Anda di halaman 1dari 9

Chapter 2.

Pharmacokinetics: The Dynamics of Drug Absorption,


Distribution, Metabolism, and Elimination / 13

FAKTOR FISIKOKIMIA DALAM TRANSFER OBAT MELEWAITI MEMBRAN


Membran plasma tersusun atas lipid amfifatik berlapis ganda dengan rantai hidrokarbon
menghadap ke bagian dalam lapisan ganda untuk membentuk fase hidrofobik kontinu dan
gugus hidrofilik menghadap ke luar. Molekul lipid dalam lapisan ganda bervariasi secara
individu bergantung pada membran tertentu dan dapat bergerak secara lateral serta membentuk
dirinya sendiri dengan kolesterol (misalnya, sfingolipid) sehingga memberikan membran sel
sifat-sifat sepefti fluiditas, fleksibilitas, keteraturan, ketahanan elektrik, dan ipermeabilitas
relatif terhadap molekul yang sangat polar, Protein protein membran yang tertempel pada
lapisan ganda bertindak reseptor, saluran ion, dan penghantar jalur-jalur sinyal elektrik dan
kimia; banyak dari protein ini merupakan target dari obat-obatan, Membran sel relatif
permeabel terhadap air dan aliran air yang besar dapat membawa serta molekul obat berukuran
kecil.
TRANSPOR MEMBRAN PASIF
Pada transpor pasif , molekul-molekulobat umumnya berpenetrasi dengan cara difusi
berdasarkan gradien konsentrasi obat yang bergantung pada kelarutannya dalam lapisan ganda
lipid. Transpor jenis ini berbanding langsung dengan besarnya gradien konsentrasi antara dua
sisi membran, koefisien partisi obat dalam lipid-air, dan luas permukaan membran yang
terpapar oleh obat. Untuk obat-obat nonelektrolit, konsentrasi obat yang tidak terikat plasma
(unbound drug) pada kedua sisi membran akan sama setelah keadaan lunak (steady state)
tercapai, Pada senyawa ionik, konsentrasi keadaan lunak ini bergantung pada gradien
elektrokimia ion dan perbedaan pH pada membran sehingga memengaruhi keadaan ionisasi
molekul pada masing-masing sisi membran.
ABSORPSI OBAT BIOAVAILABILITAS DAN RUTE PEMBERIAN
Absorpsi merupakan pergerakan obat dari tempat pemberiannya menuju kompartemen pusat
dan besarnya proses ini Pada absorpsi sediaan padat, tablet atau kapsul harus terdisolusi
terlebih dahulu sehingga memlepaska n zat akrif yang akan diabsorpsi ke sirkulasi lokal; dari
sini obat tersebut akan didistribusikan ke tempar kerjanya. Bioauailabilitas menunjukkan
tingkat fraksional dari jumlah obat yang mencapai tempat kerjanya, dengan memperhitungkan,
sebagai contoh, efek metabolisme hepatik dan ekskresi empedu yang mungkin terjadi sebelum
obat yang diminum secara oral diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem sirkulasi sistemik.
Bioavailabilitas akan turun secara signifikan jika eliminasi obat melalui hati sangat besar. (efek
lintas pertama). Penurunan availabilitas ini merupakan fungsi dari sisi anatomis rempar proses
absorpsi terjadi. Faktor anaromis, fisiologis dan patofisiologis lain dapat memengaruhi
bioavailabil itas (lihat bawah), dan pilihan rute pemberian obat harus didasarkan pada
pemahaman akan kondisi-kondisi tersebut.
