisi akut
yang dapat berpotensi adanya penyesuaian fungsi ginjal sehingga pasien dapat
mengalami dehidrasi. Dan kondisi lactic acidosis yang dapat mengancam jiwa
dapat terjadi karena akumulasi metformin.
4
Terdapat dua laporan kasus efek samping obat pada kulit yang diterima
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang melibatkan metformin, namun
juga melibatkan obat-obat lain yang digunakan pada waktu bersamaan (2008 =
1 laporan dan 2009 = 1 laporan). Meskipun pelaporan kasus efek samping obat
terkait penggunaan metformin dan risiko terjadinya lactic acidosis belum
pernah diterima, namun demikian diharapkan dengan adanya informasi ini,
akan menambah wawasan dan pemahaman kita semua.
e. Ketoconazole
Informasi keamanan tentang ketoconazole oral pernah dimuat pada
Buletin Berita MESO Volume 31 No. 2 Edisi November 2013 lalu, yang
disebutkan bahwa berdasarkan kajian penilaian risiko ketoconazole oral dari
data yang ada oleh Committee on Medicinal Products for Human Use
(CHMP) disimpulkan bahwa kerusakan hati (liver injury) lebih tinggi terjadi
pada penggunaan ketoconazole oral dibandingkan dengan anti jamur lain dan
European Medicines Agency (EMA) merekomendasikan pembekuan
(suspend) izin edar ketoconazole oral.
Aspek Keamanan Obat secara komprehensif terkait risiko liver injury
akibat penggunaan ketoconazole (oral) pada tanggal 26 Maret 2015.
1) Risiko liver injury paling tinggi terjadi pada penggunaan
ketoconazole (oral) dibandingkan anti jamur oral lain.
2) Risiko liver injury meningkat pada pasien dengan lama pengobatan
lebih dari 1 bulan.
3) Risiko liver injury meningkat pada pasien dengan usia di atas 60
tahun.
f. Diklofenak
Reumatik, anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik dengan mekanisme
kerja menghambat biosistesis prostaglandin. Diklofenak terdapat dalam bentuk
garam natrium dan kalium. Di Indonesia, diklofenak beredar dalam bentuk
sediaan sistemik (tablet, kapsul, suppositoria, dan injeksi) dan topikal dalam
berbagai nama dagang dan generik.
Berdasarkan kajian awal European Medicines Agency (EMA) dari data
(farmakovigilans) yang diperoleh sejak tahun 2005 khususnya untuk
5
diklofenak diperoleh hasil yang menunjukkan sedikit peningkatan risiko heart
attack, stroke dan thromboembolic event lain yang lebih tinggi pada
penggunaan diklofenak dibandingkan penggunaan AINS non-selektif lainnya
dan risiko sebanding dengan AINS selektif COX-2 inhibitor.
g. Agomelatine
Obat antidepresan yang telah disetujui beredar di Indonesia sejak tahun
2010 dengan indikasi pengobatan depresi mayor pada orang dewasa. Yang
harus dilakukan untuk meminimalkan risiko toksisitas liver, sehingga harus
dilakukan tes fungsi liver pada pasien sebelum memulai pengobatan dan juga
secara teratur selam pengobatan.
h. Ibuprofen
Ibuprofen adalah golongan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
yang bekerja dengan menghambat enzim cyclooxygenase. Ibuprofen
mempunyai resiko efek samping yang besar terhadap kardiovaskuler sehingga
ibuprofen dosis tinggi tdak boleh diberikan pada pasien yang mengalami
kondisi jantung dan peredaran darah yang serius.
