Anda di halaman 1dari 13

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR REMAZOL BLACK B INDUSTRI BATIK

BAKARAN JUWANA DENGAN METODE ELEKTRODEKOLORISASI


MENGGUNAKAN ELEKTRODA PbO2 /Pb

Yeni Fitriana Jayanti 4311413070


Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Semarang
E-mail: yenifitriana44@gmail.com

Abstrak
Batik Bakaran merupakan salah satu kerajinan batik yang ada di Desa Bakaran,
Juwana. Permintaan pasar akan batik terus meningkat. Namun hal ini tidak diiringi dengan
pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari industri tersebut. Limbah yang berasal dari
proses pencelupan dibuang ke sungai sekitarnya. Limbah cair batik mengandung bahan kimia
berbahaya yang dapat merusak ekosistem perairan seperti Fe dan Na+. Salah satu pewarna
yang digunakan yaitu Remazol Black B yang merupakan senyawa azo yang sulit didegradasi.
Telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengatasi hal tersebut. Dewi (2011) melakukan
penelitian mengenai elektrodekolorisasi limbah cair zat warna batik dengan elektroda
PbO 2 /Pb. Tujuan penelitian ini adalah mendekolorisasi limbah (penghilangan warna) zat
warna batik dengan cara elektrolisis menggunakan PbO 2 (anoda) dan Pb (katoda) dari aki
bekas kendaraan bermotor, penurunan angka parameter COD, dan peningkatan kualitas air
setelah proses pengolahan limbah zat batik dengan penyaringan molecular. Hasil yang
diperoleh dari penelitian tersebut bahwa elektrolisis limbah cair zat warna batik
menggunakan PbO 2 sebagai anoda sangat efektif mendekolorisasi larutan sampel sebesar
100%, mengurangi nilai COD, dan meningkatkan kualitas air dengan menurunkan
konsentrasi total ion logam Fe dan Na+ pada larutan sampel limbah zat warna Remazol Black
B. Penelitian di atas dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengolah limbah cair
industry batik Bakaran sebelum dibuang ke aliran sungai, sehingga tidak mencemari
ekosistem perairan dan airnya aman digunakan dalam memenuhi kebutuhan akan air.
Kata kunci: limbah industri batik Bakaran, Remazol Black B, elektrodekolorisasi, elektrolisis,
PbO 2 /Pb

PENDAHULUAN
Batik telah diakui oleh Badan Perserikatan Bangsa Bangsa Urusan Kebudayaan
(UNESCO) sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Pengakuan ini
diberikan UNESCO dengan melihat berbagai upaya yang dilakukan oleh Indonesia, terutama
karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam.
Disamping itu, pemerintah dan rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai
langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya ini secara turun temurun.
Pengakuan UNESCO membuat pengusaha batik lebih bersemangat karena hasil karya yang
sudah diwariskan oleh para leluhur mendapat pengakuan dari dunia.

Batik tulis Bakaran

merupakan

salah satu kerajinan batik yang masih bertahan

sampai saat ini. Kerajinan batik ini semakin berkembang seiring dengan makin banyaknya
permintaan terhadap batik. Proses pembuatan batik tulis di Desa Bakaran sangat sederhana.
Proses pembuatan batik tersebut memerlukan beberapa tahapan, yaitu penggambaran pola
dengan cetakan tembaga yang dilapisi malam dan menggambar dengan canting, proses
pewarna dasar, proses pewarna lanjut dan proses pencucian kain dengan air mendidih. Pada
proses

pewarna

batik,

baik

pewarna

dasar

ataupun

pewarna

lanjut

diindikasikan

menggunakan campuran kimia yang sangat beracun dan berbahaya. Ironisnya di Desa
Bakaran, Kecamatan Juwana

tidak memiliki instalasi pengolahan limbah, sehingga limbah

batik akan langsung dibuang ke sungai di sekitar industri tersebut melalui drainage air hujan.
Industri batik merupakan industri yang potensial mengandung logam berat yang
merupakan

limbah

berbahaya,

sehingga

dapat

menyebabkan

rusaknya

lingkungan.