INGESTI ORAL
Absorpsi suatu obat dari saluran pencernaan diatur oleh beberapa faktor, seperti luas
permukaan untuk absorpsi kecepatan aliran darah menuju tempat absorpsi, bentuk fisik obat
(larutan, suspensi atau sediaan padat), kelarutan dalam air, dan konsentrasi obat pada daerah
absorpsi. Untuk sediaan padat, kecepaan disolusi obat dapat menjadi faktor pembatas yang
memengaruhi absorpsi zat aktifnya. Karena kebanyakan absorpsi pada saluran cerna
berlangsung secara difusi pasif, absorbsi obat pada saluran cerna akan lebih baik apabila obat
berada dalam bentuk takterion dan lebih lipofil. Epitelium lambung ditapisi oleh lapisan
mukosa tebal dan memiliki luas permukaan yang kecil, sebaliknya, vili penyusun usus halus
bagian atas memiliki luas permukaan yang sangat besar. Oleh karena itu, kecepatan absobsi
obat di usus akan lebih besar dibandingkan dengan dilambung walaupun obat umumnya berada
dalam bentuk terion di usus halus dan umumnya takterion di lambung. Faktor-faktor yang dapat
mempercepat waktu pengosongan lambung umumnya akan meningkatkan kecepatan absorspsl
obaf, begitu pula sebaliknya. Pengosongan lambung sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Sediaan Lepas Terkendali
Kecepatan disolusi obat yang rendah dalam cairan saluran cerna merupakan dasar dari sediaan
lepas terkendali, lepas diperpanjang, lepas berkelanjutan, dan kerja diperlama yang dirancang
untuk menghasilkan absorpsi obat yang lambat dan seragam selama 8 jam atau lebih. Bentuk
sediaan seperti ini sudah banyak digunakan pada kategori obat-obatan yang umum. Sediaan ini
memiliki beberapa kelebihan, antara lain dapat mengurangi frekuensi pemberian obat jika
dibandingkan dengan bentuk sediaan konvensional (kemungkinan diikuti dengan peningkatan
kepatuhan pasien), menjaga efek terapeutik semalaman, dan menurunkan kejadian dan/atau
intensitas efek-efek yang tidak diinginkan (dengan menghindari puncak-puncak konsentrasi
obat) dan kadar efek nonterapi obat dalam darah (dengan menghindari palungpalung
konsentrasi) yang teriadi setelah pemberian obat obatan pelepasan segera.
PEMBERIAN SUBLINGUAL
Drainase vena dai mulut ialah menuju vena kava superior, yang akan melindungi obat-obatan
yang sangat larut, seperfi nitrogliserin, darl metabolisme lintas pertama yang cepat oteh hati.
Jika tablet nitrogliserin tertelan, metabolisme hepatik dapat meniadakan nitrogliserin aktif
dalam sirkulasl sistemik.
ABSORPSI TRANSDERMAL
Kemampuan obat untuk berpenetrasi menembus kulit utuh bergantung pada luas permukaan
tempat obat tersebuf diberikan dan kelarutan obat dalam lipid (lihat Bab 63). Lapisan dermis
sangat permeabel terhadap banyak zat sehingga absorpsi obat secara sistemik terjadi lebih cepat
pada kulit yang mengalami inflamasi, terkelupas, terbakar, atau kulit yang terbuka. Efek yang
tidak diinginkan dapat disebabkan oleh absorbsi senyawa yang sangat larut lipid melalui kulit
(misalnya, lnsektisida larut lipid dalam pelarut organik). Absorpsi transdermal dapat
ditingkatkan dengan mensuspensikan obat dalam pembawa berminyak dan mengoleskan
sediaan pada kulit lalu dilanjutkan dengan pemijatan. Hidrasi kulit menggundkan pembalut
oklusif d apat meningkatkan absorpsi secara transdermal.
PEMBERIAN SECARA REKTAL
Pemberian melalui rektaldapat dilakukan jika pemberian secara oral tidak dimungkinkan,
seperti pada pasien yang pingsan atau muntah, walaupun pemberian obat dengan cara ini lebih
sulit untuk diprediksi. Sekitar 50% dari obat yang diabsorpsi melalui rektum akan terhindar
dari hati sehingga mengurangi efek metabolisme lintas pertama.
