Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR PASIEN PRE

OPERASI DI RUANG BEDAH (AZ ZAHRAWI) RS ISLAM IBNU SINA


BUKITTINGGI TAHUN 2019
The Relationship between Anxiety and Sleep Quality in Preoperative Patients in the
surgical ward (Az Zahrawi) of Ibnu Sina Hospital Bukittinggi In 2019
Sekar Anak Ampun
STIKES Yarsi Bukittinggi

ABSTRAK
Pada pasien pre operasi biasanya cenderung mengalami gangguan kualitas tidur. Salah satu
penyebabnya yaitu perubahan emosi. Perubahan emosi yang paling banyak dirasakan oleh
pasien pre operasi adalah rasa cemas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur pasien pre operasi di ruang bedah (Az
Zahrawi) RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi. Metode penelitian ini menggunakan metode
deskriptif korelasi dengan desain pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik accidental sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 104 responden. Alat
pengumpulan data dengan kuesioner. Penelitian dilakukan pada 16 Agustus sampai 25
Agustus. Analisa data secara univariat lebih dari separuh yaitu 65 responden (62,5%)
memiliki kualitas tidur buruk dan 39 responden (37,5%) memiliki kualitas tidur baik,
sebagian besar responden yaitu 44 responden (42,3%) memiliki kecemasan berat. Analisa
bivariat ada hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur pasien pre operasi di ruang
bedah (Az Zahrawi) RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2019 diperoleh nilai (p value =
0,000). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu orang yang mengalami kecemasan maka akan
mempengaruhi kualitas tidurnya. Saran dalam penelitian ini bagi RS Islam Ibnu Sina
Bukittinggi adalah agar dapat meningkatkan penerapan standar asuhan keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan tidur dan penanganan kecemasan pada pasien pre operasi.
Kata kunci :Kecemasan, Kualitas Tidur, Pre Operasi
ABSTRACT
Preoperative patients tend to experience sleep disturbances. One of the causes of it is
emotional changes. The common emotional change that occur in preoperative patients is
anxiety. This study aims at determining the relationship between anxiety and sleep quality in
preoperative patients in the surgical ward of Ibnu Sina Hospital Bukittinggi. The method of
this research was a descriptive correlational with cross sectional approach. The sampling
technique was accidental sampling with a total of sample is 104 respondents. The data was
collected by using questionnaire. This study was conducted from August, 16 until August, 25.
The result of univariate data analysis revealed that more than half of respondents had bad
sleep quality which is 65 respondents (62,5%) and 39 respondents (37,5%) had good sleep
quality. The result of bivariate data analysis revealed that there was a relationship between
anxiety and sleep quality in preoperative patients in the surgical ward of Yarsi Ibnu Sina
Hospital Bukittinggi 2019 (p value = 0,000). The conclusion of this study is that people who
experience anxiety will affect their sleep quality. It’s suggested that Ibnu Sina Hospital would
be able to improve the application of nursing care standards in fulfilling the sleep needs and
anxiety interventions in preoperative patients.
Keywords :Anxiety, Quality of Sleep, Preoperative
Latar Belakang gambaran pasti tentang hal tersebut tidak
diketahui. Hal ini mungkin disebabkan
Tindakan operasi merupakan
gangguan tidur tidak menjadi perhatian
ancaman potensial maupun aktual terhadap
utama (Kozier et all, 2010). Namun secara
integritas seseorang yang dapat
garis besar, berdasarkan survey yang
membangkitkan reaksi stres fisiologis
dilakukan oleh National Sleep Foundation
maupun psikologis (HIPKABI, 2014).
yang melibatkan 1.508 responden,
Sementara itu, pre operasi adalah tahap
sebagian besar responden mengaku tidak
yang dimulai ketika ada keputusan untuk
pernah atau jarang tidur pulas, dengan
dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
persentase tertinggi sekitar 51 % pada usia
ketika klien dikirim ke meja operasi.
19-29 tahun (Sulistiani, 2012). Sementara
Tahap ini merupakan awalan yang menjadi
di Indonesia, diperkirakan sekitar 35%-
kesuksesan tahap-tahap berikutnya.
45% dari orang dewasa dan sekitar 25%
Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini
mengalami gangguan tidur yang serius
akan berakibat fatal pada tahap berikutnya
(Depkes RI, 2010).
(HIPKABI, 2014).
