Anda di halaman 1dari 21

Reformasi Administrasi

REFORMASI ADMINISTRASI TERJERATNYA BUPATI KABUPATEN JOMBANG


JAWATIMUR DALAM KASUS KORUPSI

Oleh:

NAMA : Lelytha Ziadha A`yunina

NIM :165030101111065

KELAS : Reformasi administrasi (C)

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dizaman sekarang semakin hari semakin banyak masyarakat yang menginginkan
sesuatu yang mudah dan cepat. Dikarenakan banyak masyarakat yang lebih
mementingkan sesuatu yang dirasa cukup efektif dan efisien dalam pengerjaannya dan
juga mementingkan sesuatu hal yang dirasa cukup menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Sehingga hal ini membuat mindset masyarakat sedikit berubah dari sebelumnya yaitu
masyarakat sekarang lebih menginginkan sesuatu hal itu tanpa bergerak banyak tapi
mendapatkan sesuatu hal yang banyak. Dan hal tersebut tidak dipungkiri bahwa
masyarakat biasanya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkan dengan mudah dan cepat. contoh yang akhir akhir ini terjadi yaitu kasus
korupsi.

Korupsi dari bahasa latin : “corruption” dari kata kerja “corrumpere” yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah,
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politis maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan public yang dipercayakan kepada
mereka. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika
membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena
korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk,jabatan dalam instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan
di bawah kekuasaan jabatannya.
Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau
oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka majemuk yang
memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan penegakan hokum disertai
pola perbuatan yang sedemikian rapi. Oleh karena itu, perubahan dan
perkembangan hukum merupakan salah satu untuk mengantisipasi korupsi. tersebut.
Karena korupsi terkait dengan berbagai kompleksitas masalah, antara lain masalah
moral atau sikap mental, masalah pola hidup serta budaya, lingkungan sosial,
sistem ekonomi, politik dan sebagainya. Dalam menghadapi karakteristik demikian
maka salah satu cara memberantas tindak pidana korupsi yang selama ini diketahui
adalah melalui sarana hukum pidana sebagai alat kebijakan kriminal dalam mencegah
atau mengurangi kejahatan.
Banyak kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir ini mendapatkan putusan yang
cukup ringan, dalam hal ini kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dan
khususnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di kabupaten Jombang Jawatimur yang
dilakukan oleh Bupati nya sendiri yang diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang. Korupsi merupakan fenomena yang masih
memerlukan perhatian lebih karena merupakan kejahatan luar biasa yang dampaknya
sangat merugikan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi
juga pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
Menurut Lopa (1996: 1) dalam Nurdjana (2005: 31-32), ketidakberdayaan
upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah dan penegak hukum bukan
disebabkan oleh lemahnya undang-undang, melainkan karena faktor kelemahan sistem.
Faktor kelemahan sistem merupakan produk integritas moral. Upaya yang seharusnya
dilakukan dalam perbaikan sistem tergantung pada integritas moral, karena yang
memiliki pemikiran bahwa sistem harus diperbaiki adalah orang yang bermoral. Orang
yang berilmu namun tidak bermoral tidak akan terdorong untuk memperbaiki sistem,
bahkan akan menggunakan kesempatan dari kelemahan sistem tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana tindak korupsi tersebut bisa terjadi Kab Jombang?