INJEKSI PARENTERAL
Intravena
Faktor yang berkaitan dengan absorbsi dapat diabaikan apabila obat diberikan secara intravena
karena bioavaibilitas obat terjadi dengan cepat dan sempurna
Subkutan
Pemberian injeksi secara subkutan hanya dapat dilakukan untuk obat-obatan yang tidak
mengiritasi jaringan, BAGIAN I Prinsip Umum jika tidak cara ini, dapat menyebabkan nyeri
hebat, nekrosis, serla kematian jaringan. Kecepatan absorpsi obat setelah pemberian secara
subkutan seringkali cukup konstan dan lambat sehingga menghasilkan efek diperlama. Selain
itu, perubahan waktu absorpsi obat dapat diatur dengan menggunakan berbagai metode,
misalnya pada injeksi insulin yang menggunakan pengaturan ukuran paftike kompleksasi
dengan protein dan pH. Absorpsi obat yang diimplantasikan ke dalam kulit dalam bentuk pelet
padat akan berlangsung secara perlahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan;
beberapa jenis hormon (misalnya, kontrasepsi) sangat efektif diberikan dengan cara sepefti ini.
Intramuskular
Larutan obat dalam air yang diberikan secara intramuskular akan diabsorpsi dengan cepat
bergantung pada kecepatan aliran darah ke tempat injeksi dan komposisi lipid-otot pada daerah
pemberian. Absorpsi dapat diatur hingga tingkat terlentu dengan pemanasan lokal, pemijatan
atau olahraga. Secara umum, kecepatan absorpsi obat yang diberikan secara injeksi dengan
pembawa air akan lebih cepat jika diinjeksikan pada otot deltoid atau vastus lateralis
dibandingkan pada otot gluteus maximus. Pada perempuan, kecepatan untuk injeksi pada otot
gluteus maximus umumnya akan lebih lambat. Absorpsi yang lambat dan konstan dari daerah
injeksiintramuskular akan diperoleh jika pembawa obat berupa minyak atau repository (depot).
lntratekal
Sawar darah-otak dan sawar darah-cairan serebrosipnal sering kali menghalangi atau
memperlambat masuknya obat ke dalam sistem saraf pusat. Oleh karena itu, jika efek lokal dan
cepat pada meningens dan sumbu serebrospinal ingin diperoleh, obat terkadang diinjeksikan
secara langsung ke dalam rongga spinal subaraknoid. Pengobatan untuk tumor otak dapat
dilakukan dengan memberikan obat-obatan melalui injeksi intraventrikular.
APLIKASITOPIKAL
Membran Mukosa
Obat obat yang diberikan pada membran mukosa konjungtiva, nasofaring, orofaring, vagina,
kolon, uretn dan kandung kemih lebill ditujukan untuk memberikan efek lokal.
Mata
Obat obat mata yang diberikan secara topikal yang dimanfaatkan untuk memberikan efek lokal
juga membutuhkan absorpsi obat metalui kornea; infeksi atau benturan pada kornea dapat
mempercepat absorpsi obat. Slsfem penghataran oftalmik yang memberikan durasi kerja
diperlama (misalnya, suspensi atau salep) sangat berguna, seperti halnya sisipan okular yang
memberikan penghantaran obat secara berkelanjutan.
BIOEKUIVALENSI
Produk-produk obat dapat dianggap ekuivalen secara farmasetik jika produk-produk tersebut
mengandung zat aktif yang sama dengan kekuatan atau konsentrasi, bentuk sediaan, dan rute
pemberian yang sama. Dua produk obat yang ekuivalen secara farmasetis dapat dikatakan
bioekuivalen jika kecepatan dan tingkat bioavailabilitas zat aktif dalam kedua produk tersebut
tidak berbeda secara signifikan pada kondisi uji yang sesuai.