Salah satu kondisi yang
Berdasarkan data yang diperoleh
menyebabkan gangguan tidur pada pasien
dari World Health Organization (WHO)
operasi adalah perubahan fisik dan emosi
jumlah pasien dengan tindakan operasi
selama menjalani proses pre operasi.
meningkat dengan sangat signifikan dari
Perubahan fisik seperti rasa sakit pada otot
tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011
dan tulang, sedangkan perubahan emosi
terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah
meliputi kecemasan, rasa takut dan depresi
sakit di dunia dan pada tahun 2012, data
(Asmadi, 2008). Sementara itu,
mengalami peningkatan sebesar 148 juta
berdasarkan penelitian Prawesti at al
jiwa. Sedangkan di Indonesia, jumlah
(2014) menunjukkan bahwa gangguan
tindakan operasi pada tahun 2012
tidur pada pasien umumnya disebabkan
mencapai 1,2 juta jiwa (WHO dalam
oleh kondisi pasien itu sendiri (nyeri/
Sartika, 2013).
perasaan tidak nyaman & kecemasan),
Pada pasien operasi cenderung faktor lingkungan perawatan (suara,
akan menyebabkan gangguan pada cahaya, pemeriksaan diagnostik,
kualitas tidur (Asmadi, 2008). Di pengukuran tanda-tanda vital, suara
Indonesia, data tentang gangguan tidur berbicara dan suara telepon petugas) &
pada pasien operasi belum ada, sehingga
faktor pemberian intervensi keperawatan banyak perubahan dalm tahap tidur lain
pada shift malam. dan lebih sering terbangun (Kozier, 2004).
Potter & Perry (2009) juga menjelaskan
Tidur yang tidak adekuat dan
kecemasan tentang masalah pribadi atau
kualitas tidur buruk dapat mengakibatkan
situasi dapat mempengaruhi kualitas tidur.
gangguan keseimbangan fisiologi dan
psikologi. Dampak fisiologi meliputi Penelitian yang dilakukan oleh
penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lelah, Schofield et al (2005) menunjukkan bahwa
lemah, daya tahan tubuh menurun dan pasien dengan kecemasan dapat
ketidakstabilan tanda-tanda vital. Dampak mengakibatkan penundaan operasi. Hal ini
psikologis meliputi depresi, cemas dan akan menyebabkan akibat yang lebih
tidak konsentrasi (Potter & Perry, 2010). serius seperti meningkatkan kejadian
Menurut Kozier (2004) kesulitan atau kematian, meningkatkan risiko operasi
terganggunya tidur ini jika dibiarkan akan ulang, memerlukan perawatan intensif
mengganggu proses penyembuhan dimana (ICU), masa rawatan mejadi lebih lama
fungsi dari tidur adalah untuk regenerasi dan komplikasi post operasi yang
sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru. meningkat (North et al, 2012). Penundaan
operasi juga akan memerlukan perawatan
Menurut Tarwoto (2006), faktor-
tambahan yang berdampak terjadi
faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
peningkatan biaya yang dikeluarkan
tidur antara lain; penyakit, lingkungan,
(Schofield et al, 2005).
kelelahan, gaya hidup, tingkat kecemasan,
motivasi, dan obat-obatan. Chayatin & Pada hasil penelitian terkait yang
Mubarak (2007) juga mengemukakan dilakukan oleh Setyawan (2017),
bahwa salah satu faktor yang didapatkan hasil bahwa sebagian besar
mempengaruhi kualitas tidur adalah responden tidak cemas sebanyak 20 orang
kecemasan. Seseorang yang pikirannya (37,7%), cemas sedang sebanyak 19 orang
dipenuhi dengan masalah pribadi dan (35,8%), cemas ringan 10 orang (18,9%)
merasa sulit untuk rileks akan sulit pula dan cemas berat sebanyak 4 orang (7,6%).
saat memulai tidur. Kecemasan Sementara itu untuk kualitas tidur
meningkatkan kadar norepinefrin dalam didapatkan hasil sebanyak 35 orang
darah melalui stimulasi system saraf (66,0%) memiliki kualitas tidur tidak baik,
simpatis. Perubahan kimia ini sedangkan responden yang memiliki
menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap kualitas tidur baik sebanyak 18 orang
IV NREM dan tidur REM serta lebih (34,0%). Berdasarkan hasil uji statistik
yang dilakukan oleh peneliti, di peroleh kecemasan pada pasien pre operasi
nilai p=0,00, maka dapat disimpulkan terhadap gangguan pola tidur di RSUD
bahwa ada hubungan antara tingkat Cirebon.
kecemasan dengan kualitas tidur pada
RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi
pasien pre operasi.