Keberadaan limbah industri dapat diketahui berupa pencemaran fisik, seperti berbau
menyengat, dan kontaminan akan membuat air menjadi keruh. Timbulnya gejala tersebut
secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang
cukup tinggi (Wardhana, 2004). Limbah berwarna timbul akibat penggunaan zat pewarna
yang masih melekat setelah dipakai.
Aktivitas industri batik disamping memberikan dampak positif juga memberikan
dampak negatif. Banyaknya produsen batik, baik yang besar maupun yang berskala rumah
tangga, memiliki kesamaan yaitu menghasilkan limbah cair batik, dengan kandungan zat
warna, zat padat tersuspensi, BOD (Biologycal Oxigen Demand), COD (Chemical Oxigen
Demand), minyak dan lemak yang perlu pengolahan sebelum dibuang ke badan air
(Setyaningsih, 2006).
Limbah pencelupan zat warna pada industri batik atau pabrik-pabrik tekstil lainnya,
yang jumlahnya cukup besar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, karena lingkungan
mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mendegradasi zat warna tersebut. Beberapa
kandungan di dalam limbah industri batik yang berpotensi menimbulkan pencemaran air
adalah kandungan bahan organik, padatan tersuspensi, minyak atau lemak yang tinggi dan
adanya kandungan logam berat yang berbahaya yaitu Zn, Cd, Cu, Cr dan Pb (Sasongko,
2010).
Limbah zat warna yang dihasilkan dari industri tekstil umumnya merupakan senyawa
organik

non-biodegradable

yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama

lingkungan perairan. Senyawa zat warna di lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami
dekomposisi secara alami oleh adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif
lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga

akumulasi zat warna ke dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (DaeHee, 1999 dan Al-kdasi, 2004).
Menurut Al-kdasi (2004), zat warna berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi
bermacam-macam antara lain: zat warna nitroso, nitro, azo, stilben, difenil metana, trifenil
metana, akridin, kinolin, indigoida, aminokinon, anin dan indofenol. Sedangkan berdasarkan
pada cara pencelupan atau pewarnaan pada bahan yang akan diwarnai digolongkan menjadi
zat warna asam, basa, dispersi, direct dan lain-lain. Namun, secara garis besar zat warna
digolongkan menjadi dua golongan yaitu zat warna alami dan zat warna sintetik.
Zat

warna

merupakan

senyawa

organik

yang

mengandung

gugus

kromofor

terkonjugasi. Zat warna reaktif merupakan zat warna yang banyak digunakan untuk
pewarnaan tekstil, contohnya Remazol Brilliant Orange 3R, Remazol Golden Yellow,
Remazol Red, dan Remazol Black B. Zat warna tersebut sering digunakan untuk proses
pewarnaan batik baik dalam skala industri besar maupun home industry (Catanho, 2006).
Dalam pewarnaan, senyawa ini hanya digunakan sekitar 5%, sedangkan sisanya yaitu 95%
akan dibuang sebagai limbah. Remazol juga merupakan zat warna azo yang bersifat
karsinogenik. Senyawa ini cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan
berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar karena dapat
menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand). Hal ini tentu saja dapat merusak
keseimbangan ekosistem lingkungan yang ditandai dengan matinya organisme perairan di
sekitar lokasi pembuangan limbah sehingga perlu pengolahan lebih lanjut agar limbah tekstil
ini aman bagi lingkungan.

( Sumber: Nafiyanto, 2013)


Gambar 1. Struktur senyawa zat warna yang sering digunakan dalam industri

Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya dari gugus
benzena. Diketahui bahwa gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan
dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan
menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik. Oleh karena itu perlu
dicari alternatif efektif untuk menguraikan limbah tersebut. Zat warna ini berasal dari sisasisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam. Warna selain
mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar dihilangkan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengolahan limbah zat warna sebelum dibuang ke perairan
dengan tujuan untuk meminimalkan pencemaran limbah yang terjadi,
toksisitas,

dan

dampak

yang

muncul.

Pengolahan

limbah

cair

volume limbah,

dimaksudkan

untuk

menghilangkan kadar bahan pencemar yang terkandung di limbah cair agar memenuhi syarat
untuk dapat dibuang ke lingkungan (memenuhi baku mutu yang ditetapkan). Limbah yang
dibuang tanpa pengolahan dapat membahayak bagi kesehatan, seperti iritasi pada kulit.