DISTRIBUSI OBAT
Setelah absorpsi atau pemberian secara sistemik ke dalam pembuluh darah, obai akan
redistribusi ke dalam cairan interstitial dan antarsel tergantung pada sifat-sifat fisikokimia
khusus dari obat tersebut. Curah jantung, aliran darah regional, permeabilitas kapiler, dan
volume jaringan akan menentukan kecepatan penghataran dan jumlah potensial obat yang
didistribusikan ke jaringan. Pertama tama, kebanyakan obat akan didistribusikan ke hati, ginjal,
otak dan organ-organ dengan perfusi baik lainnya, sedangkan penghantaran obat ke jaiingan
otot, viseral, kulit dan lipid berlangsung lebih lambai. Fase kedua dari distribusi ini
membutuhkan beberapa menir sampai beberapa jam sebelum konsentrasi obat di jaringan
tersebut sama dengan yangg di darah.
PROTEIN PLASMA.
Banyak dari obat-obatan yang bersikulasi dalam aliran darah akan mengikat protein plasma
secara reversibel. Aibumin merupakan pembawa utama untuk obat-obat yang bersifat asam,
sedangkan asam alfa glikoprotein berikatan dengan obat-obat yang bersifat basa. Ikatan non-
spesifik dengan protein plasma jenis lain umumnya terjadi untuk kasus-kasus tertentu yang
sangat jarang. Selain itu, obat-obat tertentu dapat pula berikatan dengan protein yang berfungsi
sebagai protein pembawa hormon tertentu, misalnya pengikatan h ormon tiroid oleh globulin
pengikat-tiroksin. Fraksi total obat yang terikat dalam plasma ditentukan oleh konsentrasi obat
tersebut, afinitas dari tempat ikatan obat, dan banyaknya tempat ikatan, Kebayakan obat
memiliki rentang terapeutik konsentrasi plasma yang terbatas; oleh karena itu, tingkat fraksi
obat terikat dengan takterikat relatif konstan. Banyaknya obat yang berikatan dengan protein
plasma dapat pula dipengaruhi oleh faktor penyakit (misalnya, hipoalbuminemia). Kondisi
yang memerlukan perawatan fase akut (misalnya, kanker; artritis, infark miokardial, dan
penyakit Crohn) dapat menyebabkan tingginya jumlah asam alfa glikoprotein dan
meningkatnya pengikatan obat basa.
IKATAN DENGAN JARINGAN
Banyak obat terakumulasi dalam jaringan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
dalam cairan ekstraselular dan darah. Ikatan obat dengan jaringan ini biasanya terjadi dengan
konstituen selular sepelti plotein, fosfolipid, atau protein-protein inti dan umumnya berikatan
secara reversibel. Sejumlah besar fraksi obat dalam tubuh dapat ditemukan dalam jaringan dan
bertindak sebagai reservoir yang memperpanjang kerja obat pada jaringan yang sama atau pada
tempat berbeda yang dicapai melalui sirkulasi darah. Efek toksik lokal dapat timbul jika terjadi
akumulasi dan pengikatan obat dengan jaringan seperti ini.
REDISTRIBUSI
Terminasi efek obat setelah penghentian obat mungkin disebabkan oleh redistribusiobat dari
tempat kerjanya ke jaringan atau bagian tubuh yang lain. Redistribusi merupakan faktor penting
untuk obat obatan yang sangat larut lipid untuk kerja di otak atau sistem kardiovaskular yang
diberikan dengan cara injeksi atau inhaiasi. Obat ini akan mencapai konsentrasi maksimal di
otak dalam hitungan detik setelah diberikan secara intravena, konsentrasi plasma obat
kemudian menurun ketika obat tersebut berdifusi ke jaringan lain, seperti otot. Konsentrasi
obat di otak akan mengikuti konsentrasi obat di plasma karena ada sedikit ikatan antara obat
dengan konstituen otak. Oleh karena itu, onset kerja dan telminasi obat berjalan dengan cepat,
berhubungan langsung dengan konsentrasi obat dalam otak.