terletak di provinsi Sumatera Barat yang
Berdasarkan penelitian yang merupakan rumah sakit rujukan wilayah
dilakukan oleh Rahmadini, dkk (2014) di Sumatera Barat. Berdasarkan data rekam
dapatkan didapatkan kualitas tidur pasien medik di RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi,
pre operasi tidur yang buruk (56,2%), tidur didapatkan data pasien yang telah
baik (43,8%), kecemasan pasien pre dilakukan operasi pada bulan Januari
operasi kecemasan ringan (34,4%), hingga April tahun 2019 sebanyak 1614
kecemasan sedang (45,3%), dan orang pasien.
kecemasan berat (20,3%). Hal ini
Berdasarkan hasil studi
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
pendahuluan melalui observasi langsung
pre operasi mengalami kecemasan.
dan wawancara dengan 11 orang pasien
Dan berdasarkan penelitian yang yang akan menjalani operasi di ruang
dilakukan oleh Trihandayani (2015) bedah di RS Islam Yarsi Ibnu Sina
tentang hubungan tingkat kecemasan pada Bukittinggi, di dapatkan 7 orang
pasien operasi terhadap gangguan pola diantaranya mengalami gangguan tidur.
tidur di RSUD Cirebon, didapatkan hasil Ada banyak hal yang membuat pasien pre
bahwa sebagian besar responden yang operasi mengalami gangguan tidur,
mengalami gangguan tidur tidak diantaranya pasien mengatakan cemas
mengalami kecemasan (63,3%), namun terhadap tindakan medik yang akan
sebagian kecil lainnya pasien yang dilakukan terhadap dirinya, cemas
mengalami kecemasan dengan tingkatan terhadap kondisi penyakitnya, cemas jika
yang berbeda tetapi tidak mengalami ia tidak bisa sehat seperti semula, dan
ganguan tidur (20,05%), dan sebagian mempunyai dorongan/keinginan untuk
kecil lainnya pasien yang mengalami tidak tidur karena kondisi rumah sakit
kecemasan dengan tingkatan berbeda yang berbeda, sering terbangun tengah
mengalami gangguan tidur (16,65%). Dari malam, kesulitan untuk memulai tidur
hasil uji Chi-Square yang dilakukan maupun bangun terlalu awal atau terlalu
peneliti, didapatkan nilai p value = 0,000 pagi dan karena menahan rasa sakit. saat
yang menunjukkan ada hubungan tingkat dilakukan observasi ditemukan beberapa
dari pasien yang sering menguap, pada B. Karakteristik Responden
mata terdapat kantong mata, mata pasien
terlihat memerah, pasien terlihat letih dan
tidak bersemangat.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka


peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Hubungan antara
kecemasan dengan kualitas tidur pasien Berdasarkan tabel 5.1 dapat
pre operasi di ruang bedah (Az Zahrawi) diketahui bahwa dari total 104 responden,
RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun lebih dari separuh responden berjenis
2019”. kelamin perempuan yaitu sebanyak 53
orang (51%).
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang


hubungan antara kecemasan dengan
kualitas tidur pasien pre operasi di RSI
Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2019.
Proses penelitian ini dilakukan pada bulan
Berdasarkan tabel 5.2 dapat
Juli hingga Agustus 2019 dengan jumlah
diketahui bahwa dari 104 responden,
responden 104 orang yang sesuai dengan
sebagian besar responden yaitu sebanyak
kriteria sampel yang telah ditentukan.
42 orang (40,4%) berusia diantara kisaran
Setelah seluruh data terkumpul 46-55 tahun.
selanjutnya dilakukan pengolahan data,
untuk mengetahui hubungan antara
kecemasan dengan kualitas tidur pasien
pre operasi di RSI Yarsi Ibnu Sina
Bukittinggi Tahun 2019. Analisa
dilakukan secara komputerisasi dengan
perangkat menggunakan uji spearman
rank.
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui D. Analisa Bivariat
bahwa sebagian besar pendidikan terakhir 1. Hubungan antara Kecemasan
responden adalah SMP yaitu sebanyak 34 dengan Kualitas Tidur pada Pasien
orang (32,7%). Pre Operasi di RSI Ibnu Sina
Bukittinggi Tahun 2019.
C. Analisa Univariat
1. Kecemasan

Berdasarkan tabel 5.6 dapat


Berdasarkan tabel 5.4 dapat
diketahui bahwa diantara 44 responden
diketahui bahwa dari 104 responden,
yang memiliki kecemasan berat sebanyak
sebagian besar reponden mengalami
36 orang memiliki kualitas tidur buruk
kecemasan berat yaitu sebanyak 44 orang
(36,4%). Diantara 12 responden yang
(42,3%).
memiliki kecemasan panik, terdapat 10
2. Kualitas tidur orang memiliki kualitas tidur buruk
(9,6%).