2. Bagaimana Reformasi administrasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
Jombang dalam mengatasi hal tersebut ?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere
berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Menurut
Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/ politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam Kamus Al-Munawwir, term korupsi
bisa diartikan meliputi: risywah, khiyânat, fasâd, ghulû l, suht, bâthil. Sedangkan
dalam Kamus Al-Bisri kata korupsi diartikan ke dalam bahasa arab: risywah, ihtilâs,
dan fasâd.Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah
berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya,
dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun arti
terminologinya, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.Sementara, disisi lain, korupsi
(corrupt, corruptie, corruption) juga bisa bermakna kebusukan, keburukan, dan
kebejatan. Definisi ini didukung oleh Acham yang mengartikan korupsi sebagai
suatu tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat dengan cara memperoleh
keuntungan untuk diri sendiri serta merugikan kepentingan umum. Intinya, korupsi
adalah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan publik atau pemilik untuk
kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif,
yaitu memiliki kewenangan yang diberikan publik yang seharusnya untuk
kesejahteraan publik, namun digunakan untuk keuntungan diri sendiri. Korupsi
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang
justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan
terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan
pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk
menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi. Nye mendefinisikan korupsi
sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas formal sebagai pegawai publik untuk
mendapatkan keuntungan finansial atau meningkatkan status. Selain itu, juga bisa
diperoleh keuntungan secara material, emosional, atau pun simbol. Kata korupsi telah
dikenal luas oleh masyarakat, tetapi definisinya belum tuntas dibukukan. Pengertian
korupsi berevolusi pada tiap zaman, peradaban, dan teritorial. Rumusannya bisa
berbeda tergantung pada titik tekan dan pendekatannya, baik dari perspektif
politik, sosiologi,ekonomi dan hukum. Korupsi sebagai fenomena penyimpangan
dalam kehidupan sosial, budaya,kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah dikaji dan
ditelaah secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles misalnya, yang
diikuti oleh Machiavelli, telah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai
korupsi moral (moral corruption).Sebetulnya pengertian korupsi sangat bervariasi.
Namun demikian, secara umum korupsi itu berkaitan dengan perbuatan yang
merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi
atau kelompok tertentu. Agar bisa mendapatkan pemahaman secara gamblang,
berikut ini adalah pandangan dan pengertian korupsi menurut berbagai sumber:
A. Syed Husein Alatas
Menurut pemakaian umum, istilah „korupsi‟ pejabat, kita menyebut korup
apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang
swasta dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa
pada kepentingan-kepentingan si pemberi. Terkadang perbuatan menawarkan
pemberian seperti itu atau hadiah lain yang menggoda juga tercakup dalam konsep
itu. Pemerasan, yakni permintaan pemberian-pemberian atau hadiah seperti itu
dalam pelaksanaan tugas-tugas publik, juga bisa dipandang sebagai „korupsi‟.
Sesungguhnyalah, istilah itu terkadang juga dikenakan pada pejabat-pejabat yang
menggunakan dana publik yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri;
dengan kata lain, mereka yang bersalah melakukan penggelapan di atas harga yang
harus dibayar publik.
B. David H. Bayley
Korupsi sebagai “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad
buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya”.
Lalu suapan (sogokan) diberi definisi sebagai “hadiah, penghargaan, pemberian
atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan
merusakpertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan
terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).Jadi korupsi sekalipun khusus terkait
denganpenyuapan atau penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup
penyalahgunaan wewenang sebagai hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan
pribadi. Dan tidak usah hanya dalam bentuk uang. Hal ini secara baiksekali
dikemukakan oleh sebuah laporan pemerintah India tentang korupsi: dalam arti yang
seluas-luasnya, korupsi mencakup penyalahgunaan kekuasaan serta pengaruh jabatan
atau kedudukan istimewa dalam masyarakat untuk maksud-maksud pribadi.
C. Sudomo
Sebenarnya pengertian korupsi ada tiga, pertamamenguasai atau
mendapatkan uang dari negara dengan berbagai cara secara tidak sah dan dipakai
untuk kepentingan sendiri, kedua, menyalahgunakan wewenang, abuse of power.
Wewenang itu disalahgunakan untuk memberikan fasilitas dan keuntungan yang
lain. Yang ketiga adalah pungutan liar. Pungli ini interaksi antara dua orang, biasanya
pejabat dengan warga setempat, yang maksudnya si-oknum pejabat memberikan
suatu fasilitas dan sebagainya, dan oknum warga masyarakat tertentu memberi
imbalan atas apa yang dilakukan oleh oknum pejabat yang bersangkutan.
D. Blak’s Law Dictionary

Pandangan masyarakat hukum Amerika Serikat tentang pengertian korupsi


dapat dilihat dari pengertian korupsi menurut kamus hukum yang paling popular
di Amerika Serikat: An act done with an intent to give some advantage inconsistent with
official duty and the rights of others. The act of an official or fiduciary person who
unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for
himself or for another person, contrary to duty and the rights of others. (suatu
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan
yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain.
Perbuatan dari seorang pejabat atau kepercayaan yang secara melanggar hukum
dan secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan
suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, berlawanan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain).