SISTEM SARAF PUSAT DAN CAIRAN SEREBRO SPINAL
Sel-sel endotelial dari kapiler otak memiliki tautan dapat kontinu, jadi penetrasi obat ke dalam
otak lebih bergantung pada transpor transelular dibandingkan tlanspor palaselular, Sifat khas
sel-sel endotelial kapiler otak dan sel-sel glia perikapiler membentuk sawar darah-otak. Pada
pleksus koroid terdapat sawar serupa, yakni sawar darah-cairan serebospinal, yang disusun oleh
tautan sel epitelial yang rapat. Oleh karena itu, kelarutan obat bebas dan takterion dalam lipid
akan menentukan pengambilan obat tersebut oleh otak, semakin lipofil suatu obat, semakin
mungkin obat tersebut menembus lapisan sawar darah-otak. Obat juga dapat berpenetrasi ke
sisrem saraf pusat melalui pengangkut ambilan khusus.
TRANSFER OBAT MELALUI PLASENTA
Transfer obat melalui plasenta merupakan hal yang perlu diperhatikan karena dapat
menyebabkan abnormalitas pada fetus yang sedang berkembang. Faktor-faktor yang
menentukan kemampuan suatu obat dalam menembus plasenta ialah kelarutannya dalam lipid,
banyaknya obat yang terikat plasma dan derajat ionisasi dari obat asam atau basa lemah. Plasma
pada fetus (pH 7,0-7,2) sedikit lebih asam dibandingkan plasma milik ibunya (pH7,4) sehingga
dapat memerangkap obat yang bersifat basa. Akan tetapi, pandangan yang menganggap bahwa
plasenta fetus merupakan sawar absolut terhadap obat merupakan sesuatu yang sangat keliru,
antara lain kalena adanya transporter yang dapat membawa obat-obat melewati plasenta. Pada
tingkat tertentu, ferus terpapar pada semua obat yang dikonsumsi oieh ibunya.
EKSKRESI OBAT
Obat-obatan dieliminasi dari dalam tubuh baik dalam bentuk yang tidak diubah oleh proses
ekskresi maupun diubah menjadi metabolit . Organ organ pengeluaran, kecuali paru-paru,
mengeliminasi senyawa-senyawa polar secara lebih efisien dibandingkan senyawa-senyawa
dengan kelarutan dalam lipid yang tinggi. Senyawa-senyawa larut lipid tersebut baru akan
dikeluarkan dari tubuh ketika sudah mengalami metabolisme menjadi senyawa yang lebih
polar. Ginjal merupakan organ yang paling penring unruk mengeluarkan obat-obatan dan hasil
metabolitnya. Materi yang diekskresi melalui feses umumnya merupakan obat oral yang tidak
diserap atau metabolit obat yang diekskresi baik dalam empedu maupun disekresikan langsung
ke saluran cerna dan tidak diabsorpsi kembali. Obat-obat yang dikeluarkan melalui ASI perlu
mendapat perhatian bukan karena banyaknya obat yang dieliminasi, melainkan karena dapat
menyebabkan efek farmakologis yang tidak diinginkan pada bayi yang disusui. Ekskresi dari
paru-paru khususnya penting untuk eliminasi gas anestesi.