(Sumber Gunadi, 2008)


Gambar 3. Mekanisme degradasi fotokatalitik zat warna azo

PEMBAHASAN
Upaya penanggulangan limbah zat warna yang dihasilkan dari proses pewarnaan batik
telah dikembangkan dalam berbagai metode antara lain koagulasi, sedimentasi, adsorpsi, dan
elektrokimia (elektrolisis).

Metode elektrokimia khususnya elektrolisis memiliki banyak

keuntungan yaitu tidak memberikan cemaran tambahan terhadap lingkungan, waktu proses
yang lebih singkat, mampu mengatasi limbah zat warna dengan hasil yang memuaskan, dan
tidak membutuhkan proses analisis yang banyak dan rumit (Noorikhlas, 2009). Faktor
pendukung keberhasilan dalam proses eletrolisis yaitu elektoda. PbO 2 memiliki beberapa
kelebihan yaitu inert, semikonduktor, stabil, dan tahan terhadap korosi (Sires, 2010; Peng,
2007; Han,

2011). Penggunaan PbO 2 sebagai anoda dapat memaksimalkan proses

elektrodekolorisasi (Kong,

2007).

Penggunaan PbO 2

sebagai bahan elektroda telah

dipatenkan oleh Ueda (1986).


Penelitian terdahulu tentang penanganan limbah zat warna dengan metode elektrolisis
(elektrodekolorisasi) menggunakan PbO 2 di anoda dan karbon di katoda berhasil dilakukan
oleh Nirmasari (2008) dengan persentase dekolorisasi 99,64 % pada pH 1. Hal ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan Noorikhlas (2009) yang menjelaskan proses
elektrodekolorisasi dengan PbO 2 di anoda dan Pb di katoda menghasilkan persen degradasi
zat warna 100%. Oleh karena itu, akan dilakukan elektrodekolorisasi dengan PbO 2 di anoda
dan Pb di katoda untuk menghilangkan warna larutan zat warna yang biasa digunakan dalam
industri batik.
Pengurangan konsentrasi logam yang terdapat dalam limbah zat warna dapat
dilakukan melalui proses penyaringan molekuler. Penelitian yang telah dilakukan Payne dan
Fattah (2004) menunjukkan bahwa mekanisme adsorpsi zeolit dan karbon aktif dapat
menurunkan kandungan ion Pb2+. Selanjutnya menurut penelitian yang dilakukan oleh
Rahman dan Hartono (2004) kadar Fe dan Mn dapat turun sebesar 55% dan 40% karena
penggunaan zeolit sebagai pengolahan air. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mazeikien (2010), Muzenda (2011) bahwa zeolit efektif untuk penanganan
masalah lingkungan perairan tercemar.
Elektrolisis larutan sampel remazol black B dilakukan pada potensial kerja 9 volt
dimana didapatkan dari penentuan potensial kerja pada variasi potensial antara 1-15 volt
dengan pengukuran arus setiap 3 menit. Penambahan Na 2 SO 4 kedalam larutan sampel pada
proses elektrolisis berfungsi sebagai elektrolit pendukung yang dapat menghantarkan arus
selama elektrolisis berlangsung.

Tabel 1. Hasil Analisis Larutan Sampel


Parameter

Sampel (Remazol Black B)


Sebelum elektrolisis

Warna

Sesudah lektrolisis

COD

Hitam kekuningan
Transparan

Sebelum elektrolisis

1154,5

Sesudah lektrolisis

52,59

Waktu Elektrolisis

4 jam

(Sumber: Dewi, 2011)


Dari tabel 1 diketahui adanya perubahan setelah proses elektrolisis berlangsung jika
dilihat dari parameter yang diukur meliputi warna, angka COD, dan waktu elektrolisis
berlangsung. Pada larutan sampel terjadi penurunan intensitas warna yang menandakan
berkurangnya jumlah molekul zat warna dalam larutan sampel sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan warna dari berwarna menjadi putih bening (transparan). Penggunaaan
PbO 2 sebagai elektroda memiliki kemampuan memproduksi radikal hidroksil yang dihasilkan
oleh pemecahan air oleh anoda. Radikal hidroksil tersebut mampu mengoksidasi sampel zat
warna dan menghasilkan suatu radikal baru dengan senyawa tersebut sehingga menyebabkan
suatu reaksi berantai yang mendegradasi senyawa tersebut. Produk oksidasi di anoda berupa
H2 O dan CO 2 serta senyawa rantai pendek yang tidak lagi menyerap radiasi pada panjang
gelombang visible. Produk ini telah diidentifikasi melalui penelitian terdahulu (Noorikhlas,
2009). Kontribusi terhadap dekolorisasi dari pemakaian PbO 2 sebagai anoda dijelaskan
sebagai berikut (Martono, 2000):
PbO 2 + H2 O