 Sebab-sebab Terjadinya Korupsi


Penyebab terjadinya korupsi diantaranya adalah:
1. Aspek Individu Pelaku korupsi
Apabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab-sebab dia
melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat
pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan.
Sebab-sebab seseorang terdorong untuk melakukan korupsi antara lain sebagai
berikut:

a) Sifat Tamak Manusia

Kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah orang yang


penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan
dengan kebutuhan hidupnya. Dalam hal seperti ini, berapapun kekayaan dan
penghasilan sudah diperoleh oleh seseorang tersebut, apabila ada kesempatan
untuk melakukan korupsi, maka akan dilakukan juga.
b) Moral Yang Kurang Kuat Menghadapi Godaan
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah untuk
terdorong berbuat korupsi karena adanya godaan. Godaan terhadap seorang
pegawai untuk melakukan korupsi berasal dari atasannya, teman setingkat,
bawahannya, atau dari pihak luar yang dilayani.
c) Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan Hidup
Yang Wajar
Apabila ternyata penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya yang wajar, maka mau tidak mau harus mencari tambahan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha untuk mencari
tambahan penghasilan tersebut sudah merupakan bentuk korupsi, misalnya
korupsi waktu, korupsi pikiran, tenaga, dalam arti bahwa seharusnya pada
jam kerja, waktu, pikiran, dan tenaganya dicurahkan untuk keperluan dinas
ternyata dipergunakan untuk keperluan lain.
d) Kebutuhan Hidup Yang Mendesak
Kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk
membayar hutang, kebutuhan untuk membayar pengobatan yang mahal,
kebutuhan. untuk membiayai sekolah anaknya, merupakan bentuk-bentuk
dorongan seseorang yang berpenghasilan kecil untuk berbuat korupsi.
e) Gaya Hidup Konsumtif
Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar, mendorong seseorang
untuk dapat memiliki mobil mewah, rumah mewah, pakaian yang mahal,
hiburan yang mahal, dan sebagainya.

f) Malas Atau Tidak Mau Bekerja Keras


Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang
ingin segera mendapatkan sesuatu yang banyak, tetapi malas untuk bekerja
keras guna meningkatkan penghasilannya.
g) Ajaran-Ajaran Agama Kurang Diterapkan Secara Benar
Para pelaku korupsi secara umum adalah orang-orang yang beragama.
Mereka memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnya, yang melarang
korupsi.
2. Aspek Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban
korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi
karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Diantara
penyebabnya adalah:

a) Kurang Adanya Teladan Dari Pemimpin


Dalam organisasi, pimpinannya baik yang formal maupun yang tidak
formal (sesepuhnya) akan menjadi panutan dari setiap anggota atau orang
yang berafiliasi pada organisasi tersebut.
b) Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar
Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang
sangat kuat kepada anggota-anggota organisasi tersebut terutama pada
kebiasaannya, cara pandangnya, dan sikap dalam menghadapi suatu keadaan.
c) Sistem Akuntabilitas di Instansi Pemerintah Kurang Memadai
Pada organisasi dimana setiap unit organisasinya mempunyai sasaran
yang telah ditetapkan untuk dicapai yang kemudian setiap penggunaan sumber
dayanya selalu dikaitkan dengan sasaran yang harus dicapai tersebut, maka
setiap unsur kuantitas dan kualitas sumber daya yang tersedia akan selalu
dimonitor dengan baik.
d) Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
Pada organisasi di mana pengendalian manajemennya lemah akan lebih
banyak pegawai yang melakukan korupsi dibandingkan pada organisasi yang
pengendalian manajemennya kuat.
e) Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi Di Dalam Organisasinya
Pada umumnya jajaran manajemen organisasi di mana terjadi korupsi
enggan membantu mengungkapkan korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut
sama sekali tidak melibatkan dirinya.
3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada
a) Nilai-Nilai Yang berlaku Di Masyarakat Ternyata
Kondusif Untuk Terjadinya KorupsiKorupsi mudah timbul karena
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat kondusif untuk terjadinya hal itu
Misalnya, banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-
harinya ternyata dalam menghargai seseorang lebih didasarkan pada
kekayaan yang dimiliki orang yang bersangkutan.
b) Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Yang Paling