EKSKRESI RENAL
Ekresi obat dan metabolitnya dalam urine melibatkan tiga proses berbeda, yairu: filtrasi
glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular pasif. Perubahan dalam keseluruhan
fungsi renal umumnya akan memengaruhi ketiga proses pada tingkat yang sama. Pada bayi
baru lahir, fungsi renal masih rendah dibandingkan dengan massa tubuh, namun akan cepat
berkembang dalam beberapa bulan pertama. Ketika dewasa, fungsi ginjal akan menurun 1%
setiap tahun sehingga pasien geriatri sering mengalami gangguan fungsi ginjal. Jumlah obat
yang masuk ke lumen tubular melalui filtrasi belgantung pada kecepatan filtrasi glomerulus
dan tingkat keterikatan obat dengan plasma hanya obat bentuk bebas akan difiltrasi. Dalam
tubulus renal proksimal, sekresi tubular aktif atau terfasilitasi pembawa juga dapat
menyalurkan obat ke cairan tubular. Ti.ansportir seperti P-glikoprotein dan protein resisten
multiobat tipe 2 yang berkaitan (MRPZ), yang berlokasi di membran paras sikat (brush-border)
bertanggung jawab untuk sekresi anion amfifatik dan metabolit terkonjugasi (misalnya,
glukoronida, sulfat, dan produk adisi glutation). Tiansporter kaset pengikat ATP lAdenosine
triposphate (NP)-bindding cassette (ABC)I yang lebih selektif untuk obat-obat kation organik
terlibat dalam sekresi basa organik. Transporter membran, yang umumnya berlokasi di tubulus
renal distal, juga berfungsi untuk reabsorpsi aktif obat dari lumen tubular kembali masuk ke
sirkulasi sistemik

METABOLISME OBAT
Ekskresi obat dalam keadaan tidak diubah melalui ginjal hanyalah sebagian'dari keseluruhan
eliminasi obat di tubuh karena senyawa lipofil yang melewati filter glomerulus umumnya
direabsorsi ke sirkulasi sistemik ketika melewati tubulus ginjal. Metabolisme obat dan senyawa
xenobiotik lain menjadi lebih hidrofil sangat penting bagi eliminasinya dari tubuh, demikian
juga bagi terminasi efek biologis dan efek terapinya. Secara umum, reaksi biotransformasi
menghasilkan metabolit yang lebih polar dan tidak aktif yang mudah dikeluarkan dari tubuh.
Akan tetapi, terkadang dihasilkan metabolit dengan aktivitas potensial biologis dan sifat toksis
yang lebih tinggi.
FARMAKOKINETIK KLINIS
Farmakokinetik klinis mempelajari hubungan antara efek farmakologi obat dan konsentrasinya
yang dapat diukur (misalnya, dalam darah atau plasma). Ada beberapa obat yang tidak
memiliki hubungan yang jelas atau sederhana antara efek farmakologi dan konsentrasinya
dalam plasma, sementara untuk beberapa obat, tidak praktis untuk melakukan pengukuran
konsentrasi secara rutin saat melakukan pemantauan terapeutik. Secara umum, konsentrasi obat
pada tempat kerjanya akan berkaitan dengan konsentrasi obat tersebut dalam sirkulasi sistemik.
Efek farmakologi yang dihasilkan dapat berupa efek klinis yang diharapkan, atau efek toksik
atau efek yang tidak diinginkan. Farmakokinetika klinis menyediakan suatu pola kerja. Dalam
pola kerja ini, dosis obat dapat disesuaikan. Variabel fisiologis dan patofisiologis yang
menentukan penyesuaian dosis pada tiap pasien sering kali merupakan hasil dari modifikasi
parameter farmakokinetik. Empat parameter utama yang mqmengaruhi disposisi obat adalah:
bersihan, ukuran dari efisiensi tubuh dalam mengeliminasi obat; volume distribusi, ukuran dari
ruang nyata dalam tubuh yang tersedia untuk mengandung obat tereliminasi, ukuran kecepatan
pembuangan obat dari tubuh; dan bioavailabilitas, fraksi obat yang terabsorpsi dalam bentuk
asalnya ke dalam sirkulasi sistemik.
