ABSTRACT
The World Craft Council (Word Craft Council) has awarded a title in
Yogyakarta as the World Batik City. The increase in the batik industry in Yogyakarta
in addition to providing a positive influence on economic improvement and
community welfare also has a negative impact. One of the negative impacts is the
emergence of large quantities of batik industry wastewater. Therefore, a pilot Waste
Water Treatment (WWT) model is needed so that the batik industry in Yogyakarta
City can have a technical reference for the waste treatment system. In this study, a
sewage treatment system with several physical, chemical and biological treatments
was introduced. So that it is expected that the batik industry wastewater that is
processed through the pilot IPAL can meet the quality standards that have been
determined in accordance with DIY Governor Decree No. 7 of 2016 concerning
Waste Water Quality Standards for the Batik Industry. So that the liquid waste of the
batik industry can be declared safe if it is discharged into the environment.
industri penyangga bagi peningkatan asam, zat warna basa, zat warna direk,
perekonomian masyarakat Yogyakarta. zat warna reaktif, zat warna naftol, dan
Namun demikian dengan zat warna bejana. Selain itu komponen
peningkatan industri batik juga dari zat mordan (pengunci warna) yang
mengakibatkan dampak negatif yaitu digunakan dalam proses fiksasi pada
masalah lingkungan. Permasalahan pembuatan kain batik menggunakan
lingkungan saat ini yang dominan salah beberapa unsur zat kimia, antara lain:
satunya adalah limbah cair berasal dari tawas (KAl(SO4)2), tunjung (Fe(SO4)),
kegiatan proses pembuatan batik. pijer/boraks, air kapur (Ca(OH)2),
Diperkirakan penggunaan air dalam kalsium karbonat (CaCO3), kalsium
proses pembuatan batik rata-rata kurang hidroksida (Ca(OH)2), asam sitrat
lebih 25 – 50 m2 permeter kain batik. (C6H8O7), tembaga(II) sulfat
Data kementerian perindustrian pada (Cu2(CH3COO)4), besi sulfat
tahun 2017 memperlihatkan bahwa (FeSO4.7H2O), dan kalium dikromat
produksi batik di Indonesia rata-rata 500 (K2Cr2O7). Apabila air limbah dibuang
juta meter pertahun, berarti 25 juta m3 air ke lingkungan tanpa diolah terlebih
pertahun. Persediaan air untuk industri dahulu, maka dapat menyebabkan
batik pertahun, setara dengan penyediaan pencemaran lingkungan terutama
kebutuhan air bersih untuk 2,500 rumah ekosistem perairan.
tangga (Balai Besar Kerajinan dan Batik, Beberapa permasalahan lain pada
2010). sentra industri batik yang berhubungan
Hampir 85 persen dari persediaan dengan permasalahan lingkungan adalah
air bersih tersebut menjadi limbah cair sebagai berikut(Indrayani, 2004):
batik dengan volume yang besar, warna a) Persepsi dan kepedulian para
yang pekat, dan berbau menyengat. pelaku industri batik terhadap
Selain itu, limbah cair batik memiliki masalah limbah pada umumnya
karateristik suhu, keasamam (pH), positif. Pengertian mereka cukup
Biological Oxygen Demand (BOD), beragam, tetapi semuanya merasa
Chemical Oxygen Demand (COD), serta bahwa tindakan membuang
Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi limbah ke lingkungan tanpa
(Rohasliney dan Subki 2011). Suhu yang pengolahan limbah terdahulu
tinggi akan mengakibatkan kandungan akan merusak lingkungan dan
oksigen terlarut dalam air menurun yang mengancam kesehatan
akan membunuh organisme dan limbah masyarakat sekitarnya. Rasa
organik akan meningkatkan kadar bersalah inilah yang diharapkan
nitrogen menjadi senyawa nitrat yang akan melahirkan keinginan untuk
menyebabkan bau busuk (Sastrawijaya mengolah limbah yang mereka
2009). hasilkan. Disisi lain informasi
Hal ini disebabkan oleh tentang pengolahan limbah batik
penggunaan bahan-bahan kimia dan zat masih teramat terbatas. Oleh
warna dalam proses produksi batik. karena itu, belum ada suatu model
Bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan limbah khususnya
proses pembuatan batik antara lain: soda untuk industri batik yang cukup
kaustik (NaOH), soda abu (Na2CO3), populer dan mudah dimengerti
soda kue (NaHCO3), asam sulfat dikalangan pelaku industri batik.