Besarnya nilai tingkat keeratan


hubungan antara kecemasan dengan
kualitas tidur yaitu korelasi r = 0,410, hal
ini menunjukkan adanya hubungan yang
cukup kuat antara kecemasan dengan
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui
kualitas tidur. Pada penelitian ini untuk
bahwa dari 104 responden lebih dari
mendapatkan hasil analisa hubungan
separuh responden memiliki kualitas tidur
penulis menggunakan Spearman rank..
buruk yaitu sebanyak 65 orang (62,5%).
Dari hasil analisa data diketahui bahwa p
value (0,000), taraf kekeliruan (α=0,05).
Sehingga dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat hubungan
yang berarti atau bermakna antara separuh responden berjenis
kecemasan dengan kualitas tidur. Taraf kelamin perempuan dengan
signifikansi dari hasil analisa adalah 0,000 jumlah 20 orang (37,7%).
menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan Menurut Harry (2009),
untuk mengetahui hubungan antara kondisi psikologis seperti stres
kecemasan dengan kualitas tidur sangat dapat terjadi pada seseorang
signifikan. akibat ketegangan jiwa. Hal
tersebut terlihat ketika seseorang
PEMBAHASAN
memiliki masalah psikologis
A. Karakteristik Responden
mengalami kegelisahan sehingga
1. Karakteristik responden
sulit untuk tidur. Menurut Nashori
berdasarkan jenis kelamin
& Etik (2016), stres
Dari hasil penelitian yang
mempengaruhi tidur dengan dua
dilakukan, pada tabel 5.1 dapat
cara, yang pertama orang yang
diketahui bahwa dari total 104
mengalami stres merasa sulit
responden, lebih dari separuh
untuk merasakan tidur yang
responden berjenis kelamin
nyaman sesuai dengan yang
perempuan yaitu sebanyak 53
dibutuhkan. Kedua, tidur REM
orang (51%). Sedangkan kurang
berkurang dalam jumlah yang
dari separuh responden berjenis
cenderung menambah kecemasan
kelamin laki-laki yaitu sebanyak
dan stress.
51 orang (49%).
Stres adalah suatu keadaan
Penelitian ini tidak sejalan
yang menekan diri individu yang
dengan penelitan yang dilakukan
disebabkan oleh adanya
oleh Setyawan (2017) tentang
ketidakseimbangan antara
hubungan tingkat kecemasan
kemampuan yang dimiliki dengan
dengan kualitas tidur pasien pre
tuntutan yang ada (Nasir &
operasi di ruang Angsoka rumah
Muhith, 2011). Menurut Kozier
sakit Abdul Wahab Sjahranie.
et al (2010) mendefinisikan stres
Penelitian ini menjelaskan bahwa
menjadi tiga bagian yaitu stres
lebih dari separuh responden pada
sebagai stimulus, respon dan
pasien pre operasi berjenis
transaksi.
kelamin laki-laki dengan jumlah
Terdapat dua respon
33 orang (62,3%) dan kurang dari
fisiologis tubuh terhadap stres,
yaitu local adaptation syndrom hati untuk mengubah kembali
(LAS) dan general adaptation simpanan glikogen menjadi
syndrome (GAS) (Nasir & glukosa sebagai makanan) untuk
Muhith, 2011). Local adaptation mempersiapkan kebutuhan
syndrom (LAS) terdiri dari respon pertahanan potensial.
refleks nyeri dan respon inflamasi Pada tahap resistance
yaitu respon dari jaringan, organ, (resistensi/melawan), ketika stres
atau bagian tubuh terhadap stres berlanjut, sistem pencernaan
karena trauma, penyakit atau mengurangi kerjanya dengan
perubahan fisiologis lainnya. mengalirkan darah ke area yang
Sedangkan general adaptation dibutuhkan untuk pertahanan,
syndrome (GAS) dibagi menjadi paru-paru memasukkan lebih
tiga tahap, yakni alarm reaction, banyak udara, dan jantung
resistance stage, exhaustion berdenyut lebih cepat dan keras
stage. sehingga dapat mengalirkan darah
Tahap alarm reaction yang kaya oksigen dan nutrisi ke
(waspada), melibatkan otot untuk mempertahankan tubuh
pengerahan mekanisme melalui prilaku fight, flight, atau
pertahanan dari tubuh dan pikiran freeze. Apabila individu
untuk menghadapi stresor. beradaptasi terhadap stres, tubuh
Pengerahan mekanisme akan berespon dengan rileks dan
pertahanan tubuh yang dilibatkan kelenjar, organ, serta respon
yakni pengaktifan hormon seperti sistemik menurun.