Bersihan
Bersihan merupakan konsep yang paling penting untuk dipahami ketika merancang regimen
rasional untuk obat yang akan diberikan dalam waktu lama. Dokter biasanya ingin menjaga
konsentrasi obat dalam suatu jendela terapi yang berhubungan dengan efikasi telapi dan
toksisitas minimum untuk suatu senyawa. Dengan menganggap bahwa suatu obat memiliki
bioavailabilitas sempurna, konsentrasi keadaan tunak dalam tubuh akan tercapai saat kecepatan
eliminasi obat sama dengan keceparan absorpsinya.
kecepatan pendosisan = CL· Css
dengan CL adalah bersihan obat dari sirkulasi sistemik dan Css adalah konsentrasi obat saat
keadaan tunak.

DISTRIBUSI
VOLUME DISTRIBUSI
Volume distribusi merupakan perbandingan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasinya
di darah. Volume ini tidak selalu mencerminkan volume fisiologis yang reidentifikasi,
melainkan volume cairan yang diperlukan untuk membawa seluruh obat tersebut pada
konsentrasi yang sama dengan didalam darah: Jumlah obat dalam tubuh/ V = C, atau V =
jumlah obat dalam tubuh/C
Oieh sebab itu, volume distribusi suatu obat menunjukkan jumlah obat yang belada di jaringan
ekstravaskular dan bukan di dalam plasma. Volume plasma untuk laki-laki (70 kg) adalah 3 L,
volume darahnya sekitar. 5,5 L, volume cairan ekstraselular selain plasma adalah 12L,
danvolume total air dalam tubuh sekitar 4Z L.
Kecepatan Distribusi Obat
Dalam banyak kasus, sekelompok jaringan yang memiliki kemiripan rasio perfusi-partisi akan
menunjukan kecepatan yang sama sehingga terlihat sebagai safu fase distribusi (penurunan
cepat konsentrasi obat yang dibeikan secara intravena segera setelah diberikan. lni
menunjukkan seolah-olah obat pertama kali akan berada di volume pusat yang terdiri dari
resevoir plasma dan jaringan yang akan mencapai kesetimbangan secara cepat, dan
berdistribusi ke volume akhir, ketika nilai konsentrasi plasma menurun secara log-tinear
dengan konstanta kecepatan k . Volume distribusi pada keadaan keadaan tunak (Vss)
menunjukan volume yang akan mendistribusikan obat selama keadaan tunak iika obat tersebut
tersedia dalam volume fersebuf pada konsentrasi yang sama dengan yang ada dalam cairan
yang diukur (darah atau plasma) Vss juga dapat diperoleh dari Persamaan , dengan VC adalah
volume distribusi obat dalam kompartemen pusat dan VT, adalah volume distribusi obat dalam
kompartemen jaringan.
Vss = VC + VT
Waktu paruh
t1/2 adalah waktu yang diperlukan bagi konsentrasi plasma atau jumlah obat dalam tubuh untuk
berkurang sebanyak 50% dari konsentrasi awalnya. Pada kasus yang paling sederhana, model
satu kompartemen harga t1/2 dapat ditentukan secara langsung melalui pengamatan dan dapat
digunakan untuk menentukan dosis obat. Akan tetapi, konsentrasi obat dalam plasma sering
kali mengikuti pola Penurunan multieksponensial sehingga dua atau lebih harga t1/2 harus
dihitung. Waktu paruh diperlama seperti ini menunjukan eliminasi obat dari tempat
penyimpanannya atau jaringan dengan perfusi yang buruk dan dapat menyebabkan keracunan.
t1/2 = 0.693 .Vss/CL
KEADAAN TUNAK (STEADY STATE)
konsentrasi keadaan tunak akan tercapai jika obat diberikan dengan kecepatan konstan
(Kecepatan pendosisan = CL. Css. pada titik ini, eliminasi obat akan sama dengan kecepatan
availabilitas obat. Konsep ini berlaku untuk dosis berjeda reguler (misalnya,250 mg obat setiap
8 jam). Konsentrasi obat akan meningkat karena absorpsi dan menurun karena eliminasi saat
jeda antar dosis. Pada keadaan tunak, keseluruhan siklus akan persis berulang pada tiap inteeval
.
