Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DI KAWASAN INDUSTRI BATIK PEKALONGAN

MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS DENGAN ANODA DAN KATODA

LATAR BELAKANG

Kota Pekalongan merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang memiliki jumlah Usaha
Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) yang cukup banyak dan didominasi oleh industri garmen
dan batik yaitu sekitar 90,10 % dari keseluruhan jumlah industri yang ada di Kota
Pekalongan. (Urata Shujiro, 2000).

Industri merupakan salah satu penopang perekonomian daerah. Keberadaan industri di suatu
wilayah dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Namun akibat
adanya proses produksi, industri akan menghasilkan keluaran bukan produk yang berupa
limbah. Limbah apapun seharusnya tidak menjadi masalah jika dikelola dengan baik. Karena
tidak dikelola maka limbah tersebut cepat atau lambat tentu akan menimbulkan masalah
lingkungan.

Limbah industri batik di Kota Pekalongan terdiri dari limbah cair dan padat. (KLH Kota
Pekalongan, 2010) Limbah cair tersebut antara lain berasal dari zat 7 warna cair yang
digunakan untuk membatik. Sedangkan limbah padat berasal dari potongan kain dan bahan
baku pembuatan batik yang lain.

Industri batik dan tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari proses
pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah industri batik dan tekstil juga
mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses
pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya
warna air limbah tergantung pada zat warna yang digunakan. Limbah air yang berwarna
warni ini yang menyebabkan masalah terhadap lingkungan. Limbah zat warna yang
dihasilkan dari industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik non-biodegradable,
yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan. Senyawa zat
warna di lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh
adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat, karena intensitas
cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi zat warna ke
dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (Dae-Hee et al. 1999 dan Al-
kdasi 2004).
Berdasarkan penelitian kondisi air Sungai Pekalongan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Kota Pekalongan, kondisi air sungai per 9 april 2012 di Sungai Pekalongan kadar BOD yang
standarnya adalah 2 Mg/l tetapi di lapangan mencapai 5 Mg/l (pada kelas 1 dan Pk1) dan
COD yang standarnya adalah 10 Mg/l tetapi di lapangan mencapai 58,43 Mg/l (pada kelas 1
dan Pk1). Ini sudah melewati ambang batas yang seharusnya sehingga dapat digolongkan
pencemaran yang terjadi di Sungai Pekalongan tergolong cukup tinggi. Pencemaran yang
terjadi di Sungai Pekalongan tergolong cukup tinggi karena perkembangan industri dan
perdagangan di Kota Pekalongan. Walaupun sudah dibuat IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah) ternyata belum mampu mengatasi tingkat pencemaran pada Sungai Pekalongan.
Terbukti bahwa BOD, COD, DO yang terkandung di Sungai Pekalongan berada di atas
ambang mutu batas baku yang telah ditentukan oleh KLH Kota Pekalongan.

Saat ini berbagai teknik atau metode penanggulangan limbah tekstil telah dikembangkan, di
antaranya adalah metode adsorpsi. Namun metode ini ternyata kurang begitu efektif karena
zat warna tekstil yang diadsorpsi tersebut masih terakumulasi di dalam adsorben yang pada
suatu saat nanti akan menimbulkan persoalan baru. Sebagai alternatif, dikembangkan metode
fotodegradasi dengan menggunakan bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet. Metode
fotodegradasi akan membuat zat warna terurai menjadi komponen-komponen yang lebih
sederhana dan lebih aman untuk lingkungan. Pengolahan limbah batik dengan proses kimia
dan adsorpsi karbon aktif telah dilakukan oleh Setyaningsing (2007).

Beberapa metode konvensional yang digunakan untuk mengolah limbah tekstil adalah
kombinasi dari proses biologi, fisika dan kimia (Acher dan Rosenthal, 1977; Brown dan
Hamburger, 1987). Karena limbah tekstil biasanya dihasilkan dalam skala besar maka
beberapa metode tersebut menjadi tidak menguntungkan. Metode baru yaitu penggunaan
ozon dan photooksidasi telah juga dikembangkan untuk mengolah limbah tekstil (Tratnyek
dan Hoigne, 1991; Tratnyek et al., 1994). Metode ozonasi dan photooksidasi memerlukan
biaya yang sangat tinggi dan sukar jika diterapkan untuk masyarakat.