hormon kortisol yang berakibat Tahap Exhaustion
pada meningkatnya volume (kelelahan), terjadi ketika
darah, yang pada akhirnya individu berespon negatif
menyiapkan individu untuk terhadap ansietas dan stress:
bereaksi. Stres akan menstimulasi cadangan tubuh berkurang atau
pesan fisiologis tubuh dari komponen emosional berubah
hipotalamus ke kelenjar sehingga timbul respon fisiologis
(misalnya, kelenjar adrenal untuk yang kontiniu dan kapasitas
mengirim adrenalin dan cadangan menjadi sedikit. Bila
norepineprin sebagai pembangkit usaha melawan tidak dapat lagi
emosi) dan organ-organ (misalnya
diusahakan, maka kelelahan dapat tersebut akan berdampak pada
mengakibatkan kematian. kualitas tidur itu sendiri.
Menurut Wang (2007), jenis 2. Karakteristik responden
kelamin berperan terhadap berdasarkan usia
terjadinya stres. Ada perbedaan Berdasarkan hasil penelitian
respon antara laki-laki dan yang dilakukan, pada tabel 5.2
perempuan saat menghadapi dapat diketahui bahwa dari 104
konflik. Otak perempuan responden, sebagian besar
memiliki kewaspadaan yang responden berusia 46-55 tahun
negatif terhadap adanya konfik yaitu sebanyak 42 orang (40,4%).
dan stres, pada perempuan konflik Kemudian, sebanyak 25 orang
memicu hormon seperti hormon (24,0%) berusia di antara kisaran
kortisol sehingga memunculkan 36-45 tahun, 16 orang (15,4%)
stres, gelisah dan rasa takut. berusia diantara kisaran 56-65
Sedangkan laki-laki umumnya tahun dan 10 (9,6%) orang
menikmati adanya konflik dan berusia di atas 65 tahun.
persaingan, bahkan menganggap Penelitian ini sejalan dengan
bahwa konflik dapat memberikan penelitan yang dilakukan oleh
dorongan yang positif Setyawan (2017) tentang
(Brizendine, 2007). Dengan kata hubungan tingkat kecemasan
lain, ketika perempuan mendapat dengan kualitas tidur pasien pre
tekanan, maka umumnya akan operasi di ruang Angsoka rumah
lebih mengalami stres. sakit Abdul Wahab Sjahranie.
Pada penelitian ini, peneliti Penelitian ini menjelaskan bahwa
berasumsi bahwa gangguan sebagian besar responden berada
kualitas tidur lebih banyak terjadi dalam kelompok usia 46-55 tahun
pada perempuan dibandingkan yaitu sebanyak 20 orang (37,7%).
laki-laki karena perempuan lebih Hal ini didukung oleh penelitian
cenderung mengalami stres Kumalasari (2011) tentang
daripada laki-laki. Kondisi ini hubungan tingkat kecemasan
membuat perempuan terhadap kebutuhan tidur pada
mengeluarkan sejumlah hormon pasien asma di RSDU Moewardi
sehingga stres dan ketegangan Solo dimana sebagian besar
responden berada pada rentang
46-55 tahun sebanyak 30 orang rentan mengalami kecemasan.
(45,7%). Kecemasan yang dirasakan
Menurut depkes RI (2009), seperti sering merasa tegang,
usia adalah satuan waktu yang firasat buruk, takut akan pikiran
mengukur waktu keberadaan sendiri dan tidak bisa beristirahat
suatu benda atau makhluk, baik dengan tenang akan
yang hidup maupun yang mati. mempengaruhi kualitas tidur itu
Pada penelitian ini, usia pasien sendiri.
menunjukkan rata-rata 45-55 3. Karakteristik responden
tahun yang merupakan masuk berdasarkan pendidikan
dalam kategori lansia. Usia Berdasarkan hasil penelitian
menjadi salah satu faktor yang yang dilakukan, pada tabel 5.3
mempengaruhi kualitas tidur dapat diketahui bahwa dari 104
seseorang. Kualitas tidur responden, sebagian besar
berkurang sesuai dengan pendidikan responden adalah
bertambahnya usia. Kebutuhan SMP yaitu sebanyak 34 orang
tidur anak-anak berbeda dengan (32,7%). Sementara itu, sebagian
kebutuhan tidur dewasa. kecil pendidikan responden
Kebutuhan tidur dewasa juga berupa S1 yaitu sebanyak 11
akan berbeda dengan kebutuhan orang (10,6%), sebagian kecil
tidur lansia (Pemi, 2009). pendidikan responden berupa SD
Gangguan kecemasan lebih yaitu sebanyak 18 orang (17,3%),
mudah dialami oleh seseorang dan sebagian kecil pendidikan
yang mempunyai usia lebih tua responden berupa SMA yaitu
dibandingkan individu dengan sebanyak 25 orang (24,0%).