6
4. Problema terapi obat pada pasien dapat dikategorikan menjadi 8 (delapan) tipe
utama:
a. Indikasi yang tidak diberi terapi. Pasien memerlukan terapi obat untuk indikasi
spesifik tetapi pasien tidak memperolehnya.
b. Pemilihan obat yang tidak tepat. Obat yang diberikan pada pasien tidak efektif
atau toksis.
c. Dosis subterapi. Dosis yang diberikan pada pasien terlalu kecil.
d. Dosis berlebihan. Dosis yang diterima pasien terlalu besar.
e. Pasien tidak memperoleh obat. Pasien tidak meminum atau tidak menerima
obat.
f. Reaksi obat tidak dikehendaki (ROTD). Pasien memperoleh suatu kondisi
sebagai akibat reaksi obat yang tidak dikehendaki.
g. Interaksi obat. Problem medik dapat timbul sebagai akibat interaksi antara:
1) Obat – obat; Obat – makanan; Obat – nutrisi,
2) Obat – minuman; Obat – penyakit; dan Obat – bahan dari lingkungan.
h. Pasien memperoleh obat tanpa ada indikasi. Pasien memperoleh obat tetapi
pasien itu tidak mempunyai indikasi valid bagi obat tersebut.
B. Formulir MESO
1. Cara Penggunaan Formulir Kuning (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah program pemantauan
keamanan obat yang sudah beredar ( pasca-pemasaran). Meso atau monitoring
efek samping obat sangat diperlukan hal ini bertujuan untuk pemantauan efek
samping obat yang sudah beredar masih perlu dilakukan karna penelitian atau ijin
yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinis maupun uji klinis
belum sepenuhnya mengungkapkan efeksamping obat utamanya efek samping
yang jarang terjadi atau pun yang timbul setelah penggunaan obat untuk jangka
waktu yang lama.
Dalam pelaporan efek samping obat (ESO) , tenaga kesehatan dapat
menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien untuk melengkapi informasi
lain yang dibutuhkan. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu efek
samping obat dapat menggunakan formulir kuning.
7
2. Cara pengisian Formulir Kuning
Nama (singkatan) Diisi inisial atau singkatan nama pasien, untuk menjaga kerahasiaan identitas
pasien
Umur : Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk pasien bayi di bawah 1 (satu)
tahun, diisi angka dari minggu(MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi,
dengan diikuti penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 BL.
Pekerjaan : Diisi apabila jenis pekerjaan pasien mengarah kepada kemungkinan adanya
hubungan antara jenis pekerjaandengan gejala atau manifestasiKTD atau
ESO. Contoh: buruh pabrik kimia,pekerja bangunan, pegawai kantor, dan
lain-lain.
Kelamin : Agar diberikan tanda(X) sesuai pilihan jenis kelaminyang tercantum dalam
formulir kuning.Apabilapasien berjenis kelamin wanita,agar diberi
keterangan dengan memberikan tanda (X) padapilihan kondisi berikut:hamil,
tidakhamil,atau tidak tahu.
Bentuk/manifestasi ESO Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien
setelah menggunakan obat yangdicurigai. Bentuk/manifestasi ESO dapat
dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara
8
harfiah, misal bintik kemerahan di sekujur tubuh, bengkak pada kelopak mata,
dan lain lain.
Saat/tanggalmula terjadi Diisi tanggal awal terjadinya ESO, dan juga jarak interval waktu antara pertama
kali obat diberikan sampai
terjadinya ESO.
Kesudahan ESO Diisi informasi kesudahan /outcome dari ESO yang dialami oleh pasien, pada
saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihanyang tercantum dalam formulir kuning,
agar diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang diperoleh.Kesudahan
penyakit utama dapat berupa:sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh, atau tidak tahu
Riwayat ESO yang Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah terjadi pada
Pernah dialami pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini
dicurigaimenimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.
Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan
dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk
suplemen,obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama
obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama
generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat
ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik atau
industri farmasi.
Bentuk Sediaan Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul,
sirup, suspensi, injeksi,dan lain-lain.
Beri tanda (X)untuk obat Sejawat Tenaga Kesehatan dapat membubuhkan tanda (X) pada kolom obat
yang dicurigai yang dicurigai menimbulkan ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk
atau pengetahuan dan pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal tersebut
Cara pemberian Ditulis cara pemberian atau penggunaan obat oleh pasien. Contoh oral, rektal,
topikal, intra vena, intra muskular, semprot dll.