Penemuan metode terbaru untuk mengolah limbah batik yaitu dengan menggunakan metode
elektrolisis dengan anoda dan katoda platinum (Pt). Pt merupakan logam inert yang sangat
baik sebagai elektrokatalis dan tahan terhadap kondisi larutan. Metode ini merupakan metode
yang efektif, selektif, ekonomis, bebas polutan dan sangat sesuai untuk menghancurkan
senyawa-senyawa organik. Hasil akhirnya adalah air dan gas karbon dioksida.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas penulis mengambil judul penelitian
yaitu PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DI KAWASAN INDUSTRI BATIK
PEKALONGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS DENGAN ANODA DAN
KATODA.

TUJUAN

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengelolaan limbah industri yang
lebih mudah, murah dan efisien untuk dioperasikam sehingga tidak mencemari lingkungan
sekitar industri yang terkena dampaknya.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi pengelolaan limbah cair di industri batik pekalongan


2. Mengetahui kualitas air sungai yang merupakan buangan limbah industri batik
pekalongan
3. Mengetahui efektivitas pengelolaan limbah cair dengan metode elektrolisis dengan
anoda dan katoda platinum.
KERANGKA TEORI

Sungai kotor => Pencemaran lingkungan => limbah industri => kurangnya sistem
pengelolaan limbah => metode elektrolisis dengan anoda dan katoda platinum.

Metode Penelitian
Penemuan baru dalam mengolah limbah batik dengan menggunakan metode elektrolisis dapat
dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Rangkaian alat yang digunakan untuk mengolah limbah batik


Gambar 3. Rangkaian alat yang digunakan untuk mengolah limbah batik di
laboratorium

Cara Kerja Alat


1. Limbah batik dimasukkan dalam bak elektrolisis, kemudian ditambah 0,25 kg untuk
setiap 100 L limbah batik, kemudian dimasukkan elektroda, katoda dan anoda
masing-masing berbahan platinum dan dilengkapi dengan pengaduk.
2. Kedua elektroda dihubungkan dengan sumber arus DC melalui voltmeter dengan
potensial maksimum 5 Volt.
3. Elektrolisis limbah batik dijalankan dengan memasukkan potensial sebesar 5 V dan
elektrolisis dihentikan jika larutan sudah menjadi jernih.
4. Hasil elektrolisis limbah batik merupakan limbah yang berwarna jernih, kemudian
dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, COD dan logam berat
dengan AAS.
Hasil Uji Coba Alat
a. Hasil analisis limbah batik setelah dielektrolisis dengan spektrofotometer UV-
Vis

Gambar 2. Hasil analisis dengan spektrofotometer UV-Vis


Berdasarkan gambar di atas limbah batik yang semual berwarna biru (warna hitam) setelah
diolah dengan elektrolisis berubah menjadi jernih (warna merah)
b. Hasil analisis COD dan analisis logam berat dengan AAS
Hasil analisis komponen komponen limbah disesuaikan dengan baku mutu limbah cair
berdasarkan PP No 20 tahun 1990 ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis limbah batik setelah diolah dengan teknik elektrolisis
menghasilkan larutan jernih dan setelah dianalisis sangat aman untuk digunakan sebagai air
minum, air keperluan rumah tangga, industri dan pertanian. Air yang telah diolah dapat
langsung dibuang ke lingkungan.
Kesimpulan
Penemuan teknik elektrolisis untuk mengolah limbah batik selama ini belum pernah
dilakukan oleh peneliti atau penemu lain. Teknik pengolahan limbah batik dengan elektrolisis
merupakan teknik yang lebih mudah, murah dan efisien dan mudah untuk dioperasikan, tidak
memerlukan keahlian tinggi dan sederhana. Teknik ini tidak menghasilkan limbah baru
sehingga aman untuk lingkungan. Teknik ini juga tidak memerlukan dana yang tinggi karena
hanya memerlukan arus listrik yang rendah dan garam dapur yang murah.

Anda mungkin juga menyukai