Dirugikan Oleh Setiap Praktik Korupsi Adalah Masyarakat Sendiri


Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwaapabila terjadi perbuatan
korupsi, maka pihak yang akanpaling dirugikan adalah negara atau
pemerintah.

c) Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Masyarakat Sendiri Terlibat Dalam


Setiap Praktik Korupsi
d) Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Pencegahan dan pemberantasan
Korupsi Hanya Akan Berhasil Kalau Masyarakat Ikut Aktif Melakukannya.
 Jenis-jenis Korupsi
Menurut Alatas (1987) dari segi tipologi, membagi korupsi ke
dalam tujuh jenis yang berlainan, yaitu:
1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pemberi dan penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjukan adanya pemaksaan kepada
pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam
dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan
akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan
norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah korban korupsi dengan pemerasan.
Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan oleh
seseorang seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan untuk
memperkuat korupsi yang sudah ada.
 Korupsi dilihat dari proses terjadinya perilaku korupsi dapat dibedakan dalam tiga
bentuk:
1. Graft, yaitu korupsi yang bersifat internal. Korupsi ini terjadi karena mereka
mempunyai kedudukan dan jabatan di kantor tersebut. Dengan wewenangnya para
bawahan tidak dapat menolak permintaan atasannya.
2. Bribery (penyogokan, penyuapan), yaitu tindakan korupsi yang melibatkan orang lain
di luar dirinya (instansinya). Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar dapat
mempengaruhi objektivitas dalam membuat keputusan atau membuat keputusan
yang dibuat akan menguntungkan pemberi, penyuap atau penyogok.
3. Nepotism, yaitu tindakan korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan
yang tidak berdasar pada pertimbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas
pertimbangan “nepotis” dan “kekerabatan”. Sedangkan korupsi bila dilihat dari sifat
korupsinya dibedakan menjadi dua yaitu:
A. Korupsi individualis, yaitu penyimpangan yang dilakukan
oleh salah satu atau beberapa orang dalam suatu organisasi dan
berkembang suatu mekanisme muncul, hilang dan jika ketahuan pelaku
korupsi akan terkena hukuman yang bisa disudutkan, dijauhi, dicela, dan
bahkan diakhiri nasib karirnya.
B. Korupsi sistemik, yaitu korupsi yang dilakukan
oleh sebagian besar (kebanyakan) orang dalam suatu organisasi (melibatkan
banyak orang).

