Anda di halaman 1dari 2

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimiawi yang perlu diperhatikan bagi seorang farmasis

sebelum memformula bahan obat menjadi suatu sediaan. Pada sediaan obat padat dengan bahan yang
sukar larut untuk tujuan sistemik, kelarutan obat menjadi tahap penentu laju absorbsinya. Hal tersebut
menyebabkan proses absorbsi terjadi dengan lamban, sehingga kadar obat dalam plasma tidak segera
naik diatas kadar minimum efektif. Keadaan ini tidak diinginkan terutama untuk obat yang dikehendaki
segera memberi efek dengan intensitas yang cukup. Kelarutan bahan obat menjadi syarat mutlak, bila
suatu zat diinginkan untuk dapat dibuat menjadi bentuk sediaan tertentu, seperti sediaan berbentuk
larutan. Seiring dengan kemajuan bidang teknologi farmasi, kelarutan tidak menjadi kendala utama.
Beberapa metode dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat, antara lain: melalui
pembentukan garam, perubahan struktur internal kristal (polimorfi) atau penambahan suatu bahan
tambahan, seperti bahan pembentuk kompleks, surfaktan dan kosolven (Yalkowsky, 1981).

Salah satu metode pembuatan sistem dispersi padat yang cukup banyak digunakan adalah
metode pelarutan (solvent method). Pada metode ini, dispersi padat dibuat dengan cara melarutkan
campuran dua komponen padat dalam suatu pelarut umum dan diikuti dengan penguapan pelarut.
Keuntungan utama dari metoda pelarutan ini adalah dapat menghindari terjadinya penguraian dari obat
atau pembawa karena penguapan pelarut terjadi pada suhu yang relatif rendah sehingga cocok
digunakan untuk bahan yang termolabil (Swabrick & James, 1990).

Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat fisikokimia
produk obat. Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan seringkali
merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu
kecepatan terhadap bioavailabilitas obat (Shargel dan Yu, 2005). Kenyataan tersebut mengakibatkan
perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang
mempunyai sifat kelarutan yang kurang baik di dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan
dalam air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik.
Suatu peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dapat dilakukan melalui pembentukan
garam, pemasukan grup hidrofil atau dengan bahan pembentukan misel (Martin dkk., 1993). Metode
tersebut dapat digunakan secara individual maupun secara kombinasi (Martin dkk., 1993).

Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan sifat yang paling penting pada sistem
nanopartikel. Mereka menentukan distribusi in vivo, nasib biologi, toksisitas dan kemampuan bertarget
pada sistem nanopartikel. Sebagai tambahan, mereka juga mempengaruhi drug loading, pelepasan obat
dan stabilitas pada nanopartikel (Mohanraj dan Chen, 2006). Banyak studi telah mendemostrasikan
bahwa ukuran submikron nanopartikel memiliki sejumlah keuntungan pada sistem penghantaran obat
(Panyam dan V, 2003). Secara umum nanopartikel memiliki uptake intraselular yang relatif lebih tinggi
dibanding dengan mikropartikel dan tersedia jarak yang lebar pada target biologis dan mobilitas relatif.
Desai, et al., (1996), menemukan bahwa nanopartikel 100 nm memiliki uptake yang lebih besar
dibandingkan dengan mikropartikel 1 mikrometer dalam sel Caco-2. Dalam studi yang selanjutnya,
nanopartikel berpenetrasi melalui lapisan submukosa dalam model usus in situ pada tikus, ketika
mikropartikel lebih banyak terlokalisasi dalam lapisan epitel. (Kroll, et al., 1998). Pelepasan obat
dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil memiliki luas permukaan yang besar, oleh
karena itu, kebanyakan obat dihubungkan dengan dekat dengan permukaan partikel, menyebabkan
pelepasan obat yang cepat. Dimana, partikel yang lebih besar mempunyai inti yang besar yang
menyebabkan obat lebih terenkapsulasi dan lambat difusi keluar (Redhead, et al., 2001). Partikel yang
lebih kecil juga memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami agregasi selama penyimpanan dan
transportasi dispersi nanopartikel. Nanopartikel menjadi tantangan untuk formulasi dengan ukuran yang
sekecil mungkin tetapi memiliki stabilitas yang maksimum (Mohanraj dan Chen, 2006). Degradasi
polimer juga mempengaruhi dipengaruhi oleh ukuran partikel. Sebagai contoh, kecepatan degradasi
polimer PLGA meningkat dengan bertambahnya ukuran partikel in vitro (Dunne, et al., 2000).

Anda mungkin juga menyukai