Laporan
Diajukan sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Sejarah Sosial dan Intelektual
Islam Indonesia II pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Agus Permana, M.Ag
Di Susun Oleh :
Dicki Hidayatullah (1165010043)
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas
kehadiratnya yang telah memberikan rahmatnya berupa taufik dan hidayanya serta
ilhamnya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan proposal penelitian
yang berjudul “Perkembangan Pemikiran Mohammad Natsir Mengenai Islam dan
Nasionalisme Pada Tahun 1908-1993” sehingga penyusunan karya ilmiah tersebut
bisa berjalan dengan baik.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita yakni
Nabi Muhammad Saw yang telah menjadi sosok guru dan panutan terbaik bagi
umat Islam di seluruh dunia.
Penelitian ini penulis susun dalam memenuhi syarat “ Mata Kuliah SSII II”
pada perkuliahan semester VII ini, dan penulis berharap semoga penelitian ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri ataupun untuk para pembaca yang
budiman.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis berusaha sebaik mungkin dalam
mendapatkan sumber-sumber dan informasi, baik dari hasil karya ilmiah
sebelumnya, ataupun sumber buku yang telah disarankan oleh pihak dosen serta
penggunaan sumber website yang terpercaya. Penulis ucapkan terimakasih banyak
kepada pihak dosen pengajar yang telah membingbing dalam pengerjaan mini riset
ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga bila ada saran dan kritik yang dapat membangun karya ilmiah ini sangat
di harapkan oleh penulis agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pambaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta;Rajda
Grafindo Persada, 2005, Hal 73
1326 Hijriah, bertepatan dengan 17 Juli 1908 Masehi. Di desa kelahirannya itu,
Natsir kecil melewati masa-masa sosialisasi keagamaan dan intelektualnya.2
Sejarah mencatat bahwa kota Padang, tempat kelahiran Natsir telah mencatat
dan memberikan arti tersendiri buat dirinya. Keterbukaan sikap penduduknya
terhadap model pendidikan Belanda terlihat jelas. Misalnya, pada tahun 1915,
telah terbuka kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan.
Kesempatan belajar ini dipergunakan secara antusias, sehingga sekolah yang
dibuka pada waktu itu tidak dapat menampung animo masyarakat yang ingin
memperoleh pendidikan.3
2
Hepi Andi Bastoni dkk, Muhammad Natsir Sang Maestro Dakwah, Jakarta ; Mujtama
Press, 2008, Hal 2
3
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pambaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta;Rajda
Grafindo Persada, 2005, Hal 73
tahun 1916-1923. Setelah tamat dari sekolah tersbeut iapun melanjutkan sekolah
ke MULO. Pada saat inilah ia mulai aktif dalam kegiatan organisasi Jong
Islamieten Bond (JIB) di Padang.4
4
Media Dakwah, Pejuang Nasional dan Pejuang Islam, Dalam Serial Khutbah Jum’at
Maret, 1993, Hal 25
5
100 Tahun Muhammad Muhammad Natsir, Berdamai dengan Sejarah (Jakarta Selatan :
Republikan, 2008) Hal 39
6
Anwar Harjono, dkk, Pemikiran dan Perjuangan Muhammad Natsir, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001). Hal 12
meneritakan pertemuannya dengan Muhammad Natsir pertama kali di
Yogyakarta tahun 1948. Ketika itu, Muhammad Natsir menjabat menteri
penerangan di bawah kabinet Mohammad Hatta. Ia melihat Muhammad Natsir
tidak malu menjahit baju baju dinasnya yang robek, karena itulah satu-satunya
baju dinas yang dimimlikinya. Beberapa minggu kemudian, kata Kahin para
pegawai kementerian penerangan mengumpulkan uang untuk membelikan baju
agar boss mereka tampak seperti menteri sungguhan.7
Pada tahun 1965 ketika Menteri Luar Negeri RI Dr. Soebandrio menunaikan
ibadah haji dan bertemu Raja Faisal serta bercerita tentang perkembangan Islam
di Indonesia. Namun reaksi Raja Faisal saat itu ialah marah dan bertanya kenapa
Pemerintah RI menahan Muhammad Natsir sambil berkata : “Saudara tahu,
Natsir itu bukan pemimpin ummat Islam Indonesia saja, namun pemimpin
ummat Islam dunia”
7
Anwar Harjono, dkk, Pemikiran dan Perjuangan Muhammad Natsir, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001). Hal 12
pengabdian Muhammad Natsir dalam memperjuangkan Islam. Muhammad
Natsir adalah anggota inti Dewan Pendiri The International Islamic Cahritable
Foundation yang bermarkas di Kuwait dan juga anggota Dewan Pendiri The
Oxford Center for Islamic Studies yang berlokasi di London Inggris, serta salah
seorang Majelis Umana’ International Islamic University yang berpusat di
Islamabad Pakistan. Muhammad Natsir pernah diusulkan menjadi Sekretaris
Jendral Organisasi Konferensi Islam (OKI) namun tidak disetujui oleh
Pemerintah Republik Indonesia ketika itu.