2.2. REGULASI YANG MENGATUR


 Peraturan komisi pemberantasan korupsi republik indonesia nomor tahun tentang
organisasi dan tata kerja komisi pemberantasan korupsi. Pasal 25 ayat dan Pasal 27
ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
mengaturpelaksanaan tugas dan fungsi serta prosedur tata kerja.
 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat
Nomor Prt/ Peperpu/013/1950 Pendapat yang menyatakan bahwa korupsi disebabkan
antara lain oleh buruknya peraturan yang ada telah dikenal sejak dulu. Dengan
demikian pendapat bahwa perbaikan peraturan antikorupsi akan membawa akibat
berkurangnya korupsi tetap menjadi perdebatan.Peraturan yang secara khusus
mengatur pemberantasan korupsi adalah Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa
Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/013/1950, yang kemudian diikuti dengan Peraturan
Penguasa Militer tanggal 9 April 1957 Nomor Prt/PM/06/1957, tanggal 27 mei 1957
Nomor Prt/PM/03/1957, dan tanggal 1 Juli 1957 Nomor Prt/PM/011/1957. Hal yang
penting untuk diketahui dari peraturan-peraturan di atas adalah adanya usaha untuk
pertama kali memakai istilah korupsi sebagai istilah hukum dan member batasan
pengertian korupsi sebagai “perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan
perekonomian negara.
 Undang-Undang No.24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dari
permulaan dapat diketahui bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat tentang
Pemberantasan Korupsi itu bersifat darurat, temporer, dan berlandaskan Undang-
undang Keadaan Bahaya. Dalam keadaan normal ia memerlukan penyesuaian. Atas
dasar pertimbangan penyesuaian keadaan itulah lahir kemudian Undang-undang
Nomor 24 (Prp) tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
pada mulanya berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Undang-
Undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sejarah
tidak mencatat banyak perkara tindak pidana korupsi pada periode 1960-1970. Tidak
diketahui apakah karena undang-undang tahun 1960 tersebut efektif ataukah karena
pada periode lain sesudahnya memang lebih besar kuantitas maupun kualitasnya.
Dalam periode 1970-an, Presiden membentuk apa yang dikenal sebagai Komisi 4
dengan maksud agar segala usaha memberantas korupsi dapat berjalan lebih efektif
dan efisien.
 TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.Seiring dengan gerakan reformasi yang timbul dari
ketidakpuasan rakyat atas kekuasaan Orde baru selama hampir 32 tahun, keinginan
untuk menyusun tatanan kehidupan baru menuju masyarakat madani berkembang di
Indonesia. Keinginan untuk menyusun tatanan baru yang lebih mengedepankan civil
society itu dimulai dengan disusunnya seperangkat yang dianggap lebih
mengedepankan kepentingan rakyat sebagaimana tuntutan reformasi yang telah
melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
 Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.Undang-undang Nomor 28 tahun 1999
mempunyai judul yang sama dengan TAP MPR No. XI/MPR/1998 yaitu tentang
Penyelenggara negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Lahirnya undang-undang ini memperkenalkan suatu terminologi tindak pidana baru
atau kriminalisasi atas pengertian Kolusi dan Nepotisme.
 Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.Lahirnya undang-undang pemberantasan korupsi Nomor 31 tahun 1999
dilatar belakangi oleh 2 alasan, yaitu pertama bahwa sesuai dengan bergulirnya orde
reformasi dianggap perlu meletakkan nilai-nilai baru atas upaya pemberantasan
korupsi, dan kedua undang-undang sebelumnya yaitu UU No. 3 tahun 1971 dianggap
sudah terlalu lama dan tidak efektif lagi.
 Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Undang-undang Nomor20
tahun 2001 merupakan undang-undang yang lahir semata untuk memperbaiki
kelemahan dan kekurangan undang-undang terdahulu. Sebagaimana telah disebutkan
di atas, beberapa kelemahan tersebut kemudian direvisi di dalam undang-undang
baru
 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Lahirnya Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 merupakan amanat dari
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang menghendaki dibentuknya suatu komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi.
 Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention
Against Corruption (UNCAC) 2003. Merajalelalanya korupsi ternyata tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga hampir di seluruh belahan dunia. Hal ini terbukti dengan
lahirnya United Nation Convention Against Corruption atau UNCAC sebagai hasil
dari Konferensi Merida di Meksiko tahun 2003.
 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2000 merupakan amanat
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang mengatur adanya peran serta ma-
syarakat dalam pemberantasan korupsi.

 Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan


Korupsi. Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 lahir dilatarbelakangi oleh
keinginan untuk mempercepat pemberantasan korupsi, mengingat situasi pada saat
terbitnya Inpres pemberantasan korupsi mengalami hambatan dan semacam upaya
perlawanan/serangan balik dari koruptor.

2.3. PENGERTIAN REFORMASI ADMINISTRASI

Saat ini pemerintah tengah fokus melakukan reformasi yang bertujuan untuk

memperbaiki administrasi yang selama ini dinilai buruk oleh masyarakat. Reformasi

dapat diterjemahkan dengan pemaknaan upaya yang dilakukan untuk menjadikan

pemerintahan lebih baik lagi dari sebelumnya.Berbagai konsep reformasi yang

dikemukakan sangat beragam bentuknya, yakni: Kata “reformasi” pertama kali muncul

pada abad ke-16 di mana di eropa barat sedang terjadi religious revolution yang

dilancarkan oleh kalangan yang menamakan dirinya kelompok “protestant” terhadap

gereja katolik dan kemudian menjalar ke berbagai penjuru dunia. Kata reformasi

kemudian digunakan sebagai sebutan bagi upaya kolektif dan korektif terhadap

penyimpangan, ketimpangan, ketidakadilan dan tindakan penguasa yang bertentangan

dengan akal sehat yang dilancarkan oleh kelompok atau pihak yang merasa tertindas.