usia yang lebih muda (Kaplan & Penelitian ini sejalan dengan
Sadock, 2010). penelitan yang dilakukan oleh Sri
Pada penelitian ini, peneliti (2015) tentang hubungan tingkat
berasumsi bahwa gangguan kecemasan dengan kualitas tidur
kualitas tidur lebih banyak terjadi pasien Asma di RSUD kabupaten
pada orang yang lebih tua Karanganyar menjelaskan bahwa
dibandingkan pada orang yang sebagian besar responden
lebih muda karena semakin tua merupakan tamatan SMA yaitu
usia seseorang, maka akan lebih sebanyak 21 orang (55%) dan 14
orang (37%) merupakan tamatan Pada penelitian ini, peneliti
SMP. berasumsi bahwa gangguan tidur
Dari data responden, lebih banyak terjadi pada
sebagian besar pendidikan responden yang berpendidikan
responden adalah SMP. Tingkat rendah daripada yang
pendidikan yang rendah pada berpendidikan tinggi karena
seseorang akan menyebabkan tingkat pendidikan akan
orang tersebut mudah mengalami mempengaruhi pola pikir dan
kecemasan, tingkat pendidikan pandangan hidup seseorang.
seseorang atau individu akan Responden dengan pendidikan
berpengaruh terhadap yang lebih tinggi akan lebih
kemampuan berpikir individu. mudah menyerap informasi yang
Semakin tinggi tingkat diberikan oleh perawat tentang
pendidikan maka individu operasi dan penyakitnya sehingga
semakin mudah berpikir rasional meningkatkan pengetahuan dan
dan menangkap informasi baru. hal ini menyebabkan lebih sedikit
Kemampuan analisis akan responden yang berpendidikan
mempermudah individu dalam tinggi yang mengalami gangguan
menguraikan masalah baru tidur.
(Kaplan & Sadock, 2010). B. Analisa Univariat
Menurut penelitian yang 1. Kecemasan
dilakukan oleh Vierdelina tahun Berdasarkan tabel 5.4 dapat
2009, tingkat pendidikan yang diketahui bahwa dari 104
tinggi cenderung menyebabkan responden, sebagian besar
perubahan pada pola pikir dan reponden mengalami kecemasan
pandangan hidup. Seseorang berat yaitu sebanyak 44 orang
dengan tingkat pendidikan yang (42,3%), sebagian kecil
tinggi akan mengalami perubahan responden mengalami kecemasan
pola berpikir dari tradisional ke sedang yaitu sebanyak 32 orang
arah yang lebih maju sehingga (30,8%), sebagian kecil
tidak hanya memandang responden mengalami kecemasan
persoalan dari satu sisi saja ringan yaitu sebanyak 16 orang
melainkan dapat dari berbagai (15,48%), dan panik sebanyak 12
sudut pandang. orang (11,5%). Hal ini terlihat
dari hasil pengkajian tentang individu terhadap suatu keadaan
kecemasan pasien pre operasi yang tidak menyenangkan atau
yang dilakukan dengan koesioner mengurangi rasa nyaman
Hamilton Anxiety Rating Scale (Carpenito, 2010).
(HARS) yang teridiri dari 14 Kecemasan mempengaruhi
komponen pertanyan yang gejala-gejala fisik, terutama pada
menunjukkan skor skor kurang fungsi saraf akan terlihat gejala-
dari 14 = tidak ada kecemasan, gejala yang akan ditimbulkan
skor 14 – 20 = kecemasan ringan, diantaranya tidak dapat tidur,
skor 21 – 27 = kecemasan sedang, jantung berdebar-debar, keluar
skor 28 – 41 = kecemasan berat, keringat berlebih, sering mual,
skor 42 – 56 = panik. gemetar, muka merah, dan sukar
Hasil ini tidak sejalan dengan bernafas (Detiana, 2010). Pada
penelitian yang dilakukan oleh pasien preoperasi dapat
Rahmadini, dkk (2014) tentang mengalami berbagai ketakutan,
hubungan antara kecemasan takut terhadap anestesi, takut
dengan kualitas tidur pada pasien terhadap nyeri atau kematian,
pre operasi di ruang bedah RSUP takut tentang ketidaktauan atau
Dr. M. Jamil Padang,. Pada takut tentang deformitas atau
penelitian ini didapatkan hasil ancaman lain terhadap citra tubuh
kecemasan pada pasien pre dapat menyebabkan kecemasan
operasi yaitu sebagian besar atau ansietas (Smeltzer and Bare,
responden mengalami kecemasan 2010).