BIOAVAILABILITAS
Kita harus membedakan antara kecepatan dan besar absorpsi obat dan jumlah obat yang
akhirnya mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini tidak hanya direntukan dari dosis yang diberikan
tetapi juga fraksi dosis yang diabsoipsi dan tidak mengalami eliminasi lintas pertama. Frakisi
obat ini disebut sebagai bioavailabilitas obat.

KECEPATAN ABSORPSI
adapun kecepatan absorpsi obat umumnya tidak memengaruhi konsentrasi keadaan tunak
dalam plasma, hal ini masih memengaruhi efek terapi obat, Jika obat disbsorpsi dengan cepat
(seperti pada bolus intravena) dan memiliki volum pusat yang kecil, konsentrasi awal obat akan
tinggi. Konsentrasi akan semakin rendah ketika obat didistribusikan ke volume "akhir"
(volume yang lebih besar). Jika ada obat yang diabsorbsi dengan lebih lambat (misalnya,
melalui infus lambat), obat akan terdistribusi bersamaan dengan diberikan dan konsentrasi
puncak akan lebih rendah serta tercapai lebih lama. Sediaan pelepasan terkendali dirancang
untuk memberikan kecepatan absorpsi yang lambat dan berkelanjutan guna menghasilkan
fuktuasi profil konsentrasi-waktu dalam plasma selama interval dosis yang lebih kecil
dibandingkan fuktuasi yang dihasilkan oleh formulasi pelepasan segera. Karena efek nontoksik
dan menguntungkan dari suatu obat didasarkan pada pengetahuan tentang rentang konsentrasi
plasma yang ideal atau dikehendaki, hasil akhir terapi dapat diperbaiki dengan menjaga dosis
dalam rentang terapi sambil mencegah perbedaan drastis antara puncak dan palung konsentrasi.
Huhungan farmakokinetik dasar untuk pemberian obat secam berulang.
Garis tipis merupakan pola akumulasi obat selama pem_ berian secara berulang pada interval
yang sama dengan t1/2 eliminasi obat tersebut ketika kecepatan absorpsi obat ,l 0 kali lebih
cepat dari eliminasinya. Seiring meningkatnya kecepatan absorpsi, nilai konsentrasi
maksimum mencapai 2 dan minimum mendekati 1 pada keadaan tunak. Garis hitam
menunjukkan pola selama pemberian dosis yang setara melalui infus intravena kontinu. Kurva
didasarkan pada model satu kompartemen. Konsentrasi rata-rata Css saat tercapainya keadaan
tunak pada pemberian obat berjeda ialah

DOSIS PEMELIHARAAN
Pada sebagian besar situasi klinis, obat-obat diberikan dalam serangkaian dosis berulang atau
diberikan sebagai infus kontinu untuk mempertahankan konsentrasi keadaan tunak obat
berkaitan dengan kendela terapinya. Tuiuan utama darihal ini adalah mendapatkan perhitungan
dosis pemeliharaan yang sesuai. Untuk mempertahankan keadaan tunak yang ditentukan atau
konsentrasi target, kecepatan pemberian obat diatur sehingga kecepatan obat masuk sama
dengan kecepatan keluarnya. Hubungan tersebut dinyatakan di sini dalam konsentrasi target.
DOSIS MUATAN
Dosis muatan adalah dosis tunggal atau serangkaian dosis yang diberikan pada onset terapi
dengan tuiuan untuk mencapai kosentrasi target dengan cepat. Besarnya dosis muatan yang
sesuai:
Dosis muatan =Target Cp · Vss/F (Dosis muatan mungkin diperlukan jika waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai keadaan tunak (dan efikasi) dari pembeian obat dengan kecepatan
konstan (empat kali waktu paruh) relatif panjang dibandingkan yang dibutuhkan oleh kondisi
yang sedang ditangani, seperti pada kasus aritmia dan gagal jantung.

Anda mungkin juga menyukai