Menurut Encyclopedia Britannica, “reformasi” adalah gerakan pembaharuan yang

dilancarkan oleh kekuatan tertentu di dalam masyarakat sebagai reaksi atau koreksi total

dan fundamental terhadap kekuasaan yang sedang berjalan berdasarkan pertimbangan

moral, politik, ekonomi dan doktrinal. Rewansyah (2010:117) Kaelan (2010:239),


Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata

reform yang secara semantik bermakna “make or become better by removing or putting

right what is bad or wrong”.(Oxford Advanced Lerner’s Divtionary of Current English,

1980), dalam Wibisono (1998:1). Rumusan ini menggambarkan bahwa pada dasarnya

reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik dari yang sudah

ada.Mustafa (2014:145)

Pengertian reformasi administrasi itu sendiri adalah Sedangkan Quah

(Nasucha, 2004) menyatakan bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu

proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan

maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan

nasional. Sedangkan Menurut Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi

adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem

birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan

struktur yang telah ada sebelumnya. Reformasi dibutuhkan untuk mencapai tujuan

negara yaitu memebrikan pelayanan yang baik dan kepuasan masyarakat. Selain adanya

reformasi struktur, aparatur, prosedur dan tidak kalah pentingnya adalah reformasi

kultur atau budaya. Reformasi kultur menggabarkan bagaimana organisasi tersebut

berjalan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Tindak korupsi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten jombang