sedang (45,3%), dan sisanya Pada penelitian ini, peneliti
kecemasan ringan (34,4%) dan berasumsi dari hasil kuosioner
kecemasan berat (20,3%). yang di berikan bahwa kecemasan
Kecemasan adalah banyak terjadi pada pasien pre
kebingungan, kekhawatiran pada operasi karena responden
suatu yang akan terjadi dengan merasakan ketegangan seperti
penyebab yang tidak jelas dan merasa tegang, tak bisa
dihubungkan dengan perasaan beristirahat dengan tenang,
yang tidak menentu dan tidak gemetar dan gelisah. Selain itu
berdaya (Suliswati, 2012). responden juga banyak yang
Kecemasan adalah respon mengalami perasaan ansietas
seperti cemas, firasat buruk dan Kualitas tidur berkaitan
takut akan pikiran sendiri. dengan jenis tidur REM dan
2. Kualitas tidur NREM yang mengandung arti
Berdasarkan tabel 5.5 kemampuan individu untuk dapat
didapatkan bahwa dari 104 tetap tidur dan bangun dengan
responden, lebih dari separuh jumlah tidur REM dan NREM
responden mengalami kualitas yang sesuai. Sedangkan yang
tidur buruk yaitu sebanyak 65 dimaksud dengan kuantitas tidur
orang (62,5%) dan kurang dari adalah keseluruhan waktu tidur
separuh responden mengalami individu (Craven & Hirnle, 2009).
kualitas tidur baik yaitu sebanyak Kebutuhan untuk istirahat dan
39 orang (37,5%). Hal ini terlihat tidur adalah penting bagi kualitas
dari hasil pengkajian tentang hidup semua orang dikarenakan
kualitas tidur pasien pre operasi pada kondisi mereka yang sedang
yang dilakukan dengan koesioner sakit membutuhkan istirahat yang
Pittburgh Sleep Quality Index cukup dalam pemulihannya.
(PSQI) yang terdiri dari 7 Pada penelitian ini, peneliti
komponen pertanyan yang berasumsi dari hasil kuosioner
menunjukkan skor lebih dari 5 yang di berikan bahwa gangguan
dinyatakan kualitas tidur buruk. kualitas tidur banyak terjadi pada
Penelitian ini sejalan dengan pasien pre operasi karena
penelitian Dewi (2015) yang responden sering mengalami
mengatakan bahwa lebih dari gangguan tidur seperti sering
separuh responden yaitu sebanyak terbangun dimalam hari, batuk,
26 responden (68%) memiliki merasa kedinginan atau
kualitas tidur buruk dan yang baik kepanasan dimalam hari dan
sebanyak 12 responden (32%). sering bermimpi buruk.
Penelitian ini juga sejalan dengan C. Analisa Bivariat
penelitian yang dilakukan oleh 1. Hubungan antara Kecemasan
Rahmadini (2014) yang dengan Kualitas Tidur pada
mendapatkan hasil sebanyak Pasien Pre Operasi di RSI Ibnu
52,6% responden memiliki Sina Bukittinggi Tahun 2019.
kualitas tidur buruk dan 43,8% Berdasarkan hasil penelitian
memiliki kualitas tidur baik. yang dilakukan terhadap 104
responden, diperoleh informasi Penelitian ini juga sejalan
bahwa diantara 44 responden dengan penelitian yang dilakukan
yang memiliki kecemasan berat oleh Rahmadini (2014) tentang
sebanyak 36 orang memiliki hubungan tingkat kecemasan
kualitas tidur buruk (36,4%). dengan kualitas tidur pada pasien
Diantara 12 responden yang pre operasi di ruang bedah RSUP
memiliki kecemasan panik, Dr. M. Jamil Padang, didapatkan
terdapat 10 orang memiliki p value = 0,017 yang berarti ≤0,05
kualitas tidur buruk (9,6%). bahwa terdapat hubungan antara
Hasil uji statistik spearman kecemasan dengan kualitas tidur
rank didapatkan hasil nilai Pvalue = pada pasien pre operasi
0,000 (p < 0,05) artinya H0 Menurut analisa peneliti,
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ternyata benar adanya hubungan
ada hubungan antara kecemasan yang signifikan antara kecemasan
dengan kualitas tidur pasien pre dengan kualitas tidur pada pasien
operasi di RSI Yarsi Ibnu Sina pre operasi karena kecemasan
Bukittinggi Tahun 2019. seorang pasien akan
Penelitian ini sejalan dengan mempengaruhi kualitas tidurnya.