PbO 2 +[-OH] + H+ + e-

R + [-OH]

R + H+ + e- , R adalah molekul senyawa azo

R + H+ + e-

CO2 + CO + H2 O + produk anorganik

dengan R adalah substrat organik yang mengandung C, H, O, N. Oksigen pada radikal


hidroksil akan berikatan dengan substrat organik sehingga substrat organik mengalami
oksidasi dan bersifat radikal. Oksidasi substrat organik tersebut kemungkinan menghasilkan
produk berupa CO 2 , CO dan H2 O, namun gas CO tidak terbentuk jika terjadi reaksi oksidasi
sempurna.

Mekanisme reaksi di permukaan anoda PbO 2 senyawa Remazol Black B sebagai berikut.
PbO 2 +[-OH] + H+ + e-

PbO 2 + H2 O

+ OH-

+ 3H+ + e- + 3NaOH

+ H+ + e-

CO 2 + CO

+ H2 O

(catatan: gas CO tidak akan terbentu jika reaksi oksidasi sempurna)


Gambar 2. Reaksi dekolorisasi Remazol Black B dengan elektroda PbO 2

Tahapan reaksi degradasi senyawa Remazol Black B

(Sumber: Christina, 2010)


Gambar 4. Tahapan reaksi degradasi senyawa azo Remazol Black B

Radikal hidroksil adalah radikal utama yang melakukan inisiasi degradasi pada gugus
utama senyawa azo, dengan menghasilkan radikal fenil dan fenoksi. Pada tahap berikutnya
dengan adanya oksigen terlarut, akan terjadi abstraksi ion hidrogen dan radikalnya, pada
radikal fenil. Pada tahap lebih lanjut akan keluar gas nitrogen yang diikuti dengan proses
reduksi pada radikal cincin benzen menjadi senyawa aromatik sederhana. Di sisi lain, gugus
radikal fenoksi akan teroksidasi oleh radikal hidroksil menjadi gugus benzena.

(Sumber: Christina, 2010)


Gambar 5. Tahap reaksi degradasi senyawa azo Remazol Black B

Cincin aromatik benzena akan terdegradasi menjadi radikal hidroksisikloheksadienil.


Radikal ini akan berekasi dengan oksigen terlarut menghasilkan hidroksi hidroperoksida yang
tidak stabil. Reaksi berikutnya adalah terjadinya penghilangan satu molekul air dan
pembentukan

cincin

aromatis

dari

hidroksi

hidroperoksida

menjadi

mukondialdehid.

Mukodialdehid kemudian teroksidasi mejadi asam mukanot Pada proses oksidasi selanjutnya
akan terbentuk glioksial yang kemudian teroksidasi menjadi asam karboksilat.

(Sumber: Christina, 2010)


Gambar 6. Skema pembentukan berbagai radikal dalam air

Dalam sistem itu sangat mungkin terjadi banyak peristiwa rekombinasi seperti:
radikal H dengan OH membentuk molekul air, elektron tersolvasi (e-aq) dengan OH
membentuk ion OH-, elektron tersolvasi (e-aq) dalam suasana asam (H3O +) membentuk
radikal (H3 O* ), dan seterusnya. Selanjutnya spesi-spesi reaktif itu akan mendegradasi
senyawa azo.