Di zaman sekarang banyak masyarakat menginginkan sesuatu yang mudah dan
cepat. Banyak masyarakat yang mengingin kan sesuatu hal yang sangat baik dan
maksimal dengan melakukan sesuatu hal dengan seminim mungkin. Sehingga banyak
masyarakat yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh hal semaksimal
mungkin. Seperti contoh kasus korupsi yang akhir akhir ini ramai dibicarakan Karena
banyak birokrat yang terdidik melakukan hal yang sangat mengecewakan masyarakat
dan merugikan Negara. Studi kasus yang diambil dari kabupaten Jombang mengenai
kasus korupsi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Jombang Jawatimur. Dalam kasus
tersebut Bupati Jombang yang bernama Nyono tersebut merasa bahwa dirinya ini tidak
bertindak korupsi karena menurutnya memang setiap tahun dana sebesar 5% dari
kesehatan ini digunakan Nyono untuk memperhatikan kehidupan anak yatim piatu yang
berada di Kabupaten Jombang ini. Akan tetapi dari pihak KPK nya telah menelusuri
bahwa Bupati jombang ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebesar 275 juta,
dan dalam kasus ini KPK telah memeriksa sebanyak 31 saksi dari unsur anggota DPRD
Kabupaten Jombang 2014-2019, asisten I Pemkab Jombang, Kadis Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Jombang, dan Kabid
Pelayanan Perizinan Dinas PMPTSP Kabupaten Jombang. KPK juga pernah memeriksa
kepala rumah sakit, dokter, kepala puskesmas di Kabupaten Jombang, dan PNS lainnya
di pemerintah Kabupaten Jombang. Akan tetapi dari pihak KPK nya sendiri member
keringanan kepada Bupati Kabupaten jombang ini, karena dirasa Bupati Kabupaten
jombang ini sudah kooperatif dengan kasus ini, karena sudah mengembalikan uang yang
merugikan Negara sebesar 275 juta tersebut. Sehingga Bupati Kabupaten Jombang ini
hanya dihukum tiga tahun enam bulan penjara dengan denda sebesar Rp 200 juta,
subsider dua bulan penjara. Putusan ini terbilang ringan dari tuntutan jaksa KPK,
Sebelumnya, Nyono dituntut delapan tahun penjara dengan denda Rp 300 juta, subsider
tiga bulan kurungan penjara
B. Hubungan reformasi administrasi dengan korupsi yang dilakukan oleh Bupati
kabupaten Jombang
1. Reformasi Administrasi
Reformasi dapat diterjemahkan dengan pemaknaan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan pemerintahan lebih baik lagi dari sebelumnya. Reformasi administrasi adalah
proses perubahan ataupun upaya dalam memperbaiki sistem administrasi atau birokrasi
yang telah ada sebelumnya menjadi lebih baik sehingga tercapainya tujuan-tujuan publik.
Reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan
besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan
praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya. Reformasi dibutuhkan untuk
mencapai tujuan negara yaitu memebrikan pelayanan yang baik dan kepuasan
masyarakat.
Pengertian reformasi administrasi menurut Quah (Nasucha, 2004) menyatakan
bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur
ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan
efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional. Sedangkan Menurut
Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu
atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk
mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya.
Reformasi dibutuhkan untuk mencapai tujuan negara yaitu memebrikan pelayanan yang
baik dan kepuasan masyarakat.
Dalam upaya reformasi, pemerintah berusaha untuk memperbaiki atau mereformasi
mengenai struktur, aparatur, dan kultur dari birokrasi pemerintahan.
2. Korupsi
Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau
oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka majemuk yang
memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan penegakan hokum disertai
pola perbuatan yang sedemikian rapi. Oleh karena itu, perubahan dan
perkembangan hukum merupakan salah satu untuk mengantisipasi korupsi. tersebut.
Karena korupsi terkait dengan berbagai kompleksitas masalah, antara lain masalah
moral atau sikap mental, masalah pola hidup serta budaya, lingkungan sosial,
sistem ekonomi, politik dan sebagainya. Dalam menghadapi karakteristik demikian
maka salah satu cara memberantas tindak pidana korupsi yang selama ini diketahui
adalah melalui sarana hukum pidana sebagai alat kebijakan kriminal dalam mencegah
atau mengurangi kejahatan.
Banyak kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir ini mendapatkan putusan yang
cukup ringan, dalam hal ini kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dan
khususnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di kabupaten Jombang Jawatimur yang
dilakukan oleh Bupati nya sendiri yang diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang. Korupsi merupakan fenomena yang masih memerlukan
perhatian lebih karena merupakan kejahatan luar biasa yang dampaknya sangat
merugikan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi
juga pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
3. Hubungan Reformasi Administrasi dengan Korupsi
Korupsi ini muncul karena seseorang melihat celah kelemahan birokrasi dan juga
melihat rendahnya moral birokrat saat ini. Dan juga sekarang banyak masyarakat yang
memiliki rasa akan memenuhi kebutuhan hidup ini semakin tinggi. Kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat dan kesediaan sumber daya yang kurang memadai
sehingga menimbulkan banyak tindak kecurangan dan hal tersebut juga sudah menyentuh
kaum elit birokrasi. Dan juga rendahnya nilai moral yang di miliki oleh birokrat membuat
banyak para birokrat yang terjangkit korupsi. Dengan adanya hal tersebut pemerintah