(H2SO4), sulfit, dan nitrit (Muljadi dan b) Pelaku industri batik masih
Muniarti 2013). Sedangkan zat warna memiliki pengertian yang benar
yang digunakan antara lain: zat warna antara mengadakan unit
174
Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Sebagai Salah Satu Percontohan Ipal Batik di Yogyakarta [Lilin Indrayani]
175
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395
176
Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Sebagai Salah Satu Percontohan Ipal Batik di Yogyakarta [Lilin Indrayani]
aerob dengan udara dan limbah halus, dan intinya massa partikel dan
yang diolah. kemudian membentuk mikroflok.
e) Koagulasi dan Flokulasi Sedangkan flokulasi merupakan
(secondary treatment) pengadukan perlahan mikroflok
Koagulasi merupakan tingkat sehingga terkumpul menjadi
pengolahan kedua dengan cara flok-flok yang dapat mengendap
mencampurkan bahan kimia berupa menjadi lumpur.
Al2(SO4) 18H2O (tawas) dan secara Adapun proses pengolahan limbah
bersamaan dilakukan pengadukan limbah lebih jelas pada skema blok
secara tepat guna menstabilkan pada gambar 1 dibawah ini:
koloid dan solid tersuspensi yang
Gambar 1.
Diagram Blok IPAL ‘ X’ Batik
177
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395
178
Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Sebagai Salah Satu Percontohan Ipal Batik di Yogyakarta [Lilin Indrayani]
179
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395
memenuhi air buangan dapat dikatakan Dari hasil penelitian ini diperoleh
aman untuk dibuang ke perairan umum. hasil pengujian laboratorium terhadap
Contoh pengolahan lanjutan antara lain sampel limbah cair industri batik dari 5
adalah metode lahan basah buatan, (lima) tahapan proses pengolahan limbah
penggunaan penyerap dan penjernih yang diwakili dengan kode 1 sampai
(absorbent). dengan kode 5, sesuai dengan tabel
dibawah ini:
Tabel 2. Hasil Analisis Kualitas dan Kuantitas Limbah Cair Industri Batik
180
pengolahan selanjutnya yaitu bak Limbah akhir dari proses ini
berikutnya yaitu bak baffle anaerobic ditampung dalam sebuah bak lalu diambil
reaktor. Sistem pengolahan ini terdiri sampel untuk pengecekan kualitas dan
dari tangki septik dan kolam anaerob. kuantitas limbah hasil pengolahan setelah
Kedua bagian ini merupakan konstruksi proses pengendapan dan kolam
bangunan yang terbuat dari berpasangan anaerob.Dari tabel 2 memperlihatkan
secara terpisah tetapi berhubungan satu bahwa rataan nilai BOD, COD minyak
sama lain. Sebuah tangki septik dan lemak masih tinggi mengalami
merupakan tangki pengumpul anti bocor penurunan nilai dibanding dengan
dimana limbah dialirkan oleh saluran air pengolahan sebelumnya dan masih
dengan siraman yang kuat. Tangki septik melebihi nilai baku mutu sedangkan
tidak menghilangkan limbah, hanya untuk nilai TSS dan pH sudah memenuhi
membantu memisahkan dan nilai baku mutu.
menghancurkan benda benda padat pada
limbah cair. Pada tangki septik terjadi H. Hasil pengolahan sistem aerob (kode
proses pengendapan(sedimentasi). 4)
Pengendapan bahan padat yang Pada pengolahan dengan sistem
mengendap akan membentuk lumpur, aerob menggunakan Rotating Biological
lalu limbah cair akan dialirkan ke kolam Constractor (RBC) yang berfungsi
anaerob dimana bakteri memegang sebagai aerator untuk proses aerasi.
peranan dalam pengolahan selanjutnya. Peralatan ini mempunyai sebuah poros
Kolam anaerob tidak mengandung putar yang dikelilingi oleh
oksigen terlarut. Proses ini tergantung cakram-cakram plastik yang digunakan
pada fermentasi lumpur didasar kolam. sebagai media untuk tumbuhnya bakteri
Kondisi ini akan menimbulkan bau pada aerob. RBC diputar untuk mengalirkan
kondisi tertentu, tetapi sangat efisien air limbah secara tegak lurus ke poros
untuk menghancurkan limbah organik. ketika limbah mengalir ke tangki satu ke
Kolam anaerob dipenuhi oleh botol tangki yang lain. Untuk menampung
plastik (botol kecap bekas) sebagai media limbah cair yang diolah digunakan bak
untuk pertumbuhan bakteri pengurai zat beton. Media tersebut berputar kira kira
pencemar limbah. Penggunaan plastik 1,5 rpm sedangkan lebih kurang sekitar
dalam media ini bermaksud agar media 40% permukaan terendam limbah
tersebut tahan lama dan tidak perlu didalam air. Ketika drum diputar media
diganti sepanjang umur IPAL. Pada mengambil lapisan tipis limbah cair yang
pengolahan secara biologis ini, mengalir. Bakteri yang hidup
bahan-bahan organik mula-mula menggunakan bahan organik yang
dikonversi oleh sekelompok bakteri berasal dari limbah cair dan oksigen yang
penghasil asam yaitu bakteri yang terlarut dari udara sebagai makanan.