Dosis/Waktu : Dosis: Ditulis dosis obat yang digunakan oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
berat atau volume.Waktu: Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien,
dinyatakan dalam satuan waktu, seperti jam, hari dan lain-lain.
Tanggal mula : Ditulis tanggal dari pertama kali pasien menggunakan obat yang dilaporkan,
lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn)
Tanggal akhir : Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien menggunakan obat yang dilaporkan
atau tanggal penghentian penggunaan obat, lengkap dengan bulan dan tahun
(Tgl/Bln/Thn)
Indikasi penggunaan Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk maksud penggunaan
masingmasing obat.
KeteranganTambahan Ditulis semua keterangan tambahan yang kemungkinan ada kaitannya secara
langsung atau tidak langsung dengan gejala ESO yang dilaporkan, misal
kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
DataLaboratorium Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam parameter yang diuji dan
(bila ada) hasilnya, apabila tersedia.
InformasiPelapor Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk
klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.
9
3. Naranjo algoritma
1 Apakah ada peran efek samping obat yang serupa? ( Are there 1 0 0
previous conclusive reports onthis reaction?)
10
7 Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di dalam darah atau 1 0 0
cairan tubuh lainnya dengan konsentrasi yang toksik ?(Was the
drug detected in the blood(or other fluids) in concentrations
known to be toxic?)
Skor total
11
phenomenologically (An objective and specific medical disorder or
recognised pharmacological phenomenon))
5) Rechallenge yang positif (Positive rechallenge (if necessary))
b. Probable
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat
(Event or laboratory test abnormality with reasonable time relationship to
drug intak)
2) Tidak tampak sebagai perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh
obat lain(Unlikely to be attributed to disease or other drugs)
3) Respon terhadap penghentian penggunaan obat secara klinik dapat diterima
(Response to withdrawal clinically reasonable)
4) Rechallenge tidak perlu (Rechallenge not necessary)
c. Possible
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
waktu kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah
penggunaan obat (Event or laboratory test abnormality with reasonable
time relationship to drug intake)
2) Dapat dijelaskan oleh kemungkinan perkembangan penyakit atau
disebabkan oleh obat lain (Could alsobe explainedbydiseaseor otherdrugs)
3) Informasi terkait penghentian obat tidak lengkap atau tidak jelas
(Information on drug withdrawal lacking or unclear)
d. Unlikely
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
hubungan waktu kejadian dan penggunaan obat adalah tidak mungkin
(Event or laboratory test abnormality with a time relationship to drug
intake that makes a connection improbable (but not impossible))
2) Perkembangan penyakit dan akibat penggunaan obat lain dapat
memberikan penjelasan yang dapat diterima (Diseasesor other drugs
provide plausible explanations)
12
e. Conditional/ Unclassified
1) Terjadi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal (Event or laboratory
test abnormality)
2) Data yang lebih lanjut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi yang
baik (More data for proper assessment needed)
3) Atau data tambahan dalam proses pengujian (Or additional data under
examination)
f. Unassessable/ Unclassifiable
1) Laporan efek samping menduga adanya efek samping obat (A report
suggesting an adverse reaction)
2) Namun tidak dapat dinilai karena informasi yang tidak lengkap atau cukup
atau adanya informasi yang kontradiksi (Cannot be judged because of
insufficient or contradictory information)
3) Laporan efek samping obat tidak dapat ditambahkan lagi
informasinya atau tidak dapat diverifikasi (Report cannot be supplemented
or verified)
13
regulatori. Tindak lanjut regulatori berupa :
a. Pembatasan dosis
b. Pembatasan indikasi
c. Pembatasan besar kemasan
d. Pembekuan izin edar
e. Penarikan dari peredaran.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang
merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah program pemantauan keamanan obat
yang sudah beredar ( pasca-pemasaran). MESO atau monitoring efek samping obat
sangat diperlukan hal ini bertujuan untuk pemantauan efek samping obat yang sudah
beredar masih perlu dilakukan karna penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat
diedarkan.
B. Saran
Kami mengharapkan makalah ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat dan
semoga kedepannya ada lagi pembuatan makalah tentang MESO yang lebih lengkap.
15