Angka COD yang tinggi pada larutan sampel awal efektif diturunkan melalui proses
elektrolisis yang dibuktikan dari penurunan angka COD setelah elektrolisis berlangsung.
Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut di dalam air (Alerts, 1984). Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
tahun 2010 angka COD maksimal untuk air limbah industri sebesar 100 ppm. Pada larutan
sampel limbah zat warna indigosol setelah elektrolisis, angka COD turun sebesar 98,61% dan
pada larutan sampel limbah zat warna remazol black B sebesar 95,44% sehingga larutan
sampel limbah zat warna setelah elektrolisis dapat dikatakan aman bagi perairan karena
berada dibawah ambang maksimum.
Spektra UV-Vis larutan sampel limbah zat warna remazol black B dimana terlihat
adanya puncak serapan pada 640 nm yang merupakan karakter warna gugus kromofor pada
remazol black B. Efektifitas elektrolisis larutan sampel limbah zat warna dapat terlihat dari
hasil spektra UV-Vis terhadap larutan hasil elektrolisis yang menunjukkan penurunan
absorbansi pada panjang gelombang maksimum larutan remazol black B. Spektra pada
larutan sampel zat warna remazol black B setelah tidak adanya puncak serapan pada panjang
gelombang 640 nm. Proses elektrolisis yang berlangsung selama 4 jam terbukti efektif
mendegradasi gugus kromofor pada struktur zat warna remazol black B sehingga mengalami
penurunan absorbansi pada panjang gelombang 640 nm sebesar 100% yang menyebabkan
larutan menjadi tidak berwarna. Setelah elektrodekolorisasi larutan sampel, dilakukan
penyaringan dengan menggunakan zeolit dengan tujuan untuk mengefektifkan penurunan
konsentrasi ion logam dalam larutan sampel setelah elektrolisis. Hal ini dikarenakan zeolit
memiliki fungsi sebagai adsorben dan penukar ion.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Logam dengan AAS

Sampel
Remazol
B

Logam Berat

Black Fe total
Na+

Konsentrasi Ion Logam (ppm)


C0

C1

C2

0,123

41,42

2,13

550

6200

1280

(Sumber: Dewi, 2011)


Diketahui dari tabel 2 bahwa konsentrasi logam Fe dan Na + pada larutan sampel awal zat
remazol black B masing-masing sebesar 0,123 ppm dan 550 ppm. Konsentrasi ion Na + dan

total logam Fe dalam larutan sampel setelah proses elektrolisis meningkat dan masih berada
diatas batas maksimum logam berat diperairan, sehingga perlu dilakukan penyaringan
menggunakan zeolit guna menurunkan konsentrasi ion logam tersebut. Penggunaan zeolit
dapat memaksimalkan penghilangan kadar ion logam Na + karena ion Na+ tidak dapat
tereduksi melalui elektrolisis. Setelah dilakukan penyaringan dengan zeolit kandungan logam
Fe dan ion logam Na+ berkurang. Hal ini dikarenakan pada zeolit terjadi pertukaran ion
dimana pori-pori yang H+ akan digantikan oleh ion-ion logam Na+, Fe2+ dan Fe3+.
Penyaringan larutan hasil elektrolisis dengan zeolit efektif mengurangi kandungan ion logam
Na+ dan total logam Fe dalam larutan zat warna indigosol dan remazol black B hasil
elektrolisis.
Elektrolisis limbah zat warna remazol black B dengan menggunakan PbO 2 sebagai
anoda efektif mendekolorisasi larutan sampel sebesar 100% dan mengurangi nilai COD dari
limbah zat warna tersebut. Selain itu, penyaringan larutan sampel molekuler dengan zeolit
alam setelah elektrolisis dapat meningkatkan kualitas air dengan menurunkan konsentrasi
total ion logam Fe dan Na+ pada sampel limbah zat warna remazol black B.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti di atas, metode
elektrodekolorisasi sangat efektif untuk mendekolorisasi larutan sampel sebesar 100% dan
mengurangi nilai COD limbah cair zat warna tersebut.

Oleh karena itu,

metode

elektrodekolorisasi limbah cair Remazol Black B menggunakan elektroda PbO 2 /Pb ini dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengolah limbah cair zat warna industri batik
Bakaran sebelum di buang ke perairan, sehingga tidak mencemari perairan di sekitarnya.