mampu mengubah karbondioksida, Ketika bakteri yang melekat mengalir
nitrogen dan asam-asam organik. Secara melalui limbah cair, bakteri dapat
bersamaan sekelompok bakteri lain yang mengurai kadar pencemar dalam limbah
mempunyai kemampuan fermentasi tersebut.
metana menguraikan asam serta Dari tabel 2 menunjukkan bahwa
produk-produk lain dari kelompok RBC menghasilkan penurunan nilai BOD,
pertama menjadi gas metana dan alkali. COD, minyak dan lemak yang cukup
Produksi akhir yang diperoleh dari signifikan sehingga nilai BOD dan COD
dekomposisi organik adalah air. sudah memenuhi baku mutu. Namun nilai
minyak dan lemak walaupun mengalami
181
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395
182
saat proses koagulasi dan flokulasi D. Pengaruh tahapan pengolahan
dilakukan pengadukan sehingga pada limbah terhadap parameter pH
saat bersamaan memungkinkan oksigen Dari tabel 2 menunjukkan bahwa
dari luar masuk ke dalam limbah dan setiap perlakuan tidak mempengaruhi
berikatan dengan senyawa-senyawa yang kenaikan dan penurunan nilai pH. Dari
ada didalamnya. keseluruhan perlakuan memang tidak
menunjukkan perlakuan yang yang dapat
B. Pengaruh tahapan pengolahan mempengaruhi nilai pH. Dari
limbah terhadap parameter COD kesuluruhan nilai parameter pH pada
Hasil perhitungan pada tabel 3 tabel 3 semua nilai tidak melebihi baku
memperlihakan bahwa pengolahan mutu lingkungan.
limbah dengan filter anaerob pada
perlakuan 3 dan penggunaan bahan E. Pengaruh tahapan pengolahan
koagulasi dan flokulasi pada perlakuan 5 limbah terhadap parameter minyak
terjadi perbedaan ti, hal ini dikarenakan dan lemak
adanya penambahan tawas untuk Dari tabel 3 menunjukkan bahwa
mengendapakan lumpur dalam proses setiap proses pengolahan limbah dapat
koagulasi dalam waktu bersamaan menurunkan nilai minyak dan lemak.
menambah beban kimia dalam limbah. Akan tetapi nilai minyak dan lemak
Sedangkan pada proses sedimentasi dan masihmelebihi ambang batas baku mutu
pengolahan pada filter anaerob terjadi lingkungan pada pengolahan pada tahap
perbedaan secara signifikan. Hal ini akhir. Hal ini disebabkan belum adanya
terjadi karena tidak tersedianya oksigen perlakuan khusus untuk limbah yang
yang cukup untuk mengoksidasi zat zat berasal dari proses pelorodan.
kimiawi dalam limbah pada kedua
perlakuan dalam pengolahan tersebut. 4. SIMPULAN DAN SARAN
Penurunan nilai COD secara signifikan
terlihat pada proses pengolahan dengan 4.1. Kesimpulan
kolam aerob. Bakteri aerob bekerja Dari hasil penelitian ini dapat
sangat aktif untuk menguraikan disimpulkan bahwa skema IPAL pada
bahan-bahan kimia yang terkandung ‘X’ Batik dapat menurunkan kadar
didalam limbah cair tersebut. pencemar pada industri batik. Nilai BOD,
COD, TSS dan pH tidak melebihi
C. Pengaruh tahapan pengolahan ambang batas baku mutu lingkungan,
limbah terhadap parameter TSS sedangkan untuk nilai parameter minyak
Hasil analisis pada nilai TSS dan lemak belum memenuhi baku mutu
terlihat pada tabel 3 hanya terjadi sehingga perlu penanganan limbah
signifikan pada proses sedimentasi. pelorodan sebelum masuk skema IPAL
Sedangkan untuk perlakuan 3,4, 5 tidak tersebut.
terjadi penurunan TSS secara signifikan.
Hal itu disebabkan karena karena limbah 4.2. Saran
yang baru dari proses sedimentasi masuk Perlu adanya perlakuan pemisahan
ke dalam proses-proses selanjutnya antara limbah cair dari proses pewarnaan
bercampur dengan endapan lumpur dari dengan limbah cair yang berasal dari
proses sebelumnya. proses pelepasan malam (pelorodan)
untuk mempermudah penyaringan
minyak dan lemak pada tahap awal
sebelum melalui skema IPAL. Hal ini
183
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395
184