membutuhkan adanya reformasi administrasi agar tidak terjadi kasus korupsi yang
semakin hari semakin banyak. Dan juga dengan adanya reformasi administrasi yang baru
maka akan memperbaiki sebuah system yang dulunya sudah dipakai tapi sekarang system
tersebut dinilai kurang memadai untuk menanggani kasus yang mengakar seperti korupsi
tersebut. Reformasi administrasi erat hubungan dengan kasus korupsi yang ada di
Jombang jawatimu tersebut. Korupsi yang dilakukan oleh Nyono selaku Bupati Jombang
jawa timur periode 2013-2018 yang terindikasi korupsi pada awal tahun 2018 yang
notabene nya beliau masih menjabat sebagai bupati kabupaten Jombang tersebut.
Sehingga pada saat itu kabupaten jombang sempat mengalami kekosongan kekuasaan dan
hal tersebut membuat wakil dari Nyono selaku bupati kabupaten Jombang tersebut maju
mengantikan tugas dari bupati tersebut tetapi tidak menggantikan posisi untuk menjadi
bupati kabupaten Jombang.
Studi tentang reformasi administrasi negara terhambaoleh tiadanya definisi
yang dapat diterima secara universalKonsep reformasi administrasdiartikan berbeda
antara sarjana yang satu dengan yang lain. Caiden menggambarkanreformasi
administrasi negarasebagai : “Istilah yang dipakai untukmenunjuk berbagai
macamkegiatan seperti : kegiatanpenyempurnaan organisasi, Pemeriksaan
administrative pengobatan terhadapsegala macam ketidak-beresan organisasi sarana
untuk menciptakan pemerintahan yang lebih bersihdan gaya diri seorang pembaru
organisasi.” Yehezke Dror mengatakan bahw“reformasi administrasi negara adalah
perubahan yang terencana terhadap aspek utama organisasi”. Peme-rintah Malaysia
dan EROPA (Eastern Regional Organi-zation for Public Adminis-tration)
menyepakati bahwa reformasi administrasi nega-ra adalah bukan hanya per-baikan
struktur organisasi, tetapi juga meliputi per-baikan perilaku orang yang terlibat di
dalamnya. ”Jose Veloso Abueva, menyatakan bahwa reformasi adminis-trasi negara
adalah penekanan perubahan pada aspek kelembagaan dan perilaku”. (Caiden,1991).
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, reformasi administrasi negara perlu dilakukan
dan dapat dimulai pada tingkat policy, seba-gaimana dinyatakan Nicholas Henry
(1989) bahwa dimensi pertama yang menjadi pokok perhatian administrasi negara adalah
identik dengan public policy yang terjadi dalam era dan suasana techno bureaucratic
big democracy. Miftah Thoha (1992) juga menyatakan hal serupa bahwa public
policy yang berupa proses pembentukan masalah pemerintah, pemcahannya,
penentuan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan merupakandimensi
pertama yang menjadi pokok perhatian administrasi negara. Penampilan administrasi
negara diwakili penampilan birokrasi. Pada saatsekarang, birokrasi belummampu
merumuskan kebijakan-kebijakan publik yang sepenuhnya berpihak kepada
kepentingan publik. Memberantas korupsi merupakan upaya reformasi birokrasi
dengan merubah penampilan birokrasi. Upaya reformasi birokrasi memberantas
korupsi dapat dilakukan melalui penggabungan Reformasi tatanan-Reformasi
Prosedur, Reformasi Metode-Reformasi Teknik, Reformasi Unjuk kerja-Reformasi
Program, dengan strategi yang digunakan adalah strategi gabungan antara Pendekatan
Makro vs Mikro, Pendekatan Struktural vs PerilakuKorupsi merupakan endemmaka
harus diberantas dengan model dan strategi yang menyeluruh.
Dari penjelasan diatas, reformasi administrasi yang meliputi struktur, sumber daya
manusia/aparatur, dan korupsi merupakan sebuah masalah yang dapat dipecahkan dengan
mengadaakan reformasi administrasi dalam menangani kasus tersebut
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN :
Dengan hal yang sudah dipaparkan diatas tersebut penulis menarik kesimpulan
bahwa adanya korupsi yang semakin hari semakin merajalela di lapisan elit birokrasi ini
membuat munculnya reformasi administrasi untuk memperbaiki system yang sebelumnya
sudah ada untuk menjadi sebuah system baru yang lebih efektif dan efisien dalam
menangani kasus korupsi yang semakin banyak terjadi akhir akhir ini. Reformasi
administrasi sangat penting dilakukan karena dengan adanya reformasi administrasi maka
akan membawa masyarakat lebih bertindak yang sesuai dengan yang diingin pemerintah
pada hakikatnya. Atau tetap meluruskan sesuatu yang sudah belok dan kembali ke jalan
yang menuju arah atau tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asean Free Trade AreaAvailable: http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA. (25
November 2018).
Hikam, Muhammad. (1997). Kinerja dan produktivitas tenaga kerja di sektor industri. Jakarta:
LIPI.
Inayati. (2010). Implementasi AFTA: tantangan dan pengaruhnya terhadap Indonesia. Jakarta:
LIPI
Kertonegoro, Sentanos. (2001). Ekonomi tenaga kerja. Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia.
Globalisasi : https://salamadian.com/pengertian-globalisasi/ diakses tanggal 25 November 2018
pukul 19.47 WIB

Pasar Bebas : https://dosenekonomi.com/bisnis/pengertian-pasar-bebas diakses tanggal 25


November 2018 pukul 19.52 WIB

Kelebihan Pasar Bebas : http://definisipengertian.net/pengertian-pasar-bebas-ciri-ciri-dan-


kelebihannya/ diakses tanggal 25 November 2018 pukul 19.56 WIB

Silalahi, P.R. (1994). AFTA: dalam proses globalisasi. Jakarta: CSIS.


Desiana Ayu. 2014. Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah Menuju Good Governance.
Jurnal Reformasi Birokrasi, Pemerintahan Daerah, Good Governance. JMP, Volume I
Nomor 1, Juni 2014.

Anda mungkin juga menyukai