Seorang pemikir tidak muncul sebagai tokoh tanpa adanya sebuah didikan
yang baik. Pendidikan seseorang mempengaruhi pemikiran dimasa yang akan
datang. Muhammad Natsir menjadi sosok yang sangat di segani, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Melalui karir politik dan berjuang menegakkan
agama Islam itulah yang membuat namanya terkenal seantero dunia.
Muhammad Natsir terlahir dari lingkungan agama. Sedari kecil Muhammad
Natsir mengaji di surau. Ia sebagai tokoh Islam, sikap keberagamaan
Muhammad Natsir sangat maju. Cara pandangnya moderen, hal ini dapat dilihat
dari didikan barat Negara Belanda. Dengan mengenal Ahmad Hasan,
MuhammadNatsir dapat melihat dunia secara luas, lebih-lebih dalam keilmuan
Islam. Walaupun ia dari keluarga tidak mampu tapi dapat dikatakan keluarga
yang berpendidikan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Kajian Pustaka
E. Langkah-Langkah Penelitian
1) Tahapan Heuristik
yunani yang disebut dengan heurisken, yaitu artinya sama dengan sebutan to
fine yang berati yaitu tidak hanya menemukan, akan tetapi harus ada kegiatan
mencari dahulu. Pada bagian tahap ini kegiatan diarahkan pada penjajakan,
heuristik ini merupakan sebuah tahapan pertama yang harus dilakukan seorang
sejarawan atau peneliti sejarah, pada tahapan ini penulis mencoba untuk
8
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pambaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta;Rajda
Grafindo Persada, 2005, h. 73
9
Dudung Abdurrahman, “Metode Penelitian Sejarah”, (Jakarta : PT Logos Wancana Ilmu,
1999). Hlm. 43
10
Sulasman. Metodelogi Penelitian Sejarah, (Bandung : Pustaka Setia, 2014). Hlm. 93.
Dalam tahapan ini penulis sementara mengunakan beberapa sumber
seperti, Makalah, Jurnal, Skripsi, dan beberapa Buku yang mendukung terhadap
tersebut.
1. Sumber Skunder
berupak sebuah buku, makalah, jurnal, skripsi. Dalam hal ini penulis
2) Tahapan Kritik
sumber yang didapatkan. Dalam tahapan ini yang dilakukan adalah menentukan
penulis. Tahapan ini dibagi menjadi dua yaitu Kritik Intern dan Kritik Ekstern.
Dalam hal ini penulis mengunakan kritik Intern karana sumber yang penulis
dapatkan adalah sumber skunder yang berupa sumber catatan, maka penulis
1. Kritik Intern
3) Interprestasi
dianalisis dari tahapan sebelumnya yaitu pada tahapan kritik. Dalam tahapan ini
pemehaman dari salah satu tokoh guna untuk bisa memetakan inti pemikiran
4) Historiografi