penelitian yang dilakukan oleh Salah satu faktor yang
Setyawan (2017) dengan judul menyebabkan pasien mengalami
hubungan tingkat kecemasan kualitas tidur yang buruk adalah
dengan kualitas tidur pada pasin perasaan cemas perihal operasi
pre operasi di ruang Angsoka di penyakit yang akan dijalani dan
rumah sakit Abdul Wahab juga khawatir terhadap biaya
Sjahranie Samarinda, didapatkan yang akan dikeluarkan untuk
p value = 0,000 yang berarti ≤0,05 operasi. Hal ini menyebabkan
dengan menggunakan uji statistik pasien tidak bisa beristirahat
Chi Square, sehingga H0 ditolak dengan tenang, gelisah dan
dan Ha diterima. Hal ini membuat perasaan pasien
menunjukkan bahwa terdapat berubah-ubah sepanjang hari.
hubungan antara kecemasan Selain karena cemas perihal
dengan kualitas tidur pada pasien operasi yang akan dijalani serta
pre operasi. kendala finansial, saat dilapangan
ditemukan bahwa penurunan
kualitas tidur pasien juga diharapkan proses penyembuhan
dikarenakan pasien sering pasien semakin baik.
terbangun dimalam hari, sering
KESIMPULAN DAN SARAN
merasa kedinginan atau
kepanasan dimalam hari, A. Kesimpulan
bermimpi buruk, batuk yang
Setelah dilakukan pada bulan Juli –
dialami pasien dan rasa nyeri atau
Agustus 2019, untuk mengetahui
rasa sakit yang dialami pasien.
hubungan antara kecemasan dengan
Kebutuhan untuk istirahat dan
kualitas tidur pasien pre operasi di RSI
tidur adalah penting bagi kualitas
Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2019
hidup semua orang dikarenakan
dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut
pada kondisi mereka yang sedang
sakit membutuhkan istirahat yang 1. Karakteristik responden dalam
cukup dalam pemulihannya. penelitian ini yaitu lebih dari
Dinyatakan bahwa tidur separuh responden berjenis
merupakan salah satu kebutuhan kelamin perempuan yaitu
pokok manusia yang memiliki sebanyak 51%. Berdasarkan usia,
fungsi perbaikan dan homeostatic sebagian responden sebanyak
(mengembalikan keseimbangan 40,4% berusia diantara kisaran
fungsi-fungsi normal tubuh) serta 46-55 tahun. Berdasarkan
penting juga dalam pengaturan pendidikan, sebagian besar
suhu dan cadangan energi normal responden memiliki pendidikan
terlebih bagi seseorang yang terakhir SMP yaitu sebanyak
sedang berada pada kondisi sakit. 32,7% di RSI Yarsi Ibnu Sina
Sebenarnya tidur tidak sekedar Bukittinggi tahun 2019
mengistirahatkan tubuh, tapi juga 2. Lebih dari separuh responden
mengistirahatan otak, khususnya mengalami kualitas tidur buruk
sereberal korteks, yakni bagian yaitu sebanyak 62,5% dan
otak terpenting yang digunakan sebagian kecil menderita kualitas
untuk mengingat, memvisualkan tidur baik yaitu sebanyak 37,5%
serta membayangkan, menilai dan di RSI Yarsi Ibnu Sina
memberikan alasan sesuatu, disini Bukittinggi tahun 2019
dengan istirahatnya otak 3. Sebagian besar responden
mengalami tingkat kecemasan
berat yaitu sebanyak 4,3% di RSI 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Yarsi Ibnu Sina Bukittinggi tahun
Diharapkan agar peneliti
2019
selanjutnya dapat melanjutkan dan
4. Terdapat hubungan yang
mengembangkan penelitian ini
signifikan antara kecemasan
sehingga penelitian ini menjadi
dengan kualitas tidur pada pasien
lebih sempurna.
pre operasi di RSI Yarsi Ibnu
Sina Bukittinggi tahun 2019 di
peroleh nilai P Value sebesar 0,000
yang berarti lebih kecil dari 0,05.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumber
masukan dalam bidang ilmu
terkait yang akan menjadi bahan
masukan dan informasi serta
dapat di integrasikan dalam
pengembangan materi ajar yang
terkait.
2. Bagi Institusi Pelayanan
Rumah Sakit
Sebagai informasi bagi
institusi pelayanan kesehatan
tentang kecemasan pada pasien
pre operasi yang mempengaruhi
kualitas tidur. Melalui penelitian
ini peneliti berharap pihak rumah
sakit dapat meningkatkan
penerapan standar asuhan
keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan penanganan
kecemasan pada pasien pre
operasi.

Anda mungkin juga menyukai