PENUTUP
Pengolahan limbah cair zat warna industri batik Bakaran dapat dilakukan dengan
proses elektrodekolorisasi. Proses elektrodekolorisasi ini dilakukan dengan menggunakan
elektroda PbO 2 pada anoda dan elektroda Pb pada katoda. Metode elektrodekolorisasi ini
dapat mendekolorisasi larutan sampel sebesar 100% dan mengurangi nilai COD limbah cair
zat warna tersebut. Selain itu, penyaringan molekuler dengan zeolit alam setelah elektrolisis
dapat meningkatkan kualitas air dengan menurunkan konsentrasi total ion logam Fe dan Na+
pada sampel limbah zat warna Remazol Black B sehingga air sungai di sekitar industri batik
Bakaran aman untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Alerts, G. dan Santika S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit usaha nasional.
Al-Kdasi, A., et al. 2004. Treatment of textile wastewater by advanced oxidation processes.
Global Nest the Int. J. 6: 222-230.
Catanho, M. 2006. Avaliacao Dos Tratamentos Eletroquimico E Fotoeletroquimico Na
Degradacao De Corantes Texteis. Quim. Nova, vol.29, no.5.
Christina, Maria. 2010. Studi Penahuluan Mengenai Degradasi Zat Warna Azo dalam
Pelarut Air Menggunakan Mesin Berkas Elektron.
Dae-Hee A., et al. 1999. Dyestuff Wastewater Treatment Using Chemical Oxidation, Physical
Adsorption and Fixed Bed Biofilm Process. Process Biochemistry 34: 429439.
Dewi, Prihastuti S. L., dkk. 2011. Elektrodekolorisasi Limbah Cair Zat Warna Batik dengan
Elektroda PbO2 /Pb. Jurnal Kimia Universitas Diponegoro, Semarang.
Gunadi, Natalia. 2008. Degradasi Fotokatalitik Zat Warna Remazol Red RB 133 dalam
Sistem TiO2 Suspensi. Skripsi Departemen Kimia FMIPA UI, Depok.
Kong, J., et al. 2007. Preparation and Characterization of PbO2 Electrodes Doped with
Different Rare Earth Oxides. Vol. 53. Electrochimica Acta. 2048-2054
Martono, H., dan Aisyah. 2000. Studi Pengolahan Limbah Secara Elektrokimia. Jakarta:
Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif, BATAN.
Mazeikiene, A., et al. 2010. Laboratory Study of Ammonium Ion Removal by using Zeolite
(Clinoptilolite) to Treat Drinking Water. Journa] of Environmental Engineering and
Landscape Management. 54-61.
Muzenda, E. 2011. Cu (II) Removal from Synthetic Waste Water by Ion exchange Process.
Proceedings of the World Congress on Engineering and Computer, Vol II.
Nafiyanto, Indra. 2013. Rancang Bangun Alat Elektrodekolorisasi untuk Pengolahan Zat
Warna Sintetik yang Digunakan di Industri Batik dan Tekstil. Laporan Penelitian.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Nirmasari, A. D. 2008. Pengaruh pH Terhadap Elektrodekolorisasi Zat Warna Remazol
Black B dengan Elektroda PbO2 . Skripsi Jurusan Kimia FMIPA Undip, Semarang.
Noorikhlas, F., 2009. Analisis Produk Elektrodestruksi Senyawa Penyusun Limbah Batik:
Elektrolisis Larutan Remazol Black B. Skripsi Jurusan Kimia, FMIPA UNDIP.
Payne, K. B. dan Fattah, M.A. 2004. Adsorption of Divalent Lead Ions by Zeolites and
Activated Carbon: Effects of pH, Temperature, and Ionic Strength. Journal of
Environmental Science and Health. Vol. A39. 2275-2291.

Peng, H.Y., et al. 2007. A Study On The Reversibility of Pb(II)/PbO2 Conversion for The
Application of Flow Liquid Battery. Vol. 168. Journal of Power Sources. 105-109.
Rahman, A dan Hartono, B. 2004. Penyaringan Air Tanah dengan Zeolit Alami untuk
Menurunkan Kadar Besi dan Mangan. Vol 8. Makara Kesehatan. 1-6.
Sasongko, Dwi P. dan Wildan Panji Tresna. 2010. Identifikasi Unsur dan Kadar Logam
Berat pada Limbah Pewarna Batik dengan Metode Analisis Pengaktivan Neutron.
Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi TELAAH. Vol 27.
Setyaningsih, H. 2006. Pengolahan Limbah Batik dengan Proses Kimia dan Adsorpsi
Karbon Aktif. Tesis Program Pasca Sarjana UI, Jakarta.
Sires, Low C.T.J., et al. 2010. The Characterisation of PbO2 -Coated Electrodes Prepared
from Aqueous Methanesulfonic Acid Under Controlled Deposition Conditions. Vol.
55. Electrochimica Acta. 2163-217.
Ueda, M., et al. 1986. Canadian Patents-Patent no. CIPO- Patent-1321.
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai